You are on page 1of 12

Penyebab kegagalan transplantasi ginjal masih blum jelas. Kami menginvestigasi 1317 kasus dri penerima transplantasi ginjal.

Penyebab kegagalan transplantasi ini ditentukan dengan merujuk pada informasi klinik dan histologi yang tertulis dan tersedia untuk 98% kasus, selama 50,3+32,6 bulan berjalan, 330 transolantasi gagal, 138 mengalami kematian dengan ginjal yang berfungsi. 39 ginjal yang tidak berfungsi dan 153 transplantasi rusak yang mengarah pada kematian. Penyebab hal tsb telah dibagi menjadi beberapa divisi yaitu penyakit glomerulus, fibrosis/athrophy, kondisi bedah, penolakan akut dan ada sebab yang tidak bisa terklaifikasi. Patologi glomerular dan penyakit umum mengarah kepada kerusakan. Transplantasi glomerulonophaty dan penyakit2 khusus di sangka sebagai penyebab spesifik yang masih diidentifikasi pada 81% dan... Berlawanan dengan kasus umum kebanyakan kegagalan transplantasi ginjal telah diidentifikasi bukan disebabkan athropy atau toksisitas CNI. Patologi glomerular untuk proporsi yang paling luas dari kegagalan transplantasi dan masalah imun disangka menjadi hal yang paling umum untuk mekanisme yang mengarah kepada kerusakan. Introduction Tansplantasi ginjal adalah terapi paling baik yang tersedia untuk kebanyakan pasien dg stadium akhir dari penyakit ginjal. Bagaimanapun, ketahanan dari transplantasi masih rendah. Perbaikan pada imunosupresi dan pada perhatian medis dari penerima transplantsi selama 3 dekade terakhir secara signifikan meunjukkan perbaikan pada hasil dari transplantasi ginjal.bagaimanapun kemajuan tsb tidak menghasilkn perbaikan secara dramatis pada ketahanan graft. Alasan untuk hal tsb masih belum jelas dan terdapat banyak faktor. Sebagai contoh: faktor peentu penting dari ketahanan graft tidak bisa dirubah secara cukup luas untuk perbaikan semua hasil dari transplantasi ginjal. Diantaranya kematian pasien dg graft yg masih berfungsi dilanjutkan dengan pnyebab paling umum dari kerusakan graft. Sebagai tambhan, disini ada sedikit proses pada pencegahan/treatment dari penyakit umum. Kedua, kemungkinan juga bahwa peristiwa dari penyebab berbeda kerusakan graft telah berganti barubaru ini. Demikian, graft sebelumnya telah gagal karena penolakan akut atau pasien mati karena mekanisme lain. Sebagai contoh, beberapa studi terbaru menunjukkan hubungan antara alloantibodies, pathology gromelural dan kegagalan graft. Investigator sebelumnya sempat mencoba utk mengklarifikasi penyebab dari kegagalan graft pada sekelompok penerima transplantasi dan mengidentifikasi penyebab dari gagalnya graft yg bisa diperbaiki dg intervensi yg ada. Bagaimanapun studi tsb tdk berisi data yg detail dan berisi informasi histologi yg terbatas. Secara umum keterbatasan tsb mengarah pda konsep bahwa kebanyakan transplantasi gagal ginjal dikarenakan proses umum yang melibatkan fibrosis dan atopi. Bagaimanapun CAN bukanlah diagnosis yg benar tapi lebih kepada istilah histologi yang tidak berhubungan dg penyebab spesifik Demikian tujuan dari studi ini untuk mengidentifikasi penyebab kerusakan pd transplantasi ginjal pada sebagian besar pasien dg menggunakan kombinasi informasi klinik dan hitologi termasuk pembenran dari hasil biopsi dari transplantasi ginjal.

