You are on page 1of 14

Peranan Faktor Fisiologis Dalam Perkawinan

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan segi fisiologis ini, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan pada umumnya, kemampuan untuk memberikan keturunan, dan kamampuan mengadakan hubungan seksual secara wajar. Adapun rincian sebagai berikut: 1 Kesehatan pada umumnya Dalam perkawinan tidak hanya menyangkut kematangan fisiologis melulu, tetapi juga berkaitan dengan keadaan kesehatan pada umumnya. Hal tersebut dapat disebabkan karena dalam perkawinan bila keadaan kesehatan pada umumnya terganggu, akan dapat menimbulkan permasalahan dalam keluarga. Perlunya perlunya pemeriksaan kesehatan yang sedini mungkin ini untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sehingga dengan demikian dapat dicari cara-cara untuk mengatasinya. Dapat dibayangkan kalau suami atau istri dalam keadaan sakit-sakit saja, hal ini akan mengganggu ketentraman keluarga yang bersangkutan, yang dapat berakibat cukup jauh. 2 Masalah keturunan Dalam perkawinan, pasangan pada umumnya menghendaki untuk memperoleh keturunan. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar. Betapa penyingnya masalah keturunan dalam perkawinan, kiranya tidak dapat dielakkan. Dari Undang-Undang perkawinan dapat dilihat bahwa masalah keturunan ini sangat mendapatkan perhatian yang cukup kuat, dan hal ini ada dalam Bab I pasal 4 ayat (2) yang memungkinkan suami beristri lebih dari seorang bila ternyata istri tidak dapat melahirkan keturunan. Dari fenomena teraktual yang ada di masyarakat luas, masalah-masalah dalam keturunan itu sangat banyak di jumpai dari masalah yang anak bru lahir yang sudah mengandung bibit penyakit HIV yang kalau dipikir secara logika itu suatu hal yang

sangat mengerikan bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini kemungkinan yang cukup lebar bahwa anak yang akan dilahirkan dalam keadaan cacat. Ini merupakan suatu pemaparan bahwa pentingnya kesehatan bagi calon pasangan yang akan melaksanakan pernikahan, supaya umumnya dapat mengetahui bagaimana keadaan kesehatannya pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan kemungkinan untuk mendapatkan keturunan. Ada juga perkawinan saudara dekat ini kurang disarankan pada umumnya, hal tersebut kurang menguntungkan dan juga salah satu anak akan membawa sifat genetic keluarganya. Seperti penggambaran segi keturunan dari perkawinan saudara sepupu. misalnya seorang pria normal kawin dengan seorang wanita yang albino. Maka dari perkawinan tersebut akan menghasilkan keturunan biasa (tidak albino) sehingga bisa disebut dengan carrier atau pembawa. 3 Kemampuan mengadakan hubungan seksual Dalam perkawinan masalah hubungan seksual menjadi masalah yang cukup rumit. Hubungan seksual menjadi sumber masalah dalam perkawinan, dan dapat berakibat pecahnya kehidupan keluarga sampai pada perceraian. Apabila dikaji lebih jauh, penyimpangan-penyimpangan dalam hal kehidupan keluarga, misalnya menyeleweng atau sebaliknya,bila mau secara jujur hal tersebut bersumber dari pada masalah hubungan seksual ini. Berhubung dengan hal tersebut maka ada baiknya sampai sejauhmana seseorang mampu mengadakan hubungan seksual secara wajar perlu diketahui terlebih dahulu. Hal ini kiranya dari sejak jaman dahulu telah menjadi persyaratan dalam pernikahan. Bagi pasangan yang akan kawin, seyogyanya mempunyai pengertian dan kesadaran sendiri menegnai hal tersebut, untuk dapat mengetahui keadaan dirinya secara baik khususnya yang berkaitan dengan keadaan fisiologisnya seperti mengalami impoten dimana bila seseorang mengalami keadaan impoten maka tidak dapat mengadakan hubungan seksual dan ini merupakan sumber masalah dalam kehidupan perkawinan. Sekiranya dijumpai hal-hal yang kurang sempurna dokter akan mengambil langkah-

langkah untuk mengatasinya, sehingga hal-hal yang tidak diharapkan akan dapat ditangglangi sedini mungkin. Demikian pula bagi suami istri akan dapat mengetahui dimana letak kelemahan-kelemahannya yang perlu mendapatkan perhatianlebih khusus untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diharapkan.

