You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN TETANUS BERAT ATAS INDIKASI GAGAL NAFAS DIRUANG ICU RSUP

Dr. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :

Ida Wahyuningsari

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG 2013

DEFINISI Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran
(3)

. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin

(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman (1). ETIOLOGI Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka (5). Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik, dapat larut dan O2 labil (6). EPIDEMOLOGI Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di manamana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui : 1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar. 2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik. 3. OMP, caries gigi. 4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril. 5. Penjahitan luka robek yang tidak steril . PATOGENESIS

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti (3). GEJALA KLINIS Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf
pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang (2).

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :

-Tahap awal Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung. -Tahap kedua Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas. -Tahap ketiga Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering. Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena

sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan (5). Secara klinis, tetanus dibedakan atas : 1) Tetanus lokal Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%. 2) Tetanus umum Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot
perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.

3) Tetanus sefalik Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk (2). KOMPLIKASI 1. Laserasi otot 2. Fraktur 3. Eksitasi syaraf simpatis 4. Infeksi sekunder oleh kuman lain 5. Dehidrasi 6. Aspirasi DIAGNOSTIK Anamnesis

Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.

Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS. Adanya kekakuan lokal atau trismus. Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan. Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit (3).

Pemeriksaan fisik

DIAGNOSIS BANDING 1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis. 2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin. 3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor. 4. Gangguan psikiatri : histeria

PATHWAYS

Terpapar kuman Clostridium Eksotoksin Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum Tulang Belakang

Otak

Saraf Otonom

Tonus otot Menjadi kaku

Menempel pada Cerebral Gangliosides Kekakuan dan kejang khas pada tetanus

Mengenai Saraf Simpatis -Keringat berlebihan -Hipertermi -Hipotermi -Aritmia -Takikardi Hipoksia berat O2 di otak Kesadaran

Hilangnya keseimbangan tonus otot Kekakuan otot

Sistem Pencernaan

Sistem Pernafasan

-Ggn. Eliminasi -Ggn. Nutrisi (< dr. kebut)

-Ketidakefektifan jalan jalan nafas -Gangguan Komunikasi Verbal

-PK. Hipoksemia -Ggn. Perfusi Jaringan -Ggn. Pertukaran Gas -Kurangnya pengetahuan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

TATALAKSANA Terapi dasar tetanus : Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam

Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai. Imunisasi aktif-pasif Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m.

Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) : Bila datang dengan kejang diberi diazepam : neonatus bolus 5 mg iv anak bolus 10 mg iv anak 240 mg/hari neonatus 120 mg/hari

Dosis rumatan maximal :

Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.

Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)

Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana ada gangguan saraf otonom.

Perawatan luka atau port dentree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora ( debridemant), sebaiknya dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi. Terapi suportif Bebaskan jalan nafas Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindahmindahkan posisi pasien) Pemberian oksigen Perawatan dengan stimulasi minimal Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak memperkuat kejang Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang Diberikan pengobatan tetanus dasar Tetanus sedang Terapi dasar tetanus Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi) Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral. Terapi dasar seperti di atas Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi Balans cairan dimonitor secara ketat. Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap 2-3 jam. Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan b- blocker labetalol (3).

Tetanus berat/sangat berat

PENGKAJIAN KEPERAWATAN Pengkajian Umum a. b. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak. c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh

e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria) f.
g.

Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.

DIAGNOSAKEPERAWATAN Setelah pengumpulan data, menganalisa data, dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan. 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. 2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat). 3. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring). 4. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit 5. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otototot masseter) 6. Risti gangguan pertukaran gas b.d. penurunan oksigen di otak. 7. Risti injuri b.d. kejang spontan yang terus-menerus (kurang suplai oksigen karena adanya oedem laring). 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat. Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal. Kriteria hasil : Tidak terjadi dehidrasi Tidak terjadi penurunan BB Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb

Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi Intervensi : 1. Catat intake dan output secara akurat. 2. Berikan makan minum personde tepat waktu. 3. Berikan perawatan kebersihan mulut. 4. Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas. 5. Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan sesuaikan dengan kebutuhan. 6. Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari. 7. Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi. 2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring) Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal. Kriteria hasil : Tidak terjadi aspirasi Bunyi napas terdengar bersih Rongga mulut bebas dari sumbatan Intervensi : 1. Berikan O2 nebulizer 2. Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar. 3. Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk. 4. Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut. 5. Berikan perawatan kebersihan mulut. 6. Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu. 3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia) Ditandai dengan :

Suhu tubuh meningkat menjadi 38 40 C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3

Tujuan :

Suhu tubuh normal

kriteria :

Suhu kembali normal 36 37 C Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 10.000/mm3

Intervensi dan rasional :

Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi

Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam. Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka. Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.

Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang. Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.

Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik. Rasional : obatobatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit. Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah Ditandai dengan :

Intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

Berat badan optimal Intake adekuat Hasil pemeriksaan albumin 3,5 5 mg%

Intervensi dan rasional :

Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh. Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet.

Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar. Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah

Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line. Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu. Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

5. Kurang pengetahuan atau kebutuhan bejar mengenai kondisi dan aturan penatalaksanaan b.d kurangnya informasi , keterbatasan kognitif Kriteria hasil : Mengungkakkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai Rangsangan yg dapat meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang, klien Mentaati aturan penetaksanaan

Intervensi 1. Jelaskan mengenai penyakitnya, patifisiologi, gejala tanda serangan, dan penenganan yg dilakukan pada saat serangan timbul. 2. Jelaskan pentingnya minum obat secara teratur. 3. Jelaskan pentingnya menghindari rangsangan sabagai faktor pencetus terjadinya serangan..

Rasional 1.Klien mengerti tentang keadaan dan mampu mengambil tindakan yang berguna untuk dirinya. 2. Menghindari terjadinya serangan yang disebabkab oleh karena putus obat. 3. Klien dapat terhindar dari stimulus terjadinya serangan berulang

DAFTAR PUSTAKA 1. Ningsih, S., and Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus. Available from : www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc. Accested : Oct 16, 2007. 2. Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Available from : www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Accested : Oct 16, 2007. 3. Ismoedijanto, and Darmowandowo, W., 2006. Tetanus. Available from : www.pediatrik.com. Accested : Oct 16, 2007. 4. Silalahi, L., 2004. Tetanus. Available from : www.tempointeraktif.com. Accested : Oct 16, 2007. 5. Tami, 2005. Tetanus, Infeksi yang Mematikan. Available from : www.jilbab.or.id/content/view/456/36/. Accested : Oct 16, 2007. 6. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana. Denpasar.

You might also like