You are on page 1of 15

Pengaruh Pemberian Angkak terhadap Jumlah Trombosit dan Waktu Pembekuan Darah pada Tikus yang mengalami Anemia

Perdarahan The Influence of Giving Angkak to The Number of Thrombocyte and Clotting Time on Bleeding Anemic Rat Muhamad Yusuf Junaedi1, Zulkhah Noor2
2

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstrak Angkak is one of herbal medicine which is used by people to increase the number of thrombocyte, especially on dengue haemoragic fever case. The objective of this research is to know the influence of angkak giving to the number of thrombocyte and clotting time that is tested on rat made to bleed. The method of this research is laboratorium experimental with pre-test and post-test control group design. The subject of this research is using 50 experimental animal divided into 10 groups of treatment which is normal rat group, bleeding rat group, group of rat given angkak dose 1 mg/rat/day, 2 mg/rat/day, 36 mg/rat/day, and 72 mg/rat/day and group of bleeding rat with given angkak dose 1 mg/rat/day, 2 mg/rat/day, 36 mg/rat/day,and 72 mg/rat/day. The measuring of thrombocyte level and clotting time is done before and after treatment. Statistic analysis used is Paired T-test and Anova then continued to Post Hoc test. The average of the increasing number of thrombocyte in group with giving angkak is -31,7 103/mm3 with p value>0,05 and bleeding group with angkak giving of 161,67 103/mm3 with p value>0,05 and anova test between group with p value=0,094. The average of clotting time boosting of the group given angkak in 24 seconds with p value<0,05 and bleeding group with angkak giving in 29 second with p value<0,05 and anova test between group with p value=0,066. The result of this research showed that giving angkak on normal and bleeding rat cannot influence in the number of thrombocyte significantly,but giving angkak on normal and bleeding rat can influence clotting time significantly. Keyword : Angkak, thrombocyte, thrombocytopenia, clotting time Intisari Angkak merupakan salah satu obat herbal yang digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan jumlah trombosit, terutama pada kasus demam berdarah dengue. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian angkak terhadap jumlah trombosit dan waktu pembekuan yang dicobakan pada tikus yang dibuat perdarahan. Metode penelitian ini adalah eksperimental laboratorium pre-test and post-test control group design. Subyek penelitian menggunakan 50 hewan coba yang dibagi dalam 10 kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus normal,

kelompok tikus perdarahan, kelompok tikus yang diberi angkak dosis 1 mg/ekor/hari, 2 mg/ekor/hari, 36 mg/ekor/hari, 72 mg/ekor/hari dan kelompok tikus perdarahan yang diberi angkak dosis 1 mg/ekor/hari, 2 mg/ekor/hari, 36 mg/ekor/hari, dan 72 mg/ekor/hari. Pengukuran jumlah trombosit dan waktu pembekuan darah dilakukan sebelum dan setelah perlakuan. Analisis statistik yang dipakai adalah Paired T test dan Anova yang dilanjutkan Post Hoc test. Rata-rata peningkatan jumlah trombosit kelompok pemberian angkak sebesar -31,7 103/mm3 dengan nilai p>0,05 dan kelompok perdarahan disertai pemberian angkak sebesar 161,67 103/mm3 dengan nilai p>0,05 dan tes anova antar kelompok dengan nilai p=0,094. Rata-rata percepatan waktu pembekuan kelompok pemberian angkak sebesar 24 detik dengan nilai p<0,05 dan kelompok perdarahan disertai pemberian angkak sebesar 29 detik dengan nilai p<0,05 dan tes anova antar kelompok dengan nilai p=0,066. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian angkak pada tikus normal dan perdarahan tidak menimbulkan perubahan jumlah trombosit secara bermakna, sedangkan pemberian angkak pada tikus normal dan perdarahan dapat mempercepat waktu pembekuan secara bermakna. Kata kunci : Angkak, trombosit, trombositopenia, waktu pembekuan darah Pendahuluan Trombosit merupakan sel darah yang mempunyai peranan penting dalam proses pembekuan dan memulai perbaikan pembuluh darah yang cidera. Darah biasanya mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/l. Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cidera vaskular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Jika pembuluh darah terluka, ada beberapa tahap untuk membentuk bekuan darah yang normal. Pertama, pembuluh darah yang terluka dan mengalami perdarahan akan menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah yang luka. Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak, disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka, disebut agregasi trombosit. Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin. Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand) bekerja secara berurutan dengan mengaktifkan kaskade protein

