You are on page 1of 35

Abstrak

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18. Proses pembuatan sabun disebut reaksi saponifikasi. Reaksi saponifikasi adalah reaksi campuran minyak/lemak dengan basa alkali seperti NaOH/KOH menghasilkan sabun dan gliserol. Percobaan ini bertujuan untuk memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium dan menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan. Pembuatan sabun dilakukan dengan 2 variabel. Variabel yang dimaksud yaitu pengaruh jumlah bahan baku (minyak goreng dan NaOH) serta pelarut yang digunakan. Perbandingan untuk minyak 2:1, untuk NaOH 3:2. Pada percobaan ini, minyak ditambah etanol kemudian NaOH dan dipanaskan pada temperatur 78 oC. Pembentukan sabun terjadi saat penambahan NaCl jenuh ke dalam larutan. Sabun + campuran air kerosen tidak berbusa, sabun ditambah air hangat menghasilkan busa sedikit dan sabun ditambah kalsium sulfat tidak berbusa. Pada penambahan phenofthalein, campuran sabun berubah warna menjadi warna ungu. Kata kunci :basa alkali, minyak/lemak,sabun, saponifikasi

Abstract
Soap is alkaline metal salt (natrium salt) which is from fat acids. Soap contains C16 dan C18 of salt. The process of making soap is known as reaction of saponification. The saponification is a mixture reaction of oil/fat with alkaline bases, like NaOH/KOH that produced soap and glycerol. The objectives of this experiment were to understand saponification reaction in a process of making soap in lab scale and to explain some characteristics of soap based on the experiment. The Making of soap was done by two variables. The variables were the influence of amount of basic material and solvent used. The ratio was 2:1 for oil and 3:2 for NaOH. In this experiment, oil was added with ethanol and then NaOH, heated at temperature 78 oC. The soap formation occured when the saturated NaCl was added into liquid. Soap + unfoamy kerosene mixture, soap + warm water produced a little foam and unfoamy soap + sulphate calcium. The effect of the addition of phenofthalein made the color of soap mixture changed into purple. Key words : alkaline bases, soap oil/fat, saponification, soap

BAB I PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang Sabun adalah suatu bentuk senyawa berupa garam alkali yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci. Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan rantai karbon C12 C18 (Sulistyowat, 2011). Kemudian direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 800 1000C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Hasil lain dari reaksi saponifikasi adalah gliserol (Anonimous, 2007). Bentuk sabun bermacam-macam tergantung dari penggunaan, Berbagai jenis sabun ditawarkan dengan beragam bentuk mulai dari sabun cuci (krim dan bubuk), sabun mandi (padatdancair), sabun tangan (cair) serta sabun pembersih peralatan rumah tangga (krim dan cair). Sabun berdasarkan struktur molekulnya terbagi atas dua bagian, yaitu bagian hidrofilik (ion karboksilat) dan bagian hidrofobik (rantai hidrokarbon). Adanya dua gugus tersebut menyebabkan sabun bertindak sebagai agen pembersih. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian diangkutnya kedalam air pencuci karena ujung lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air (Utomo, 2005). Maka dari itu, dengan melakukan percobaan saponifikasi ini kita dapat membuat sabun dan mempelajari bagaimana reaksi yang terjadi.

1.2 Tujuan Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium. Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan.

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 2.1.1 Sabun Sejarah Sabun Tak ada catatan pasti, kapan nenek moyang kita mulai bersabun. Konon, tahun 600SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga

membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa. Pliny (23 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah.

2.1.2

Pengertian Sabun Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-

asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992).

2.2

Bahan Mentah Untuk Proses Saponifikasi Bahan Mentah utama dalam pembuatan sabun dibagi ke dalam 4 kelompok: a) Lemak hewan (tallow dan grease) b) Minyak laurik (minyak kelapa dan kernel kelapa sawit) c) Minyak bukan laurik (minyak sawit dan biji kapas)

d) Minyak ikan (bilis dan sardin) 2.3 Bahan Dasar Pembuatan Sabun Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain: 2.3.1 Minyak atau Lemak Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : 1. Tallow ( Lemak Sapi ) Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer point di bawah 40C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 34%, dan asam laurat 0,2%(Hui,1996). 2. Lard ( Lemak Babi )

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. 3. Palm Oil ( Minyak Sawit ) Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%. 4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa ) Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. 5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit ) Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 1418%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin ) Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 5258% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%. 7. Marine Oil Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil ( Minyak Jarak ) Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown, 1973) 9. Olive Oil ( Minyak Zaitun ) Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun.

