You are on page 1of 21

DIABETES MELITUS

A. Diskusikan tentang DM, penyebab, jenis, tada dan gejala serta komplikasi. PENGERTIAN 1. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan (1) kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak; (2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Long, 1989). 2. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002). 3. Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik, dan kerdiovaskular (Rumahorbo, 1999). PENYEBAB 1. Diabetes tipe I Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunlogi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Faktor-faktor genetik: penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik terjadinya ke arah diabetes tipe I. Faktor-faktor imunologi: pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah kepada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I.

Faktor-faktor lingkungan: penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksi tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Interaksi antar faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut (Smeltzer, 2002). 2. Diabetes tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetets tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu, terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah: a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) b. Obesitas c. Riwayat keluarga d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika) (Smeltzer, 2002). JENIS DM 1. Tipe I (insulin-dependent diabetes melitus atau IDDM) Predisposisi IDDM adalah diturunkan sebagai sifat heterogen, multigen. Kondisi ini membawa resiko 25% sampai 50% pada kembar identik, sementara dengan saudara sekandung beresiko 6% dan anak beresiko 5%. Meski terdapat familial yang kuat, 90% dari individu yang mengalami diabetes tipe Itidak mempunyai anggota keluarga langsung satu generasi di atasnya yang menderita diabetes. Terdapat juga hubungan diantara diabetes tipe I dengan beberapa antigen leukosit manusia (HLAs). Faktor lingkungan (seperti virus) tampak membangkitkan proses autoimun yang

menghancurkan sel-sel beta. Antibodi sel Islet (ICAs) timbul dalam jumlah yang meningkat selama berbulan-bulan sampai tahunan karena kerusakan sel-sel beta. Hiperglikemia puasa (kenaikan kadar gula darah) terjadi ketika 80% sampai 90% sel beta telah mengalami kerusakan. Identifikasi terdapatnya ICAs memungkinkan untuk mendeteksi diabetes tipe I pada tahap preklinik penyakit ini (Rumahorbo, 1999).

2. Tipe II (non-insulin-dependent diabetes, atau NIDDM) Diabetes melitus tipe II juga timbul sebagai kelainan heterogen yang mencakup baik faktor genetik maupun lingkungan. Terjadi lebih sering pada kebar identik (58 sampai 75% kasus). Obesitas merupakan faktor resiko utama; 85% klien klien dengan diabetes melitus tipe II adalah obes. Pada diabetes tipe II keterbatasan respons sel beta terhadap hiperglikemiatampak menjadi faktor utamaberkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes melitus tipe II mengalami penurunan terhadap sensitivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembentukkan glukosa hetaik secara kontinu, meski dengan kadar glukosa plasma yang tinggi. Keadaan ini disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme ini menyebabkan resisten insuli perifer (Rumahorbo, 1999). 3. Diabetes melitus sekunder Diabetes melitus sekunder yang terjadi akibat gangguan yang spesifik seperti kerusakan pankreas, gangguan endokrin dan faktor genetik yang dihubungkan dengan intoleransi terhadap glukosa atau juga diabetes yang dibangkitkan oleh zat-zat kimia atau obat seperti kortikosteroid (Rumahorbo, 1999). 4. Diabetes melitus yang berhubungan malnutrisi Masih terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu: 1. Kerusakan toleransi glukosa (KTG) Pasien mempunyai konsentrasi glukosa plasma diantara nilai normal dan nilai diabetes melitus, bahkan konsentrasi glukosa plasma dapat berkembang melebih nilai diabetes melitus dan dapat pula sama. 2. Diabetes melitus gestasional (DMG) Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Bila pada saat kehamilan konsumsi glukosa berlebihan sehingga insulin tidak cukup untuk mengubah glukosa darah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa darah tetap tinggi. Karena glukosa darah tinggi maka suplai glukosa ke fetus akan meningkat sehingga janin akan tumbuh lebih besar. Anak dari ibu penderita DM sangat beresiko terhadap kematian neonatal, malformasi kongenital dan macrosomia (ukuran tubuh besar). Anak dari ibu penderita DM pun akan mempunyai resiko tinggi terhadap obesitas dan ganggua toleransi glukosa dikemudian hari, sementara ibunya mempunyai resiko tinggi mengalami DM setelah kehamilan (Rumahorbo, 1999).

TANDA DAN GEJALA 1. Gejala akut Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah selalu sama dan gejala yang disebutkan disini adalah gejala yang umum timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang tidak menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. a. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu : Banyak makan(polifagia) Banyak minum( polidipsia) Banyak kencing( poliuria )

atau disingkat 3P. Dalam fase ini biasanya penderita menunjukan berat badan yang terus naik-bertambah gemuk, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi (Misnadiarly, 2006). b. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi, melainkan hanya 2P saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bahkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl disertai : Banyak minum Banyak kencing Berat badan turun dengan cepat (bisa 5 sampai 10 kg dalam waktu 2-4 minggu) Mudah lelah Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik. Koma Diabetik adalah koma pada penderita DM akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi (600 mg/dl). Kenyataannya, gejala dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama penderita untuk pergi ke dokter (Misnadiarly, 2006).