perkusor yang bersirkulasi melalui proteolisis dalam reaksi berantai yang disebut cascade koagulasi1. Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah trombosit dalam darah berada di bawah normal2, sehingga jika terjadi perdarahan akibat rusaknya jaringan darah akan sulit untuk membeku dan menghentikan perdarahan. Penyebab umum dari trombositopenia yaitu (1) Kegagalan produksi trombosit karena kegagalan sumsum tulang umum, obat-obatan, defek kongenital; (2) Peningkatan konsumsi trombosit karena reaksi autoimun, infeksi, purpura pasca transfusi, obat-obatan seperti heparin; (3) Distribusi trombosit abnormal pada splenomegali; (4) Kehilangan akibat dilusi pada transfusi darah masif pada pasien dengan perdarahan3. Salah satu penyakit yang menyebabkan trombositopenia adalah demam berdarah dengue (DBD). Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit DBD cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk4. Meskipun sudah lebih dari 35 tahun berada di Indonesia, DBD bukannya terkendali, tetapi semakin mewabah. Sejak bulan januari sampai maret 2004, kejadian luar biasa (KLB) DBD di Indonesia telah menyerang 39.938 orang dengan angka kematian 1,3 persen5. Selain disebabkan karena infeksi virus seperti DBD, trombositopenia juga dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti (1) gangguan produksi trombosit oleh megakariosit dalam sumsum tulang, (2) gangguan autoimun, (3) maldistribusi, dan (4) penurunan volume darah akibat perdarahan masif3. Waktu pembekuan (clotting time) adalah pemeriksaan yang berguna untuk fungsi trombosit yang abnormal, terutama faktor intrinsik dan ekstrinsik dari

pembekuan darah. Clotting time akan memanjang bila kekurangan faktor-faktor pembekuan dan akan sangat memanjang pada trombositopenia1. Beberapa cara telah dipakai untuk menentukan waktu pembekuan. Cara yang paling banyak dipakai adalah dengan menempatkan darah dalam tabung gelas reaksi yang bersih, kemudian menggoyangkan tabung itu setiap 30 detik sampai terbentuk bekuan. Dengan cara ini, waktu pembekuan normal adalah 6-10 menit1. Angkak atau beras merah adalah produk fermentasi menggunakan kapang Manascus sp. berasal dari negara China. Pembuatan pertama dilakukan oleh Dinasti Ming yang berkuasa pada abad ke-14 sampai abad ke-17. Dalam teks tradisional The Ancient Chinese Pharmacopoeia disebutkan bahwa angkak digunakan sebagai obat untuk melancarkan pencernaan dan sirkulasi darah. Beberapa spesies kapang telah digunakan untuk memproduksi angkak, diantaranya adalah Monascus purpureus, M. pilosus, dan M. anka. Negara-negara Taiwan, Jepang, Korea, dan Hongkong memproduksi angkak untuk keperluan sebagai pewarna alami makanan6. Sehubungan dengan adanya beberapa pengalaman pasien yang menggunakan angkak sebagai obat herbal untuk meningkatkan jumlah trombosit terutama pada kasus demam berdarah dengue, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian angkak terhadap jumlah trombosit dan waktu pembekuan yang dicobakan pada tikus yang dibuat perdarahan. Dosis efektif pemberian angkak pada orang dewasa adalah 2 gram per harinya7. Berat badan tikus dewasa sekitar 200 gram sebanding dengan berat badan manusia dewasa sekitar 70 kg dengan faktor konversi 0,018. Oleh karena itu, dosis yang digunakan pada tikus didapat dengan cara mengalikan dosis pada manusia dengan faktor konversi dari manusia ke tikus yaitu 0,018. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium pre-test and post-test control group design. Evaluasi post-test dilakukan setelah perlakuan setiap enam hari sekali selama 19 hari.