10. Campuran Minyak dan Lemak Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. 2.3.2 Alkali Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Pada percobaan ini menggunakan NaOH. NaOH berwarna putih atau praktis putih, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. mudah larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter.NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni merupakan padatan berwarna putih. Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida. 2.3.3 Pelarut (Etanol) Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut atau alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari hari. Etanol adalah suatu obat rekreasi yang paling tua. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut sebagai bahan bahan kimia yang di tunjukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obatobatan. Dalam kimia etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya ethanol telah lama di gunakan sebagai bahan bakar. Sifat fisika dan kimia etanol sebagai berikut. Etil asetat juga mempunyai Rumus molekul etanol C2H5OH atau rumus empiris C2H6O. Sifat-sifat fisik Etanol antara lain : 1. Massa molekul relatif 2. Titik beku 3. Titik didih normal : 46,07 gr/mol. : -114,1oC. : 78,32oC.

Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus Hidroksil paling tidak memiliki 2 Hidrogen atom yang terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh ethanol kebanyakan pada fungsi gugus Hidroksil.

2.4

Reaksi Saponifikasi Reaksi saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika

minyak / lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam poses ini, yaitu Sabun dan Gliserin. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti soap making. Akar kata sapo dalam bahasa latin yang artinya soap / sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat. Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atam C yang bervariasi, yaitu antaa C12 C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali. Range atom C diatass

mempengaruhi sifat-sifat sabun seperti kalarutan, proses emulsi dan pembasahan. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya. Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. Sifat sifat sabun yaitu : a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifatbasa. CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.

Non polar : CH3(CH2)16 dan Polar : COONa+ Berikut merupakan proses penghilangan kotoran, yaitu Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

2.5

Perlakuan dalam Pembuatan Sabun Sabun merupakan garam logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic

yang panjang. Larutan Alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasanya digunakan pada sabun keras adalah natrium hidroksida dan alkali yang biasanya digunakan pada sabun lunak adalah kalium hidroksida. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini, teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah di pasar mulai dari sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun

yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabundengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 - C18 Jika : < C12 : iritasi pada kulit > C20 : kurang larut (digunakan sebagai campuran) a) sodium laurat : buih yang cepat/banyak, rendah daya pencucian

b) sodium palmitat : detergency yang baik pada suhu tinggi c) sodium stearat : detergency yang baik pada suhu tinggi

d) sodium oleat : buih yang baik, lembut, larut e) 2.5.1 sodium miristat : buih, daya pencucian (detergency) baik Proses Pengeluaran Sabun Terdapat dua jalan yang penting dalam pengeluaran sabun: a) Saponifikasi lemak netral.

b) Penetralan asam lemak 2.5.1.1 Saponifikasi Lemak Netral a) Dilakukan dengan pendidihan secara terus menerus, pendidihan dengan alkali. b) Praperlakuan yang dipilih dilakukan sebelum safonifikasi berdasarkan jenis sabun c) yang hendak dihasilkan dan mutu bahan mentah yang digunakan. 2.5.1.2 Penetralan Asam Lemak a) Asam lemak diperoleh dari triasilgliserida asli melalui hidrolisis dan penyulingan b) yang dinetralkan menghasilkan sabun. c) Kaedah ketiga yang kurang penting dari segi komersial adalah saponifikasi ester

2.6 2.6.1

Pembuatan Sabun dalam Industri Saponifikasi Lemak Netral Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan

tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa + gliserin NaOH = [ SV x 0,000713 ] x 100 / NaOH ( % ) [ SV / 1000 ] x [ MW ( NaOH ) /MW ( KOH )] dimana : SV = angka penyabunan dan MW = berat molekul Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci di kolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60 63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78 82 % TFM) yang siap untuk diproses menjadi produk akhir. 2.6.2 Pengeringan Sabun

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30 35% pada sabun murni menjadi 8 18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu disemprotkan di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang berputar. Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan multi sistem, yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem tunggal, memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal. 2.6.3 Netralisasi Asam Lemak Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. RCOOH + NaOH RCOONa + H2O Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut : NaOH = [ berat asam lemak x 40 ] / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan : MW asam lemak = 56,1 x 1000 / AV

dimana AV ( angka asam asam lemak paduan ) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram sam lemak. Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan. 2.6.4 Penyempurnaan Sabun Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer (amalgamator). Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan tersebut merupakan tahap akhir penyelesaian pembuatan sabun.