Informasi klinis yang diambil dari catatan medis dan pengambilan informasi yang berasal dari studi ini telah disetujui panitia kelembagaan (IRB). Tentu saja posttransplant dipantau dengan penentuan periodik parameter klinis, laboratorum dan histologi termasuk protokol dan biopsi allografi klinis. Program kami mulai melakukan pengamatan biopsi sebagai bagian dari tindak lanjut standar klinis pada oktober 1998. Biopsi ini dilakukan pada inplantasi (waktu 0) 4 bulan, 1, 2 dan 5 tahun setelah transplantasi. Kriteria histologis diagnostik yang digunakan dibiopsi ini dan klinis yan diusulkan oleh kelompok Banff (14,15,18) termasuk contoh penolakan dimediasi seluler akut dan antibodi. Transplantasi glomerulopathy didiagnosis oleh adanya duplikasi atau lapisan membran basal glomerulus tanpa adanya penyakit, berulang atau penyebab lain untuk pola histologis. PVAN didiagnosis oleh adanya BK virus dan sel epitel tubular dengan proses hibridisasi insitu. Penyakit glomerulus didiagnosis memanfaatkan cahaya, imunofluoresensi dan mikroskop elektron. Studi bahan biopsi ginjal, dikumpulkan untuk tujuan klinis, telah disetujui oleh para IRB. Protokol imunosupresif yang digunakan pada pasien ini telah dijelaskan secara rinci dalampublikasi sebelumnya. Singkat kata 91% dari pasien menerima imunosupresi induksi termasuk thymoglobulin di 81% di penerima anti CD25 antibodi 9% dan <1% yang menerima OKT3 atau alemtuzumab. Pemeliharaan imunosupresi satu tahun setelah transplantasi termasuk mycophenolate mufetil dan kortikosteroid pada semua pasien dalam kombinasi dengan tacrolimus pada 73% dari pasien, siklosporin 18% dan 10% sirolimus. Penetuan penyebab kegagalan transplantasi Kegagalan transplatasi didefinisikan sebagai tidak adanya fungsi ginjal, terjadi kapan saja setelah transplantasi karena baik kematian pasien atau cedera graft reversible memerlukan dianalisis kronis dan atau transplantasi ulang. 13 pasien kehilangan lebih dari satu graft selama masa study dan contoh masing-masing dianalisis secara individual. Untuk kegagalan transplantasi bukan karena kematian, 2 penulis (ZME, FGC) mengecek/meninjau semua sejarah medis pra dan posttrasplantasi secara sistematis, mengidentifikasi peristiwa klinis dan/atau bedah utama setelah transplantasi dan menilai evolusi parameter klinis termasuk proteinuria, kreatinin, diperkirakan GFR dan diukur GFR. Disamping itu semua biopsi allograft yang diulas/ditinjau terutama(khusus) laporan terakhir patologi sebelumnya. Dalam 32 kasus informasi klinis dan patologis dalam tabel tidak dianggap cukup untuk menentukan penyebab kegagalan transplantasi. Dalam kasus ini biopsi diperiksa ulang dengan patologi ginjal dan noda-noda tambahan (C4d oleh imunoperoksidose dan BK oleh hibridasi in situ). Semua noda-noda tambahan ditafsirkan oleh satu nephropathologis. Kegagalan tranplantasi diklasifikasikan dalam tiga kelompok: (1) pasien mati karena transplantasi yang tidak berfungsi, (2) fungsi utama dari transplantasi tidak berfungsi secara permanen mulai dari pasca transplantasi, dan (3) hilangnya fungsi transplantasi sebelum kematian. Penyebab kematian ditentukan oleh penelaahan terhadap catatan medis dan sertifikat kematian ketika pasien berakhir di luar lembaga kami. Penyebab kegagalan transplantasi sebelum kematian diklasifikasikan

dalam dua step. Step pertama, kasus ini dibagi dalam enam kelompok berdasarkan kriteria klinis dan histologis ditunjukkan dalam tabel 1. Pada step kedua, penyebab spesifik dari kegagalan transplantasi ditentukan dalam setiap kasus dalam setiap kelompok. Langkah kedua ini menghasilkan beberapa subkelompok dalam setiap kelompok yang ditampilkan dalam tabel 1. Dalam 12 kasus, beberapa proses merugikan bisa memberikan kontribusi untuk kegagalan transplantasi. Kasus ini diklasifikasikan dalam satu kelompok etiologi berdasarkan penilaian peneliti terbaik sebagai penyebab utama kegagalan transplantasi. Analisis data Data numerik terdistribusi normal dinyatakan sebagai sarana dan standar deviasi mengharapkan ketika condong bera terhadap hal median dan jangkauan yang digunakan. Berarti data non miring dibandingkan dengan uji t-siswa atau t berpasangan. Data miring dibandingkan dengan tes nonparametrik (Kruskall-wallis). Uji chi-square digunakan untuk membandingkan proporsi. Kaplan-Meier digunakan untuk menggambarkan kelangsungan hidup. Untuk membandingkan insiden kumulatif kegagalan transplatasi karena dengan etiologi yang berbeda, kami menggunakan perpanjangan dari akuntansi Kaplan-Meier untuk risiko bersaing. Analisis ini memperkirakan kemungkinan kegagalan transplatasi, sebagai fungsi waktu, jika semua pasien itu harus diikuti sampai mati. hasil Karakteristik pasien ditampilkan pada Tabel 2. Hasil keseluruhan dari transplantasi dalam kelompok ini ditampilkan sesuai dengan jenis donor pada Gambar 1A. Gambar 1B menampilkan kejadian kumulatif dari kegagalan pencangkokan dari waktu ke waktu karena dua penyebab bersaing kehilangan: kematian atau pencangkokan gagal. Selama rata-rata tindak lanjut dari 50,3 32,6 bulan (median 49 bulan, kisaran: 0-138), 330 dari 1317 (25,0%) cangkok hilang: 138 kerugian (41,8%) disebabkan oleh kematian dengan fungsi, 39 (11,8%) adalah karena fungsi non primer dan 153 (46,3%) adalah karena penyebab lain di sebelumnya berfungsi cangkok.

