You are on page 1of 12

Studi Pendahuluan Poliester Sukrosa dari Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Kelapa dengan Sukrosa Menggunakan

Enzim Lipase yang Diproduksi oleh Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens Sri Handayani, Nanik Sugiharni, Britsanti Dewi Hernawati, Sumi Hudiyono PWS Departemen Kimia FMIPA UI Email : yani1964@ui.ac.id, nanique_11235813@yahoo.com, brits_kaktuz@yahoo.com, hudiyono@ui.ac.id PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sawit dan kelapa terbesar di dunia (http://seafast.ipb.ac.id ). Pemanfaatan utama dari produk kedua tanaman tersebut adalah sebagai sumber minyak nabati untuk penyiapan makanan. Hal ini karena minyak sawit dan kelapa dapat menjadi sumber sifat-sifat instimewa makanan, seperti flavor dan rich, smooth mouth feel yang menjanjikan peningkatan rasa enak (palatabilitas) pada makanan (Dziezak, 1989). Oleh karena itu, minyak dan lemak dalam makanan sangat disukai. Akan tetapi konsumsi lemak berlebihan dapat mengakibatkan penyakit tertentu, seperti jantung koroner, kanker, dan kegemukan. Untuk mengurangi resiko tersebut perlu adanya lemak pengganti yang tanpa mengorbankan rasa dan tekstur makanan. Poliester sukrosa (SPE) merupakan senyawa yang memiliki struktur mirip dengan lemak alami, suatu substitusi lemak nonkalori yang tidak tercerna serta tidak terabsorpsikan. SPE dapat mengurangi kegemukan, menurunkan kolesterol LDL, mencegah terbentuknya kanker kolon namun tidak mempengaruhi absorpsi trigliserida. Tahun 1996 Food Drug Administration (FDA) telah memberikan izin penggunaan poliester sukrosa atau olestra sebagai bahan pengganti lemak Pembuatan SPE lebih banyak dilakukan secara kimiawi dan masih sangat sedikit yang dilakukan secara enzimatik. Bergantung pada derajat esterifikasinya, SPE dapat berfungsi sebagai emulsifier untuk makanan atau untuk fat replacer. Oleh karenanya ingin diteliti reaksi transesterifikasi optimum antara asam lemak, dari minyak sawit dan kelapa, dengan sukrosa yang dikatalisis oleh enzim lipase. Enzim lipase telah banyak dikenal memiliki cakupan aplikasi yang amat luas dalam bidang bioteknologi seperti peroduksi pestisida, pengolahan limbah, industri makanan (pembuatan roti, keju), biosensor, detergen, untuk industri kulit, proses pembuatan kertas, dan industri oleokimia (memproduksi asam lemak dan turunannya). Karena harga lipase relatif mahal, dilakukan upaya untuk mendapatkan lipase dengan harga yang relatif lebih murah, yaitu dengan cara fermentasi menggunakan mikroba lokal yang secara spesifik bisa menghasilkan enzim tersebut. Lipase mikroba dapat diproduksi dari bakteri, khamir, dan fungi. Bakteri yang merupakan penghasil lipase antara lain: Bacillus substilis, Propionibacterium acnes, Pseudomonas sp. dan Streptomyces sp. Karena terjadi peningkatan penggunaan enzim lipase di bidang bioteknologi dan mahalnya lipase di pasaran, maka pada penelitian kali dilakukan isolasi enzim lipase dari mikroba lokal, yang kemudian digunakan untuk mengkatalisis reaksi esterifikasi antara asam lemak dari minyak kelapa dengan sukrosa. Pemilihan sukrosa (gula pasir) sebagai bahan baku karena harga yang sangat murah untuk ukuran bahan kimia. Demikian juga minyak kelapa dan kelapa sawit yang merupakan produk unggulan Indonesia, juga sangat mudah diperoleh dengan

harga yang murah. Diharapkan keberhasilan produksi SPE ini akan murah dan dapat meningkatkan/berkontribusi untuk perkembangan industri oleokimia Indonesia STUDI LITERATUR Poliester sukrosa
Lemak pengganti adalah suatu makromolekul yang secara fisik dan kimiawi menyerupai trigliserida (bentuk konvensional lemak dan minyak) dan yang secara teoritis bersifat dapat mengganti lemak dalam makanan dengan perbandingan 1:1, maupun gram per gramnya. Lemak pengganti yang baik, komponen kimiawinya dapat disintesis atau berasal dari modifikasi lemak dan minyak konvensional. Lemak pengganti ini stabil terhadap suhu memasak ataupun menggoreng. Poliester sukrosa mempunyai sifat dapat mengurangi kegemukan,