Sampel dalam penelitian ini adalah tikus Wistar jantan usia dua sampai tiga bulan sebanyak 50 ekor yang diperoleh dari laboratorium Farmasi UGM dan ditentukan secara random. Sampel penelitian dibagi menjadi 10 kelompok, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kelompok kontrol negatif, tikus tidak diberi perlakuan. Kelompok perdarahan, tikus dibuat perdarahan. Kelompok angkak I, tikus diberi angkak dosis 1 mg. Kelompok angkak II, tikus diberi angkak dosis 2 mg. Kelompok angkak III, tikus diberi angkak dosis 36 mg. Kelompok angkak IV, tikus diberi angkak dosis 72 mg. Kelompok tikus yang dibuat perdarahan dan diberi angkak dosis 1 mg. Kelompok tikus yang dibuat perdarahan dan diberi angkak dosis 2 mg. Kelompok tikus yang dibuat perdarahan dan diberi angkak dosis 36 mg. Variabel bebas adalah perlakuan terhadap tikus yaitu kontrol, tikus dibuat perdarahan, pemberian angkak pada tikus normal dengan dosis 1 mg/ekor/hari, 2 mg/ekor/hari, 36 mg/ekor/hari, dan 72 mg/ekor/hari dan pemberian angkak pada tikus perdarahan dengan dosis 1 mg/ekor/hari, 2 mg/ekor/hari, 36 mg/ekor/hari, dan 72 mg/ekor/hari selama perlakuan. Variabel terikat adalah jumlah trombosit dan clotting time yang diukur setiap 6 hari sekali selama 4 kali. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Alat dan bahan pengambilan darah : a. Eppendorf b. EDTA c. Gunting d. Kapas alkohol 2. Alat dan bahan pemeliharaan tikus8, serta sonde untuk pemberian angkak. 3. Alat untuk mengukur jumlah trombosit yaitu Hematology Analyzer9. 4. Alat untuk mengukur waktu pembekuan (clotting time) yaitu objek glass, lidi dan stopwatch.

10. Kelompok tikus yang dibuat perdarahan dan diberi angkak dosis 72 mg.

Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dirancang untuk pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Tikus dikelompokkan sesuai perlakuan. 2. Tikus diadaptasi selama satu minggu. 3. Tikus dibuat anemia perdarahan. 4. Pengambilan Darah Pengambilan darah awal sebelum perlakuan melalui ekor. Tikus dijemur dibawah terik matahari pagi (jam 09.00-10.00) selama 30 menit. Ekor diolesi minyak balsem selama kurang lebih satu sampai dua menit agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah ekor. Lalu ekor dipotong dengan gunting sepanjang 5 mm, darah yang keluar ditampung dalam eppendorf yang telah diberi antikoagulan. 5. Pemberian perlakuan sesuai kelompok perlakuan selama 19 hari. 6. Pengukuran sampel darah Pengukuran jumlah trombosit dengan menggunakan alat Hematology Analyzer di laboratorium LPPT UGM dan pengukuran waktu pembekuan (clotting time) dengan cara memotong ekor tikus lalu darah diteteskan pada objek glass dan ditunggu sampai membeku kemudian dicatat lamanya waktu pembekuan. Pengukuran sampel darah yang dilakukan setiap 6 hari sekali selama 19 hari. Data berupa jumlah penghitungan trombosit dan waktu pembekuan (clotting time) dari masing-masing kelompok ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan analisis data yang sesuai yaitu One Way Anova dilanjutkan dengan LSD untuk melihat perbedaan antar masing-masing kelompok dan uji beda T Test untuk melihat perbedaan sebelum dan setelah perlakuan dari tiap-tiap kelompok. Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari penelitian tentang pengaruh konsumsi angkak terhadap jumlah trombosit dan waktu pembekuan (clotting time) pada tikus wistar yang mengalami anemia perdarahan menunjukkan bahwa angkak dapat

