You are on page 1of 10

ISLAM DAN FEMINISME

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Membicarakan kaum wanita dan kedudukannya dalam kehidupan sosial tentulah menarik. Apalagi dalam masyarakat yang secara umum bersifat patrilineal (memuliakan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan).1 Diketahui bahwa wanita adalah bagian dari eksistesi komunitas basyari (insan). Kaitannya dengan kaum maskulin, dia adalah sebagai ibu, saudari, istri, bibi. Kehidupan masyarakat tidak akan ada tanpa perempuan dan laki-laki, memikul beban kebangkitan bersama sesuai dengan fitrah yang telah Allah SWT ciptakan dengan bimbingan petunjuk samawi Pada masa jahiliyah yang beragam, kondisi kaum hawa ini sangat terpojokkan , hakhaknya dirampas,dan pandangan terhadapnya sangat mendiskreditkan, hingga datang Islam membebaskannya dari kezaliman Jahiliyah, mengembalikan dan memuliakannya sebagai insan, anak, istri, ibu dan anggota masyarakat.2 Dan dalam masyarakat modern hal tersebut biasa disebut dengan istilah emansipasi. Dan di Barat hal ini dikenal dengan istilah feminisme. Namun dalam pelaksanaannya, bentuk pemuliaan terhadap perempuan yang terjadi di dunia Barat dan di dunia Islam sangat jauh berbeda.

B. Rumusan Masalah

Apa itu feminisme? Dan bagaimana feminisme yang terjadi di dunia Islam yang merupakan bagian dari feminisme yang sekarang ini tengah menjadi sorotan dunia?
1 2

Shah, M.Aunul Abied. Islam Garda Depan. Bandung; Mizan. 2001. h. 235 Ibid. h. 188-189

PEMBAHASAN

A. Sejarah Dan Pengertian Feminisme

Sejarah feminis di Indonesia telah dimulai pada abad 18 oleh RA Kartini melaluihak yang sama atas bidang pendidikan bagi anak-ank perempuan. Perjuangan feminis sering disebut dengan istilah gelombang/wave dan menimbulkan

kontroversi/perdebatan mulau dari feminis gelombang pertama (first wave feminism) dari abad 18 sampai ke pra 1960, kemudian gelombang kedua setelah tahun 1960, dan bahkan gelombang ketiga atau Post Feminism. Feminisme berasal dari bahasa latin femina , yang artinya memiliki sifat keperempuanan. Feminisme muncul pada tahun 1960-an, atau ada petunjuk lain bahwa feminisme telah muncul dua hingga tiga abad sebelumnya, adalah paham yang menuntut hak sepenuhnya kaum perempuan atas ketimpangan posisi disbanding lakilaki, dan lambat laun hal itu sering disebut sebagai gerakan feminisme, yang sebenarnya sudah merupakan bentuk aktualisasi upaya pembebasan diri kaum perempuandari berbagai ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan. Seiring perjalanannya, feminisme barat dalam memperjuangkan hak-haknya dan mewujudkan cita-citanya, sering mengabaikan pengalaman perempuan dari latar belakang budaya yang berbeda dengan mereka. Padahal konsep gender yang mereka populerkan adalah menyamakan dan mensetarakan posisi laki-laki dan perempuan yang ditentukan oleh sosial dan budaya tergantung pada tempat atau wilayahnya. Feminisme barat atau sering disebut feminisme arus utama, tidak memperdulikan ragam budaya yang mempengaruhi perempuan itu sendiri, sehingga perempuan yang berada di negara berkembang (dunia ketiga) disebut oleh feminis barat sebagai perempuan yang bodoh, terbelakang, buta huruf, tidak progresif dan tradisional. Pemikiran barat yang seperti ini memancing para perempuan yang tidak berpihak kepadanya, sehingga mereka mengembangkan teori-teori lain yang lebih

sesuai dengan kebutuhan, latar belakang, agama, ragam dan budaya mereka. Maka munculah feminisme kulit hitam, feminisme eropa timur dan feminisme Islam.