Analisis data Data numerik terdistribusi normal dinyatakan sebagai sarana dan standar deviasi mengharapkan ketika condong bera terhadap hal median dan jangkauan yang digunakan. Berarti data non miring dibandingkan dengan uji t-siswa atau t berpasangan. Data miring dibandingkan dengan tes nonparametrik (Kruskall-wallis). Uji chi-square digunakan untuk membandingkan proporsi. Kaplan-Meier digunakan untuk menggambarkan kelangsungan hidup. Untuk membandingkan insiden kumulatif kegagalan transplatasi karena dengan etiologi yang berbeda, kami menggunakan perpanjangan dari akuntansi Kaplan-Meier untuk risiko bersaing. Analisis ini memperkirakan kemungkinan kegagalan transplatasi, sebagai fungsi waktu, jika semua pasien itu harus diikuti sampai mati. Analisis data Data numerik terdistribusi normal dinyatakan sebagai sarana dan standar deviasi mengharapkan ketika condong bera terhadap hal median dan jangkauan yang digunakan. Berarti data non miring dibandingkan dengan uji t-siswa atau t berpasangan. Data miring dibandingkan dengan tes nonparametrik (Kruskall-wallis).

Uji chi-square digunakan untuk membandingkan proporsi. Kaplan-Meier digunakan untuk menggambarkan kelangsungan hidup. Untuk membandingkan insiden kumulatif kegagalan transplatasi karena dengan etiologi yang berbeda, kami menggunakan perpanjangan dari akuntansi Kaplan-Meier untuk risiko bersaing. Analisis ini memperkirakan kemungkinan kegagalan transplatasi, sebagai fungsi waktu, jika semua pasien itu harus diikuti sampai mati. hasil Karakteristik pasien ditampilkan pada Tabel 2. Hasil keseluruhan dari transplantasi dalam kelompok ini ditampilkan sesuai dengan jenis donor pada Gambar 1A. Gambar 1B menampilkan kejadian kumulatif dari kegagalan pencangkokan dari waktu ke waktu karena dua penyebab bersaing kehilangan: kematian atau pencangkokan gagal. Selama rata-rata tindak lanjut dari 50,3 32,6 bulan (median 49 bulan, kisaran: 0-138), 330 dari 1317 (25,0%) cangkok hilang: 138 kerugian (41,8%) disebabkan oleh kematian dengan fungsi, 39 (11,8%) adalah karena fungsi non primer dan 153 (46,3%) adalah karena penyebab lain di sebelumnya berfungsi cangkok. Kegagalan pencangkokan menyebabkan kematian pasien Kematian fungsional merupakan salah satu yang paling sering diamati menyebabkan kegagalan pencangkokan (138 dari 318 kegagalan pencangkokan, 43.4%), mewakili 10.4% dari seluruh transplantasi. Kematian fungsional secara signifikan lebih sering pada penerima dari donor mati daripada pencangkokan donor hidup (masing-masing 15.45% vs. 8.3%, p<0.0001 Chi-square). Penyebab kematian, diklasifikasikan berdasarkan waktu setelah transplantasi, ditunjukkan pada tabel 3. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam usia penerima pada saat kematian di antara pasien yang meninggal dari penyebab yang berbeda. Apalagi, penyebaran penyebab kematian pada periode waktu yang berbeda setelah transplantasi tidak secara signifikan berbeda (p=0.246, Chi-square). Hal yang harus dicatat adalah bahwa, meskipun upaya kami signifikan, kami tidak dapat menentukan penyebab kematian pada sekitar sepertiga dari pasien. Bagaimanapun juga, termasuk semua pasien dengan kasus kematian yang tidak diketahui belum ada perbedaan secara signifikan dalam kasus kematian yang terjadi selama tahun pertama, antara tahun 2 dan 5 dan lebih dari 5 tahun pasca transplantasi (p=0.403, Chi-square). Kegagalan pencangkokan menyebabkan ketidakfungsionalan utama Ketidakfungsionalan utama, didefinisikan sebagai kehilangan permanen fungsi ginjal dimulai segera pasca transplantasi, bertanggungjawab untuk 39 dari 330 (11.8%) kegagalan pencangkokan, mewakili 2.9% dari semua tranplantasi. Antara 39 pencangkokan ini, 17 berasal dari donor mati dan 22 dari donor hidup. Pada 33 dari 39 kasus ini, ketidakfungsionalan utama menyebabkan trombosis arteri atau vena tediagnosa selama eksplorasi ulang pencangkokan dalam 1-2 hari setelah transplantasi. Satu pasien tambahan dikembangkan hipotensi berat segera setelah transplantasi menyebabkan trombosis pencamgkokan. Empat pencangkokan tidak pernah berfungsi dan karena kontralateral ginjal dari pendonor yang sama juga memiliki kerugian ketidakfungsionalan utama yang disebabkan kualitas organ yang buruk. Akhirnya, satu kegagalan pencangkokan meyebabkan penolakan hiperakut.

