You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Pada dasarnya teknologi PHT merupakan teknologi yang praktis, mudah dipelajari dan diterapkan oleh petani pada kondisi ekosistem yang sangat bervariasi antara lokasi tertentu. Mengingat adanya variasi ekosistem terebut, maka pemilihan dan penetapan teknologi PHT seyogyanya disesuaikan dengan kondisi dan sistem sosial dan ekonomi masyarakat setempat (spesifik lokasi). Teknologi pengendalian yang digunakan hendaknya diutamakan yang mendorong berfungsinya proses pengendalian alami yang mampu menekan populasi pada aras keseimbangan yang rendah.

Oleh sebab itu teknologi pengendalian OPT yang dirancang petani seyogyanya mengacu pada prinsip pengendalian yang spesifik lokasi serta terpadu, yaitu Penerapan Pengendalian Hama Terpadu.Kubis sebagai sayuran mempunyai peran penting untuk kesehatan manusia. Kubis banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Sebagai sayuran, kubis mengandung serat yang dapat membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam,. Secara umum, semua jenis kubis mampu tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah. Namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya bahan organik. Kecuali itu, dalam hidupnya kubis memerlukan air yang cukup, tetapi tidak boleh berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air.

Realita yang ada, tidak semua petani di sentra pertanaman kubis menanam kubis. Keengganan petani menanam kubis lebih dipicu alasan klasik, takut terserang hama penyakit. Padahal gangguan tersebut dapat diatasi jikalau petani rajin memperhatikan tanamannya. Dengan jalan demikian pencegahan dan pengendalian dapat segera dilakukan. Penanaman kubis secara bergiliran dengan tanaman lain juga dapat mengatasi kemungkinan munculnya hama penyakit.

TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengetahui penerapan pengendalian hama terpadu pada tanaman kubis (brassica oleraceae)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Dalam sistematika tumbuhan, tanaman kubis diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Brassicales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea

Semua kubis yang baru tumbuh umumnya memiliki hipokotil sepanjang 2 cm, berwarna merah. Kecuali itu kubis berkeping dua, berakar tunggang dan serabut. Daun pertama mempunyai tangkai yang lebih panjang daripada daun yang diatasnya. Daun membentuk roset. Apabila titik tumbuhnya mati dimakan ulat atau patah, akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa bercabang.

Daun kubis bagian luar tertutup lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun-daun bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm. daun-daun muda yang tumbuh berikutnya mulai membengkok menutupi daun-daun muda yang ada diatasnya.

PENERAPANN PHT 1 .Tanaman sehat Cukup pupuk, pengairan, penyiangan gulma, dan pengolahan tanah pratanam yang baik merupakan dasar untuk memperoleh hasil produksi yang tinggi. Selain itu, faktor yang teramat penting adalah pemilihan varietas yang tahan akan penyakit dan hama serta mudah beradaptasi dengan jenis tanah dan iklim. Ketahanan tanaman akan penyakit bergantung pada ketahanan tanaman terhadap infeksi dan perkembangan penyakit. Saat mengalami infeksi, tanaman yang kuat dapat mengatasi kerusakan yang terjadi. Bila kerusakan ditimbulkan oleh serangga, tanaman yang sehat dapat mengatasi kerusakan daun atau anakan dengan membentuk daun atau anakan yang baru, atau dengan pertumbuhan yang lebih kokoh pada anakan yang tidak rusak.
2. Melestarikan dan Mendayagunakan Fungsi Musuh Alami

Unsur alami merupakan kekuatan dahsyat yang mampu mengendalikan lebih dari 99% hama di kebanyakan lahan kubis adar berada pada jumlah yang tidak merugikan. Tanpa disadari sebenarnya hampir semua petani sangat bergantung pada kekuatan alami yang sudah tersedia pada lahannya sendiri. Kita mengetahui bahwa PHT berfungsi untuk mendayagunakan dan memperkuat peranan musuh alami yang menjadi jaminan pengendalian saat terjadi serangan hama. Pengurangan penggunaan pestisida berarti mendatangkan keuntungan ekonomis, kesehatan, dan lingkungan.