2.7

Analisa Mutu Sabun Dalam proses pembuatan sabun, serangkaian test analisa dilakukan baik

sewaktu proses berlangsung atau setelah proses selesai. American Oil Chemists Society memperkenalkan suatu metode analisa pada sabun dan produk sabun. Beberapa test analisa yang penting antara lain analisa jumlah

asam asam lemak, analisa warna asam asam lemak, analisa alkali bebas, analisa garam, dan analisa gliserol. Larutan alkali ditest dengan analisa alkali bebas, analisa garam, dan analisa gliserol. a) Analisa jumlah asam asam lemak Sampel dihidrolisa dengan asam dan asam asam lemak diekstraksi dengan eter, yang kemudian dievaporasi, dan residunya ditimbang. b) Analisa warna Warna sabun biasanya mendekati warna asam asam lemak cucian yang sudah dipisahkan dari sampel. Warna asam asam lemak dibandingkan dengan warna standar. Untuk warna asam asam lemak yang terang dibandingkan dengan warna standar pada Lovibond tintometer. Asam asam lemak yang lebih gelap dibandingkan dengan warna standar FAC, yang sesuai dengan spesifikasi Fat Analysis Committee (FAC) dari American Oil Chemists Society. c) Analisa alkali bebas Suatu sampel dilarutkan dalam alkohol dan dititrasi dengan indikator phenolphthalein dengan asam standar. Titik akhir titrasi ditandai dengan pembentukan Na2O.

d) Analisa Garam Analisa garam ditentukan melalui titrasi dengan perak nitrat, menggunakan kalium kromat sebagai indikator. e) Analisa gliserol

Sabun dihidrolisa dengan asam mineral dan penentuan gliserol dilakukan pada fasa cair dengan oksidasi baik dengan kalium dikromat atau dengan kalium periodat.

2.8

Surfaktan Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus

hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998)

Gambar 2.1 Struktur Surfaktan (Wahyu, 2012)

Permintaan surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004, permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per-tahun dan pertumbuhan permintaan surfaktan rata-rata 3 persen per-tahun (Widodo, 2004). Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lain lain. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya.

Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak. Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globulaglobula dinamakan fase kontinu atau medium dispersi. Berdasarkan jenisnya emulsi dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Emulsi minyak dalam air (O/W), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya eksternal. 2) Emulsi air dalam minyak (W/O), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya mudah larut dalam minyak. Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan mudah larut dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase

dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990). Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu: 1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang. 2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkildimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium. 3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida. 4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.

Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil etoksilat sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbaharui. Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak mencari alternatif surfaktan yang mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui (Herawan, 1998; Warwel, dkk. 2001). Penerapan bioteknologi pada sintesis surfaktan akhir-akhir ini mendapat perhatian yang besar. Bioteknologi dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan jasad hidup dan proses biologis/kimia dalam suatu proses metabolisme untuk menghasilkan produk bernilai ekonomis lebih tinggi. Sejalan dengan definisi di atas serta didukung dengan jumlah minyak nabati sebagai pemasok bahan baku biosurfaktan maka penerapan bioteknologi pada sintesis biosurfaktan ini berpotensi besar untuk diaplikasikan. Biosurfaktan mempunyai sifat yang mirip seperti surfaktan sintetik, akan tetapi biosurfaktan lebih rendah tingkat toksisitasnya, mudah terurai secara biologi, lebih efektif pada suhu, pH dan kadar garam yang berlebihan, dan lebih mudah disintesis. Di samping itu, sifat aktif permukaan yang dimilikinya berbeda dengan surfaktan yang disintesis secara kimia. Biosurfaktan mempunyai banyak struktur. Sebagian besar adalah lemak, yang memiliki ciri struktur surfaktan amfifil. Bagian lipofil dari lemak hampir selalu gugus hidrokarbon dari satu atau lebih asam lemak jenuh atau tak jenuh dan mengandung struktur siklik atau gugus hidroksi. Sebagian besar biosurfaktan bermuatan netral atau negatif. Pada biosurfaktan anionik, muatan itu disebabkan oleh karboksilat dan/atau fosfat atau kelompok sulfat. Sejumlah kecil biosurfaktan kationik mengandung gugus amina.

