You are on page 1of 13

PERJUANGAN TEUKU UMAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar IPS

Dosen : Dr. Suwarto WA, M.Pd.

Oleh

Ambar Febriyanti (K7112012)

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD) JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bangsa indonesia mempunyai sejarah yang sangat panjang. Mereka hidup dalam kemakmuran dan ketentraman selam berabad-abad. Beberapa kerajaan besar dan kecil banyak berdiri di tanah nusantara. Sriwijaya dan Majapahit merupakan dua kerajaan besar yang menggambarkan kejayaan bangsa yang mendiami tanah nusantara ini. Berbagai pengaruh budaya dari luar yangbersumber dari jaran hindu, Budha, Islam secara damai turut menghiasi bangsa ini. Namun pada abad kelima belas kehidupan yang tenteram di Indonesia mulai terusik oleh kedatangan bangsa-bangsa barat ke kepulauan Nusantara. Bangsa-bangsa dari barat atau eropa itu datang ke Dunia timur (Termasuk ke Indonesia) antar lain karena jalur perdagangan mereka di laut tengah dikuasai pleh islam turki. Mereka akhirnya mencari jalan lain ke Dunia Timur untuk mencari sendiri barang-barang dagangan yang mereka butuhkan. Bangsa eropa yang pertama kali datang ke dunia Timur adalah bangsa Portugis dan Spanyol. Mereka membawa armada kapalnya ke dunia Timur dengan membawa misi agama, perdagangan, dan daerah koloni. Kenudian pada tanggal 7 Juni 1494 diadakan perjanjian antara pihak Spanyol dan Portugis yang disebut dengan Tratados de tordesillas, yang seakan membagi dunia dalam kekuasaan mereka. Dalam perjanjian itu ditarik garis khayal dari sebuah titik yang terletak 370 mil disebelah barat Tanjung Verde melintas dari Kutub Utara ke Kutub Selatan. Berdasarkan perjanjian tersebut Armada Portugis berangakat ke arah timur dengan harapan menemukan dunia Timur, sementara armada Spanyol berangkat ke arah barat. Yang kemudian perjanjian tordesillas inilah yang mengawali lahirnya kolonialisme dan imperealisme di dunia Timur oleh Bangsa-bangsa Barat. Sejak penjajah barat unruk pertama kalinya menginjakan kakinya didaerah nusantara dan melakukan pemerasan, penindasan, terhadap rakyat Nusantara ini, maka sejak saat itu juga rakyat Indonesia melakukan perjuangan untuk melawan penjajah. Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda datang juga ke Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri (Belanda) kemudian mereka

mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C.,(Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah Kompeni. Pada abad 18, sejarah mencatat bahwa belanda berusaha keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuatan di indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat d berbagai nusantara, antara lain : Pattimura di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja di tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya. Salah satu perjuangan sebelum kebangkitan nasional (Masa Perintis) adalah perjuangan rakyat Aceh. Perjuangan rakyat Aceh tentu tak lepas dari seseorang bernama Teuku Umar. Dia dengan gigihnya melakukan perlawanan demi tanah airnya. B. Rumusan Masalah 1. Siapakah Teuku Umar? 2. Bagaimana riwayat hidupnya? 3. Bagaimanakah perjuangannya melawan Belanda?

PEMBAHASAN

Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak. A. Masa Muda

Teuku Umar dan pengikutnya Teuku Umar dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854, adalah anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki. Nenek moyang Umar adalah Datuk Makudum Sati berasal dari Minangkabau. Salah seorang keturunan Datuk Makudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Nanta Setia dan Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien. Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas dan pemberani. Pemikiran

Sejak kecil, Teuku Umar sebenarnya memiliki pemikiran yang kerap sulit dipahami oleh teman-temannya. Ketika beranjak dewasa pun pemikirannya juga masih sulit dipahami. Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik Teuku Umar yang berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk kerumitan pemikiran dalam dirinya. Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran Teuku Umar tentang taktik kepurapuraan tersebut. Meski demikian, yang pasti bahwa taktik dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran kolonial Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku Umar memandang bahwa cara yang negatif boleh-boleh saja dilakukan asalkan untuk mencapai tujuan yang positif. Jika dirunut pada konteks pemikiran kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih dekat dengan komunisme yang juga menghalalkan segala cara. Semangat perjuangan Teuku Umar dalam menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong pemikiran semacam itu.