3. Pengamatan Lahan Mingguan

Kondisi ekosistem amat berkaitan dengan timbulnya masalah hama. PHT menganjurkan pengamatan lahan kubis secara mingguan oleh petanio sendiri untuk mengkaji masalah hama yang mungkin timbul dari keadaan ekosistem lahan yang cenderung berubah dan terus berkembang.

4. Petani Ahli di Lahannya Sendiri

Untuk mengelola lahan kubis secara baik, petani perlu memiliki keterampilan memantau lahan, menganalisis kondisinya, membuat keputusan, dan mengambil tindakan pengendalian hama secara tepat, praktis, dan menguntungkan.

Pengendalian Hama Terpadu membantu petani untuk mempelajari dan mempraktikkan keterampilan teknologi pengendalian hama. Hal ini sangat penting untuk mencapai sasaran

C. Penerapan PHT Untuk Tanaman Kubis

- Pemilihan varietas dan perlakuan benih untuk pertanaman merupakan langkah awal dalam pelaksanaan budidaya tanaman Kubis sehingga mutu benih berkualitas. Waktu Tanam.

- Setiap saat, tetapi untuk musim kemarau, serangan hama akan lebih banyak. - Bibit sudah berumur kira-kira 3 minggu

Persiapan lahan

- 2 hari sebelum tanam, tanah yang sudah diolah mulai di bedeng-bedeng dengan ukuran bedengan 1 m. Bagian yang akan dibuat timbunan ini berguna untuk menutup pupuk kandang yang ditaburkan diatas bedengan.

- Tanah di atas bedengan harus benar-benar gembur. Untuk itu tanah olah harus dicangkul kembali sehingga bongkahan (lungko) menjadi lebih kecil.

- Tabur pupuk kandang di atas tanah, kemudian tutup dengan lapisan tanah setebal 10 cm. Persemaian Dibuat petakan dengan ukuran 1 x 3 m, setinggi 30 cm.

- Campurkan pupuk kandang yang benar-benar matang kedalam petakan tersebut. - Biarkan 3-4 hari supaya tanah terkena sinar matahari langsung. Bersihkan gulma yang mulai tumbuh

- Pasang naungan dari daun pisang atau daun kelapa supaya tanaman tidak terkena sinar matahari atau hujan secara langsung.

- Pemeliharaan persemaian yang terpenting adalah penyiraman. Siramlah persemaian setiap pagi dan sore dengan menggunakan gembor yang halus. Atau alirkan air kedalam parit yang mengelilingi petakan. Jika terlihat ada serangan jamur, yaitu busuk pangkal batang, segera buang tanaman yan terserang.

3. Hama Tanaman Kubis a. Ulat tritip/ulat daun (Plutella xylostella)

Ulat tritip memakan bagian bawah daun sehingga tinggal epidermis bagian atas saja. Ulatnya kecil kira-kira 5 mm berwarna hijau. Jika diganggu akan menjatuhkan diri dengan menggunakan benang. Ulat ini cepat sekali kebal terhadap satu jenis insektisida. Pengendalian dapat dilakukan dengn cara pithesan yaitu mengambili ulat yang terdapat pada tanaman kubis, kemudian dipencet sampai mati.

b. Ulat krop/jantung kubis (Crocidoomia binotalis)

Sering menyerang titik tumbuh sehingga disebut sebagai ulat jantung kubis. Ulatnya kecil berwarna hijau lebih besar dari ulat tritip, jika sudah besar garis-garis coklat.

Jika diganggu agak malas untuk bergerak. Berbeda dengan ulat tritip yang telurnya dietakkan secara menyebar, ulat jantung kubis meletakkan telurnya dalam satu kelompok. Pengendalian sama dengan ulat tritip.

c. Ulat Grayak (Spodoptera Litura)

Ulat grayak juga mau menyerang kubis. Pengendaliannya sama dengan ulat tritip.

d. Ulat Tanah (Agrotis Ipsilon)

Ulat berwarna hitam. Gejala kerusakan yang ditimbulkan ialah terpotongnya tanaman kubis yang masih kecil. Pengendalian dapat dilakukan dengan membongkar tanah secara berhati-hati disekitar tanaman yang terpotong. Apabila serangan banyak, dapat digunakan karbofuran, furadan atau curater.

