You are on page 1of 27

Perubahan Iklim Dampak dan Implikasinya di sektor Pertanian

Source: http://www.macaulay.ac.uk

Rizaldi Boer
Laboratorium Klimatologi, Geomet FMIPA-IPB E-mail: rizaldiboer@gmail.com, Telp: 0251-623-850, HP:08111176

Fenomena El-Nino
Banyak kajian menyatakan bahwa pemanasan global merupakan penyebab dari meningkatnya frekuensi bencana iklim. Kejadian bencana iklim umumnya berasosiasi dengan fenomena ENSO (El-Nino Southern Oscillation) dan indikatornya ditunjukkan oleh anomali SML di kawasan pacifik
Sumber: NCDC/NOAA

Kondisi Hujan dan Air di Waduk pada Tahun ENSO


1600 1400 1200
Rainfall (mm)
Normal La-Nina El-Nino

Oct-Jan (Wet Season) Feb-May (Dry Season I) Jun-Sep (Dry Season II)

140 120

Water Volume (% of Normal)

1000 800 600 400 200 0


Oct-Jan Feb-May Jun-Sep (Wet Season) (Dry Season I) (Dry Season II)

100 80 60 40 20 0 La-Nina El-Nino La-Nina El-Nino Jatiluhur Kedung Ombo

450 400

Secara global, frekuensi bencana terkait iklim meningkat Sejak tahun 50an, jumlah kematian akibat bencana iklim mengalami peningkatan sekitar 50% untuk setiap dekade (Kreimer and Munasinghe,1991) Kerugian ekonomi juga 2002 meningkat 14 kali lipat dibandingkan tahun 1950an, i.e. 50-100 billion USD (World Disaster Report, 2001) Diperkirakan di masa depan (2050), secara global korban jiwa akibat bencana iklim bisa mencapai 100,000 jiwa/tahun dan kerugian ekonomi mencapai 300 billion USD per tahun (SEI, IUCN, IISD, 2001).

Number of Disasters

350 300 250 200 150 100 50 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001

Year
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

Percent

Total number of disasters = 2,654

ds oo Fl

Source: Sivakumar, 2005

d in W st m or

re Fo

ro D h ug ts s

La s nd es li d

t Ex re e m re Fi s

th er

st

m Te p.

Bencana Iklim di Indonesia


Frekuensi kejadian banjir, kekeringan dan kebakaran hutan di Indonesia juga mengalami peningkatan. Dalam periode 2001-2004, dicatat sebanyak 530 kejadian banjir (Sumber: Data dari Depertemen PU, 2007) Kegagalan panen akibat bencana iklim juga meningkat, misalnya kehilangan produksi padi akibat bencana iklim dalam periode 1981-1990 sekitar 100 ribu ton per tahun, sedangkan tahun 19912000 meningkat menjadi 300 ribu ton per tahun (Boer dan Las, 2003)
200

Number of Flood Events

150 100 50 0 2001/2002


2.0 Normal Extreme

2002/2003

2003/2004

Kehilangan Produksi Padi (juta ton)

1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0

80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

Maximum Temperature

<0.04oC/year Betweem 0.04 and 0.07 oC/year > 0.07 oC/year

Minimum Temperature

<0.04oC/year Between 0.04 and 0.07 oC/year > 0.07 oC/year

SOurce: Boer et al (2007)

Wet Season

Between 18 and 21 mm/yr Between 21 and 27 mm/yr Between 27 and 30 mm/yr Between 30 and 36 mm/yr

Dry Season

Between -21 and -24 mm/yr Between -18 and -21 mm/yr Between -15 and -18 mm/yr Between -9 and -12 mm/yr Between -6 and -9 mm/yr Between -3 and -6 mm/yr Between 0 and -3 mm/yr

Sumber: Boer et al (2007)

Keragaman Awal MH dan Lama MH di Oekabiti, Kupang Sumber: Boer , 2002


OKT 1 2 73/74 74/75 75/76 76/77 77/78 78/79 79/80 80/81 81/82 82/83 83/84 84/85 85/86 86/87 87/88 88/89 89/90 90/91 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 Persen Luas Tanam Padi thd Total NOV 3 1 2 DES 3 1 2 JAN 3 1 2 FEB 3 1 2 MAR 3 1 2 APR 3 1 2 MAI 3 1 2 3