Biosurfaktan sebagian besar diproduksi oleh mikroorganisme seperti bakteri, ragi (khamir) dan kapang secara biotransformasi sel. Beberapa mikroba dapat menghasilkan surfaktan pada saat tumbuh pada berbagai substrat yang berbeda, mulai dari karbohidrat sampai hidrokarbon. Perubahan substrat seringkali mengubah juga struktur kimia dari produk sehingga akan mengubah sifat surfaktan yang dihasilkan. Pengetahuan mengenai surfaktan akan sangat berguna dalam merancang produk dengan sifat yang sesuai dengan aplikasi yang diinginkan. Beberapa mikroorganisme juga ada yang

menghasilkan enzim dan dapat digunakan sebagai katalis pada proses hidrolisis, alkoholisis, kondensasi, asilasi atau esterifikasi. Proses ini digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk surfaktan termasuk monogliserida, fosfolipida dan surfaktan asam amino. (Herawan, 1998; Ee Lin Soo, dkk. 2003)

2.9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Saponifikasi a. Konsentrasi Semakin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Semakin beras konsentrasi maka semakin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga semakin besar kemungkinan terjadinya tumbukan, dengan demikian semakin besar pula kemungkinan terjadinya

reaksi.Menurut persamaan arrhennius: V= k [A]x [B]y Maka semakin besar konsentrasi alkali pada pembuatan sabun maka semakin cepat proses reaksi penyabunannya begitu juga sebaliknya. b. Sifat zat yang bereaksi Sifat mudah sukarnya zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.Secara umum dinyatakan bahwa : 1. 2. Reaksi antara senyawa ion berlawanan berlangsung cepat. Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

c. Suhu

Temperatur merupakan salah satu faktor - faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Besarnya temperatur menyebabkan lajureaksi semakin besar. Temperatur juga akan mempengaruhi harga konstanta suatu laju reaksi. Kecepatan lajureaksi sebagai pengaruh suhu, dapat dilihat pada proses pembuatan kopi. Pada umumnya reaksi akan lambat cepat apabila suhu dinaikkan. Dengan menaikan suhu maka energi kinetik molekul molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga semakin banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. hubungan antara nilai tetapan laju reaksi ( k ) terhadap suhu dinyatakan oleh persamaan ARRHENIUS : k = A . e Ea/RT Maka semakin besar suhu maka konstanta laju reaksi semakin besar, jika konstanta laju reaksi semakin besar maka laju proses pembentukan sabun semakin cepat pula, begitu pula sebaliknya d. Katalisator Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunkannya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama dapat berlangsung lebih cepat. e. Ukuran partikel/zat Semakin luas permukaan maka semakin banyak tempat bersentuhan untuk berlangsungnya reaksi. Luas permukaan dapat dicapai dengan cara memperkecil ukuran zat tersebut.

f. Energi aktivasi Setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat gerakannya semakin besar energi kinetiknya. Jika energi kinetik awalnya besar, molekul yang bertumbukan akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya. Putusnya ikatan merupakan langkah pertama pembentukan produk. Jika energi kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan terpental tetapi masih utuh. Dari segi energi, ada semacam energi tumbukan minimum yang harus tercapai agar terjadi reaksi (Keenan,1984).

2.10

Macam-Macam Sabun Ada beberapa macam sabun, diantaranya: 1. Shaving Cream Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. 2. Sabun Cair Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alkohol 3. Sabun Kesehatan Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur. 4. Sabun Chip

Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan. 5. Sabun Bubuk untuk mencuci Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

2.11 1. 2.