menurunkan kolesterol LDL, mencegah terbentuknya kanker kolon, namun tidak mempengaruhi absorpsi trigliserida. Poliester sukrosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ester asam lemak sukrosa dan poliester sukrosa. Ester asam lemak sukrosa dengan Derajat Substitusi (DS) 1-3 merupakan ester non ionik yang memiliki gugus yang bersifat lipofilik dan hidrofilik. Ester asam lemak sukrosa dengan derajat substitusi yang rendah dapat digunakan sebagai emulsifier pada makanan dan komestik, sedangkan poliester asam lemak karbohidrat dengan derajat substitusi yang lebih besar antara 4-14 merupakan molekul yang bersifat lipofilik, serta tidak dapat dicerna dan diserap yang digunakan sebagai fat replacer (Adamopoulos, 2006 dan Akoh,1998). Sekitar awal tahun 1996 Food Drug Administration (FDA) telah memberikan izin penggunaan poliester sukrosa atau olestra sebagai bahan pengganti lemak (Times, 1996). Sebagian besar produksi karbohidrat poliester dilakukan secara kimiawi. Salah satu contoh adalah studi yang dilakukan dan dirangkum oleh Sakidja (Sakidja, 1998). Proses produksi PES secara kimiawi saat ini masih dilindungi oleh paten (Yamamoto, 1986). Beberapa studi secara enzimatis menggunakan berbagai gula dengan oleat telah dilakukan oleh In Sang Yoo et.al. Hasil optimal diperoleh menggunakan silitol, sedangkan Dandekar & Patravale melakukan reaksi esterifikasi antara fruktosa dengan lemak dari mango kernel (In Sang Yoo, 2007). Enzim Lipase Lipase (EC 3.1.1.3; triasil gliserol hidrolase) merupakan enzim yang mampu menghidrolisis triasilgliserol pada antar muka (interface) minyak-air untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol. Karena adanya perbedaan kepolaran antara enzim (hidrofilik) dan substrat (lipofilik), maka reaksi yang dikatalisis lipase terjadi pada antar muka (interface) fasa air dan fasa minyak.Enzim lipolitik ini juga mampu mengkatalisis berbagai macam reaksi, seperti hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, dan aminolisis. Lipase dapat diproduksi oleh berbagai jenis mikroba, seperti Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Staphylocococcus aureus dan Bacillus subtilis (Chumaidi, 2009). Lipase yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang bioteknologi, baik sebagai hidrolase untuk bahan aditif pada deterjen maupun sebagai sintetase dalam mengkatalisasi reaksi suatu senyawa rasemik. Enzim yang dihasilkan dari genus ini merupakan suatu katalis yang sangat baik untuk reaksi sintesis transformasi organik dan juga dapat menghasilkan produk dengan keselektifan enansiomer yang tinggi dari reaksi hidrolisis suatu ester kiral (Yapasan, 2008). Karakteristik Lipase yang Dihasilkan oleh Mikroba

Salah satu karakteristik utama dari lipase, yaitu enzim ini dapat bekerja pada lapisan antar muka karena adanya perbedaan kepolaran antara lipase dengan substrat yang dikatalisisnya. Lipase cenderung bersifat polar, sedangkan substratnya berupa senyawa non polar, sehingga lipase bekerja pada bagian antar muka antara fasa yang larut dalam air dan fasa minyak dari substratnya (Yapasan, 2008). Aktivasi pada lapisan antar muka dari lipase ini akan meningkat ketika substrat yang tersedia berada dalam bentuk emulsinya. Sebagai akibat dari karakteristik ini, maka kinetika dari lipase tidak mengikuti aturan klasik model Michaelis-Menten (Jaeger, et al, 1994). Substrat dan produk yang dihasilkan dari katalitik lipase ini terkadang bersifat tidak dapat larut dengan baik dalam media air. Hal ini membuat enzim dapat dengan mudah dipisahkan dari substrat dan produknya (Yapasan, 2008). Pada umumnya, enzim bersifat tidak stabil dalam pelarut organik dan dapat terdenaturasi atau hilang aktifitas katalitiknya. Akan tetapi lipase dapat stabil dan tetap aktif dalam suatu pelarut organik tanpa adanya penambahan senyawa penstabil. Jenis substrat dari lipase juga terkadang tidak dapat larut atau bersifat sedikit larut dalam media air. Karena itu, dalam fenomena seperti ini digunakan suatu pelarut organik atau larutan organik-air sebagai media reaksi (Jaeger et al, 1994). Karena lipase tetap memiliki kemampuan katalitiknya dalam suatu pelarut organik, membuat lipase banyak diaplikasikan dalam bidang bioteknologi (Jaeger et al 1994). Reaksi Esterifikasi Secara Enzimatik Secara sederhana, reaksi esterifikasi merupakan suatu reaksi kimia, berupa pergantian atau pertukaran gugus hidroksil suatu senyawa karboksilat dengan gugus alkil yang bersifat nukleofil dari reaktan. Senyawa nukleofil tersebut umumnya merupakan suatu senyawa yang memiliki gugus hidroksil, seperti alkohol (Schuchardt, Ulf, et all. 1997). Suatu enzim hidrolitik mampu untuk mengkatalisis reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi.
Reaksi ini dapat terjadi pada kondisi jika terdapat kehadiran suatu pelarut organik dalam sistem reaksi. Pada keadaan ini, reaksi yang akan terjadi ialah reaksi kebalikan dari aktivitas lipase pada umumnya. Oleh karena itu, pada kondisi ini lipase akan dapat mengkatalisis suatu reaksi esterifikasi atau transesterifikasi (Adamopoulos, 2006).