Kegagalan pencangkokan fungsional tidak menyebabkan kematian Seratus lima puluh tiga kegagalan pencangkokan fungsional tidak menyebabkan kematian, mewakili 46.3% dari semua kegagalan pencangkokan dan 11.6% dari semua transplantasi. Antara 153 kasus, 150 (98.0%) sudah di-biopsi media pencangkokan 4.7 bulan sebelum kegagalan pencangkokan (antara 0-105 bulan).. El-Zoghby et al. Tabel 3 : Penyebab kematian setelah transplantasi ginjal pada pasien dengan memfungsikan kidney allograft Penyebab Seluruhny Usia1 Tahun 1 Tahun >1-5 Tahun >5 Kematian a -Kematian (semua) -Kardiovaskular -Infeksi -Malignansi -Lain-lain -Tidak diketahui 1usia pada saat kematian. nilai merupakan sarana, standar deviasi dan jangkauan 2jumlah pasien meninggal selama periode yang ditunjukkan dalam kepala kolom 3nilai menunjukkan jumlah dari pasien dan persentase kematian selama periode yang ditunjukkan dalam kepala kolom. Dari kasus, biopsi dilakukan dalam waktu 1 tahun dari kegagalan dan 84% dalam 2 tahun. Rata-rata jumlah biopsy per graft lost adalah 3.8+- 2 (median 4, jarak 1-12). berdasarkan kriteria klinis dan histologis yang ditunjukkan dalam tabel 1, penyebab kegagalan transplantasi telah diklasifikasikan dalam 146 dari 153 kasus (95,4%)(Figure2A). Sebaliknya, dalam tujuh kasus review bukti yang tersedia tidak memungkinkan klasifikasi dari penyebab kegagalannya transplantasi. Transplantasi ini gagal dari 18-110 bulan pasca transplantasi. Transplantasi biopsi yang terdapat dalam 5 dari 7 kasus tetapi dilakukan lebih dari 2 tahun sebelum hilangnya dan biopsi tidak mengungkapkan patologi yang bisa menjelaskan kegagalan transplantasi berikutnya. Kelompok yang menyebabkan kegagalan transplantasi secara tidak signifikan berbeda antara penerima dan donor yang hidup maupun meninggal. Ada jumlah yang lebih tinggi dari transplantasi yang hilang dengan fibrosis atau atrofi antara penerima meninggal dan pendonor ginjal hidup. Namun, perbedaan itu tidak bermakna secara statistik. waktu untuk kegagalan transplantasi berbeda secara substansial di antara kelompok penyebabnya. Dengan demikian, kegagalan transplantasi akibat kondisi medis / bedah dan yang disebabkan penolakan akut terjadi lebih awal daripada yang disebabkan gangguan pada glomerulus dan karena artrophy fibrosis. Selanjutnya, risiko kegagalan akibat kerusakan transplantasi glomerulus dan fibrosis / atropi meningkat. Figure 2 : (A) distibusi dari penyakit kegagalan transplantasi fungsional.

nilai-nilai merupakan jumlah pasien dalam setiap kelompok dan persen dari 153 pasien termasuk dalam pie chart. (B) penyebab hilangnya berfungsi cangkokan pada penerima ginjal dari donors hidup (bar hitam) atau dari donor meninggal (bar terbuka)