Kegunaan Sabun Sabun alkali digunakan sebagai sabun mandi dan untuk mencuci pakaian. Industri tekstil menggunakan sejumlah sabun dalam pembuatan kain katun, kain wol, dan kain sutera untuk menghilangkan kotoran kotoran dan membuat tekstur kain tersebut lebih halus.

3.

Sabun memegang peranan penting dalam proses emulsi polimerisasi yang digunakan dalam industri karet dan industri plastic.

4.

Sabun berperan sebagai emulsi antara monomer terdispersi dan fasa larutan selama polimerisasi dalam produksi SBR ( Stirena-butadinea rubber ).

5.

Sabun secara luas digunakan dalam industri kosmetik untuk mengemulsi sejumlah pembersih dan kondisioner. Sabun ini terbuat dari minyak nabati, asam asam lemak, lilin, dan minyak mineral. Produk sabun ini berbentuk cairan, pasta, atau gel.

6.

Sabun natrium dan sabun litium digunakan untuk mengentalkan minyak mineral.

7.

Sabun merupakan salah satu komponen insektisida dan fungisida dalam pertanian.

8.

Ammonia dan alkanolamine, seperti mono- dan tri ethanolamine, monoisopropanolamine,dan 2-amino-2-metil-1-propanol(AMP) digunakan untuk menetralisir asam-asam lemak untuk membentuk suatu sabun. Sabun ini merupakan zat pengemulsi yang baik dan banyak digunakan dalam industri sabun, industri tekstil, cat mobil, dan cat minyak.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1.1 Pembuatan sabun Pembuatan sabun dikenal dengan saponifikasi yaitu hidrolisis

minyak/lemak dengan bantuan basa alkali seperti NaOH ataupun KOH sehingga menghasilkan sabun dan gliserol sebagai hasil samping. Pada percobaan kali ini, dilakukan 2 variabel dalam perbedaan kuantitas bahan yang digunakan. Variabel pertama yaitu 100 ml minyak goreng ditambahkan dengan 150 ml etanol dan 150 ml NaOH 2N jenuh. Sedangkan variabel kedua 50 ml minyak goreng, 100 ml etanol dan 100 ml NaOH 2N. setelah dilakukan percobaan berikut hasil pengamatan yang dibuat dengan table berikut ini : Tabel 4.1 Hasil Pengamatan No. Perlakuan 1. Minyak kelapa Etanol NaOH 2. 3. Campuran didinginkan Campuran (1) + NaCl dipanaskan Pengamatan
Terbentuk 2 lapisan larutan pertama yang diatas warna kuning keruh dan yang dibawah berwarna orange. Etanol

menguap diuji dengan mencium bau etanol Campuran mengental dan terdapat lapisan putih

Membentuk sedikit endapan berupa butiran putih diantara

Campuran (1) + NaCl dan butiran diaduk 4 Di pompa vakum

campuran sabun. Campuran sabun sangat cair sehingga setelah dilakukan penyaringan dengan pompa vakum, tidak ada padatan sabun yang dihasilkan.

Bahan utama dari pembuatan sabun adalah minyak goreng dan NaOH, etanol hanya digunakan sebagai pelarut, karena etanol bisa melarutkan minyak

agar mudah bereaksi dengan NAOH. Selain itu etanol mengandung gugus OH yang bersifat basa dan CH3 sebagai asam. Keberadaan etanol yang menyebabkan NaOH dapat bercampur dengan minyak dalam reaksi penyabunan. Penambahan NaCl jenuh sebagai ion sejenis digunakan untuk mengendapkan campuran sabun, dengan menurunkan nilai kelarutan dari sabun dan melarutkan gliserol. Hasil produk dari variabel pertama dan kedua sama, dalam hal campuran yang dihasilkan sama-sama kental dan tidak ada endapan yang tertinggal saat divakum. Perbedaan hanya terletak padat jumlah campuran yang dihasilkan. Variabel pertama lebih banyak dari variabel kedua, hal ini sudah jelas karena bahan yang digunakan pada variabel pertama lebih banyak. Dari hasil yang diperoleh setelah melakukan percobaan, dapat dikatakan bahwa sabun tidak terbentuk sempurna, hal ini disebabkan oleh beberapa factor, yaitu pengadukan, pemanasan dan waktu reaksi. Pada saat pengadukan campuran minyak goreng, etanol dan NaOH 2N tidak sempurna, karena waktu pengadukan yang sebentar. Hal ini dijadikan alasan karena pengadukan merupakan hal yang penting dalam berjalannya reaksi saponifikasi. Semakin lama pengadukan maka semakin banyak tumbukan antar partikel dan semakin cepat laju reaksi pembentukan produk. Akibat dari pengadukan ini reaksi antara minyak dan NaOH tidak sempurna. Sesuai dengan persamaan Arrhenius k=A (1) dimana: k adalah konstanta laju reaksi A adalah frekuensi tumbukan Ea adalah energy aktivasi R adalah tetapan gas dan T adalah suhu V = k [A] [B] .(2)
x y