[Sumber: Schuchardt, Ulf, et all. 1997] Gambar 1. Kesetimbangan Reaksi Hidrolisis-Esterifikasi Secara Umum Dalam jalur hidrolitik biasa, katalis lipase akan mengikuti prinsip Le Chatelier, yaitu bila pada suatu sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan perubahan-perubahan sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi akan sekecil-kecilnya (Widyanti, 1989). Pada reaksi kesetimbangan di atas (Gambar 1), air adalah nukleofil yang menyerang asil-enzim intermediet. Pada reaksi tersebut, apabila salah satu komponen reaktan dikurangi, misalnya konsentrasi air dalam medium, maka akan terjadi suatu perubahan kesetimbangan kimia ke arah pembentukan senyawa esternya. Untuk dapat mengoptimalkan kondisi reaksi, maka jumlah air yang ada dalam sistem harus diawasi. Bahkan, jumlah air yang ada diminimumkan, namun tetap dipastikan bahwa enzim dalam bentuk aktifnya. Pelarut harus bersifat non polar atau rendah polaritasnya, sehingga tidak mempengaruhi hidrasi enzim. Kondisi reaksi (temperatur, pH, waktu reaksi, rasio molar substrat) dan juga jumlah enzim yang digunakan merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan sintesis (Adamopoulos, 2006). METODE

Media pemeliharaan Media untuk pemeliharaan Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens yang digunakan adalah media Nutrient Agar (NA) Pembuatan Medium Padat untuk Uji Kualitatif Lipase Untuk menguji secara kualitatif apakah mikroba yang digunakan dapat menghasilkan lipase atau ntidak, digunakan medium Na yang mengandung 1% minyak zaitun dan 0,0015 Rhodamin B. Kultur bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens digores secara aseptis pada medium ini, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 oC. Kemudian dilakukan pengamatan di bawah lampu UV pada 366 nm. Jika terdapat pendaran berwarna orange maka bakteri menghasilkan enzim lipase. Pembuatan inokulum Medium cair yang digunakan untuk pembuatan inokulum adalah medium nutrient broth (NB) yang mengandung 1% olive oil pada pH 8. Biakan bakteri disuspensikan ke dalam medium NB tersebutdan diinkubasi pada shaker incubator pada 30 oC selama 48 jam dengan kecepatan agitasi 110 rpm. Penentuan jumlah bakteri yang terdapat pada inokulum dilakukan dengan menggunakan metode Optical Density (OD). Inokulum yang digunakan adalah inokulum dengan nilai OD sekitar 40% yang diukur pada panjang gelombang 620 nm. Fermentasi Inokulum sebanyak 1% (w/v) diinokulasikan ke dalam media fermentasi NB yang mengandung 1% (w/v) olive oil steril. Fermentasi dilakukan selama 4 hari pada temperatur 30oC dengan kecepatan agitasi sebesar 200 rpm. Hasil fermentasi yang diperoleh disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh tersebut mengandung enzim lipase ekstrak kasar. Penentuan Aktivitas Lipolitik Aktivitas lipolitik lipase ditentukan dengan metode titrimetrik menggunakan susbtrat minyak zaitun (Pereira et al.,1997). Sebanyak 1,5 mL enzim lipase dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 8,5 mL emulsi minyak zaitun (5%) gum arabic (5%) dalam buffer fosfat pH 7 dan 1 mL CaCl2, kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 1 jam di horizontal incubator shaker dengan agitasi 150 rpm. Reaksi dihentikan dengan penambahan larutan aseton : alkohol 96% (1 : 1 v/v), kemudian ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,05 N sampai terbentuk warna merah jambu. Pengukuran blanko dilakukan dengan komposisi yang sama, tetapi enzim yang dimasukkan sudah dimatikan dengan memanaskan pada penangas air mendidih selama 10 menit. Aktivitas lipolitik enzim dihitung berdasarkan banyaknya asam lemak bebas yang terbentuk (U/ mL). Penentuan Kadar Protein Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Lowry menggunakan bovine serum albumin (BSA) sebagai standar protein. Penentuan Aktivitas Spesifik Aktivitas spesifik (Unit/mg protein) lipase dapat diketahui dengan menentukan aktivitas lipolitik per mg protein berdasarkan data aktivitas lipolitik total (Unit) dan kadar protein total (mg). Hidrolisis Trigliserida Hidrolisis trigliserida dilakukan untuk mendapatkan asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa. Sebanyak 20 g minyak kelapa dimasukkan ke dalam labu bulat leher tiga, kemudian ditambahkan 100 mL KOH 1M dalam alkohol 95%. Campuran ini kemudian dipanaskan dengan