Peranan Faktor Psikologis Dalam Perkawinan


Pentingnya factor psikologis dalam perkawinan kiranya tidak ada orang yang membantahnya, karena itulah dalam membicarakan tentang persyaratan yang diminta dalam perkawinan salah satunya adalah faktos psikologis ini. Dalam contoh yang telah disajikan dimuka adanya keretakan dalam keluarga, karena kawin terlalu muda ditinjau dari psikologis memang belum matang keadaanya. Salah satu ciri kedewasaan seseorang dilihat dari segi psikologis ialah bila seseorang telah dapat mengendalikan emosinya, dan dengan demikian dapat berpikir secara baik, dan menempatkan persoalan sesuai dengan keadaan yang seobjektif mungkin. Individu diharapkan mampu menempatkan pikiran dan perasaan di atas emosi, sehingga ketika permasalahanpermasalahan itu muncul dapat diatasi dengan pemikiran-pemikiran yang logis. 1 Kematangan emosi dan pikiran Kematangan emosi dan pikiran saling terkait satu sama lain. Bila seseorang telah matang emosi dan pikirannya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berpikir dengan baik, matang, dan objektif. Dipandang segi Kematangan emosi dan pikiran anjuran untuk menunda umur perkawinan yaitu untuk wanita umur 20 tahun dan pria umur 25 tahun. Untuk pasangan suami istri bertindak dengan baik, haruslah pikiran digunakan secara baik pula sebagai titik tumpu dari tindakannya itu. Kalau tindakan hanya berdasarkan atas emosi, maka tindakan tersebut sulit untuk dipertanggung jawabkan dan tindakan atas dasar emosi secara psikologis inividu itu belum matang benar.

Pola kehidupan yang emosinya sangat menonjol yaitu pada masa remaja. Karena itu banyak perbuatan atau tingkah laku remaja yang kadang-kadang sulit dimengerti atau diterima dengan pikiran yang baik. Mengenai Kematangan emosi ada beberapa tanda yang diberikan yaitu diantaranya: a Bahwa orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun orang lain seperti apa adanya, sesuai dngan keadaan objektifnya. Hal ini disebabkan seperti telah dijelaskan dimuka bahwa orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara baik dan objektif. b Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat impulsive. Ia akan merespon dengan cara berpikir baik, dapat mengatur pikirannya, untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya. Orang yang bersifat impulsive, yang segera bertindak sebelum dipikirkan dengan baik, suatu pertanda bahwa emosinya belum matang. c Orang yang telah matang emosinya seperti telah dikemukakan dimika akan mengontrol emosinya dengan secara baik, dapat mengontrol ekspresi emosinya. Walaupun seseorang dalam keadaan marah, tetapi kemarahan itu tidak ditampakkan di luar, dapat mengatur kemarahan itu dapat dimanifestasikan. d Karena orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara objektif, maka orang yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian, dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik. e Orang telah matang emosinya akan mempunyai tanggung jawab yang baik, data berdiri sndiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian. Dengan uraian tersebut diatas maka akan dapat menilai sejauh mana kematangan emosi yang ada pada dirinya. Karena dalam perkawinan akan selalu terjadi interaksi antara suami dan istri, agar interaksi berlangsung dengan baik