24

33

19

Keragaman Awal MH dan Lama MH di Oekabiti, Kupang


OKT 1 2 73/74 74/75 75/76 76/77 77/78 78/79 79/80 80/81 81/82 82/83 83/84 84/85 85/86 86/87 87/88 88/89 89/90 90/91 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 Persen Luas Tanam Padi thd Total 3 NOV 1 2 3 DES 1 2 3 JAN 1 2 3 FEB 1 2 3 MAR 1 2 3 APR 1 2 3 MAI 1 2 3

24

33

19

Wilayah Selatan (Selatan Sumtara, Jawa, WITIM) >100 mm dalam 2 dasarianl

Agus

Sekarang Mendatang
Des Mei

DJF_SRESA2

DJF_SRESB2

(%) Perubahan (%) Change Huan RainfallCurah

Curah Huan (%) Perubahan Rainfall Change (%)

20 15 10 5 0 -5 -10 -15

dT & dCH pada SRESA2 dan SRESB2 pada 5 GCM (Boer dan Faqih, 2004)

2020 2050

2080
CCSR CGCM1 CSIRO ECHAM4 HadCM3

20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 Temperature change Perubahan suhu (oC) (oC)
CCSR CGCM1 CSIRO ECHAM4 HadCM3

-20 0.0 0.5

1.0 1.5 2.0 2.5

3.0 3.5 4.0

o Temperature change (oC)

Perubahan suhu ( C)

JJA_SRESA2

JJA_SRESB2

Curah Huan (%) Perubahan Rainfall Change (%)

20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 Temperature change (oC) o
CCSR CGCM1 CSIRO ECHAM4 HadCM3

(%) Curah Perubahan (%) Change Huan Rainfall

20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 Temperature change (oC) o
CCSR CGCM1 CSIRO ECHAM4 HadCM3

Perubahan suhu ( C)

Perubahan suhu ( C)

Perubahan Hujan JJA 2070-2099 relative terhadap kondisi 1901-1960 dari 6 Model GCM
Wilayah yang diarsir dengan warna merupakan wilayah yang hujannya diperkira kan menurun akibat pemanasan global: SRESA2

Sumber: Neelin et al. (2006)

Lebih dari satu model memprediski bahwa CH JJA (musim kemarau) di wilayah Indonesia bagian Selatan cendrung menurun

Tren perubahan nilai median hujan JJA 19792099 berdasarkan 10 model GCM
Nilai Median Hujan JJA untuk wilayah Indonesia bagian utara cendrung meningkat

Nilai Median Hujan JJA untuk wilayah Indonesia bagian Selatan cendrung menurun
Sumber: Neelin et al. (2006)

Perkiraan Perubahan Hujan AMJ dan JAS di Jawa dan Bali tahun 2050 dengan teknik downscaling

(A2 scenario (15 GCMs) and 3 EDMs: 45 models total)


Source: Naylor et al. (2007)

Perkiraan Perubahan Awal MH di Jawa dan Bali tahun 2050 dengan teknik downscaling

Garis vertikal menunjukkan kondisi saat ini Source: Naylor et al (2007)

Kemungkinan Bentuk Umum Perubahan Pola Hujan tipe Mooson di Wilayah Indonesia Bagian Utara dan Selatan

Wilayah Utara (Bagian utara Sumatra dan Kalimantan)

Agus

Des

Mei

Mendatang Sekarang

Wilayah Selatan (Jawa dan Bali) Model model GCM yang ada belum ada yang memodelkan kemungkinan perubahan ENSO