sistem refluks selama 1 jam pada suhu 622 oC sambil diaduk dengan magnetic stirer. Setelah dipanaskan, campuran tersebut ditambahkan 50 mL aquades dan diasamkan dengan 30 mL HCl 3N. Campuran tersebut diekstraksi dengan 50 mL n-heksana. Lapisan atas dipisahkan dari lapisan bawah. Pada lapisan atas ditambahkan 1 g Na2SO4 anhidrat. Setelah itu, larutan tersebut didekantasi untuk memisahkan padatan Na2SO4 anhidrat. Pelarut n-heksana yang diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 oC hingga filtrat pekat. Sintesis Ester Sukrosa (Reaksi Esterifikasi) Sintesis ester sukrosa dilakukan dengan mencampurkan sukrosa, asam lemak yang terlarut dalam n-heksana, dan enzim lipase ekstrak kasar. Ke dalam campuran ditambahkan larutan buffer fosfat pH=7 dan gum arab sebagai emulsifier, kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC dan diaduk dengan magnetic stirrer. Reaksi esterifikasi dilakukan sampai 96 jamdan dilakukan analisis produk setiap 24 jam. Terminasi Reaksi Esterifikasi Sebelum produk reaksi dikarakterisasi, reaksi esterifikasi diakhiri dengan penambahan NaOH 0,1 N berlebih untuk menetralkan fraksi asam laurat yang tidak bereaksi. Kelebihan basa dititrasi dengan HCl 0,1 N. Pemurnian Ester Sukrosa Sebelum produk ester sukrosa diidentifikasi maka produk ini harus diisolasi terlebih dahulu. Produk ester sukrosa ditambahkan dengan kloroform, kemudian dikocok selama beberapa menit. Setelah itu, campuran tersebut ditambahkan NaOH kemudian diekstraksi dengan corong pisah. Lapisan yang mengandung NaOH dipisahkan dari lapisan yang mengandung kloroform. Kemudian lapisan yang mengandung kloroform dicuci dengan air, kemudian selanjutnya dilakukan identifikasi. Uji Adanya Gugus Ester Untuk mengetahui apakah produk ester sukrosa sudah terbentuk, dilakukan uji adanya gugus ester. Produk poliester sukrosa yang terlarut dalam kloroform ditambahkan metanol, kemudian ditambahkan indikator fenolftalein dan setetes NaOH encer. Kemudian campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air hingga warna merah muda menghilang. Hilangnya warna merah muda setelah pemanasan menandakan adanya gugus ester. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan percobaan. Tahap pertama adalah uji kualitatif bakteri P. Aeruginosa dan P. fluorescens, untuk mengetahui apakah bakteri tersebut dapat menghasilkan lipase ekstraseluler atau tidak. Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk memproduksi lipase dan isolasi untuk mendapatkan lipase ekstrak kasar. Pada tahap ketiga, dilakukan penentuan kondisi optimum aktivitas katalitik lipase ekstrak kasar. Tahap keempat, yaitu pengaplikasian lipase ekstrak kasar sebagai biokatalisator dalam reaksi esterifikasi untuk menghasilkan sukrosa poliester Uji Kualitatif Bakteri Penghasil Lipase. Lipase dapat dihasilkan oleh berbagai mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir. Pada penelitian ini, digunakan spesies dari golongan bakteri untuk menghasilkan lipase, yaitu P. aeruginosa dan P. fluorescens. Digunakannya bakteri ini sebagai penghasil lipase karena lipase yang dihasilkannya bersifat ekstraseluler sehingga memudahkan dalam tahapan isolasinya.