dituntut adanya kematangan emosi. Dengan kematangan emosi akan mengkait tentang kematangan berpikirnya, dan dengan demikian individu akan dapat melihat kenyataan secara lebih baik dan objektif. 2 Sikap toleransi Dengan kematangan emosi dan kematangan cara berpikir seseorang diharapkan mempunyai sikap toleransi antara suami dan istri dengan adanya sikap toleransi antara suami istri tersebut berarti adanya sikap saling menghormati, aling memberi, saling tolong-menolong, saling menerima, dan sebagainya. Untuk mempunyai sikap toleransi yang baik memang bukan suatu hal yang mudah, namun ini perlu dibina dan dilaksanakan antara pasangan suami dan istri. Masing-masing masih terkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa sebelum perkawinan, misalnya suami bangunnya siang sedangkan istri menghendaki bangi=un pagi-pagi. Perlu dimengerti dengan baik, bahwa pada tahun-tahun pertama dalam perkawinan pada umumnya masih saling mengadakan penyesuaian satu dengan yang lain. Dalam penyesuaian ini masing-masing harus rela berkorban dari kepentingan pribadinya untuk kepentingan bersama. Dalam berkeluarga hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam rumah tangga maupun dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Dengan adanya sikap toleransi dalam keluarga maka akan tumbuh perasaan atau sikap saling menghormati dan sikap-sikap yang lainnya.

Sikap saling antara suami dan istri Bila kembali kepada pendapat Maslow, dengan adanya berbagai macam kebutuhan pada dasarnya yaitu salah satunya kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa cinta, kebutuhan aktualisasi diri. Walaupun tidak dipungkirin bahwa dalam keluarga suami lebih bertanggung jawab, namun ini tidak berarti bahwa suami akan dapat bebas berbuat sesuka hati dan sepihak. Keluarga yang baik harus menghidupkan sikap

saling antara suami dan istri , diantaranya saling menghormati, saling memafu kasih, saling bertukar pendapat, saling mencurahkan isi hatinya. Sikap saling ini akan dapat dilaksanakan kalau masing-masing pihak menyadari sepenuhnya tentang keadaan masing-masing. Kalau sudah memasuki jenjang perkawinan, masing-masing individu harus sudah siap bahwa adanya sesuatu yang kadang-kadang perlu dikorbankan untuk menjaga kelangsungan hidup berkeluarga. Dengan adanya sikap saling antara suami istri maka kebutuhankebutuhan psikologis akan dapat dipenui. Karena itulah sikap saling antara suami istri perlu dilaksanakan dalam kehidupan berkeluarga.

Sikap saling pengertian antara suami istri Antara suai dan istri dituntut adanya sikap saling mengerti mengenai keadaan masing-masing pihak. Keadaan ini harus benar-benar terjalin antara satu sama lain dimana hal ini menjadi suatu hal yang penting dalam terbinanya keluarga yang baik. Masing-masing anggota keluarga mempunyai hak dan kewajiban sendirisendiri mempunyai ststus dan peranan sendiri-sendiri. Oleh karena itulah diperlukan sikap saling pengertian akan kebutuhan-kebutuhannya, kedudukan,dan peranan satu dengan yang lain. Demikian pula pasangan suami istri harus dapat juga saling mengerti akan kebutuhan dari masing-masing pihak, baik yang bersifat fisiologis maupun yang psikologis. Dengan pengertian dari masing-masing pihak, maka akan lebih tepatlah tindakan yang akan diambilnya, sehingga baik suami maupun istri akan lebih bijaksana dalam mengambil langkah-langkahnya.

Sikap saling dapat menerima dan memberikan cinta kasih Dorongan untuk menerima rasa cinta dan memberikan rasa cinta tidak hanya terdapat pada masa-masa anak-anak taupun pada masa remaja, tetapi pada masa dewasapun kebutuhan rasa cinta itu ada dan ingin dipenuhi. Rasa cinta ksih pasangan suami istri dapat diekspresikan dalam berbagai macam bentuk, seperti dalam bentuk adanya attention dari masing-masing pihak. Karena itu disarankan ada baiknya pada suatu waktu pasangan yang sudah mempunyai anak ataupun cucu, pada waktu tertentu suami istri perlu pergi berdua tanpa anak-anak untuk mengenang kembali peristiwa yang telah lalu, untuk menimbulkan kembali kenang-kenangan yang dapat mengokohkan hubungan suami istri.

