You are on page 1of 22

BAB II TINJAUAN PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG DALAM SUDUT PANDANG PSIKOLOGI KRIMINAL

A.

Teori Psikologi Terhadap Karakter Kejiwaan Individu Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi bertujuan untuk mengerti

suatu gejala atau fenomena. Untuk itu, psikologi memerlukan teori. Dalam menyusun teori diperlukan data atau fakta dari pengalaman, namun tidak semua data dapat digunakan untuk penyusunan teori, melainkan hanya data yang memenuhi syarat yang diperoleh dari suatu eksperimen atau dengan kata lain dari suatu pengamatan dalam suatu situasi dimana faktor-faktor yang berpengaruh dikendalikan oleh peneliti. Definisi dari teori itu sendiri adalah, serangkaian hipotesis atau proposisi yang saling berhubungan tentang suatu gejala atau sejumlah gejala. 34 Definisi ini menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan teori. Dalam ilmu psikologi dikenal adanya dua bagian besar teori mengenai kejiwaan yaitu : 35 a. Teori Molar, yaitu teori tentang individu sebagai keseluruhan, misalnya teori tentang tingkah laku individu dalam proses kelompok; b. Teori Molekular, yaitu teori tentang fungsi-fungsi syaraf dalam tubuh suatu organisme. Berkaitan dengan dua aliran besar teori dalam ilmu psikologi tersebut, memerlukan penderivasian teori oleh karena itu para sarjana psikologi menyusun
34 35

Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hlm. 5 Sarlito Wirawan Sarwono, Ibid, hlm. 7

Universitas Sumatera Utara

berbagai teori pendukung dengan objek kajian kejiwaan individu, yaitu sebagai berikut :36 a. Stimulus Response Theory; Teori ini mendasarkan pada pernyataan bahwa tingkah laku manusia berkembang berdasarkan rangsang dan tingkah laku balas yaitu konsep-konsep dasar untuk menerangkan gejala tingkah laku yang dapat diukur dan didefinisikan secara nyata b. Teori Belajar Sosial dan Tiruan; Menurut teori ini perkembangan kondisi jiwa individu dipengaruhi oleh empat prinsip dalam belajar yaitu, dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward), yang mana saling memiliki hubungan kausalitas c. Teori Proses Pengganti; Menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang bersifat tiruan merupakan suatu bentuk asosiasi suatu rangsang dengan rangsang lainnya, yang memperkuat tingkah laku balas tetapi bukan syarat yang penting dalam proses belajar individu, sehingga dikategorikan sebagai proses pengganti. Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan jiwa individu dipengaruhi oleh faktor interaksi belajar secara sosial dari lingkungan sekitarnya dimana efek internal individu memiliki kecenderungan untuk mengalami perubahan.
36

Daryl Beum, Reinforcement Theory of Psychology, (Jakarta : Prima Cipta Jaya, 1998),

hlm. 20

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya beberapa proses psikologi diterangkan oleh beberapa teoriteori yang mendasari tahapan perkembangan kejiwaan individu dalam suatu kelompok masyarakat, sebagai berikut : 37 a. Teori Kognitif, umumnya menyatakan bahwa perkembangan jiwa individu dipengaruhi oleh persepsi yang merupakan refresentasi fenomenal tentang objek distal sebagai hasil pengorganisasian objek distal itu sendiri; b. Teori Disonansi Kognitif, menyatkan bahwa dalam perkembangan jiwa individu dimungkinkan terjadi hubungan yang tidak koheren yang menimbulkan kejanggalan yang mendorong perubahan tingkah laku individu. Dalam perkembangan kondisi kejiwaan manusia melalui dua proses belajar, yaitu proses belajar secara fisik dan belajar secara psikis, dimana seseorang mempelajari perannya dan peran orang lain dalam kontak sosial. Selanjutnya, individu tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan peran sosial yang dipelajarinya itu. Perkembangan kejiwaan individu erat dengan adanya proses tingkah laku tiruan (imitation) melaui tiga mekanisme yaitu : 38 a. Tingkah laku sama Terjadi apabila dua orang bertingkah laku balas sama terhadap isyarat yang sama sehingga tidak ditemukan suatu faktor pembeda yang menjadi ciri khas di antara keduanya; b. Tingkah laku tergantung
37 38