B. Lahirnya Feminisme Islam Sebenarnya kedatangan Islam pada abad ke-7 M membawa revoulusi gender. Islam hadir sebagai ideologi pembaharuan terhadap budaya-budaya yang menindas perempuan, merubah status perempuan secara drastis. Tidak lagi sebagai second creation (mahluk kedua setelah laki-laki) atau penyebab dosa. Justru Islam mengangkat derajat perempuan sebagai sesama hamba Allah seperti halnya laki-laki. Perempuan dalam Islam diakui hak-haknya sebagai manusia dan warga negara, dan berperan aktif dalam berbagai sektor termasuk politik dan militer. Islam mengembalikan fungsi perempuan yang juga sebagai khalifah fil ardl pengemban amanah untuk mengelola alam semesta. Jadi dengan kata lain, gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah peradaban manusia sudah dipelopori oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Lalu ketika pada abad ke-18 timbul gerakan yang membebaskan perempuan di Eropa, itu dikarenakan kedangkalan mereka terhadap sumber-sumber Islam-aturan baru yang diturunkan Allah untuk menghapus aturan cacat yang mereka miliki (Bibel). Yang seharusnya ketika mereka mengenal Islam maka sudah cukuplah semua aturan yang ada dalam Islam (Al-Quran dan Sunnah) untuk memenuhi tuntutan mereka, hak-hak mereka yang di tindas oleh budaya saat itu. Tapi penyebaran Islam ini terhambat oleh mereka yang tidak mau tunduk pada Islam, walaupun sebenarnya mereka mengetahui kemuliaan Islam. Gerakan feminis tidak akan pernah berhasil jika tidak kembali mengacu pada ajaran Islam (Al-Quran dan Sunnah). Gagasan-gagasan asing yang diimpor dari Barat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, hanya akan memperburuk kondisi perempuan dan mengantarkan ke dalam jurang kehancuran yang lebih dalam.

Sehingga, pejuang gender hendaknya kembali pada Quran dan Sunnah, sesungguhnya inilah jalan yang akan mengantarkan kaum perempuan pada kemulyaan, yang akan mengantarkan masyarakat menuju peradaban besar.

C. Memahami Feminisme Feminisme, dapat diberi pengertian sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempaun maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Menurut definisi ini, seseorang yang mengenali adanya sexisme(diskriminasi atas dasar jenis kelamin), dominasi lelaki serta system patriaki dan melakukan suatu tindakan untuk menentangnya adalah seorang feminis. Adapun seorang feminis muslim menurut Yuhanar Ilyas, selain harus memenuhi criteria tersebut, yakni memiliki kesadaranakan ketidakadilan gender yang menjadi benang merah pengikat semua paham feminisme, dia haruslah beragama Islam dan mempersoalkan ajaran Islam. Menurut analisis fenimisme, ketidakadilan gender tersebut muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan dengan konsep seks. Sekalipun kata gender dan seks secara bahasa memang mempunyai makna yang sama, yaitu jenis kelamin. Konsep seks, bagi para feminis, adalah suatu sifat yang kodrati (given), alami, dibawa sejak lahir dan tak bisa diubah-ubah. Konsep seks hanya berhubungan dengan jenis kelamin dan fungsi-fungsi dari perbedaan jenis kelamin itu saja. Seperti bahwa perempuan itu bisa hamil, melahirkan, menyusui, sementara lelaki tidak. Adapun konsep gender, menurut feminisme, bukanlah suatu sifat yang kodrati atau alami, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural yang telah berproses sepanjang sejarah manusia. Umpamanya bahwa perempuan itu lembut, emosional, hanya cocok mengambil peran domestic, sementara lelaki itu kuat, rasional, layak berperan di sector public. Disini, ajaran agama diletakkan dalam posisi sebagai salah

satu pembangunan konstruksi sosial dan kultural tersebut. Melalui proses panjang. Konsep gender tersebut akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Maksudnya, seolah-olah bersifat biologis dan kodrati yang tak bisa diubah-ubah lagi .

