You are on page 1of 4

Komplikasi lanjut karena perdarahan dini pervaginam pada kehamilan kembar Objektif : kami ingin melihat resiko lebih

lanjut pada kehamilan digabungkan dengan adanya perdarahan pervaginam dini pada kehamilan kembar. Desain penelitian : dalam penelitian kohort retrospektif pada ibu hamil melalui survey anatomic, kami membandingkan wanita dengan perdarahan pervaginam < dari 22 minggu dengan wanita yang tidak ada perdarahan. kriteria ekslusi adalah kehamilan dengan monoamnion, twin to twin transfusion syndrome dan plasenta previa. Akibat primer termasuk preeklampsi, solution plasenta, preterm premature rupture of membrane (PPROM), kelahiran premature < 34 minggu, dan intrauterine growth restriction. Hasil : dari 2106 kelahiran yang memenuhi kriteria inklusi, sebanyak 175 dilaporkan mengalami perdarahan pervaginam. Kehamilan kembar dengan perdarahan pervaginam dini secara signifikan memiliki resiko tinggi untuk menjadi solusio plasenta, PPROM dan kelahiran premature dibandingkan dengan kehamilan kembar tanpa perdarahan pervaginam. Penemuan sama ketika kehamilan kembar di stratifikasikan berdasarkan paritas atau atau angka kesakitan ibu. Kesimpulan : komplikasi kehamilan kembar karena perdarahan dini pervaginam meningkatkan resiko dari solusio plasenta, PPROM dan kelahiran preterm < 34 minggu. Kata kunci : akibat buruk kehamilan, multiple, perdarahan pervaginam

Perdarahan pervaginam pada trimester pertama dan kedua biasa terjadi pada kehamilan. Kejadian pada kehamilan tunggal diperkirakan setinggi 14-27%. Walaupun perdarahan pervaginam dini bisa dihubungkan dengan abortus spontan, sebagian besar kehamilan menghasilkan kelahiran hidup. Komplikasi pada kehamilan yang berlangsung karena perdarahan pervaginam meningkatkan resiko akibat yang buruk. Penelitian terkini pada kehamilan tunggal dengan perdarahan pervaginam telah menjelaskan adanya peningkatan kejadian dari PPROM, kelahiran premature, preeklampsi dan solusio plasenta. Penelitian terpublikasi memeriksa perdarahan pervaginam dini dan akibat buruk kehamilan mengekslusikan kehamilan kembar. Hal ini membuat klinisi mengabaikan perkiraaan data dari kehamilan tunggal

Kelompok penelitian didefinisikan sebagai pasien yang dilaporkan adanya perdarahan pervaginam kapanpun selama kehamilan sebelum adanya sonografik anatomy survey. Kehamilan

monoamniotik, kehamilan yang dipengaruhi oleh twin to twin transfusion syndrome, plasenta previa baik komplet atau parsial, singleton, kehamilan multipara merupakan kriteria eksklusi dari penelitian. Wanita yang mendapat terapi reproduktif diinklusikan dan tidak dievaluasi secara terpisah. Usia kehamilan ditentukan pada hari pertama haid terakhir. Jika tanggalnya tidak sesuai dengan hasil ultrasonografi pada trimester pertama atau tidak sesuai dengan survey anatomi sonografi (7 hari dalam trimester pertama atau 10 hari pada trimester kedua) dan umur kehamilan kembali ditetapkan. Komplikasi utama yang ditimbulkan menurut American College Of Obstetricians and Gynecologist adalah preeklampsi, solusio plasenta, PPROM, kehamilan preterm <34 minggu, pertumbuhan janin terhambat pada setiap kehamilan kembar dengan definisi berat lahir < dari persentil 10 dari umur kehamilan yang ditentukan berdasarkan standar pertumbuhan Alexander. Sebagai bagian dari analisis perencanaan, kelompok penelitian ini di stratifikasi yang diketahui sebagai faktor resiko seperti paritas (nulipara vs multipara) dan adanya komorbiditas ibu, termasuk hipertensi kronik atau diabetes pregestasional atau gestasional (didefinisikan sebagai 3 jam tes toleransi glukosa menggunakan National Diabetes Data Group cut-offs) Karakteristik wanita dengan kehamilan kembar dengan komplikasi perdarahan pervaginam pada usia kehamilan <22 minggu dan tanpa perdarahan pervaginam di bandingkan dengan menggunakan student t test atau tes Mann Whitney U untuk variabel lanjutan. Insiden pada komplikasi utama dibandingkan pada kelompok penelitian ini dan resiko relatif yang tidak biasa dengan confidence intervals (CIs) juga diperkirakan. Analisis bivariabel juga digunakan untuk mengeidentifikasi faktor- faktor bias pada penelitian ini. Hasil Dari 2445 kehamilan kembar, 2146 diantaranya merupakan kriteria inklusi dan sebanyak 2106 (98,1%) memiliki hasil komplit dengan data yang tersedia dan telah diinklusikan pada analisis terakhir. Dari data analisis terakhir, sebanyak 175 (8,3%) dilaporkan adanya perdarahan pervaginam pada usia kehamilan <22 minggu. Dari 2 kelompok yaitu kelompok dengan perdarahan pervaginam dengan kelompok tanpa perdarhan pervaginam memiliki kesamaan rata-rata pada umur, graviditas, nuliparitas, obesitas ( BMI 30 kg/m2), merokok, alcohol, hipertensi kronis atau diabetes pregestasional, memiliki