Walaupun demikian, pada penelitian ini tetap dilakukan pengujian kualitatif bakteri penghasil lipase dengan menggunakan zat warna rhodamine B. Uji kualitatif bakteri penghasil lipase dilakukan dengan metode Rhodamine B. Pada metode ini zat warna rhodamine B sebagai indikator adanya asam lemak yang dihasilkan dari proses hidrolisis substrat oleh lipase. Metode uji kualitatif ini merupakan metode pengujian yang spesifik untuk lipase, karena pada uji ini digunakan olive oil sebagai substrat yang sebagian besar komposisinya terdiri dari trigliserida dengan ester asam lemak rantai panjang yang merupakan substrat spesifik yang dikatalisis oleh lipase. Produk hasil hidrolisis substrat tersebut akan berpendar orange apabila disinari di bawah lampu UV pada panjang gelombang 350 nm. Pendaran ini karena terbentuknya suatu kompleks antara ion asam lemak yang dihasilkan pada reaksi hidrolisis enzimatik oleh lipase dengan kationik rhodamine B (Kouker dan Jaeger, 1987). Pendaran orange tidak terbentuk ketika esterase teruji pada uji ini. Rhodamine B dalam minyak zaitun membentuk ikatan kompleks dengan asam lemak bebas (Thomson, et al., 1999). Hasil uji kualitatif adanya lipase pada P. fluorescens juga terdapat pendaran berwarna orange. Namun, pendarannya hanya sedikit, mungkin disebabkan karena bakteri P. fluorescens mampu mensekresikan pigmen berpendar di bawah sinar UV yang disebut pyoverdin, sehingga pendaran berwarna orange tertutupi. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya digunakan metode uji kualitatif yang lain untuk menghindari tertutupinya pendaran berwarna orange.

(a)

(b)

Gambar 1. Hasil Pengamatan Uji Kualitatif Bakteri Penghasil Lipase di bawah sinar UV (a) P. Aeruginosa (b) P. Fluorescens Produksi Lipase Ekstrak Kasar Enzim lipase yang dihasilkan P. aeruginosa dan P. fluorescens merupakan enzim ekstraselular yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan enzim intraseluler. Pada umumnya, enzim ekstraselular bersifat terinduksi. Produksi enzim tersebut akan meningkat jika ada substrat yang sesuai di dalam medium. Tanpa induser, enzim lipase tetap diproduksi, tetapi dalam jumlah yang kecil. Minyak zaitun sering digunakan sebagai induser dalam memproduksi lipase dari mikroba, karena olive oil merupakan induser yang mudah didapat dibandingkan induser yang lain seperti minyak kacang tanah dan minyak biji kapas, dan nabati lainnya. Pada saat P. aeruginosa dan P. fluorescens ditumbuhkan pada medium tanpa olive oil, aktivitas lipase pada supernatan hampir tidak terdeteksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini induser yang digunakan adalah olive oil. Selain itu, senyawa yang dapat digunakan sebagai induser untuk meproduksi lipase oleh P. aeruginosa dan P. fluorescens adalah trigliserida yang mengandung asam lemak rantai panjang, seperti asam oleat (Gupta et al, 2004). Karena olive oil mengandung asam lemak

oleat-linoleat yang cukup tinggi, maka trigliserida ini tepat untuk digunakan sebagai induser bagi lipase P. Aeruginosa dan P. fluorescens. Fermentasi untuk menghasilkan lipase dari P. aeruginosa dan P. fluorescens, yaitu berkisar antara 72 atau 96 jam (Gupta, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa unit aktivitas enzim lipase ekstrak kasar terbesar didapat pada waktu fermentasi hari keempat untuk P. aeruginosa sebesar 16,43 mol/menit mg substrat dan hari kedua untuk P. fluorescens, yaitu sebesar 7,58 mol/menit mg substrat (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Unit Aktivitas Lipase Ekstrak Kasar Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Enzim Lipase Untuk menentukan kondisi optimum aktivitas lipase ekstrak kasar, maka dilakukan pengukuran aktivitas lipolitik lipase ekstrak kasar pada berbagai pH dan suhu. Variasi pH yang digunakan ialah antara 6-9, sedangkan variasi suhu yang digunakan ialah antara 25-50 oC. a. Pengaruh pH Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH pada saat aktivitas enzim maksimal. Derajat keasaman (pH) optimum dari kerja lipase yang dihasilkan bakteri P. aeruginosa cenderung pada pH netral atau pada pH alkali (Gupta, 2004). Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa aktivitas katalitik dari lipase ekstrak kasar dipengaruhi secara signifikan dengan adanya perubahan nilai pH. Nilai pH optimum yang diperoleh untuk aktivitas katalitik lipase ekstrak kasar adalah pada pH 7. Pada pH ini, nilai aktivitas enzim sebesar 16,43 umol/ menit mg substrat untuk lipase P. aeruginosa dan 7,58 umol/ menit mg substrat untuk lipase P. fluorescens.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Variasi pH terhadap Aktivitas Lipase Ektrak Kasar Pengaruh Suhu Suhu optimum pada proses fermentasi enzim belum tentu menyatakan suhu optimum enzim yang dihasilkan, karena stabilitas suatu enzim terhadap temperatur dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mengakibatkan terjadinya perbedaan sifat enzim. Faktor tersebut antara lain pH, kekuatan ion, dan hadirnya ligan atau kofaktor (Budiyanti, 1994).