Para feminisme muslim mengajukan konsep kesetaraan sebagai solusi terhadap problem ketidaksertaan gender. Asghar, salah satu orang dari mereka, mengajukan konsep kesetaraan antara lelaki dan perempuan dalam Al-Quran yang menurutnya mengisyaratkan 2 (dua) hal : 1. Pertama, dalam pengertiannya yang umum, harus ada penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setaraa . 2. Kedua, orang yang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang social, ekonomi dan politik, seperti kesetaraan hak untuk mengadakan akad nikah atau memutuskannya, kesetaraan hak untuk memiliki atau mengatur harta miliknya tanpa campur tangan pihak lain, kesetaraan hak untuk memilih atau menjalani cara hidup, dan kesetaraan hak dalam tanggung jawab dan kebebasan . Secara ringkas, substansi ide feminis muslim ini menurut Taqiyyuddin AnNabhani ialah menjadikan kesetaraan (al-musaawah/equlity) sebagai batu loncatan atau jalan untuk meraih hak-hak perempuan. Feminisme pasa dasarnya adalah keseteraan kedudukan laki-laki dan perempuan. Sementara ide cabang yang di bangun di atas dasar itu, ialah kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan perempuan . Berdasarkan konsep kesetaraan, para feminis muslim membatalakan dan

mengganti hukum islam yang mereka anggap tidak sesuai dengan konsep kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Namun mereka tidak menyebutnya sebagai penggantian atau pembatalan hokum islam, melainkan penafsiran ulang atau bahkan pelusuran dan koreksi. Jadi seolah-olah hukum islam ditafsirkan keliru, sehingga perlu diluruskan oleh para feminisme muslim. Para mufassir atau mujtahid yang mengistinbath hokum-hukum yang dianggap mengekalkan ketidakadilan gender tersebut, oleh kaum feminis muslim dicap secara sepihak sebagai orang yang terkena

bias gender dalam ijtihadnya, serta dinilai hanya bermaksud mengekalkan dominasi laki-laki atau penindasan wanita. Untuk menjustifikasi penafsiran mereka, mereka menggunakan metode historis-sosiologis untuk memahami nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah. Metode ini mengasumsikan bahwa kondisi sosial masyarakat merupakan ibu kandung yang melahirkan berbagai peraturan. Tgasnya, kondisi masyarakat adalah sumber hukum. Lahirnya hukum pasti tidak terlepas dari kondisi suatu masyrakat dalam konteks ruang (tempat) dan waktu (fase sejarah) yang tertentu. Sehingga jika konteks sosial berubah ,maka peraturan dan hukum turut pula berubah. Dalam hal ini, para feminis memandang telah terjadi perubahan konteks sosial yang melahirkan hukum-hukum Islam seperti di atas. Karenanya, hukum-hukum itu harus ditafsirkan ulang agar sesuai dan relevan dengan konteks masyarakat modern saat ini .

D. Ekonomi Dari Sudut Pandang Feminisme Sektor ekonomi menduduki posisi yang vital, mengingat krisis yang di derita Indonesia mempunyai dampak terbesar menurunnya kemampuan ekonomi atau dalam istilah lain meningkatnya tingkat kemiskinan, di mana dalam krisis disinyalir bukan saja terjadi pemiskinan, namun pemiskinan terhadap perempuan (feminization of proverty). Rekomendasi dari dunia Internasional kepada Indonesia, termasuk di dalamnya prioritas program yang diarahkan kepada Indonesia adalah penanggulangan kemiskinan. Rekomendasi kebijakan di sector ekonomi adalah melalui evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan upaya mengarus utamakan gender di setiap sektor ekonomi. dua kebijakan Undang-Undang yang tidak sensitif dan tidak responsif gender, yaitu: UU No. 9/1995 tentang Usaha Kecil UU No. 10/1994 tentang Pajak Penghasilan

