You are on page 1of 4

2.

Fungsi Atropin Atropine bekerja dengan cara memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya. Manfaat daripada atropine antara lain :

Mengurangi sekresi kelenjar (liur, keringat, dahak) Memperlebar pupil dan berkurangnya akomodasi Meningkatkan frekuensi jantung dan mempercepat penerusan impuls di berkas His (bundle of his), yang disebabkan penekanan SSP.

Menurunkan tonus dan motilitas saluran lambung-usus dan produksi HCl. Merelaksasi otot dari organ urogenital dengan efek dilatasi dari rahim dan kandung kemih

Merangsang SSP dan pada dosis tinggi menekan SSP (kecuali pada zat-zat ammonium kwatener). Penggunaan daripada atropine yaitu :

Sebagai spasmolitikum (pereda kejang otot) dari saluran lambung-usus, saluran empedu, dan organ urogenital.

Tukak lambung/ usus, guna mengurangi motilitas dan sekresi HCL dilambung, khususnya pirenzepin.

Sebagai medriatikum, untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan akomodasi. Jika efek terakhir tidak diingginkan, maka harus digunakan suatu adrenergikum, misalnya fenilefrin.

Sebagai sadativum, berdasarkan efek menekan SSP, terutama atropine dan skolamin, digunakan sebelum pembedahan. Bersamaan dengan anastetika umum.

Antihistaminika dan fenotiazin juga digunakan untuk maksud ini.


Sebagai zat anti mabuk jalan guna mencegah mual dan muntah. Pada hiperhidrosus, untuk menekan pengeluaran keringat berlebihan.

pada inkontinesi urin, atas dasar kerja spasmolitisnya pada kandung kemih, sehingga kapasitasnya diperbesar dan kontraksi spontan serta hasrat berkemih dikurangi.

Efek pada sistem organ : 1. Susunan Saraf Pusat Pada dosis lazim, atropine merupakan stimulant ringan terhadap SSP, terutama pada pusat parasimpatis medulla, dan efek sedative yang lama dan lambat pada otak.efek pemacu Vagal pusat seringkali cukup untuk menimbulkan bradikardia, yang kemudian nodus SA yang menjadi nyata. Atropine juga menimbulkan kegelisahan, agitasi, halusinasi, dan koma. 2. Mata Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivitas kolinoseptor muskarinik. Aktivitas ini secara efektif dihambat oleh atropine topical dan obat antimuskarinik tersier serta hasilnya aktivitas dilator simpatis yang tidak berlawanan dan midriasis (pupil yang melebar) nampaknya disenangi oleh kosmetik selama Renaissance dan oleh karena ini obatnya disebut belladonna (bahasa italic, wanita cantik) yang digunakan sebag ai obat tetes mata selama waktu itu. Efek penting kedua pada mata dari obat antimuskarinik adalah kelumpuhan otot siliaris, atau sikloplegia. Akibat sigloplegia ini terjadi penurunan kemampuan untung mengakomodasi ; mata yang teratropinisasi penuh tidak dapat memfokus untuk melihat dekat. Kedua efek midriasis dan sigloplegia berguna dalam pftalmologi. Namun efek ini juga cukup berbahaya karena pada pasien dengan sudut kamar depan yang sempit akan menimbulkan gejala glaucoma akut. Efek ketiga dari obat antimuskarinik pada mata adalah mengurangi sekresi air mata. Kadang-kadang pasien akan merasa matanya kering atau mata berpasir bila diberikan obat anti muskarinik dalam dosis besar.

3. Sistem Kardiovaskuler Atrium sangat kaya dipersyarafi oleh serabut syaraf parasimpatis (n.vagus), dan oleh karena itu nodus SA peka terhadap hambatan reseptor muskarinik. Efek denyut jantung yang terisolasi, dipersarafi, dan secara spontan memukul jantung berupa hambatan perlambatan vagus yang jelas dan takikardia relative. Bila diberikan dosis terapi sedang sampai tinggi, maka efek takikardi nampaknya dapat menetap pada pasien tertentu. Namun, dalam dosis kecil justru memacu pusat parasimpatis dan sering menimbulkan gejala brakikardia awal sebelum efek hambatan terhadap vagus perifer menjadi jelas. Dengan mekanisme yang sama juga mengatur fungsi nodus AV; pada keadaan tonus vagus yang meninggi, maka pemberian atropine dapat menurunkan interval PR dalam EKG dengan memblok reseptor muskarinik jantung.

4. Sistem Pernafasan Baik otot polos atau sel kelenjar sekresi pada saluran pernafasan dipersarafi oleh vagus dan mengandung reseptor muskarini. Bahkan pada individu normal, maka efek bronkodilatasi dan pengurangan sekresi setelah menelan atropine dapat diukur. Efek demikian lebih dramatic pada pasien saluran pernafasan terganggu, walaupun obat antimuskarinik ini tidak sebaik pemacu beta-adrenoseptor pada pengobatan asma. 5. Saluran Cerna Hambatan reseptor muskarinik menimbulkan efek dramatic terhadap motilitas dan beberapa fungsi sekresi pada saluran cerna. Seperti pada organ lainnya, pacuan muskarinik eksogen lebih efektif dihambat disbanding efek dari aktivitas saraf simpatis (vagal). 6. Kelenjar Keringat Termoregulasi keringat di tekan pula oleh atropine. Reseptor muskarinik pada kelenjarkeringat ekkrin dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatetik dan dapat

dipengaruhi oleh obat antimuskarinik. Hanya pada dosis tinggi efek antimuskarinik pada orang dewasa akan menimbulkan peninggian suhu tubuh. Sedangkan pada bayi dan anak-anak maka dalam dosis biasapun sudah menimbulkan demam atropine (atropine fever).

You might also like