Agus

Des

Mei

Implikasi pada Pola Pertanian


Perubahan masuknya awal musim dan panjang musim hujan akan pola pertanian
Jawa dan Bali (Wilayah Indonesia Bagian Selatan Indonesia)
Semakin pendeknya MH akan berdampak pada sulitnya upaya meningkatkan indek penanaman apabila tidak ada varietas yang berumur lebih pendek, merehabilitasi dan mengembangkan jaringan irigasi yang ada Meningkatnya hujan MH dan menurunkan hujan MK akan meningkatkan risiko kebanjiran pada MH dan risiko kekekeringan pada MK

Sumatera dan Kalimantan Bagian Utara


Meningkatnya hujan musim hujan menambah lama musim pertanaman, peluang indek penanaman untuk ditingkatkan semakin besar, namun kondisi lahan tidak sebaik di Jawa

Proyeksi Produksi Padi


Asumsi dibuat berdasarkan tren, hasil penelitian dan expert judgement: Laju penambahan luas penanaman Jawa: -5000 ha/tahun Luar Jawa: +250 ha/tahun Indeks penanaman: Jawa: meningkat secara linier dari 1.6 2.0 Luar Jawa: meningkat secara linier dari 1.1-1.5 Produkstivitas Skenario 1): karena naiknya suhu, hasil tanaman diperkirakan menurun 5% di tahun 2030 dan 10% di tahaun 2050 Skenario-2: karena naiknya suhu, hasil tanaman diperkirakan menurun 10% di tahun 2030 dan 20% di tahaun 2050 Di jawa produktivitas sudah leveling off pada 5.41 t/ha dan di laur Jawa masih meningkat secara linear dari 3.32 t/ha in 2000 menjadi 4.00 t/ha in 2050.

65
(ton) Produksi ton) (Juta Produksi

Sumber: Boer et al., 2005


Skenario-1 Skenario-2

60 55 50 45
Penurun produksi yang siginifikan pada tahun-tahun tertentu mungkin semakin sering terjadi akibat meningkatnya frekuensi kejadian iklim ekstrim ~ petani lebih sering mengalami gagal panen

rainfall

20 00 20 05 20 10 20 15 20 20 20 25 20 30 20 35 20 40 20 45 20 50

Tahun
Flood Risk Increase

Drought Risk Increase

Aug

Dec

May

Skenario konsumsi: Skenario 1: Konsumsi beras menurun dari 140-130 kg/cap dan pertumbuhan penduduk per tahun 1.43% (1990-2020), 1.01% (2021-2050) Skenario 2: Konsumsi beras menurun dari 140-120 kg/cap pertumbuhan penduduk per tahun 1.19% (1990-2020), 0.67% (2021-2050)

15.0
ton) (juta Defisit/Surplus Ton) (Million of Rice Deficit/Surplus

10.0 5.0 0.0

Skenario-1 SRESA2 Skenario 11 Skenario 12 Skenario-1 SRESB2 Skenario 21 Skenario-2 SRESA2 Skenario 22 Skenario-2 SRESB2

Sumber: Boer et al., 2005

Defisit akan selalu terjadi setelah 2020 jika tingkat konsumsi tidak bisa dikurangi menjadi 120 kg/cap pada ke dua skenario PI Karena Jawa merupakan pusat produksi dan upaya peningkatan IP jadi 2.0 akan sulit karena semakin pendeknya MH, maka kondisi surplus sulit dicapai tanpa upaya adaptasi yang terencana

Flood Risk Increase

-5.0
Drought Risk Increase

-10.0

rainfall
Aug

Dec

May

2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050

Horizon Perencanaan untuk Adaptasi


2005 2010 2015 2020 2025 2030

Sumber: Boer et al (2007)

Contoh Applikasi Informasi Iklim: Kasus Indramayu


Source: Boer et al., 2003
400 350

Curah Hujan (mm)

300 250 200 150 100 50

CH-Normal Terkena Puso

CH Tanam

80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000

DS rainfalls were far below normal

Luas (ha)

Nov-90

Jan-91

Dec-90

Feb-91

Okt-90

Jun-91

Apr-91

Mar-91

May-91

Jul-91

Aug-91

CFI is delivered

Change cropping pattern

Sep-91

Menyiapkan langkah aksi dan sosialisasi 2006 2007

450 400 Normal El Nino La Nina

Penyampaian Prakiraan Musim

Planting Area (000 ha)