Daryl Beum, Ibid, hlm. 27 Sarlito Wirawan Sarwono, Op.Cit, hlm. 25

Universitas Sumatera Utara

Tingkah laku tergantung timbul dalam hubungan antara dua pihak diamana salah satu pihak memilki kelebihan dari pihak yang satu c. Tingkah laku salinan Tingkah laku salinan dipengaruhi oleh ganjaran dan hukuman terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan Dalam proses peniruan tingkah laku terdapat hubungan timbal balik antara satu pihak yang berfungsi sebagai superior atau yang menjadi model percontohan dan satu pihak sebagai inferior yang melakukan proses imitasi. Menurut Erik Erikson di dalam bukunya childhood and society, menjelaskan tahapan perkembangan karakter kejiwaan setiap individu

berdasarkan prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian kita berkembang melalui delapan tahap. Satu tahap ditentukan oleh keberhasilan atau ketidakberhasilan tahap sebelumnya. Setiap tahapan memiliki tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang pada hakikatnya bersifat psikososial, yang berpengaruh terhadap individu dan masyarakat. 39 Selanjutnya mengenai fase-fase perkembangan jiwa manusia oleh Alfred Adler dengan memperluas pendapat Erik Erikson dibagi kedalam delapan tahapan yaitu: 40 a. Tahap pertama oral sensory stage, terjadi pada usia nol sampai dengan satu tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk tidak dipercaya;
39 40

George Boeroee, Log.Cit, hlm. 74 George Boeree, Ibid, hlm. 78

Universitas Sumatera Utara

b. Tahap kedua anal muscular stage, masa balita yang berlangsung mulai dari usia delapan belas bulan sampai usia tiga atau empat tahun, tugas yang harus diselesaikan pada tahap ini adalah kemandirian sekaligus memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu; c. Tahap ketiga genital locomotor stage, disebut juga tahap bermain, berlangsung antara usia tiga sampai dengan enam tahun, pada tahap ini seorang individu belajar mempunyai gagasan tanpa banyak melakukan kesalahan; d. Tahap keempat latency stage, yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur enam sampai dengan dua belas tahun, kondisi jiwa pada masa ini adalah individu berusaha mengembangkan kemampuan kerja keras dan menghindari perasaan rendah diri; e. Tahap kelima teenagers stage, yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia delapan belas tahun, kondisi jiwa individu pada tahap ini adalah adanya pencapaian identitas pribadi (ego identity) dan menghindari peran ganda (role confusion); f. Tahap keenam young adulthood, yaitu usia antara delapan belas

sampai tiga puluh tahun. Usia di tahap dewasa ini lebih cair dibandingkan tahap kanak-kanak, dan setiap orang berbeda satu sama lain. Kondisi kejiwaan pada tahap ini adalah adanya kedekatan dengan orang lain (intimacy); g. Tahap ketujuh middle adulthood, dalam tahap ini tercakup periode dimana individu terlibat langsung dengan kehadiran anak-anak.

Universitas Sumatera Utara

Kondisi jiwa dalam tahap ini adalah adanya pemikiran mengabdikan diri untuk keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativity) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnation); h. Tahap kedelapan late adulthood, berkisar pada usia diatas enam puluh tahun, kondisi pada tahap terakhir ini adalah adanya integritas ego dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan; Setiap tahapan harus dilalui sebagaimana mestinya guna memperoleh daya tahan psikososial dalam kehidupan interaksi sosial didalam masyarakat guna menghindari keterhambatan perkembangan jiwa (malignansi) yang bersifat negatif. Menurut psikologi perkembangan, bahwa selama masa kehidupan manusia mengalami tiga kali gelombang masa kehidupan, yaitu :41 a. Masa Progresif Adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sebenarnya baik fisik maupun phisikis. Secara fisik maksudnya adalah sejak kelahiran manusia hingga menjadi manusia yang beranjak dewasa. Begitu juga psikisnya atau hidup kejiwaanya berkembang dari fungsi yang paling sederhana mengarah ke fungsi yang paling kompleks yang

menggambarkan tingkat kematangan individu; b. Masa stabil Disebut sebagai masa stabil adalah karena pada masa ini tidak terdapat perubahan-perubahan yang besar baik secara fisik maupun phsikis,