meningkatkan jumlah trombosit dan menurunkan waktu pembekuan pada beberapa kelompok, meskipun tidak memperlihatkan perubahan secara signifikan. Tabel 4.1 dan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dan penurunan jumlah trombosit maupun waktu pembekuan (clotting time) dari berbagai kelompok. Tabel 4.2 dan Tabel 4.4 memperlihatkan rerata jumlah trombosit dan clotting time dari berbagai kelompok sebelum dan setelah perlakuan. 1. Trombosit Rerata jumlah trombosit berbagai kelompok perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Secara umum, jumlah trombosit kelompok yang mendapat angkak menunjukkan pola yang cenderung menurun, meskipun terjadi peningkatan jumlah trombosit pada kelompok yang mendapat angkak dosis 72 mg. Kelompok perdarahan yang mendapat angkak dengan berbagai dosis menunjukkan pola perubahan jumlah trombosit yang mengalami peningkatan tidak bermakna. Peningkatan jumlah trombosit secara bermakna justru terlihat pada kelompok perdarahan. Tabel 4.1 Rerata jumlah trombosit (103/mm3) berbagai kelompok dari hari pertama sampai hari ke-19
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 GRUP/HARI KE Kontrol Perdarahan Angkak 1 mg Angkak 2 mg Angkak 36 mg Angkak 72 mg Perdarahan+ angkak 1 mg Perdarahan+ angkak 2 mg Perdarahan+ angkak 36 mg Perdarahan+ angkak 72 mg Hari 1 (103/mm3) 1176.67166.54 1187.3350.01 1173.33113.32 1133.3344.43 1130.5088.39 1044.00106.07 1136.0037.72 1159.3333.83 872.0032.53 749.00234.76 Hari 7 (103/mm3) 1124.00146.28 1052.33103.45 1103.40264.62 1201.40249.89 1201.0072.12 1036.50108.19 1033.0063.94 1052.60165.16 947.50105.36 1093.00223.45 Hari 13 (103/mm3) 1176.25252.45 1188.60123.31 1011.2.85.64 1009.75115.95 1368.005.66 1110.00115.97 1020.25180.22 1120.00115.92 1197.50727.61 1192.00147.08 Hari 19 (103/mm3) 1043.60146.11 1449.2082.82 932.00226.32 1095.80190.97 1104.0093.34 1222.5095.46 1222.33182.93 1217.20249.73 1039.00162.63 1084.5044.55

Tabel 4.2 menunjukkan rerata jumlah trombosit (103/mm3) berbagai kelompok sebelum dan setelah perlakuan. Test Anova antar kelompok sebelum perlakuan sudah menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0.004), sehingga perbedaan rerata jumlah trombosit antar kelompok tidak sepenuhnya akibat pemberian perlakuan, meskipun terjadi perbedaan signifikan setelah perlakuan (p=0.015). Perbandingan efek perlakuan antar kelompok menggunakan test Anova selisih trombosit awal dan akhir antar kelompok yang menunjukkan hasil tidak signifikan (p=0.094). Secara umum, Post Hoc test memperlihatkan perbedaan yang signifikan hanya terjadi antara kelompok kontrol dengan kelompok perdarahan (p=0.018). Oleh karena itu, perbandingan efek perlakuan sebelum dan setelah perlakuan dari masing-masing kelompok menggunakan T Test. Tabel 4.2. Rerata jumlah trombosit (103/mm3) berbagai kelompok sebelum perlakuan dan setelah perlakuan, nilai T TEST, dan nilai ANOVA.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 GRUP/HARI KE Kontrol Perdarahan Angkak 1 mg Angkak 2 mg Angkak 36 mg Angkak 72 mg Perdarahan+ angkak 1 mg Perdarahan+ angkak 2 mg Perdarahan+ angkak 36 mg Perdarahan+ angkak 72 mg ANOVA Trombosit awal(103/mm3) 1176.67166.54 1187.3350.01 1173.33113.32 1133.3344.43 1130.5088.39 1044.00106.07 1136.0037.72 1159.3333.83 872.0032.53 749.00234.76 0.004 Trombosit akhir(103/mm3) 1043.60146.11 1449.2082.82 932.00226.32 1095.80190.97 1104.0093.34 1222.5095.46 1222.33182.93 1217.20249.73 1039.00162.63 1084.5044.55 0.015 Selisih Trombosit (103/mm3) -133.07 261.87 -241.33 -37.53 -26.50 178.50 86.33 57.87 167.00 335.50 0.094 T TEST 0.2793 0.0028 0.1428 0.7560 0.7981 0.2189 0.4682 0.7122 0.2905 0.1855

