You are on page 1of 3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Negara Indonesia merupakan negara

berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat otomatis terjadi peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga menambah kesemrautan arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan juga banyak terjadi pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri, kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau fraktur (Kompas. Com, 2008). Angka kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 sebesar 73,75 mengalami penurunan bila dibandingkan tahun

2007 sebesar 112,24. Angka tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan target Indonesia Sehat tahun 2010 sebesar 10/100.000 penduduk. Angka kecelakaan lalu lintas ini dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, sedang kuantitas jalan relatif tetap atau kecil sekali perkembangannya. Sedang penurunan angka kecelakaan lalu lintas di tahun 2008 disebabkan banyaknya kabupaten atau kota yang tidak melaporkan kejadian kecelakaan lalu lintas di daerahnya. Angka Kecelakaan tertinggi terjadi di Kota Surakarta yaitu sebesar 1.582/100.000 penduduk. Kota Surakarta merupakan daerah dengan kepadatan penduduk paling tinggi di Provinsi Jawa Tengah, sehingga jumlah kendaraan bermotorpun sangat banyak, kuantitas jalan tidak sebanding dengan jumlah kendaraan bermotor yang ada sehingga sangat rawan terjadi kecelakaan lalu lintas. Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, A, 2000). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur

terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2003) Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal. Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung

menunjukan adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan (Depkes RI, 2008).

You might also like