Sikap saling percaya mempercayai Memberi dan menerima kepercayaan memang merupakan hal yang sulit namun sangat penting dlam mengarungi bahtera rumah tangga. Keluarga yang tidak adanya aling mempercayai satu dengan yang lain, maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut hidup dengan berbagai kecurigaan dan prasangka, yang semua ini timbul karena adanya ketidak tentraman dalam hidup berkeluarga. Kepercayaan yang akan didapat diperoleh dari pihak lain bergantung pada beberapa hal antara lain, otoritas atau keahlian dan pengalaman. Namun dengan demikian kalau kepercayaan yang telah ada itu kemudian dirusak hal ini akan mengakibatkan rusaknya rumah tangga.. dengan hilangnya kepercayaan antara suami istri, maka hal ini suatu pertanda akan adanya kesulitan dalam hidup berkeluarga tersebut.

Peranan Faktor Agama Dalam Perkawinan


1 Pentingnya agama dalam perkawinan

Agama akan menuntun pemeluknya ke hal-hal yang baik sehingga makin kuat seseorang menganut agamanya, maka orang tersebut akan mempunyai sikap yang mengarah ke hal-hal yang baik. Demikian banayk tindakan yang dapat dicegah pelaksanaannya karena dilator belakangi oleh kuatnya agama yang dianutnya. Apabila dikaitkan dengan perkawinan maka hal-hal yang tidak baik dalam perkawinan maka akan bisa diatasi dengan kaidah-kaidah dalam agama yang dianutnya. Kalau pasangan suami istri mempunyai agama yang sama, keadaan tersebut merupakan hal yang ideal. Dengan kesamaan agama yang dianutnya, hal tersebut akan memberikan pandangan, sikap, frame of reference yang relative sama, sehingga dengan demikian persoalan yang timbul karena soal agama telah dapat dihindari. 2 Pasangan yang berbeda agama Adanya gejala perubahan pandangan atau pendapat mengenai perkawwinan yag berbeda agama, kiranya kan lebih bijaksana bila dipertimbangkan lagi sebelum mengambil keputusan akhir kalau calon pasangan mempunyai agama yang berbeda. Dalam perkawinan makin dekat kesesuaian latar belakang dari pasangan tersebut, makin besar pula kemungkinan untuk mendapatkan kesuksesan dalam perkawinan, persoalanpersoalan akan dapat diminimalisir. Perkawinan antara pasangan yang mempunyai agama yang berbeda dengan perkawinan yang seagama, yang dapat meningkat sampai perceraian. Berhubungan dengan ini dalam mencari pasangan yang berbeda agama perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, adapu akibat yang ditimbulkan antara lain: ; Adanya tekanan dari pihak keluarga, lembaga agama, karena adanya penyimpangan dari keadaan yang biasa. ; Dapat terjadi tidak bersatunya interpretasi mengenai sesuatu, karena memang kerangka auannya berbeda, sehingga menimbulkan kesulitan akan

mempunyai kecenderungan lebih inggi untuk timbulnya masalah bila dibandingkan

Setelah pasangan tersebut mempunyai anak, keadaan ini akan lebih terasa karena agama mana yang akan menjadi didikan kepada anak menjadi persoalan. Dalam menentukan ini mungkin sekali terjadi pertentangan antara suami istri. Bila masing-masing pihak tetap bersitegang memegang pendapatnya sendiri-sendiri maka keadaan akan menjadi rumit apalagi kalau keluarga dari masing-masing pihak juga ikut campur dalam menentukan agama anak tersebut. Perbedaan agama antara suami istri akan memberikan lingkungan yang kurang