riwayat kelahiran preterm atau memiliki kelainan anomaly mayor yang didiagnosis ketika masa kehamilan. Wanita yang dilaporkan adanya perdarahan pervaginam sedikit orang afrika amerika dan lebih berkemungkinan besar mendapatkan diabetes gestasional. Wanita yang dilaporkan adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan <22 minggu memiliki resiko tinggi untuk solusio plasenta (aOR, 7.21;95% CI, 3.6114.41), PPROM (aOR, 2.48; 95% CI, 1.68 3.68) dan kelahiran preterm <34 minggu (aOR, 1.72; 95% CI,1.172.54) yang tetap berlaku setelah menyesuaikan dengan faktor-faktor bias. Tidak ada perbedaan antara angka preeklamsi dan pertumbuhan janin terhambat ( tabel 2).

Ketika distratifikasi dengan paritas, wanita nulipara dengan perdarhan pervaginam pada usia kehamilan <22 minggu dapat meningkatkan terjadinya solusio plasenta (aOR, 11.31; 95% CI, 2.6847.72) jika dibandingkan dengan nullipara tanpa perdarahan pervaginam. Meningkatnya resiko PPROM dan kelahiran preterm tidak mencapai perbedaan secara statistik pada wanita nullipara. Wanita multipara dengan perdarhan pervaginam awal dapat meningkatkan terjadinya solusio plasenta, PPROM dan kelahiran preterm jika dibandingkan dengan wanita multipara tanpa perdarahan pervaginam.

Jika distratifikasi dengan tingkat komorbiditas, wanita tanpa hipertensi kronik, diabetes pregestasional atau diabetes gestasional yang dilaporkan adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan <22 minggu memiliki peningkatan resiko solusio plasenta, PPROM dan kelahiran preterm <34 minggu jika dibandingkan dengan wanita tanpa perdarahan pervaginam. Angka kejadian solusio plasenta, PPROM dan kelahiran preterm <34 minggu pada wanita dengan hipertensi kronik, diabetes gestasional atau pregestasional yang dilaporkan adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan <22 minggu tidak memiliki perbedaan yang bermakna pada wanita yang dilaporkan tanpa perdarahan pervaginam pada kehamilan <22 minggu.

Pembahasan Kami menemukan insidensi wanita dengan perdarahan pervaginam pada pertengahan trimester pertama pada kehamilan kembar adalah sebanyak 8,3 %. Wanita yang memiliki pengalaman adanya perdarahan pervaginam tetapi memeriksakan kehamilannya melalui survey anatomi adalah wanita dengan peningkatan resiko solusio plasenta, PPROM atau kelahiran preterm pada

kehamilan <34 minggu. Hal ini juga pada wanita multipara dan tanpa komorbiditas adalah wanita dengan peningkatan resiko solusio plasenta, PPROM dan kelahiran preterm. Ketika distratifikasi dengan korion, tidak ada perbedaan pada hasil utama. Dengan mengejutkan, wanita dengan kehamilan kembar dikorionik memiliki pengalaman yang lebih tinggi dengan perdarahan pervaginam awal.

Tidak ada penelitian sebelumnya yang mengevaluasi hubungan resiko kehamilan dengan berlanjutnya kehamilan kembar yang diakibatkan oleh perdarahan pervaginam pada pertengahan trimester pertama.

You might also like