Kegagalan pencangkokan karena penolakan akut Penolakan akut adalah penyebab utama kegagalan pencangkokan pada 18 dari 153 kasus (11,7%), yang mewakili 1% dari semua transplantasi. Kriteria yang digunakan untuk kelompok diagnostik yang dijelaskan dalam Tabel 1. Jenis penolakan dan waktu untuk kerugian pencangkokan akibat penolakan akut ditunjukkan pada Tabel 5 dan Gambar 3, secara berurutan. Pada 6 episode kasus penolakan terjadi selama transplantasi pasca tahun pertama, termasuk 4 kasus antibodi-dimediasi dan 2 kasus penolakan seluler. Sebaliknya, 12 cangkok hilang akibat penolakan akut didiagnosis lebih dari 1 tahun pasca transplantasi. Pada 6 dari kasus akhir episode penolakan terkait dengan ketidakpatuhan pasien dengan pengobatan immunosupresi. Pada 4 pasien episode penolakan akhir terkait dengan pengurangan imunosupresi yang sengaja dilakukan dalam upaya untuk mengobati penyakit pasca transplantasi limfosit proliferatif (n = 3) atau kanker kandung kemih (n = 1). Pada 2 kasus akhir dari penolakan akut tidak ada dokumentasi ketidakpatuhan atau pengurangan disengaja imunosupresi. Dari catatan, 2 cangkokan hilang terutama karena penolakan akut mungkin telah mengalami cedera tambahan dari infeksi saluran kemih beberapa dalam satu kasus dan perubahan arteriol sugestif kalsineurin inhibitor toksisitas yang kedua. Penyakit glomerular dianggap sebagai penyebab utama gagalnya pencangkokan di 56 dari 153 kegagalan pencangkokan (36,6%), yang mewakili 4,2% dari semua transplantasi. Penyakit glomerular pencangkokan yang diklasifikasikan dalam tiga subkelompok: penyakit berulang, transplantasi glomerulopathy transplantasi dan de novo penyakit glomerular (Tabel 5). Penyakit glomerular berulang didiagnosis di 23 dari 153 gagal cangkok bukan karena kematian (14,3%). Semua kasus-kasus ini memiliki pretransplant biopsi ginjal dan pencangkokan biopsi dengan jenis yang sama dari penyakit glomerulus. Penyakit glomerular berulang meliputi: 12 kasus focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), 4 kasus IgA nefropati (Igan), 3 kasus membranous nephropathy (MN) dan 4 kasus Membrano-proliferasi glomerulonefritis (MPGN). Pada 23 dari 153 (14,3%) kasus hilangnya pencangkokan adalah karena transplantasi glomerulopathy (TG). Akhirnya, pada 10 dari 153 (6,5%) kegagalan pencangkokan disebabkan penyakit glomerular yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai berulang karena pasien tidak memiliki biopsi ginjal asli. Ini diduga bukan glomerulopathies berulang , termasuk: FSGS (7), MPGN (1), FSGS dengan bukti non-IGA deposisi imun kompleks mesangial (1) dan satu pasien dengan sindrom nefrotik di antaranya dengan jenis glomerulopathy yang tidak diklasifikasikan karena biopsi yang tersedia hanya menunjukkan glomerulosclerosis global. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 4, kerugian pencangkokan dari penyakit glomerular berulang terjadi secara signifikan lebih awal dari hilangnya pencangkokan

dari glomerulopathies yang tidak berulang dianggap umumnya terjadi agak lambat setelah transplantasi. Lima cangkokan, hilang terutama disebabkan penyakit glomerular, memiliki tambahan penghinaan yang mungkin memberikan kontribusi terhadap kegagalan utama mereka. Dengan demikian, salah satu kasus IgA bulan sabit berulang dan dua kasus FSGS berulang memiliki episode penolakan akut. Selain itu, dua kasus FSGS tidak berulang memiliki emboli kolesterol dengan perubahan vaskular kronis dan sclerosis hialin arteriolar parah di preterminal biopsi menunjukkan penyebab sekunder untuk FSGS.

Figure 3: Cumulative incidence of graft loss due to acute rejection, glomerular disease, IF/TA and medical conditions (accounting for the competing risks of death and losses due to other causes such as primary nonfunction). Table 4: Causes of loss of functioning grafts at different periods of time posttransplant 1

Table 5 : etiologi klasifikasi dari kehilangan fungsi transplantasi Kegagalan grup transplantasi dan penyebab spesifik Rejeksi akut Tahun pertama Sellular Antibody-mediated Melebihi satu tahun : selular Gangguan glomerular Berulang (kumat) Transplant glomerulopathy Presumed nonrecurrent Fibrosis/artropi Polyoma nephropathy Immunologic Rejeksi selular Antibody-mediated rejection Selular dan antibody-mediated rejection Recurrent pyelonephritis Kualitas allograft kurang Ureteral stenosis Calcineurin inhibitor toxicity Idiopati Kondisi pembedahan Gangguan berulang Sepsis/hipotensi Pyelonephritis akut Lymphomatus infiltrasi Dari allograf Lain-lain Tidak diketahui *gangguan nonglomerular berulang termasuk oxalosis (2), sickle sel nepropati(1), scleroderma(2), hemolitik uremik sindrom (1), gangguan deposisi rantai ringan. *termasuk satu kasus dari masing-masing berikut : akut oklusi dari arteri allograft (torsi), komplikasi dari suatu lymphocele trombotik microangiopathy, obat toksitas (foscarnet), gagal jantung kongestif berat, stenosis arteri allograft, penerima vaskular (iliaka) stenosis. emboli kolesterol dengan perubahan vaskular kronis dan sclerosis hialin arteriolar parah di preterminal biopsi menunjukkan penyebab sekunder untuk FSGS. Kegagalan transplantasi diassosiasikan dengan fibrosis/atrofi fibrosis interstisial dan atrofi tubulus (IF / TA) hadir, tanpa adanya patologi lain, di 47 dari 153 kegagalan transplantasi (30,7%), yang mewakili 3,5% dari semua transplantasi. kebanyakan kasus IF / TA (80,9%) dapat dikaitkan dengan penyebab spesifik (table 5). pada 11 pasien IF / TI adalah karena nefropati polyomavirus (PVAN). semua pasien memiliki posttransplant PVAN dengan demonstrasi Virus melalui oleh hibridisasi in situ. Namun, pada 3 dari 11 pasien, biopsi terakhir adalah