menguntungkan bagi perkembangan anak, karena banyak hal yang menjadi tanda Tanya bagi anak, dan anak akan menjadi bingung. Karena itu jalan yang baik dalam perkawinan beda agama ini, apabila salah satu pihak mengalah dan menyetujui agama pihak lain. Banyak factor yang mendorong perkawinan beda agama, antara lain: a Kenyataan di Indonesia yang masyarakatnya sangat heterogen, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, juga adanya agama yang beraneka ragam. Hal ini sangat berpengaruh dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak membedakan agama satu dengan yang lain. b Dengan makin majunya jaman anggota masyarakat yang dapat menikmati pendidikan yang campuran agama yang berarti tidak adanya batasan agama tertentu. c Keluarga mempunyai peranan tertentu dalam pemilihan calon pasangan bagi anak-anaknya, bahwa mereka harus kawin dengan orang yang mempunyai agama yang sama. d Makin meningkatnya pendapat bahwa adanya kebebasan memiih calon pasangan dan emilihan tersebut berdasarkan cinta. Tidak jarang pertimbangan secara matang juga menyangkut agama kurang dapat berperan. e Dengan meningkatnya hubungan anak-anak Indonesia dengan anak-anak muda mancanegara, sebagai akibat globalisasi dengan berbagai macam unsur bangsa, agama, dan budaya menjadi pendorong yang melatar belakangi terjadinya perkawinan beda agama.

Namun masih cukup ada orang yang meragukan mengenai hal ini, sebab belum tentu yang bersangkutan akan dapat menjadi penganut agama yang baik. Karena mengubah kepercayaan bukanlah suatu hal yang mudah.

Peranan Faktor komunikasi Dalam Perkawinan


Antara suami istri peranan komunikasi sangatlah berpengaruh penting karena dapat mempertemukan satu dengan yang lain, sehingga kesalahpahaman dapat dihindari. Dengan berkembangnya keluarga, dan hadirnya anak dalam keluarga maka komunikasiipun akan lebih meningkat, dalam pengertian persoalan muncul disebabkan kurang adanya komunikasi dalam lingkungan keluarga. Walaupun masing-masing pihak telah terbentuk keadaan pribadinya, namun adakalanya salah satu pihak atau keduanya ingin merubah atau membentuk sikap baru, sehingga masing-masing pihak saling berusaha untuk menyatukan diri dengan baik. 1 Sifat komunikasi dalam keluarga Komunikasi antara suami istri harus saling terbuka, berlangsung dua arah. Pada dasarnya tidak ada rahasia antara suami istri, sifat keterbukaan tersebut sampai hal-hal terkecil, masalah ranjangpu harus saling terbuka untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki. Sifat keterbukaan itu dalam batas-batas tertentu juga dilaksanakan kepada anak, bila anak telah dapat berpikir secra baikterhadap hal-hal yang dihadapinya. Dengan demikian segala hal yang termasuk dalam keluarga salah satunya kesulitankesulitan keluarga yang nantinya akan dipecahkan bersama-sama dengan anggota keluarga. Dengan ini sikap anak akan bertindak sesuai dengan kemampuan keluarga terutama orang tuanya yang akan saling mengisi dan mengerti satu dengan yang lain, sehingga akan terbina dan tercipta saling tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Dengan komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga, maka akan terbentuk pola komunikasi. Beberapa pola komunikasi diantaranya pola kesamaan (equality) yang berarti suami istri mempunyai kedudukan yang seimbang. Tetapi ada kemungkinan terdapat pola komunikasi yang lain misalnya komunikasi yang disebut

balanced split yaitu pola komunikasi yang masih adanya keseimbangan antara suami dan istri, tetapi masing-masing pihak mempunyai otoritas dalam bidang tertentu, sehinga seakan-akan masing-masing pihak kelihatan sebagai seorang ekspert dalam bidang-bidang tertentu. misalnya, suami mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam hal politik sedangkan istri mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam hal ilmu. Disamping itu ada juga kemungkinan terdapat pola komunikasi yang lain misalnya komunikasi yang disebut Unbalanced split yaitu pola komunikasi interpersonal salah satu pihak mendominasi, dalam hal ini salah satu pihakcenderung mengontrol terhadap pihak lain dalam hal komunikasi. Ada juga pola komunikasi interpersonal yang disebut sebagai pola monopoli. Pola-pola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Equality A