Uji beda T Test terhadap rerata jumlah trombosit (103/mm3) sebelum dan setelah perlakuan masing-masing kelompok menunjukkan bahwa rerata jumlah trombosit kelompok kontrol mengalami penurunan tidak bermakna (p>0.05). Kelompok perdarahan memperlihatkan peningkatan rerata jumlah trombosit secara signifikan (p=0.02792). Secara umum, kelompok yang mendapat angkak berbagai dosis menunjukkan penurunan rerata jumlah trombosit tidak bermakna (p>0.05), kecuali kelompok yang mendapat angkak dosis 72 mg menunjukkan peningkatan rerata jumlah trombosit tidak bermakna (p>0.05). Rerata jumlah trombosit kelompok perdarahan yang mendapat angkak dengan berbagai dosis menunjukkan peningkatan secara tidak bermakna (p>0.05). Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata jumlah trombosit tikus lebih tinggi dari jumlah trombosit manusia. Perbedaan secara signifikan hanya diperlihatkan pada kelompok perdarahan. Pada kelompok pemberian angkak, hanya kelompok yang mendapat angkak dosis 72 mg memperlihatkan peningkatan jumlah trombosit, meskipun tidak menunjukkan perubahan bermakna. Pemberian angkak pada tikus perdarahan dengan dosis 1 mg, 2 mg, 36 mg, dan 72 mg juga memperlihatkan peningkatan jumlah trombosit, meskipun tidak menunjukkan perubahan bermakna. Hal ini dapat disebabkan oleh efek terapi dari angkak yang belum optimal berkaitan dengan waktu pemberian yang kurang lama. Kemungkinan lain yaitu pemberian dosis angkak yang belum sesuai untuk menimbulkan efek terapi. Peningkatan jumlah trombosit secara bermakna sebagai respon perdarahan diduga disebabkan oleh peningkatan trombopoietin. Perdarahan menyebabkan penurunan volume sel-sel darah secara akut termasuk trombosit. Tubuh mengompensasi hal tersebut dengan melepaskan trombopoietin untuk meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan keduanya. Pada perkembangannya, sitoplasma menjadi

