You are on page 1of 2

Tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, dalam konstitusinya

memberi jaminan kepada setiap warganegaranya untuk bebas menganut agamanya. Kenyataan ini diterima secara positif oleh bagian terbesar bangsa Indonesia dan oleh mayoritas tokoh masyarakat serta partai politik, yang pada saat ini mempunyai pengaruh politis besar. Kebebasan ini adalah hasil kesepakatan antara pihak yang menghendaki negara sekuler dan pihak yang menginginkan berdirinya negara Islam dimasa persiapan kemerdekaan. Dewasa ini kelompok politis Islam memimpikan sebuah bentuk negara di mana semua undang-undang, semua lembaga masyarakat dan sistem ekonomi berdasarkan ajaran Islam. Sedangkan kelompok-kelompok agama minoritas, termasuk orang Kristen, hanya diberi status golongan yang dilindungi, dengan kata lain warganegara kelas dua. Mereka ini tidak akan memiliki hak-hak kewarganegaraan yang sama seperti warga negara yang beragama Islam dan inilah yang dikhawatirkan. Satu gejala khusus yang kini muncul di Indonesia ialah timbulnya berbagai kelompok radikal Islam yang siap untuk memaksakan kehendaknya dengan menggunakan kekerasan senjata. Salah satu pelanggaran HAM berat dalam konflik HKBP di Bekasi ialah penusukan Lumbantoruan Sihombing. Perlu dicatat bahwa dewasa ini pemerintah serta aparatnya dalam banyak kasus tidak memenuhi kewajibannya untuk melindungi hak kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Pembantaian di daerah-daerah konflik, tetapi juga pengrusakan gedunggedung gereja di banyak tempat di Indonesia merupakan bukti yang sangat menyedihkan. Namun ketidakmampuan pemerintah untuk memberi perlindungan, tidak dapat diartikan sebagai satu politik baru, tetapi lebih-lebih merupakan akibat dari keadaan kacau negara secara keseluruhannya. Kini pemerintah tidak hanya kekurangan dana keuangan, tetapi tampaknya juga kekurangan orang yang sungguh bertanggungjawab untuk menyelamatkan negara hukum. Karena diabaikannya hukum, maka yang dirugikan ialah kelompok masyarakat yang lemah dan kelompok minoritas agama, yang tidak mendapat perlindungan dalam menghadapi kelompok fanatik. Menghadapi perkembangan yang mencemaskan ini Gereja tidak berdiam diri. Dengan pernyataan yang tegas pihak Gereja secara resmi mengecam aksi kekerasan dan menuntut pemerintah mengambil langkah-langkah untuk memulihkan perdamaian. Dengan tegas Gereja meminta umatnya untuk tidak melakukan segala bentuk pembalasan dan agar para orang beriman memperhatikan kesulitan ekonomi dan sosial dari tetangga sekeliling yang beragama lain. Gereja secara khusus mengadakan dialog dengan wakil-wakil Islam yang bersedia diajak bicara untuk menciptakan suatu suasana keterbukaan dalam menentang segala bentuk fanatisme. Gereja yakin, bahwa gedung-gedung gereja dan institusi-institusinya dapat dirusak, namun iman umat tidak dapat dimusnahkan. Yang penting bukanlah hubungan antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas agama. Hal yang menentukan di masa depan ialah, bagaimana hasil pergumulan antara kelompok mayoritas Muslim yang toleran di satu pihak dan kelompok minoritas Muslim yang fanatik beserta para simpatisannya di lain pihak. Apakah Indonesia akan menjadi suatu masyarakat sipil yang terbuka dan semua warganegara memperoleh hak yang dijamin konstitusi untuk hidup sesuai keyakinan agamanya masing-masing. Atau apakah pihak Islam garis keras akan berhasil tahap demi tahap untuk merubah sistem pemerintahan menjadi sebuah diktatur keagamaan yang membuat masyarakat menjadi tertutup dan terkebelakang. Mayoritas besar bangsa Indonesia tidak menghendaki hal ini. Kita berharap, semoga para pendukung kebebasan beragama bagi semua golongan berhasil menghimpun keberanian di kalangan rakyat dan dalam partai-partai

politik untuk menghadapi dengan tegas kaum fanatic sehingga mereka dapat dibendung. Hanya di dalam masyarakat yang terbuka dan memiliki kebebasan beragama, kelompok minoritas agama akan mendapat tempat yang aman.

You might also like