B. Perang Aceh Ketika perang Aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak 19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik gampong(kepala desa) di daerah Daya Meulaboh. Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, puteri pamannya Teuku Nanta Setia. Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda.

C. Taktik Penyerahan Diri

Rumah Teuku Umar di Lampisang, Peukan Bada, Aceh Besar tahun 1896

Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil, sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang Laot (panglima Laut]) sebagai tangan kanannya, dikabulkan.

D. Insiden Kapal Nicero Tahun 1884 Kapal Inggris "Nicero" terdampar. Kapten dan awak kapalnya disandera oleh raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar tunai. Oleh Pemerintah Kolonial Belanda Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda. Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal "Nicero" merupakan pekerjaan yang berat sebab tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi logistik dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal "Bengkulen" ke Aceh Barat membawa 32 orang tentara Belanda dan beberapa panglimanya. Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan

perang lainnya dirampas. Sejak itu Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya. E. Melanjutkan Perlawanan

Teuku Umar dan pengikutnya (gambar oleh G. Kepper, 1900)

Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh, dan memimpin kembali perlawanan rakyat. dan Teuku Umar berhasil merebut kembali daerah 6 Mukim dari tangan Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar, yang juga menjadi markas tentara Aceh. Dua tahun setelah insiden Nicero, pada 15 Juni 1886 merapatlah ke bandar Rigaih kapal "Hok Canton" yang dinahkodai pelaut Denmark bernama Kapten Hansen, dengan maksud menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud menjebak Umar untuk naik ke kapalnya, menculiknya dan membawa lari lada yang bakal dimuat, ke pelabuhan Ulee Lheu, dan diserahkan kepada Belanda yang telah menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk kepala Teuku Umar. Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen, dan mengirim utusan. Hansen berkeras Umar harus datang sendiri. Teuku Umar lalu mengatur siasat. Pagi dini hari salah seorang Panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke kapal. Hansen tidak tahu kalau dirinya sudah dikepung. Paginya Teuku Umar datang dan menuntut pelunasan lada sebanyak $ 5 ribu. Namun Hansen ingkar janji, dan memerintahkan anak buahnya menangkap Umar. Teuku Umar sudah siap, dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen berhasil dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Nyonya Hansen dan John Fay

ditahan sebagai sandera, sedangkan awak kapal dilepas. Belanda sangat marah karena rencananya gagal. Perang pun berlanjut, pada tahun 1891 Teungku Chik Di Tiro dan Teuku Panglima Polem VIII Raja Kuala (ayah dari Teuku Panglima Polem IX Muhammad Daud) gugur dalam pertempuran. Belanda sebenarnya pun sangat kesulitan karena biaya perang terlalu besar dan lama.

F. Penyerahan Diri Kembali

Penyerangan rumah Teuku Umar di Lampisang tahun 1896

Teuku Umar sendiri merasa perang ini sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan sawah ladangnya. Teuku Umar pun merubah taktik dengan cara menyerahkan diri kembali kepada Belanda. September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang Panglima bawahannya, setelah mendapat jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland. Istrinya, Cut Nyak Dien sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu. Umar suka menghindar apabila terjadi percekcokan. Teuku Umar menunjukkan kesetiaannya kepada Belanda dengan sangat meyakinkan. Setiap pejabat yang datang ke rumahnya selalu disambut dengan menyenangkan. Ia selalu memenuhi setiap panggilan dari Gubemur Belanda di Kutaraja, dan memberikan laporan yang memuaskan, sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari Gubernur Belanda. Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat Aceh selanjutnya. Sebagai contoh, dalam peperangan Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat (misalnya

Teuku Mat Amin). Pasukannya disebarkan bukan untuk mengejar musuh, melainkan untuk menghubungi para Pemimpin pejuang Aceh dan menyampaikan pesan rahasia. Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan Pertemuan rahasia yang dihadari para pemimpin pejuang Aceh, membicarakan rencana Teuku Umar untuk kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan perlengkapan perang milik Belanda yang dikuasainya. Cut Nyak Dhien pun sadar bahwa selama ini suaminya telah bersandiwara dihadapan Belanda untuk mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan gaji yang diberikan Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk membiayai perjuangan. Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar. Berita larinya Teuku Umar menggemparkan Pemerintah Kolonial Belanda. Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru segera didatangkan dari Pulau Jawa. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar, untuk menyerahkan kembali semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu. maka pada tanggal 26 April 1896 Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda. Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda. Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimginan Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot, dan mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali dalam sejarah perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando. Pada bulan Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal 1 April 1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada raja Aceh Sultan Muhammad Daud Syah.