Berbagai cara dapat dilakukan dalam pengendalian hama kubis. Namun secara hukum berdasarkan Undang Undang budidaya tanaman No. XII tahun 1992 pengendalian hama harus dilakukan secara terpadu (PHT), yakni mengurangi atau bahkan meniadakan pengendalian secara kimiawi kecuali pengendalian secara kultur teknis telah dilakukan terlebih dahulu dan penggunaan bahan kimia selalu berdasarkan ambang ekonomi setiap jenis hama. Cara cara pengendalian kultur tehnis yang dapat dilakukan antara lain: 1. Tumpang sari tomat dengan kubis. Dengan menanam tomat terlebih dahulu, diharapkan aroma tanaman tomat tidak disenangi oleh ngengat Plutella xylostella. Cara dan jarak tanam dapat diatur berselang seling dengan populasi kubis sebagai tanaman pokok harus lebih banyak dibanding tomat.

2. Pengaturan waktu tanam, perlu disesuaikan pada setiap daerah berdasarkan pada musim kemarau dan musim penghujan karena didaerah tertentu pada musim hujan umumnya serangan P. xylostella dan C. binotalis tidak terlalu berat, bahkan bisa terhindar.

3. Pengendalian secara mekanik, dengan mengumpulkan kelompok telur kemudian dimusnahkan, dan penggunaan mulsa.

4. Penanaman tanaman perangkap dan musuh alami, yaitu dengan menanam famili kubis kubisan seperti sawi atau kenikir untuk pengembangan parasitoid Diadegma sp sebagai musuh alami yang dapat memparasit larva.

Setelah melakukan pengendalian dengan teknis budidaya tersebut diatas dan masih ditemukan populasi dan serangan hama yang merugikan maka penggunaan insektisida dapat dilakukan dengan berdasarkan Ambang Kendali ( AK) dari hasil pengamatan pada 10 sampel tanaman tiap 0,2 Ha tanaman atau 50 sampel per hektar tanaman yang diambil secara diagonal ataupun bentuk U pada hamparan pertanaman dengan nilai AK sementara sebagai berikut: Ulat daun 5 ekor larva per 10 sampel. Ulat krop 3 kelompok telur per 10 sampel. Bila setelah melakukan pengamatan ditemukan populasi seperti tersebut diatas maka pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan, tetapi untuk menjaga kelestarian musuh alami khususnya Diadegma semiclausum dianjurkan menggunakan insektisida selektif yang berbahan aktif bakteri ( insektisida mikroba ) antara lain Dipel, Thuricide, Bactospeine, Turex dan sebagainya atau insektisida kimia dengan bahan aktif Sipermetrin ( Cymbush 50 EC, Fenom 50 EC) , Klorfuazuron ( Atabron 50 EC ), Kartap Hidroklorida ( Padan 50 SP ), Imidakloprid ( Winder 25 WP ) dan sebagainya.

Untuk menghindari terjadinya resistensi atau kekebalan pada hama ulat daun dan ulat krop perlu dilakukan pergiliran penggunaan kelompok bahan atau jenis insektisida.

Adapun cara pengendalian beberapa hama dan penyakit kubis dengan konsep PHT dapat dilakukan sebagai berikut : Untuk pengendalian hama ulat krop kubis yang disebabkan (Crocidolomia binotalis Zell) dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan

(memusnahkan) telur, larva atau imago yang ditemukan. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan bila ditemukan 3 paket telur pada 10 tanaman dan 5 % tanaman terserang hama tersebut. Pengendalian kimia cara tersebut dapat

menghemat/menekan penggunaan pestisida 7 11 kali penyemprotan. Pemilihan bahan aktif insektisida dilakukan dengan selektif dan yang efektif diantaranya Bacillus thuringiensis (Turex, Thuricide), sipermetrin (Cymbush), Klorfluazuron (Atabron), lufenuron (Match), Lamda sihalotrin (Matador), Protiofos (Tokuthion) dan lain-lain. Selain itu dapat juga digunakan pestisida nabati atau biologi dengan dosis anjuran adalah : Bacillus thurigiensis, biji sirsak atau dengan menggunakan biji nimba 30 gr/liter.