granular dan trombosit dilepaskan. Tiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit3. Trombopoietin merupakan pengatur utama produksi trombosit yang dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoietin (C-MPL) dan mengeluarkannya dari sirkulasi, karena itu kadar trombopoietin tinggi pada trombositopenia akibat aplasia sumsum tulang dan sebaliknya. Interleukin-11 (IL-11) juga dapat meningkatkan trombosit dalam sirkulasi3. Interleukin-11 merupakan salah satu sitokin multifungsional berasal dari sel stroma sumsum tulang yang berperan dalam proses hematopoiesis sebagai stimulasi dari maturasi megakariosit. IL-11 telah diketahui dapat meningkatkan agregasi trombosit setelah kemoterapi akibat trombositopenia, menstimulasi produksi protein pada fase akut, mengatur respon antigenantibodi, berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel tulang, dan dapat digunakan sebagai terapi pada osteoporosis10. 2. Waktu Pembekuan (Clotting Time) Tabel 4.2 memperlihatkan rerata waktu pembekuan (clotting time) berbagai kelompok perlakuan selama penelitian. Kelompok perdarahan menunjukkan pola waktu pembekuan yang cenderung menurun. Secara umum, waktu pembekuan pada kelompok yang mendapat angkak berbagai dosis menunjukkan pola yang cenderung menurun, kecuali kelompok yang mendapat angkak dosis 1 mg menunjukkan pola yang cenderung naik. Begitu pula waktu pembekuan pada kelompok perdarahan yang mendapat angkak berbagai dosis menunjukkan pola yang cenderung menurun, kecuali kelompok perdarahan yang mendapat angkak dosis 1 mg menunjukkan pola yang relatif stabil.

Tabel 4.3. Rerata waktu pembekuan (clotting time) berbagai kelompok dari hari pertama sampai hari ke-19
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 GRUP/HARI KE Kontrol Perdarahan Angkak 1 mg Angkak 2 mg Angkak 36 mg Angkak 72 mg Perdarahan+ angkak 1 mg Perdarahan+ angkak 2 mg Perdarahan+ angkak 36 mg Perdarahan+ angkak 72 mg Hari 1 (detik) 14818 17019 14310 15719 1746 14617 14919 15513 1552 1525 Hari 7 (detik) 15818 16230 13615 1356 15725 15235 13615 1356 1271 1281 Hari 13 (detik) 15117 16116 16012 15821 9921 12630 16335 12928 11525 10010 Hari 19 (detik) 15315 13115 16213 13412 10416 12528 14952 1415 11821 1096

Rerata waktu pembekuan (clotting time) berbagai kelompok sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Test Anova antar kelompok sebelum perlakuan tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan (p=0.216). Hal ini menunjukkan homogenitas dari semua kelompok sebelum perlakuan. Begitu pula test Anova setelah perlakuan juga tidak memperlihatkan adanya perbedaan secara signifikan (p=0.066). Oleh karena itu, perbandingan efek perlakuan sebelum dan setelah perlakuan dari masing-masing kelompok menggunakan T Test.

Tabel 4.4. Rerata waktu pembekuan (clotting time) berbagai kelompok sebelum perlakuan dan setelah perlakuan, nilai T TEST, dan nilai ANOVA.
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 GRUP/HARI KE Kontrol Perdarahan Angkak 1 mg Angkak 2 mg Angkak 36 mg Angkak 72 mg Perdarahan+angkak 1 mg Perdarahan+angkak 2 mg Perdarahan+angkak 36 mg Perdarahan+angkak 72 mg ANOVA Clotting time awal(detik) 14818 17019 14310 15719 1746 14617 14919 15513 1552 1525 0.216 Clotting time akhir(detik) 15315 13115 16213 13412 10416 12528 14952 1415 11821 1096 0.066 T TEST 0.6993 0.0077 0.0258 0.0522 0.0268 0.4469 1 0.0480 0.1264 0.0171

Uji beda T Test terhadap rerata waktu pembekuan ( clotting time) sebelum dan setelah perlakuan masing-masing kelompok menunjukkan rerata waktu pembekuan kelompok kontrol mengalami peningkatan yang tidak bermakna (p=0.6993). Penurunan waktu pembekuan secara signifikan terlihat pada kelompok perdarahan (p=0.0077), kelompok yang mendapat angkak dosis 36 mg (p=0.0268), dan kelompok perdarahan yang mendapat angkak dosis 2 mg (p=0.048) dan 72 mg (p=0.0171). Peningkatan waktu pembekuan secara signifikan hanya terlihat pada kelompok yang mendapat angkak dosis 1 mg (p=0.0258). Waktu pembekuan (clotting time) merupakan waktu yang dibutuhkan darah untuk membentuk bekuan padat setelah terpajan dengan gelas. Tes ini biasanya memanjang pada trombositopenia, defisiensi faktor-faktor koagulasi,