Balanced Split B

Unbalanced Split

Monopoli

2 hubungannya dengan komunikasi

Sikap

dalam

Sikap selain menjadi salah satu pendorong yang akan mewarnai dalam seseorang bertindak juga adanya perasaan yang timbul menyertai sesuatu sikap tertentu. misalnya seorang istri mempunyai sikap senang terhadap sesuatu, maka dengan sikap senang itu adanya tendensi dari istri tersebut untuk berbuat sesuai dan mendekati kepada objek yang disenanginya itu, begitupun sebaliknya. Dengan demikian sikap seorang istri terhadap suaminya ataupun suami terhadap istrinya mempunyai peranan penting dalam hubungan antara suami istri. Jika sudah ada sikap yang tak senang terhadap pasangannya, berarti sudah ada tanda bahaya dalam kehidupan berumah tangga yang dapat mengganggu komunikasi. Menurut Katz (lih. Secord &Backman, 1964) ada 4 fungsi mengenai sikap, yaitu: a Sikap sebagai instrumen atau alat untuk mencapai tujuan Seseorang mengambil sikap tertentu terhadap suatu objek karena atas dasar pemikiran sampai sejauhmana objek tersebut dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya, kalau mesin cuci dianggap istri membantu dalam meringankan bebannya, maka istri setuju bila suami bermaksud akan membeli mesin cuci. Fungsi ini disebut fungsi penyesuaian karena dengan mengambil sikap tertentu, digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat diterima oleh lingkungannya. b ego Kadang-kadang orang mengambil sikap tertentu karena hanya untuk mempertahankan egonya atau akunya. Karena merasa harga dirinya terdesak atau terancam, maka seseorang mengambil sikap tertentu terhadap suatu objek. Misalnya seorang suami mengambil sikap sebegitu rupa terhadap istri Sikap sebagai pertahanan

walaupun sikapnya itu tidak benar. Hal ini sang suami mempertahankan egonya tanpa mempedulikan keadaan saat itu. c Sikap berfungsi sebagai ekspresi nilai Yang dimaksud dengan ini adalah sikap seseorang menunjukkan bagaimana nilai yang ada pada seseorang itu. Misalnya, berbagai macam sikap tentang soal free sex, ada yang setuju da nada yang tidak. Hal ini menunjukkan nilai yang terkandung di dalam dirinya yang dinyatakan dengan sikap. d pengetahuan Sikap juga mencerminkan keadaan pengetahuan dari orang yang Sikap berfungsi sebagai

bersangkutan. Orang ingin dimengerti, ingin membentuk pengalamanpengalamannya dengan benar. Maka hal tersebut akan disusun kembali atau diubah sehingga menjadi konsisten. 3 kaitannya dengan pengubahan dan pembentukan sikap Sikap pada dasarnya sudah melekat pada individu masig-masing, meskipun mempunyai tendensi bersifat ajeg, tetapi sikap seseorang masih adanya kemungkinan mengalami perubahan-perubahan. Untuk mengubah dan membentuk sikap dapat ditempuh secara langsung dengan tukar pikiran dan tatap muka, dan juga dapat ditempuh dengan secara tak langsung dengan cara menciptakan suasana yang dikehendaki atau dengan melalui media massa. Media tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengubah sikap. Tidak kalah pentingnya dalam pembentukan sikap dapat menggunakan cara menciptakan suasana yang mendukung kearah pembentukan sikap yang diinginkan. Ini berarti lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa agar dapat menunjang pembentukan sikap tersebut. Komunikasi dalam

Dalam rangka pengubahan dan pembentukan sikap dapat juga menggunakan cara analisis-tujuan yaitu dengan cara memberikan keyakinan-keyakinan bahwa objek sikap itu sangat berguna, sangat membantu dalam mencapai tujuan yang dicapainya. Bila seorang istri atau suami dapat emyakinkan pasangannya bahwa sesuatu itu adalah sangat berarti dalam menunjang kehidupan keluarga, begitu pula sebaliknya. Misalnya istri dapat meyakinkan bahwa kehiatan arisan itu akan sangat berguna bagi kehidupan keluarga, maka tidak diragukan lagi suami akan dapat menerima ide yang disampaikan oleh istrinya.

Daftar pustaka Walgito, Bimo. 2002. Bimbingan & Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

You might also like