41

Chainur Arrasjid, Log.Cit, hlm. 14

Universitas Sumatera Utara

oleh karena masa ini merupakan masa pengukuhan fungsi-fungsi yang sudah dimilikinya pada masa sebelumnya; c. Masa Regresif Merupakan masa dimana individu mengalami kemunduran baik berupa fisik maupun phsikis; Berdasarkan penjelasan teori psikologi perkembangan tersebut, dapat dilihat polapola psikodinamika yang memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya oleh karena tingkat perkembangan kehidupan manusia yang senantiasa berkembang setiap saat dalam mencapai kematangan sosial. Proses perkembangan kepribadian dan kejiwaan dari diri seorang individu merupakan salah satu syarat mutlak untuk menunjukkan eksistensinya dalam masyarakat, sebagaimana makhluk sosial baik secara internal maupun secara eksternal.

B.

Teori Psikologi Kriminal Terhadap Kejahatan Menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu

tingkah laku manusia yang melanggar hukum di tentukan oleh instansi-instansi yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Maksudnya tingkah laku manusia pada dasarnya di sadari oleh basic needs yang menentukan aktivitas manusia itu. 42 Dalam mengidentifikasi permasalahan mengenai adanya kecenderungan individu untuk berprilaku kriminal adalah dengan menggunakan teori-teori psikologi yang berpangkal pada pendekatan transorientasional mencakup proses

42

Chainur Arrasjid, Ibid, hlm. 23

Universitas Sumatera Utara

penilaian sosial (social judgement), proses pemberian sifat (atribution), proses kelompok (group process) serta teori peran. 43 Adapun mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut : a. Teori perbandingan sosial 44 Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses saling

mempengaruhi dan Perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain; b. Teori inferensi 45 Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menerangkan kesimpulan pengamatan terhadap perilaku tertentu dari orang lain atau niat (jahat) dari orang lain tersebut; Berdasarkan penelaahan kedua teori diatas diketahui bahwa pemahaman akan orientasi permasalahan psikologi kriminal adalah terhadap terjadinya persaingan dalam proses interaksi sosial dimana dilakukan dengan pengamatan yang diorientasikan terhadap adanya identifikasi unsur sikap jahat atau mens rea dari individu. Tinjauan psikologi dalam dapat dikategorikan sebagai pisau analisis dalam memahami tingkah laku individu yang memilki kerentanan untuk berprilaku jahat,

43 44

Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hal 169 Festinger, Comparative Social Phsychology Theorie, (Jakarta : Gramedia, 2001), hlm.

170
45

Sarlito Wirawan Sarwono, Op. Cit, hlm. 177

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan hal tersebut Sigmund Freud mengungkapkan teori mengenai structure personality sebagai berikut :46 a. Das Es atau Id, merupakan sumber gejala sesuatu yang terlupa dan unsur-unsur kejiwaan yang dibawa bersama lahir adalah merupakan kekuatan-kekuatan hidup seperti nafsu, dan instink yang terlupa. b. Das Ich atau Ego, merupakan pusat seluruh perawakan jiwa dan

khususnya inti daripada alam sadar. c. Das uber ich atau superego, merupakan instansi puncak jika dibandingkan dengan instansi yang lain (das es dan das ich), segala norma-norma dan tata kehidupan yang pernah mempengaruhi das ich membekas dan berada pada das uber ich Ketiga unsur personality diatas meruapakan unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Setelah mempelajari mengenai unsur personality diatas diketahui bahwa seseorang yang melakukan perilaku terlarang karena hati nurani, atau superego begitu lemah atau tidak sempurna sehingga ego nya (yang berperan sebagai suatu penengah antara superego dan id) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan dari id (bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi). Berkaitan dengan studi mengapa individu memiliki kecenderungan untuk berprilaku disasosiatif terhadap kondisi di lingkungannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang di identifikasikan sebagai perbuatan jahat, para tokoh