Untuk pengendalian hama ulat kubis Plutella xytostella dapat dilakukan dengan cara mekanis dan kimia. Cara mekanis yaitu dengan memusnahkan dan mengumpulkan semua larva imago yang ditemukan, sedangkan cara kimiawi dilakukan dengan penggunaan pestisida selektif bila ditemukan 5 larva setiap 10 tanaman dan 5% dari jumlah tanaman telah terserang hama tersebut. Dengan melakukan pengamatan, maka akan menghemat penggunaan pestisida 7 11 kali penyemprotan dengan dosis 0,5 1cc/liter tiap penyemprotan.

Pengendalian penyakit bengkak akar yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora

brassicae yang ditandai daun-daun kubis layu, bila tanaman tersebut dicabut pada akarnya akan terlihat ada pembengkakkan. Untuk mengendalikannya dapat dilakukan
antara lain sebagai berikut :

(1) penggunaan varietas tahan P. brassicae seperti 72754, G6-voloqod shajas, Zimjaja dan Winter., (2) perlakuan benih dengan pestisida nabati berupa ekstrak daun/umbi bawang putih (8%) selama 2 jam,

(3) tanah untuk persemaian menggunakan tanah dari luar daerah endemis atau tanah lapisan bawah (min. 40 cm) yang dikukus atau diberi fungisida,

(4) melakukan pengapuran dengan dolomit 2 ton/hektar dilakukan 15 hari sebelum tanam (5) tanah diinokulasi dengan Gliogladium (Bio GL) dosis 11 cc/liter atau Glio kompos 1 kg/4 meter2 sehari sebelum tanam atau Dazomet 30-40 gram/m2 (200-267 gram/ha) 2 minggu sebelum tanam (6) mencabut tanaman muda yang terserang dan memusnahkannya kemudian (7) memusnahkan segera sisa panen

BAB 3 KESIMPULAN

PHT merupakan perwujudan anjuran pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikulturayang berwawasan lingkungan dengan mengandalkan keterpaduan teknologi teruji dan keterampilan serta kemampuan para petani itu sendiri.

Dari data diperoleh bahwa pada komoditi Kubis ini terjadi luas tambah serangan Ulat Crops seluas 15,6 ha (ringan) yang terdapat di Kabupaten Simalungun 9,5 ha, Karo 11 ha, Dairi 0,5 ha.

Kubis merupakan tanaman sayuran yang sangat mudah terserang hama dan penyakit, karena sangat peka terhadap iklim, upaya pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT merupakan cara dan langkah yang terbaik.

Salah satu penerapan PHT pada tanaman Kubis adalah Tumpang sari tomat dengan kubis. Dengan menanam tomat terlebih dahulu, diharapkan aroma tanaman tomat tidak disenangi oleh ngengat Plutella xylostella. Serta pemakaian pestisida nabati.

BAB V DAFTAR PUSTAKA

Pracaya. 2001. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tim Penulis PS. 1993. Sayur Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Oka, I. N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rubatzky, Vincent E. dan Mas Yamaguchi, 1998. Sayuran dunia 2. Bandung : ITB Bandung.

PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TERPADU PADA TANAMAN KUBIS (BRASSICA OLERACEAE) DI

SELESAIKAN

OLEH RIZATUL FAUNA NIM 10.03.1.0580

PRODY AGROTEHNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SAMUDRA LANGGSA TAHUN AJARAN 2013

DAFTAR ISI

BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani 2.2 penerapan PHT 2.3 melestarikan&memberdayakan fungi musuh alami 2.4 pengamatan lahan mingguan 2.5 Hama tanaman kubis

BAB3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA

You might also like