Gambar 4. Grafik pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Lipase Ekstrak Kasar Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa suhu optimum untuk kerja liplitik lipase ekstrak kasar adalah 30 oC, baik untuk lipase P. aeruginosa maupun lipase P. fluorescens. Pada suhu di bawah dan di atas suhu optimum tersebut, nilai aktivitas katalitik lipase cenderung memiliki nilai yang rendah. Pada suhu di bawah 30oC, lipase ekstrak kasar tidak mengalami denaturasi atau kehilangan fungsi katalitiknya. Penurunan nilai aktivitas lipase ekstrak kasar terjadi karena pada suhu rendah, reaksi akan berjalan lebih lambat dibandingkan kecepatan reaksi pada suhu optimum. Pada suhu di atas 30oC, penurunan nilai aktivitas lipase ekstrak kasar disebabkan berkurangnya fungsi katalitik enzim pada suhu tinggi. Pada suhu tinggi, terdapat getaran panas media yang dapat mendestabilkan struktur enzim.

Penentuan Kadar Protein dan Aktivitas Spesifik Lipase Ekstrak Kasar Penentuan kadar protein yang terdapat pada lipase ekstrak kasar dilakukan dengan metode Lowry. Berdasarkan data yang diperoleh, kadar protein yang diperoleh pada lipase ekstrak kasar yang diisolasi yaitu 397, 26 ug/ mL untuk lipase P. aeruginosa dan 362,53 untuk lipase P. fluorescens. Berdasarkan data kadar protein dan nilai aktivitasnya, maka dapat diketahui kemurnian lipase ekstrak kasar yang diperoleh. Menurut data tersebut aktivitas spesifik lipase P. aeruginosa yang diperoleh adalah 55,1468 U/ mg protein dan 0,67 U/mg protein untuk lipase P. fluorescens. Hidrolisis Trigliserida Dalam proses hidrolisis trigliserida (minyak kelapa) untuk membentuk asam lemak, digunakan katalis basa, yaitu KOH dalam etanol. KOH/NaOH dalam etanol yang berfungsi sebagai katalis dalam proses saponifikasi sedangkan KOH/NaOH dalam air hanya membentuk ion K+/Na+ dan OH-. Oleh karena itu, KOH dalam etanol digunakan untuk menghindari terbentuknya sabun yang berwujud padat. Dalam reaksi hidrolisis trigliserida minyak kelapa didapat asam lemak yang berwujud cairan berwarna bening (Gambar 5). Hal ini disebabkan oleh sebagian besar asam lemak yang terkandung dalam minyak kelapa adalah asam lemak rantai sedang sehingga pada suhu kamar berwujud cair.

(a)
(a) Asam Lemak Minyak Kelapa

(b)

Gambar 5. Asam Lemak Hasil Hidrolisis (b) Asam Lemak Minyak Sawit

Reaksi hidrolisis tahap pertama pada minyak sawit dilakukan dengan pemanasan pada temperatur konstan, yaitu 60oC. Pada reaksi hidrolisis minyak sawit ini digunakan katalis basa, yaitu KOH dalam etanol. Fungsi etanol untuk menurunkan perbedaan kepolaran antara KOH yang bersifat polar dengan yang non polar. Pelarut etanol akan berperan dalam menjembatani KOH untuk dapat bereaksi dengan minyak sawit. Selanjutnya larutan hasil reaksi tahap tersebut diekstraksi dengan heksana dan akuademin untuk memisahkan senyawa-senyawa lipid tidak tersabunkan. Lipid tersabunkan akan terdapat pada fasa air, sedangkan lipid tidak tersabunkan berada dalam fasa heksana. Lapisan fasa air yang mengandung garam kalium asam lemak tersebut diasamkan dengan menggunakan HCl, sehingga terbentuk senyawa asam lemaknya. Untuk memisahkan asam lemak yang terbentuk, digunakan teknik ekstraksi dengan penambahan pelarut heksana. Pada proses ekstraksi ini akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas berupa senyawa asam lemak yang larut dalam heksana,