46

Chainur Arrasjid, Op.Cit, hlm. 27

Universitas Sumatera Utara

psikologi mempertimbangkan suatu variasi dan kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai di masa kecil, kehilangan hubungan dengan lingkungan, perkembangan moral yang lemah. 47 Para sarjana psikologi tersebut mengkaji bagaimana agresi di pelajari, situasi apa yang mendorong kekerasan atau reaksi delinquent, bagaimana kejahatan berhubungan dengan faktor-faktor kepribadian, serta asosiasi antara beberapa kerusakan mental dan kejahatan. Kejahatan memiliki keterkaitan dengan kondisi individu penjahat, terdapat teori-teori yang mengemukakan variabel mengapa individu berperilaku jahat yaitu sebagai berikut : 48 a. Teori psikis, berdasarkan teori ini dijelaskan bahwa sebab-sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan seseorang b. Teori psikopati, berbeda dengan teori-teori yang menekankan pada intelegensia ataupun kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwa yang abnormal. Seorang penjahat di sini terkadang tidak memilki kesadaran atas kejahatan yang telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya. c. Teori kejahatan sebagai gangguan kepribadian digunakan untuk menjelaskan perilaku yang dikategorikan sebagai crime without victim (kejahatan tanpa korban) Sementara itu berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh ajaran klasik yang didasarkan pada orientasi hedonistic psychology, menurut ajaran ini manusia
47 48

Topo Santoso,dkk, Log.Cit, hlm. 36 Topo Santoso,dkk , Ibid, hlm. 25

Universitas Sumatera Utara

mengatur tingkah lakunya atas dasar pertimbangan suka dan duka. Suka yang diperoleh dari tindakan tertentu dibandingkan dengan duka yang diperoleh dari tindakan yang sama. Si petindak diperkirakan berkehendak bebas dan menentukan pilihannya berdasarkan perhitungan hedonistis saja. Hal ini dianggap penjelasan final dan komplit dari sebab musabab terjadinya perbuatan menyimpang yang dikategorikan sebagai kejahatan. 49 Berdasarkan alur penelitian psikologis yang berbeda telah menguji

hubungan antara kepribadian dengan kejahatan. Pertama, melihat pada perbedaanperbedaan antara struktur kepribadian (structure personality) dari penjahat dan bukan penjahat. Kedua, memprediksi tingkah laku. Ketiga, menguji tingkatan diamana dinamika-dinamika kepribadian moral beroperasi dalam diri penjahat dan keempat, mencoba menghitung perbedaan-perbedaan individual antara tipe-tipe dan kelompok-kelompok pelaku kejahatan. 50 Pendekatan psychoanalitic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik fungsi normal maupun fungsi asosial, tiga prinsip dasar dari pendekatan ini menarik kalangan psikologis yang mempelajari kejahatan, yaitu tindakan dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan masa anak-anak mereka, tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalinan dan interaksi itu mesti diuraikan bila kita ingin mengerti kejahatan, kejahatan pada dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis dalam diri individu yang tidak dapat dikendalikan atau di kontrol. 51
49 50 51

Topo Santoso, dkk, Ibid, hlm. 28 George Boeree, Log.Cit, hlm. 93 Festinger, dkk, Log.Cit, hlm. 51

Universitas Sumatera Utara

C.

Ragam Bentuk Penyimpangan Perilaku Seksual Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga

mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis (heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak. Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.52
Berdasarkan definisi dari penyimpangan perilaku seksual yang dikemukakan di atas maka dapat di identifikasikan bentuk-bentuk penyimpangan seksual yang dikategorikan tidak wajar yaitu sebagai berikut :

a. Homoseksual 53
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan

seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian untuk penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu atau penderita yang mengalami disorientasi seksual tersebut mendapatkan

kenikmatan fantasi seksual secara melalui pasangan sesama jenis.


52

Kelly Brook, Education Of Sexuality For Teenager, (North Carolina : Charm press,

2001), hlm. 89
53

Kelly brook, Ibid, hlm. 94

Universitas Sumatera Utara

Orientasi seksual ini dapat terjadi akibat bawaan genetik kromosom dalam tubuh atau akibat pengaruh lingkungan seperti trauma seksual yang didapatkan dalam proses perkembangan hidup individu, maupun dalam bentuk interaksi dengan kondisi lingkungan yang

memungkinkan individu memiliki kecenderungan terhadapnya; b. Sadomasokisme 54 Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual dapat diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual, bentuk penyimpangan seksual ini umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan seksual; c. Eksibisionishme 55 Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi seperti ini biasanya diderita pria, dengan memperlihatkan alat kelaminnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi, pada kasus penyimpangan seksual terdapat pula penderita tanpa rasa malu menunjukkan alat
54 55