Dari kedua persamaan diatas terlihat bahwa semakin banyak jumlah A yaitu tumbukan maka semakin konstanta k, dan semakin besar laju reaksi V. Proses pemanasan dilakukan untuk menurunkan energi aktivasi dan mempercepat reaksi antara minyak dan basa alkali, sekaligus menguapkan etanol. Setelah etanol menguap baru pemanasan dihentikan. Pemanasan dilakukan pada suhu 780C dan dijaga konstan. Jika suhunya diatas 780C maka etanol akan cepat menguap sehingga tidak bisa mereaksikan NaOH dan minyak goreng. Berdasarkan persamaan Arrhenius (1), Jika semakin besar suhu maka semakin besar konstanta laju reaksi, jika konstanta laju reaksi besar maka kecepatan laju reaksi penyabunan juga besar. Hal ini dibuktikan dengan persamaan (2) V = k [A]x [B]y. Laju reaksi berubah dari waktu ke waktu, laju reaksi akan makin kecil seiring dengan bertambahnya waktu reaksi (Michael, 2004). Pada saat melakukan percobaan, reaksi tidak berjalan sempurna karena tidak diperhatikannya hal-hal yang mempengaruhi reaksi seperti pengadukan dan suhu, sehingga pencampuran dua senyawa tersebut membutuhkan waktu lebih dan menyebabkan lambatnya laju reaksi. Menurut arrhenius, Jika suatu reaksi memiliki reaktan dengan konsentrasi awal adalah a, dan pada konsentrasi pada waktu t adalah a-x, maka dapat ditulis dalam persamaan :

Setelah reaksi berlangsung 1/n bagian dari sempurna, x=a/n dan

(Atkins, 1994) Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit waktu yag dibutuhkan reaktan untuk bereaksi maka semakin besar jumlah konstanta k dan semakin besar laju reaksi karena k berbanding lurus dengan V.

4.1.2

Pengujian Sifat Sabun Pengujian sifat-sifat sabun dilakukan dengan menambahkan kerosene,

kalsium sulfat dan indikator pp. Tabel 4.2 Hasil Uji Sabun No 1. Bahan Kerosen + air dikocok Pengamatan Bercampur namun campuran terpisah saat didiamkan 2. Sabun + larutan kerosen Kerosen dan air tidak semuanya dikocok bersatu masih ada yang terpisah, sebagian sabun larut pada kerosin yang tidak menyatu pada air. 3 4. 5. 6. Sabun + air panas Sabun + air panas + CaSO4 Sabun + etanol Sabun + etanol + PP Berbuih sedikit Tidak berbuih Larut Campuran berwarna ungu

Perlakuan pertama adalah membuat campuran antara kerosin dengan air. Campuran ini tidak menyatu/homogen karena kepolarannya berbeda. Selanjutnya ditambahkan sedikit sabun yang didapat tadi ke dalam campuran ini, hasil seharusnya kerosin dan air bisa menyatu, menandakan bahwa sabun sebagai zat pengemulsi / emulgator yang mengubah air dan kerosin menjadi homogen. Tapi hasil yang diperoleh tidak semua kerosin yang menyatu masih ada kerosin yang terpisah dengan air. Hal ini karena sabun yang terebentuk tidak murni masih ada kandungan minyak ataupun NaOH yang tidak tercampur. Perlakuan kedua, sabun dilarutkan dalam 5 ml air panas, sehingga timbul busa. Sabun diuji dengan air panas untuk menunjukkan tegangan permukaan yang kecil dan menunjukkan kalau sabun dilarutkan dalam air akan membentuk busa. Busa adalah suatu koloid dimana gas terdispersi dalam air. Lalu ditambahkan kalium sulfat, hasilnya, busa hilang dan menimbulkan sedikit endapan. Busa tidak