pemberian terapi antikoagulan yang berlebihan, dan dengan antibiotik tertentu11. Dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perbandingan waktu pembekuan antar kelompok, tetapi perbandingan waktu pembekuan sebelum dan setelah perlakuan memperlihatkan adanya penurunan waktu pembekuan yang signifikan pada beberapa kelompok yaitu kelompok perdarahan, kelompok yang mendapat angkak dosis 36 mg, dan kelompok perdarahan yang mendapat angkak dosis 2 mg dan 72 mg. Hal ini bisa berarti bahwa angkak dapat mempercepat proses koagulasi, sedangkan pada kelompok perdarahan, penurunan waktu pembekuan dapat disebabkan oleh mekanisme tubuh yang alami untuk menghindari kehilangan darah secara berlebihan. Zat yang terkandung dalam angkak yaitu lovastatin berfungsi untuk menurunkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dengan mengoksidasinya. LDL yang teroksidasi tersebut kemudian bersinergi dengan protein perangsang kinetika monosit dan megakariosit (monocyte and megakaryocyte chemotactic protein-1) merangsang regeneratif serta pengumpulan monosit dan megakariosit untuk bermigrasi ke ruang endotelium. Dalam endotelium inilah monosit dan megakariosit masing-masing berubah menjadi makrofag dan trombosit aktif sehingga mempercepat proses pembekuan darah12. Penurunan waktu pembekuan (clotting time) sebagai respon terhadap perdarahan disebabkan oleh mekanisme intrinsik maupun ekstrinsik pada proses koagulasi. Clotting time merupakan uji kaskade koagulasi secara keseluruhan, sehingga kurang sensitif dalam menentukan faktor yang berperan dalam proses koagulasi. Kesimpulan Perdarahan dapat meningkatkan jumlah trombosit secara bermakna, sedangkan pemberian angkak pada tikus normal dan perdarahan tidak menimbulkan perubahan jumlah trombosit secara bermakna.

Perdarahan dapat mempercepat waktu pembekuan secara bermakna dan pemberian angkak pada tikus normal dan perdarahan dapat mempercepat waktu pembekuan secara bermakna. Saran Penelitian ini perlu dikembangkan untuk melihat pengaruh angkak terhadap produksi trombosit dengan hewan coba yang mengalami trombositopenia dan juga perlu dicari dosis pemberian angkak yang efektif untuk menimbulkan efek terapi yang optimal.

Daftar Pustaka 1. Guyton, A.C., & Hall,J.E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (9th ed.). Jakarta. EGC. 2. Dorland. 2001. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC. 3. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta. EGC. 4. Siregar, F.A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 5. Departemen Kerehatan RI. http://www.depkes.gov.id 6. Erdogrul, O., & Azirak, S., 2004, Review of The Study on Red Yeast Rice (Monascus purpureus), Turkish Electronic Journal of Biotechnology. Vol.2, p:37-49.
7. Damisi, T., & Putritami, F. 2008. Sehat dengan Angkak. Yogyakarta. HATA PUBLISHING. 8. Smith, B.J., & Mangkoewidjoyo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta. UI-Press.

9. Gunawan, Hendra, 2007, Penentuan Kadar Trombosit Darah Mencit Jantan Galur Swiss Webster Pada Pemberian Infus Beras Angkak Dan Isolat Metabolit Kuning Monascus Purpureus Menggunakan Hematology Analyzer, Program Studi Sains dan Farmasi Institut Teknologi Bandung, Bandung. 10. http://www.wikipedia.com

11. Price, S., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (6th ed.). Jakarta. EGC. 12. Nurhidayat, N. 2002. Angkak Meningkatkan Jumlah Trombosit. Hikmah Suplemen. Pikiran Rakyat Khusus Keluarga. Minggu 21 Maret 2004. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0304/21/hikmah/lainnya05.htm

You might also like