G. Gugur

Monumen Teuku Umar Di Meulaboh Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh, dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat diperbatasan Meulaboh. Malam menjelang 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur. Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus dadanya. Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat bersedih, namun bukan berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.

Karya

Karya Teuku Umar dapat berupa keberhasilan dirinya dalam menghadapi musuh. Sebagai contoh, pada tanggal 14 Juni 1886, Teuku Umar pernah menyerang kapal Hok Centon, milik Belanda. Kapal tersebut berhasil dikuasai pasukan Teuku Umar. Nahkoda kapalnya, Hans (asal Denmark) tewas dan kapal diserahkan kepada Belanda dengan meminta tebusan sebesar 25.000 ringgit. Keberanian tersebut sangat dikagumi oleh rakyat Aceh. Karya yang lain adalah berupa keberhasilan Teuku Umar ketika mendapatkan banyak senjata sebagai hasil dari pengkhianatan dirinya terhadap Belanda. Penghargaan

Berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973, Teuku Umar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama

jalan di sejumlah daerah di tanah air, salah satunya yang terkenal adalah terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama sebuah lapangan di Meulaboh, Aceh Barat. Salah satu kapal perang TNI AL dinamakan KRI Teuku Umar (385). Selain itu Universitas Teuku Umar di Meulaboh diberi nama berdasarkan namanya.

PENUTUP

Kesimpulan Perjuangan bangsa indonesia menuju perjuangan di mulai dengan datangnya bangsa barat yang tadinya hanya datang untuk melakukan perdagangan serta mencari rempah-rempah, akan tetapi pada saat itu para bangsa barat melakukan serta mulai mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dan juga mulai memonopoli perdagangan di indonesia. Perjuangan menentang penjajah belanda secara gagah berani dlakukan poleh rakyat diberbagai daerah di indonesia yang menyebabkan kerugian besar bagi pihak penjajah belanda juga membawa pengorbanan harta benda dan jiwa yang besar pula bagi bangsa Indonesia namun sampai abad ke-20 belanda tidak dapat di usir dari Indonesia. Kegagalan perjuangan bangsa disebabkan adanya kelemahan yaitu : Perjuangan bersikap lokal atau kedaerahan. Perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu yang bersamaan Perjuangan pada umumnya diupimpin oleh pemimpin yang kharismatik Perjuangan menentang penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan senjata. Para pejuang dapat diadu domba oleh pihak penjajah, sehingga perselisihan sering terjadi antara para pempimpin. Kelemahan ini menjadi pelajaran yang berarti bagi bangsa Indonesiadalam menentukan strategi perjuangan pada masa berikutnya. Saran 1. Setelah mengetahui perjuangan Teuku Umar tersebut, kita harus lebih menghargai perjuangan para pahlawan yang telah berjuangan demi melawan penjajah dan akhirnya mencapai kemerdekaan. 2. Sebagai generasi muda, kita haris meneladi perilaku para pahlawan tersebut dan mengimplementasikan di masa sekarang untuk perkembangan dan mensejahteraan bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Samlawi, Fakih dan Maftuh, Bunyamin. 1998. Konsep Dasar IPS Syah, Nurdin. 1995. Sejarah Pergerakan Kebangsaan. Bandung: Rosda. http://id.wikipedia.org/wiki/Teuku_Umar diakses pada tanggal 5 September 2012 http://kolom-biografi.blogspot.com/2010/03/biografi-teuku-umar.html tanggal 5 September 2012 diakses pada

http://bungong.wordpress.com/2008/04/28/teuku-umar/ diakses pada tanggal 5 September 2012 http://muhamaddoditisna.files.wordpress.com/2010/12/makalah-ips.doc tanggal 6 September 2012 diakses pada

http://grupsyariah.blogspot.com/2012/06/pancasila-sebagai-konteks-sejarah.html pada tanggal 6 September 2012

diakses

You might also like