akan timbul pada air sadah karena sabun tidak dapat bekerja pada air sadah (air yang mengandung logam Mg, Ca, dll). Ion Ca2+ atau Mg2+ dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan. Ca2+ (aq) + 2RCOONa (aq) Ca(RCOO)2 (s) + 2Na+ (aq)

Perlakuan yang terakhir adalah melarutkan sabun dengan etanol 5ml, lalu ditambah 2 tetes phenolptalein. PP adalah senyawa organik yang digunakan sebagai indicator asam dan basa. Setelah penambahan PP pada larutan sabun dan etanol, menimbulkan warna ungu yang seharusnya pink. Warna ungu yang dihasilkan menunjukkan cairan sabun yang memiliki tingkat kebasaan yang tinggi. Kemungkinan NaOH tidak bereaksi secara sempurna dan masih ada di campuran.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 1. Sabun dapat dibuat melalui reaksi saponofikasi, yaitu reaksi antara minyak atau lemak dengan alkali (basa) yang digunakan etanol sebagai pelarut dan melalui proses pemanasan dengan gliserol sebagai hasil samping.
2. Faktor yang memengaruhi reaksi saponifikasi yaitu pengadukan, suhu,

dan konsentrasi alkali.


3. Penambahan NaCl jenuh mempermudah pengendapan sabun karena

adanya ion sejenis. 4. Sabun tidak bekerja pada air sadah dan membentuk endapan 5. Sabun memiliki sifat basa. 5.2 Saran 1. Sebelum melakukan percobaan praktikan harus benar-benar

memahami konsep reaksi saponifikasi, seperti fakor-faktor yang memengaruhi maupun sifat bahan yang digunakan 2. Pengadukan sebaiknya dilakukan dengan waktu yang cukup lama agar bahan baku yang direasikan tereaksi secara sempurna 3. Penyaringan dilakukan menggunakan pompa vakum

DAFTAR PUSTAKA
Annonim, 2011, Pencemaran Lingkungan Sabun dan Detergen,

<http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia lingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-deterjen>, 22 Maret 2013


Atkins, PW. 1994. Kimia Fisik II. Erlangga, Jakarta

Fessenden, R.J, and Fessenden, J.S, 1992, Kimia Organik 2nd Edition, Erlangga,Jakarta. Hard, Harold, 1982,Kimia Organik Jilid 2,Erlangga, Jakarta Herawan, T., 1998, Biosurfactants: Application an Opportunities of Oil Palm as Raw by Default, Oil Palm Research Center News. Hui YH, 1996. Baileys Industrial Oil and Fat Products, 5th Edition, Vol 5, John Wiley & Sons Inc, New York. Irawan, wira, 2006, Laporan Praktikum : Proses Reaksi Saponifikasi, Medan, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Medan. Irdoni,HS, dan Nirwana,HZ, 2013,Modul Praktikum Kimia Organik, Universitas Riau, Pekanbaru. Keenan dkk, 1984, Kimia Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta. Sastrohamidjojo, H, 2005, Kimia Organik (Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, & Protein), Gadjah Mada University, Yogyakarta. Prawira, Yuda, 2008, Reaksi Saponifikasi Pada Proses Pembuatan Sabun, <http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses2pembuatan-sabun/> , 22 Maret 2013 Wahyu, 2012, Kimia Permukaan : Struktur Surfaktan,<http://dunia-

wahyu.blogspot.com/2012/03/kimia-permukaan-surfaktan.html>, 23 Maret 2013

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Penambahan etanol

Gambar 2. Pengadukan Kristal NaCl

Gambar 3. Pemanasan

Gambar 4. Pendinginan

Gambar 5. Terbentuk 3 Lapisan

Gambar 6. Sabun yang Didapat

Gambar 7. Uji Basa

Gambar 8. Uji Sadah

You might also like