sedangkan lapisan bawah merupakan lapisan yang larut dalam fasa air yang terdiri dari garam KCl dan etanol. Sintesis Ester Sukrosa (Reaksi Esterifikasi) Reaksi esterifikasi pembentukkan ester asam lemak sukrosa dilakukan pada kondisi optimum enzim lipase ekstrak kasar, yaitu pada pH=7 dan suhu 30 oC. Sebelum produk reaksi dikarakterisasi reaksi esterifikasi diakhiri dengan penambahan NaOH 0,1 N berlebih untuk menetralkan fraksi asam laurat yang tidak bereaksi. Ketika ditambahkan NaOH, larutan menjadi keruh. Kelebihan basa dititrasi dengan HCl 0,1 N. Pada reaksi esterifikasi ini juga digunakan gum arab sebagai agen pengemulsi, agar kontak yang terjadi pada bagian antar fasa enzim substrat dapat maksimum. Selain itu, pada sistem juga diberikan ion Ca2+ untuk meningkatkan aktivitas lipase ekstrak kasar yang dihasilkan. Pemurnian Ester Sukrosa Setelah masa inkubasi selama empat hari, reaksi pada sistem dihentikan dengan menggunakan NaOH hingga berlebih. Jumlah NaOH yang berlebih ini kemudian dinetralkan dengan larutan HCl. Selanjutnya, larutan campuran tersebut diekstraksi menggunakan kloroform. Sukrosa ester akan terdapat pada lapisan kloroform, sedangkan NaOH dan ion-ion lainnya akan terdistribusi dalam fasa air. Lapisan kloroform tersebut kemudian dipisahkan dan dilarutkan dalam metanol untuk memisahkan asam lemak minyak sawit yang tidak bereaksi dan sukrosa ester berderajat substitusi rendah (Gugus OH tersubtitusi asam lemak sebanyak 1 hingga 3 buah) dari senyawa sukrosa ester berderajat substitusi tinggi (Gugus OH tersubstitusi asam lemak sebanyak 4 hingga 8 buah). Pengujian Adanya Gugus Ester yang Terbentuk Untuk mengetahui apakah produk ester sukrosa sudah terbentuk atau belum, maka dilakukan uji adanya gugus ester. Sebelum dilakukan uji ini, campuran reaksi ditambahkan metanol. Pada saat penambahan metanol, larutan menjadi bertambah jernih. Ke dalam campuran diberikan larutan NaOH berlebih beserta indikator fenolftalein hingga berwarna merah muda. Selanjutnya senyawa uji tersebut dipanaskan pada temperatur 60 oC hingga warna merah muda yang ada hilang menjadi tidak berwarna.

Gambar 6. Reaksi Degradasi Warna Merah Muda yang Terjadi Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 6), degradasi warna merah muda terjadi dengan cepat walaupun tanpa perlu dilakukan pemanasan. Hal ini mengindikasikan bahwa produk reaksi, yaitu sukrosa ester asam lemak belum terbentuk. Hilangnya warna merah muda pada larutan tersebut terjadi karena NaOH uji yang diberikan bereaksi dengan asam lemak yang masih

terdapat pada larutan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa produk dari reaksi yang telah diinkubasi selama empat hari ini masih berupa asam lemak minyak sawit dan belum membentuk senyawa sukrosa ester. Apabila terbentuk senyawa ester pada larutan hasil reaksi, maka pada saat penambahan NaOH uji dengan indikator fenolftalein, warna merah muda yang terbentuk tidak hilang hanya karena adanya pengocokan. Belum terbentuknya produk ester asam lemak sukrosa mungkin disebabkan oleh aktivitas enzim lipase ekstrak kasar yang terlalu kecil. Selain itu, tidak terbentuknya produk sukrosa ester asam lemak ini juiga dapat disebabkan adanya penurunan aktivitas dari lipase ekstrak kasar dalam pelarut organik yang digunakan. Adanya pelarut organik ini akan membuat perubahan konformasi dari sisi aktif enzim, dan dapat mengakibatkan berkurangnya sifat katalitik dari lipase ekstrak kasar. Salah satu korelasi terbaik antara aktivitas katalitik dengan hidrofobisitas pelarut diperoleh jika menggunakan nilai log P. Nilai P tersebut merupakan koefisien partisi dari 1oktanol dan air yang menyatakan perbandingan antara konsentrasi komponen yang larut dalam noktanol terhadap konsentrasi komponen yang larut dalam air. Nilai log P ini digunakan sebagai parameter hidrofobisitas suatu pelarut organik. Kegunaan dari log P adalah untuk mengetahui kecenderungan proporsional antara aktivitas katalitik yang tinggi terhadap hidrofobisitas yang tinggi pula. Nilai P diberi batasan sebagai koefisien partisi (Singh, 2008). Dengan rumusan sebagai berikut, P= Aktivitas enzim akan menjadi lebih tinggi apabila terdapat dalam pelarut organik yang hidrofobik dengan nilai log P > 4, seperti heptana, oktana, dekanol, dan heksadekana. Nilai aktivitasnya akan mengalami penurunan apabila terdapat dalam pelarut dengan nilai 2 < log P < 4, seperti pada pelarut heksana, toluena, benzena, heptanol, dan oktanol. Nilai aktivitas enzim akan menjadi lebih rendah dari aktivitas awal pada lingkungan aqueousnya apabila terdapat dalam pelarut organik yang bersifat hidrofilik dengan nilai log P < 2, seperti pada alkoholalkohol rantai pendek. Berdasarkan tinjauan mengenai sifat hidrofobisitas (Log P) dari pelarut organik, dapat dilihat bahwa pelarut heksana memliki nilai log P sebesar 3,5 (Musthofa, 2009), yang dapat menurunkan sifat katalitik lipase ekstrak kasar yang digunakan. Oleh sebab itu, sifat katalitik lipase ekstrak kasar akan berkurang dan mengakibatkan terlalu kecilnya nilai aktivitas yang dimiliki oleh lipase ekstrak kasar yang digunakan sebagai biokatalis pada reaksi esterifikasi enzimatik. Terlalu rendahnya nilai aktivitas yang dimiliki lipase ekstrak kasar akan mempersulit lipase untuk dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi antara asam lemak minyak sawit dengan sukrosa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, 1. Kondisi optimum untuk produksi enzim lipase ekstrak kasar adalah pH media 7 pada suhu 30oC. dengan waktu kultivasi selama 96 jam untuk P. aeruginosa dan 48 jam untuk P. fluorescens. 2. Nilai aktivitas maksimum enzim lipase ekstrak kasar diperoleh pada suhu reaksi 30 oC dengan kondisi pH larutan reaksi netral atau pH = 7. Nilai aktivitas maksimum yang diperoleh, yaitu 16, 43 mol/ menit mg substrat untuk lipase P. aeruginosa dan 7,58 untuk lipase P. fluorescens.