negatif untuk virus BK. JIKA / TA ini disebabkan proses kekebalan pada 13 pasien, termasuk 9 dengan beberapa episode penolakan akut seluler, 1 pasien didiagnosis penolakan kronis antibody-mediated oleh kehadiran IF / TA dan pewarnaan kuat C4D peritubular kapiler dan 3 pasien dengan riwayat beberapa episode penolakan seluler yang di biopsi akhir memiliki penolakkan antibodi-dimediasi (C4D positif dalam peribular kapiler). Dalam 7 pasien IF / IT itu mungkin karena episode berulang dari pielonefritis allograft didokumentasikan baik secara klinis dan / atau biopsi. empat pasien memiliki fungsi allograft marjinal (GFR <30mL/min/1.73m2) sejak transplantasi dan memiliki penurunan progresif fungsi tanpa adanya identifikasi penambahan insults. 4 kasus ini disebabkan karena rendahnya kualitas allograft. dua pasien mengalami stenosis uretra persisten meskipun manipulasi bedah dan / atau radiologis diulang. pada satu pasien IF / TA diduga disebabkan oleh toksisitas inhibitor kalsineurin didefinisikan oleh bukti histologis hyalinosis arteriolar dengan nodul hialin perifer tanpa adanya hipertensi, diabetes atau penyebab lain IF/ TA. Akhirnya pada kasus tidak ada penyebab dari IF/TA yang diidentifikasi dan histologi dari transplantasi tersebut tidak di usulkan oleh toksisitas CNI. 9 kasus tersebut dipertimbangkan menjadi idiophatic. Penyebaran dari penyebab dari IF/TA tidak berbeda secara signifikan pada risipien yang hidup dan meninggal. Stain CD4 negatif pada kapiler peritibular pada semua kasus nonimunologik dari IF/TA beberapa transplantasi tidak teridentifikasi. Satu kasus, diidentifikasi sebagai idiopathic, telah mempunyai episode dan septicemia and hasil biopsy menunjukkan arteriosclerosis. 2 kasus dan IF/TA dihubungkan dengan penolakkan selular yang berhubungan dengan arteriosclerosis hyaline pada hasil biopsy. Akhirnya dua kasus denegan fungsi transplantasi marginal dihubungkan dengan pyelonephritis dan statin menginduksi rabdomyolysis secara berturut-turut Figur 4 : kejadian kumulatif dari kegagalan transplantasi karena gangguan berulang gromerular(----), transplantasi glomerulopathy(----) dan de novo gloerulopathies diduga tidak berulang.

Karena kondisi medis / bedah graft kerugian Tabel 5 mendayta komplikasi medis atau oprasidihasilkan dalam kegagalan dari 25 pencakokan ginjal (16,3 % dari 153 kegagalan pencakokan, 1,9% dari semua transplantasi). Kasus-kasus kegagalan pencakokan secara signifikan seringkali selama tahun pertama (14 dari 33 kegagalan pencakokan selama tahun pertama 42,4 % ) dari pada selama tahun ke dua dan kelima (9 dari 77, 11,6 %) atau diatas lima tahun ( 2 dari 43, 4,6 % ) (p<0,001, Chi-square ) (figur3) selam tahun pertama komplikasi medis mengakibatkan kegagalan fungsional pencakan termasuk pielonefritis akut dengan atau tanpa urosepsis ( m=5 ) berualang penyakit nonglomerular Penyakit (n = 3) (satu kasus setiap oxalosis, rantai penyakit deposisi cahaya dan microangiopathy trombotik), infiltrasi ginjal dengan sel limfoma (PTLD) (n = 1), nekrosis kortikal karena kompromi vaskuler sekunder untuk torsi dari ginjal allograft (n = 1), complitation dari lymphocele (n = 1), nonglomerular Penyakit (n = 3) (satu kasus setiap oxalosis, rantai penyakit deposisi cahaya dan microangiopathy trombotik), infiltrasi ginjal dengan sel limfoma (PTLD) (n = 1), nekrosis kortikal karena kompromi vaskuler sekunder untuk torsi dari ginjal allograft (n = 1), complitation dari lymphocele (n = 1).