UU No. 14/ 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja UU No. 3/1992 tentang Jaminan sosial Tenaga Kerja Dalam bidang kegiatan usaha yang semakin hari semakin tumbuh dan

menampakkan variasi yang beraneka ragam, perlu kiranya dibedakan adanya wanita sebagai tenaga kerja yang mengisi kesempatan yang tersedia dan wanita sanggup menciptakan lapangan kerja bagi lingkungannya. Justru dalam bidang industri kecil dan industri rumah tangga ini kesempatan sangat banyak meskipun pengelolaannya sederhana, tetapi hasilnya yang cepat. Hal ini dipengaruhi dari faktor utama, yaitu faktor pendidikan yang maksimal seiring berkembangnya zaman, sehingga wanita semakin berkembang. Misalnya wanita membuka industri rumah tangga berupa produksi kue-kue, barang konveksi, berbagai kerajinan tangan untuk kemudian dijual.

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Feminisme sebenarnya sudah ada sejak dua abad yang lalu jauh sebelum orang-orang Barat mengenal feminisme. Tapi penggunaan istilah feminisme pertama kali dipopulerkan di barat. Feminisme adalah suatu bentuk pengakuan atas posisi perempuan di masyarakat yang disejajarkan dengan kaum pria dengan tidak hanya melihat perbedaan jenis kelamin saja. Feminisme juga tidak hanya di barat saja, tetapi juga sudah merambah masuk ke dunia Islam. Dewasa ini di mata dunia Internasional memandang agama islam adalah agama yang paling mengekang hak perempuan, apalagi di perkuat dengan islam memperbolehkan poligami. Di negara arab para lelaki di perbolehkan memiliki istri berapapun sedangkan islam melarang perempuan mempunyai suami lebih dari satu. Seorang perempuan harus mengenakan burkha yang hanya meninggalkan mata untuk melihat, perempuan hanya berdiam di rumah mengerjakan semua pekerjaan rumah, perempuan tidak boleh jadi pemimpin dan banyak lagi. Bahkan ada film dokumenter buatan orang amerika menggambarkan bagaimana menderitanya kaum perempuan hidup di tengah peradaban islam. Apakah benar islam mengajarkan hal seperti itu atau apakah umat islam yang salah menafsirkan tentang ajaran islam bagaimana memperlakukan perempuan. Tetapi bukan hanya islam yang di pandang mendiskriminasikan wanita, sesuatu di luar agama pun seperti budaya budaya di berbagai belahan dunia banyak yang memandang perempuan lebih rendah dari pada laki laki. Menurut feminis muslim menganggap bahwa kesetaraan laki-laki dan perempuan, otomatis menyebabkan kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Dan dalam Islam sendiri dikatakan bahwa Islam memandang laki-laki dan perempaun secara setara juga, dan bahwa Allah secara umum memberikan hak dan kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi dalam realitanya,

banyak feminis Islam yang lebih mengutaman logika dari pada ajaran agama dalam menyikapi suatu persoalan.

Faktanya perempuan muslimah lebih senang mengikuti pemikiran feminisme yang membuatnya terlena oleh glamornya dunia dan kecantikan dari pada mengikuti ajaran agamanya yang sudah di anut dari kecil. Wanita sekarang merasa malu bila berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan merasa lebih inferior bila berprofesi sebagai dokter, pengacara atau pengusaha dalam sikap ini kita dapat melihat sampai dimana feminisme telah merasuk ke setiap sel otak perempuan. Mereka meninggalkan tugas utama sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur Rumah tangga) dan posisi mereka sebagai muslimah yang harus terikat dengan hukum-hukum syara. Mereka telah terbelenggu kepada perjuangan yang bersifat individual dan semata-mata mendapatkan keuntungan.

DAFTAR PUSTAKA

Asghary, Basri Iba. SOLUSI ALQURAN: Tentang Problem Sosial, Politik, Budaya. Jakarta : Rineka Cipta. 1994

Sabiq, Sayid. ISLAM: Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. 1994

Shah, M.Aunul Abied. ISLAM GARDA DEPAN. Bandung: Mizan.2001

http:/www.suarapembaruan.com/news/2004/03/09/index.html.

http://ushuluddins.multiply.com/journal/item/34. Silmy-Kaffah

http://ahmadsidqi.wordpress.com/

10

You might also like