Festinger, Log.Cit, hlm. 116 Kelly Brook, Op.Cit, hlm. 97

Universitas Sumatera Utara

genitalnya kepada orang lain sekedar untuk menunjukkannya dengan rasa bangga; d. Voyeurisme 56 Istilah voyeurisme disebut juga (scoptophilia) berasal dari bahasa prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Pelaku hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual; e. Fetishisme 57 Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya
56 57

Kelly Brook, Ibid, hlm. 103 Kelly Brook, Ibid, hlm. 108

Universitas Sumatera Utara

dengan pasangannya tersebut dalam hal ini orientasi seksual diarahkan pada objek kebendaan di sekitar si penderita; f. Pedophilia 58 Yaitu kelainan seksual dimana individu yang telah dewasa memiliki orientasi pencapaian kepuasan seksual melalui cara hubungan fisik atau hubungan seks yang bersifat merangsang dengan anak-anak di bawah umur g. Bestially 59 Bestially adalah bentuk penyimpangan orientasi seksual individu dimana terdapat kejanggalan untuk mencapai kepuasan hubungan seksual dengan menggunakan hewan sebagai media penyalur dorongan atau rangsangan seksual. Pada kasus semacam ini penderita tidak memilki orientasi seksual terhadap manusia; h. Incest 60 Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan, ibu dengan anak laki-laki, saudara laki-laki dengan saudara perempuan sekandung, kategori incest sendiri sebenarnya cukup luas, di beberapa kebudayaan tertentu hubungan seksual yang dilakukan antara paman dan keponakan atau sepupu atau bahkan galur seketurunan (family) dapat dikategorikan sebagai perbuatan incest;
58 59 60

Deena Joones, Talking About Sex, (Orlando press,1999), hlm. 47 Deena Joones, Ibid, hlm. 52 Deena Joones, Ibid, hlm. 65

Universitas Sumatera Utara

i.

Necrophilia 61 Bentuk kelainan seksual dimana individu penderita nechrophilia memiki orientasi kepuasan seksual melalui kontak fisik yang bersifat merangsang atau hubungan seksual dengan media partner jenasah atau orang yang telah wafat;

j.

Sodomi 62 Sodomi adalah penyimpangan seksual yang dialami oleh pria yang suka berhubungan seksual melalui organ anal atau dubur pasangan seksual baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan;

k. Frotteurisme 63 Yaitu suatu bentuk kelainan sexual di mana seorang individu laki-laki mendapatkan kepuasan seksual dengan cara menggesekkan atau menggosokkan alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik atau umum; l. Zoophilia 64 Zoofilia adalah salah satu bentuk penyimpangan perilaku seksual dimana terdapat orang atau individu yang terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan; m. Geronthophilia 65

61 62 63 64

Deena Joones, Ibid, hlm. 78 Jurnal Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Yacobi,2004), hlm. 5 Ibid, hlm. 7 Ibid, hlm. 10

Universitas Sumatera Utara

adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut kasus Gerontopilia mungkin jarang terdapat dalam masyarakat karena umumnya si penderita malu untuk berkonsultasi kepada pakar seksual, dan tidak jarang mereka adalah anggota masyarakat biasa yang juga memiliki keluarga serta dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya secara normal; Penyimpangan perilaku seksual pada dasarnya adalah terjadinya perbuatan disasosiatif dalam diri individu yang diakibatkan karena pengaruh internal maupun ekseternal luar lingkungan sekitar individu. Berdasarkan pemaparan mengenai ragam bentuk perilaku seksual menyimpang tersebut, di dalam penulisan skripsi ini lebih disoroti pada penyimpangan seksual dalam konteks homoseksual antara pria dengan pria (gay). Dimana hal ini didasarkan pada adanya suatu bentuk penyimpangan secara trans seksual bukan dalam bentuk trans gender.

D.