DISKUSI Dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika klinis yang baik dan info yang histologis ada, kebanyakan kasus dari kegagalan ginjal bisa dijelaskan dengan beberapa sebab , kematian dengan fungsi dan pencakokan utama yang tidak berfungsi terhitung sebanyak 53%. 153 kegagalan yang berfungsi sisanya hilang karena berbagai alasan termasuk penyakit glomerulus penyebab ke dua adalah fibrosis/atrophy (PVAN, Infeksi saluran kemih berulang, imunologi, lainnya); komplikasi medis atau pembedahan dan penolakan akut.hanya tujuh kasus dari hilangnya pencakokan yang tidak bisa dijelaskan dengan sebab yang biasa. Kebanyakan karena kurangnya informasi histologi yag cukup. Hal ini sepertinya bertentangan dengan konsep sebelumnya yaitu pencakokan ginjal hialng karena proses yang biasa seperti cedera media antibodiatau ideopatik IF/TA (atau CAN). Mekanisme imunologi , bermedia seluler dan antibodi selanjutnya menjadi ancaman utama pencakokan ginjal di 18 kasus dan menyumbang ke penemuan dari IF/TA, di 13 kasusu yang lain. Harus dicatat bahea seetelh kasus tahun pertama dari pasca transplatasi setelah satu tahun episod dari sel akut umummnya tidak bisa di terjemahkan sebagai, kegagalan dari hasil immunosupresi oleh pasien atau sengaja oleh dokter dalma upaya untuk mengendalikan perkembangan keganasan. Penolakan antibodi di mediasi akut adalah penyebab yang jarang kehilangan pencakokan (n=1) pada kelompok pasien. Namun, cidera antibodi dimediasi kronis lebih umum yang mempengaruhi 27 pasien [23 dengan transplatasi glomerulopathy (TG) dan 4 dengan [F/TA].TG adalah diagnosis yang paling umum tunggal histologis spesifik dalam cangkok yang gagal. Bukti terbaru sangat berimplikasi antibodidimediasi mekanisme, khusus anti HLA kelas II antibodi (8-10,22,) dalam patogenesis TG. Penelitian ini menegaskan studi terbaru dari kelompok kami mengidentifikasi glomerular patologi sebagai penyebab sering kegagalan transplatasi (23). Patologi ini termasuk penyakit berulang, TG, dan de novo penyakit glomerular. Itu adalah kepentingan sejarah bahwa kelompok pertama penerima transplantasi ginjal kehilangan transplatasi mereka karena penyakit berulang (24). Sekarang kita bisa mengkontrol mekanisme imun lebih baik, penyakit berulang ini lagi diidentifikasi sebagai salah satu ancaman utama terhadap kelangsungan hidup transplatasi. Dalam penelitian ini, penyakit berulang bertanggung jawab atas 15% dari kasus kegagalan kematian transplatasi disensor dan di antara FSGS penyakit berulang tetap menjadi ancaman utama terhadap transplatasi ginjal. Dengan demikian, pada pasien dengan FSGS dalam ginjal asli mereka, 12% kehilangan allograft mereka karena penyakit berulang. FSGS hanya kedua untuk transplatasi glomerulopaty sebagai diagnosis tunggal yang paling umum patologi spesifik dalam kegagalan transplatasi ginjal. Namun, kita harus mencatat bahwa 17% dari pasien dengan MPGN, 10% pasien dengan MN dan 5% dari pasien dengan IGAN pretransplant kehilangan allograt mereka karena penyakit berulang. Pada 10 pasien, tidak dapat ditentukan apakah penyakit penyakit transplatasi glomerular adalah berulang atau tidak karena kita memiliki ginjal biopsi asli. Yang terpenting, waktu untuk kehilangan transplatasi secara signifikan kemudian pada pasien ini daripada pada mereka dengan penyakit berulang (lihat figure 4), menunjukan bahwa 10 pasien mungkin sebenarnya memiliki de novo glomerulopati. Penggunaan biopsi surveilans telah memungkinkan kita