350 300 250 200 150 100 50 0 9 10 11 12 1 2 3 4

Agus/Update Oktober

Memonitor perkembangan musim dan prakiraan MK April 2007

Melakukan langkah antisipasi Menentukan (percepatan tanam dan melakukan dan mempercepat langkah laju penanaman MH) antisipatif

Month

Dinas Pertanian dan Terkait menyiapkan langkah antisipasi dan saprotan dan sarana lainnya untuk mendukung pelaksanaan langkah aksi

Sumber: Boer et al (2007)

1st 2nd June/July January


BMG

Institutional arrangement for disseminating CFI at Indramayu in agriculture sector


Climate Team under Sub Division of Food Crop

Analyzing Climate Forecast


Issued by Regent or Management Options (in the form secretary of instruction letter from Regent

August February

Field Observation on pest and Diseases Issued guidance for managing crop when there is symptoms

By Pest and diseases observers assisted by sub-district staff

Sept/Oct March/Paril

Distribute the Instruction of the Regent to head of sub-district Head of Sub-District transmit the instruction and guidance to Kuwu after adjustment
Extension Workers/ Pest and Diseases Observers

By Head of Agriculture Office

Increase media role In disseminating the information! Provide revolving fund for farmers in vulnerable areas for managing climate risks

October April

Early or late of the month depend on location and irrigation schedule

Farmer Group

Farmers

Sumber: Boer et al (2004)

Variation of wereng attack during a period of 1989 to 2005 in Indonesia Source: Drawn from data provided by Directorate of Plant Protection (Boer et al., 2007)
90000 80000
Attacked areas (Ha)

70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 1988 1990


NAD West Java Bali South Sulawesi

1992

1994

1996 Year

1998

2000

2002

2004
Lampung East Java South kalimantan

2006

North Sumatra Central Java West Nusa Tenggara Banten

South Sumatra DI Yogyakarta West kalimantan

Pergeseran Permasalah Hama dan Penyakit Tiga Tahun Terakhir

Eskalasi:
Hama/penyakit yang selama ini penting menjadi makin merusak

Thrips sp. pada cabai Antraknosa (Colletotrichum sp.) cabai


Sumber:
Nastari Bogor dan Klinik Tanaman IPB, 2007; Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2006; Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2006; Pengamatan lapangan oleh penulis.
Dari Slide Presentasi Wiyono, 2007

Peningkatan Status :
Hama/penyakit yang selama ini kurang penting (minor) menjadi penting Penggerek batang merah jambu (Sesamia inferens)

pada padi
Penyakit hawar daun bakteri (Bacterial leaf blight) pada padi Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Penyakit moler/ twister disease pada bawang merahCendawan Fusarium oxysporum f.sp. cepae
Virus Gemini Cabai dan tomat Banana Bunchy Top Virus (BBTV) pada pisang
Dari Slide Presentasi Wiyono, 2007

Degradasi:
Hama/penyakit yang selama ini penting menjadi kurang/tidak penting

Penyakit hawar daun (Phytophthora infestans) pada tomat Penyakit embun bulu (Peronospora destructor)--

-bawang daun dan bawang merah

Penyakit penyakit ini berkembang optimum dalam suhu sejuk dan lembab
Dari Slide Presentasi Wiyono, 2007

Pengamatan Lain
Dampak ekonomi kejadian iklim esktrim pada tingkat petani (coping range ?)
Kasus Indramayu: pada tahun El-Nino 2003, jumlah KK pra sejahtera meningkat 14% dari tahun normal Kalau kondisi ekstrim semakin seringkali terjadi ke depan, maka perlu menyusun horizon kebijakan dan perencanaan adaptasi terhadap perubahan iklim:

Water pricing (kapan ini harus segera dijalankan ~ penyiapan regulasi dan kelembagaannya) Climate insurance index (perlu segera dipikirkan ~ akan membantu pemerintah dan petani mengatasi dampak kejadian iklim esktrim Renovation and development of new irrigation facilities

You might also like