3. Nilai aktivitas spesifik lipase P. aeruginosa sebesar 41,36 U/ mg protein sedangkan lipase P. fluorescens sebesar0,67 U/mg protein . 4. Enzim lipase ekstrak kasar yang diproduksi dari kultur fermentasi bakteri Pseudomonas aeruginosa dan P. fluorescens belum dapat berperan sebagai biokatalisator pada reaksi esterifikasi antara asam lemak minyak goreng sawit dengan sukrosa. DAFTAR PUSTAKA http://seafast.ipb.ac.id/seafast.info/informasi%20gratis/Kajian%20Pasar%20Industri%20Hilir %20Kelapa%20Sawit.pdf Adamopoulos, Lambrini. 2006. Understanding the Formation of Sugar Fatty Acid Esters. North Carolina State University. Raleigh. Akoh, Casimir C. Ph.D. 1998. Fat Relacers. Publication of the Institute of Food Technologist Expert Panel on Food Safety and Nutrition. Budiyanti, Siswi. 1994. Mempelajari Pengaruh Komposisi Media dan Penggunaan Induser pada Produksi Enzim Lipase dari Candida rugosa. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Chumaidi, et al. (2009, Oktober). Amobilisasi Lipase dari Bacillus substilis sebagai Biokatalisator Pembuatan Biodiesel dari Minyak Randu. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-STNKI 2009, Malang. Dziezak, 1989; Swanson dan Akoh, 1994 dalam Sakidja. 1998. Sintesis Poliester Asam Lema Sukrosa dari Minyak Kelapa Sebagai Bahan Pengganti Lemak Untuk Makanan Rendah Kalori. Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gupta R., N. Gupta, & P. Rhati. 2004. Bacterial Lipases: an Overview of Production, Purification, and Biochemical Properties. Microbiol Technol, 64, 763-781. New Delhi. In Sang Yoo, Sang Joon Park, and Hyon Hee Yoon. 2007. Enzymatic Synthesis of Sugar Fatty Acid Esters. J. Ind. Eng. Chem., Vol. 13, No. 1, 1-6. Jaeger et al. 1994. Bacterial Lipases. FEMS Microbiology Review, 15, 29-63. Sakidja. 1998. Sintesis Poliester Asam Lema Sukrosa dari Minyak Kelapa Sebagai Bahan Pengganti Lemak Untuk Makanan Rendah Kalori. Disertasi . Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schuchardt, Ulf, et all. 1997. Transesterification of Vegetable Oil: a Review. Journal Brazil Chemistry Vol. 9 No. 1 199-210. Brazil. Singh, Manpreet. 2007. Transesterification of Primary and Secondary Alcohols Using Pseudomonas aeruginosa Lipase. India. National Institute of Pharmaceutical Education and Research. Times, 1996 dalam Sakidja. 1998. idem. Widyanti, Astarina. 1989. Studi Pendahuluan Reaksi Esterifikasi Asam Stearat dan Gliserol dengan Katalis Lipase. Skripsi Sarjana Departemen Kimia Universitas Indonesia. Depok. Yamamoto, T. and K. Kimani. 1986. Production of Sucrose Fatty Acid Polyester. US Patent, No. 4,611,055. Yapasan, Ece. 2008. Partial Purificationand Characterization of Lipase Enzyme From a Pseudomonas Strain. Thesis to Graduate School of Engineering and Sciences of Izmir Institute of Technology. Izmir.

You might also like