untuk mendiagnosa penyakit berulang sebelumnya, bahkan sebelum itu tampak secara klinis. Meskipun kami percaya bahwa ini adalah langkah di arah yang benar apakah diagnosis dini akan menyebabkan terapi yang lebih efektif tetap merupakan pertanyaan terbuka. Analisis ini mengkonfirmasi bahwa IF/TA adalah gambaran patologis umum kegagalan allografts ginjal. Namun, berbeda dengan studi sebelumnya, dalam penelitian ini sebagian besar kasus IF/TA (81%) tidak idiopatik. Begitu juga, berbeda dengan penelitian lain (26), namun dalam persetujuan dengan yang lain (12), hasil ini tidak mengidentifikasi toksisitas inhibitor kalsineurin sebagai penyebab sering gagalnya transplatasi ginjal. Ini adalah bukti bahwa obat ini dapat berkontribusi pada produksi fibrosis allograft (20,27). Dengan demikian, bahkan dalam kasus di mana kemungkinan penyebab IF / TA telah diidentifikasi, toksisitas inhibitor kalsineurin mungkin telah memberi kontribusi pada pengembangan dan / atau pengembangan fibrosis allograft. Dalam pasien cohort polioma nefropaty (PVAN) adalah penyebab paling umum dari kegagalan transplatasi berhubungan dengan IF/TA. Ada bukti bahwa resiko PVAN dapat dikurangi secara signifikan dengan mengurangi paparan obat imunosupresif khususnya dalam resiko tinggi penerima. Secara keseluruhan, temuan dari studi ini menyoroti fakta bahwa istilah TA/FA (atau CAN) tidak boleh digunakan sebagai istilah diagnostik untuk menjelaskan kegagalan transplatasi ginjal (15,29). Hasil keseluruhan yang dicapai di pusat transplantasi ini sebanding dengan pusat transplantasi lainnya di AS dengan karakteristik serupa. Data ini menyarankan bahwa jika informasi klinis dan histologis cukup tersedia sebagian besar penyebab kematian yang disensor akibat kegagalan transplantasi dapat diidentifikasi dalam setiap kelompok penerima, independen dari karakteristiknya. Namun, dapat dikatakan bahwa penafsiran dari hasil ini dibatasi oleh karakteristik populasi penelitian. Sebagai contoh, kejadian yang berbeda menyebabkan kematian-disensor akibat kegagalan transplantasi dapat bervariasi dari satu populasi penerima dengan populasi yang lain mungkin sesuai dengan jenis donor dan karakteristik ras penerima. Mendukung hipotesis ini analisis ini menunjukkan bahwa non fungsi primer dan kematian pasien secara signifikan lebih umum terjadi pada penerima ginjal dari donor hidup dibandingkan yang sudah meninggal. Namun, data ini juga menunjukkan bahwa penyebab kematian-disensor akibat kegagalan transplantasi kemungkinan sebagian besar berkaitan dengan klinis dan bukan karakteristik demografi individu penerima. Karakteristik klinis yang dimaksud misalnya penyakit ginjal asli pasien dan komplikasi setelah transplantasi termasuk penolakan dan infeksi. Yang menarik, di sini kita tidak melihat perbedaan yang signifikan dalam penyebab hilangnya transplantasi dalam menerima ginjal dari donor yang hidup dibandingkan menerima ginjal dari donor yang sudah meninggal. Saat ini, banyak pusat NIH mensponsori perobaan yang mengevaluasi penyebab disfungsi dan keggalan transplantasi yang progresif dan dalam populasi dengan beragam ras ('jangka panjang penurunan fungsi ginjal allograft', DeKaf). Keterbatasan lain dari analisis ini berkaitan dengan kemungkinan kesalahan klasifikasi penyebab hilangnya transplantasi. Dalam kebanyakan kasus, penyebab kegagalan transplantasi bisa dijelaskan (misalnya glomerulopathy). Namun, diakui dalam kasus lain penyebab /

efek lebih sulit untuk ditetapkan dan klasifikasi akhir sering terlibat dalam penilaian klinis. Selanjutnya, dalam beberapa kasus, perjalanan klinis sangatlah kompleks termasuk beberapa penyebab potensial kegagalan dan cedera transplantasi. Namun, agak mengejutkan skenario ini terbatas hanya beberapa kasus. Kasus-kasus yang kompleks mendukung kesimpulan utama bahwa sebagian besar penyebab kegagalan transplantasi dapat ditetapkan untuk diidentifikasi. Studi ini berfokus terutama pada kematian-disensor akibat kegagalan transplantasi. Namun, kematian dengan ginjal yang masih berfungsi menjadi penyebab tunggal paling umum kegagalan transplantasi di era transplantasi ginjal saat ini. Kita harus mempertimbangkan bahwa kematian dan kegagalan transplantasi, setidaknya dalam beberapa kasus, mungkin tidak menjadi variabel independen. Dengan demikian, risiko kematian dan fungsi transplantasi adalah variabel terkait. Penyebab paling umum kematian pasien dalam penelitian kohort, seperti dalam studi sebelumnya, adalah kardiovaskular. Namun, seperti yang digambarkan dalam studi terbaru, cardiovascular mendominasi penyebab kematian di beberapa sub kelompok penerima, tetapi tidak pada yang lain. Dengan demikian, pada pasien tanpa diabetes dan penerima usia tua kematian paling sering dikaitkan dengan komplikasi imunosupresi (infeksi dan keganasan), dan tidak berhubungan dengan penyakit cardiovascular penyakit. Sebuah penelitian yang cermat mengenai penyebab kematian juga mengungkapkan target untuk intervensi dan perbaikan potensial dalam perawatan penerima transplantasi ginjal. Penelitian ini dipandu oleh hipotesis bahwa pemahaman bagaimana ginjal allografts yang hilang harus disarankan target untuk intervensi yang dapat meningkatkan hasil dari transplantasi ginjal. Data ini mempertanyakan peran CNIs dalam hilangnya transplantasi dalam 5 tahun pertama setelah transplantasi dan menunjukkan bahwa CAN adalah istilah yang tidak memadai untuk mencakup variasi mekanisme patogenik yang menyebabkan kegagalan transplantasi. Studi ini menunjukkan setidaknya dua bidang utama yang membutuhkan pendekatan baru diantaranya: penyakit berulang dan antibodi-mediasi cedera transplantasi. Kedua mekanisme patogenik diidentifikasi secara histologis, sering pada protokol tindakan biopsi, sebelum menyebabkan manifestasi klinis dan ini mungkin memberikan waktu yang cukup untuk keberhasilan intervensi. Kami menyimpulkan bahwa perbaikan dalam kelangsungan hidup jangka panjang transplantasi ginjal akan membutuhkan pendekatan baru dan bervariasi yang spesifik untuk setiap proses patogenik.

You might also like