Tinjauan Psikologi Kriminal Terhadap Perilaku Homoseksualitas Menurut Sigmund Freud, aparat-aparat psikis dapat digolongkan kedalam

tiga golongan yaitu libido, struktur kejiwaan dan struktur kepribadian. 66 Berkaitan dengan unsur seksual sangat dipengaruhi oleh adanya suatu energi vital yang dinamakan libido. Pengertian libido itu sendiri adalah energi vital yang

sepenuhnya bersifat kejiwaan dan tidak bisa dicampurkan dengan energy-energi


65 66

Kelly Brook, Log.Cit, hlm. 119 Sarlito Wirawan Sarwono, Log.Cit, hlm. 122

Universitas Sumatera Utara

fisik yang bersumber pada kebutuhan-kebutuhan biologis, libido bersumber pada seks. 67 Freud mengemukakan bahwa manusia terlahir dengan sejumlah insting (naluri). Insting-insting itu dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu insting hidup (life instinct) dan insting mati (death instinct). Insting hidup adalah naluri untuk mempertahankan hidup dan keturunan, sedangkan insting mati adalah naluri yang menyatakan bahwa pada suatu saat seseorang itu akan mati. Mengenai insting hidup jelas dinyatakan sebagai insting seksual dan energi-energi yang berasal dari insting seksual inilah yang disebutnya sebagai libido atau dapat diartikan sebagai insting seksual. 68 Insting-insting seksual mula-mula memang berkaitan erat dengan bagianbagian tubuh tertentu, yaitu bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan kepuasan seksual. Bagian-bagian tubuh itu disebut daerah-daerah erogen (erogenous zones), yaitu mulut, anus (pelepasan), dan alat kelamin. Namun, dengan berkembangnya sistem kejiwaan manusia, rasa puas atau keteganganketegangan (tension) yang berasal dari daerah-daerah erogen ini lama-kelamaan terlepas dari kaitannya dengan tubuh dan menjadi dorongan-dorongan yang berdiri sendiri sendiri. 69 Sifat, kekuatan, dan cara penyaluran dari libido pada masa anak-anak sangat menentukan kehidupan kejiwaan dan kepribadian orang yang bersangkutan, oleh karena itu masa anak-anak dipandang sebagai masa kritis yang penting sekali artinya.
67 68 69

Sarlito Wirawan Sarwono, Ibid, hlm. 123 Sarlito Wirawan Sarwono, Ibid, hlm. 125 Jurnal Psikologi, Op.Cit, hlm. 9

Universitas Sumatera Utara

Dalam tahapan perkembangan psikoseksual individu sendiri dibagi ke dalam dua alur besar, dimana alur besar yang pertama disebut tingkat pragenital yang terdiri dari tingkat oral, anal dan falik. Sedangkan alur besar yang kedua terbagi kedalam tingkat laten dan tingkat genital. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut : 70 a. Tingkat Oral, pada tahapan ini berlangsung pada usia bayi satu hari hingga satu tahun. Dalam fase ini pusat kenikmatan bersumber pada daerah tubuh sekitar mulut; b. Tingkat Anal, terjadi pada usia satu tahun hingga empat tahun, perkembangan psikoseksual pada masa ini dibagi menjadi dua tahap yaitu, tahap anal eksklusif, di mana anak mendapatkan kepuasan seksual dari proses buang air besar, sedangkan tahap selanjutnya disebut tahap anal alternatif di mana anak mendapatkan kepuasan seksual dengan menahan tinja dalam perut; c. Tingkat Falik, terjadi pada usia empat sampai dengan enam tahun inti dari perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah kompleks oedipoes. Kompleks oedipoes berarti cinta seorang anak laki-laki kepada ibunya atau cinta seorang anak perempuan kepada ayahnya. Disamping itu, tanda-tanda pada periode ini antara lain, meningkatnya kegiatan masturbasi, meningkatnya keinginan untuk bersentuhan tubuh dengan anggota keluarga yang berlawanan jenis, dan meningkatnya kecenderungan ekshibionis;

70

Sarlito Wirawan Sarwono, Op.Cit, hlm. 130

Universitas Sumatera Utara

d. Tingkat laten, adalah masa konsolidasi dalam perkembangan psikoseksual. Tidak ada perkembangan atau pertumbuhan baru. Mekanisme-mekanisme pertahanan seksual yang suadah ada

dimanfaatkan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, tetapi tidak ada mekanisme-mekanisme baru yang dibentuk; e. Tingkat genital, adalah penghubung antara masa anak-anak dan dewasa. Ada tiga tahapan pada tahap ini yaitu, tahap prapuber ditandai dengan meningkatnya kembali dorongan libido, tahap puber yaitu ditandai dengan pertumbuhan fisik, khususnya tanda-tanda seksual sekunder dan kemampuan organik (ereksi), selanjutnya adalah tahap adaptasi di mana remaja bersangkutan menyesuaikan diri terhadap dorongan-dorongan seksual dan perubahan-perubahan kondisi fisik yang tiba-tiba mengarah pada bentuk kematangan fisik ke arah tahap individu dewasa; Disamping adanya faktor genetik yang menyebabkan terjadinya penyimpangan orientasi seksual, juga dapat terjadi pada fase perkembangan psikoseksual manusia yang memungkinkan terjadinya tindakan disasosiatif dalam

perkembangannya seperi orientasi seksual dalam bentuk homoseksualitas gay atau lesbian. 71 Permasalahan homoseksualitas dikategorikan sebagai perilaku abnormal. Istilah ini di pakai dengan menunjuk kepada aspek batiniah kepribadian, aspek perilaku sepesifik tertentu yang bisa diamati. Secara terjemahan umum dapat
71

Matt Jarviss, Teori-Teori Psikologi Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,

Perasaan Dan Pikiran Manusia, (Bandung : Nusa Media, 2009), hlm. 197

Universitas Sumatera Utara

diartikan sebagai gangguan mental dan dalam konteks yang lebih luas sama artinya dengan perilaku maladatif. 72 Keadaan homoseksualitas dapat didefinisikan pula sebagai adanya keinginan individu untuk berhubungan seksual dengan orang-orang yang sejenis saja. 73 Secara tradisional, psikologi cenderung mengabaikan permasalahan homoseksualitas gay dan lesbian atau menganggap orang dengan penyimpangan perilaku seksual itu sebagai orang abnormal. 74 Meskipun demikian, banyak penelitian telah diteruskan seputar penjelasan mengapa ada individu menjadi homoseksual, keadaan ini tetap mengidentifikasikan bahwa homoseksual masih perlu di perjelas alasannya. Secara kebutuhan, istilah homoseksual itu problematis diasosiasikan dengan stereotif negatif dan gagasan bahwa kaum gay dan lesbian sudah menjadi istilah internasional untuk studi psikologi yang membicarakan permasalahan gay dan lesbian. British psychlogical society, mempelajari permasalahan homoseksualitas seperti gay dan lesbian dengan tujuan memperbaiki pemahaman psikologi masyarakat dan menggunakan psikologi untuk meningkatkan kehidupan kaum gay dan lesbian. 75 Pada tataran praktis, ahli psikologi berusaha untuk menjelaskan dan mengatasi permasalahan homoseksualitas dengan cara mengatasi homophobia yaitu, kecenderungan untuk bereaksi negatif terhadap kaum gay dan lesbian.

72 73 74 75

Tristiadi Ardhi Wardani, Log. Cit, hlm. 21 Tristiadi ardhi Wardhani, Log. Cit, hlm. 22 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 200 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 202

Universitas Sumatera Utara

Secara tersistematis psikologi memberikan perspektif terhadap penyebab mengapa individu diakibatkan faktor lingkungan mengalami kecenderungan untuk berprilaku seksual menyimpang sebagai berikut : 76 a. Pengaruh lingkungan di sekitar individu menimbulkan situasi sosial yang sangat berpengaruh terhadap orientasi kejiwaan individu; b. Pengalaman seksual menyimpang yang didapatkan oleh individu dalam masa pertumbuhannya, seperti penganiayaan skunder berupa pemerkosaan sejenis; c. Pengaruh homophobia dalam bentuk interaksi dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkup homoseksualitas seperti dalam bentuk video porno homoseksual; d. Kondisi kehidupan individu yang terpisah dari lawan jenis seksualnya; e. Kondisi genetik individu; Psikologi gay dan lesbian sudah berjalan cukup lama sejak

homoseksualitas masih dianggap sebagai gangguan mental. Salah satu alasan mengapa pergeseran ini terjadi karena psikologi lebih menekankan pada faktorfaktor sosial daripada faktor-faktor individual sehingga terbuka peluang untuk meneliti sebuah bidang tanpa memberikan stigma pada individu-individu terkait.

76

George Boeree, Persoanlity Theories Melacak Kepribadian, (Sleman : Prismashopie),

hal 178

Universitas Sumatera Utara

You might also like