2. Gejala Kronik Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukan gejala akut (mendadak) tetapi baru menunjukan gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat mengalami beberapa gejala tersebut dibawah ini: Kesemutan. Kulit terasa panas (wedangan) atau seperti tertusuk-tusuk jarum. Rasa tebal dikulit sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur. Kram Capai Mudah mengantuk Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata Gatal disekitar kemaluan, terutama wanita. Gigi mudah goyah dan mudah lepas. Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan berat badan lahir >4 kg (Misnadiarly, 2006). KOMPLIKASI a. Komplikasi akut DM Yang paling sering adalah reaksi hipoglikemia dan Koma diabetik. Reaksi Hipoglikemia Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa , dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam keadaan hipoglikemia, penderita harus segra diberi roti dan pisang. Bila tidak tertolong, diberi minum air teh bergula satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita akan tidak sadarkan diri. Karena koma ini disebabkan oleh kekurangan glukosa didalam darah, koma ini disebut koma hipoglikemik. Koma Diabetik

Berlainan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi, dan biasanya >600 mg/dl. Gejala yang sering timbul adalah: a. nafsu makan menurun (biasanya penderita dm mempunyai nafsu makan yang besar). b. Haus, minum banyak, kencing banyak. c. Kemudian disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam, sera berbau aceton. d. Sering disertai panas badan, karena biasanya ada infeksi.

b. Komplikasi kronik DM Oleh karena penderita lengah dan kurang memperhatikan kesehehatannya, komplikasi DM dapat dengan mudah menyerang seluruh organ tubuh maupun alat tubuh, mulai dari rambut sampai keujung kaki termasuk semua alat tubuh didalamnya. Jika perawatan DM dilaksanakan dengan baik, tertib, teratur atau terkendali komplikasi tersebut tidak akan muncul.

PATOFISIOLOGI 1. Diabetes melitus tipe I Pada diabetes melitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimu. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal akan menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalm berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin mengganggu metabolisme protein dan lemak

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan

selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. 2. Diabetes Melitus tipe II Pada diabetes melitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi isulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efetif untuk menstimilasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

PENATALAKSANAAN Tujuan utama penatalaksanaan klien diabetes melitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya ia akan terhindar dari hiperglikemia dan hipoglikemia. Penatalaksaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor : (1) aktivitas fisik, (2) diet, (3) intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien dalam membantu klien mengatasi kondisi kronis ini. Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual; ini berarti intervensi tersebut harus berdasarkan pada tujuan, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes klien, dan kemampuan untuk secara mandiri

melakukan keterampilan yang dibutuhkan oleh rencana penatalaksanaan. Penyatuan aspek psikososial kedalam rencana keseluruhan adalah vital. Tujuan awal untuk klien yang baru didiagnosa diabetes atau klien dengan kontrol buruk diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini : 1) Eliminasi ketosis, jika terdapat 2) Pencapaian berat badan yang diinginkan 3) Pencegahan manifestasi hiperglikemia 4) Pemeliharaan toleransi latihan 5) Pemeliharaan kesejahteraan psikososial 6) Pencegahan hipoglikemia

B. Diskusikan keterkaitan gangguan pancreas dengan meningkatnya kadar gula dalam darah. Pankreas memiliki dua hormon yang dapat diproduksi, yaitu insulin dan glukagon. Adapun fungsi dari insulin yaitu untuk mengubah glukosa menjadi glikogen dan fungsi dari glukagon yaitu untuk mengubah glikogen menjadi glukosa. Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau-pulau langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik atau hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila seseorang makanmakanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakan glukosa kedalam sel-sel otot, hati serta lemak. Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan. Selama masa puasa (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam), pankreas akan melepaskan secara terus menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon (hormon ini disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans). Insulin dan glukagon secara bersama-sama mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati. Jika salah satu atau kedua hormon tersebut tidak bisa diproduksi atau produksi hormonnya tidak baik maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen ataupun sebaliknya. Sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi.

C. Diskusikan keterkaitan DM dengan munculnya luka gangrene dan penurunan kesadaran. Gejala kaki DM dimulai dengan adanya perubahan kalus (pengerasan pada telapak kaki akibat perubahan titik simpan berat badan). Penderita DM yang gula darahnya tidak terkontrol dan tidak terkendali, lebih mudah untuk tumbuh kembangnya bakteri dari pada orang-orang yang non-DM. Literature melaporkan bahwa penderita DM hipoglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hyperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas trombosit, sehingga

mengahantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).

Selain itu, hipoglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi khemotoksis dilokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar dimusnahkan oleh sistem plagositosisbakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheorologi darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningkatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah baku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distol dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Akibat penurunan kesadaran: Akibat seseorang mengalami penyakit diabetes melitus, maka konsentrasi darah menjadi lebih pekat sehingga perjalanan darah menuju otak menjadi semakin lambat. Sehingga akibatnya suplai makanan dan oksigen yang harus diberikan kepada sel dalam tubuh berlangsung lama. Hal itu dapat menyebabkan sel-sel dalam tubuh menjadi hipoksia

termasuk otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran.

D. Diskusikan mengapa pasien harus dirawat berulang-ulang dengan masalah yang relatif sama, kemungkinan apa penyebab dan bagaimana cara mengatasi Karena umumnya pasien dengan Diabetes Melitus datang ke rumah sakit dengan keluhan yang sama yaitu diantaranya hiperglikemia, yaitu keadaan dimana kadar gula dalam darah pasien tinggi. Hiperglikemia merupakan komplikasi dari diabetes tipe I, meskipun klien dengan NIDDM juga dapat mengalaminya selama periode stress yang ekstrim. Penyebab hiperglikemia umumnya mencakup : 1. Menggunakan terlalu sedikit insulin 2. Tidak menggunakan insulin sama sekali

3. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan insulin yang meningkat akibat operasi, trauma, kehamilan, stress, pubertas, atau infeksi 4. Kurang aktifitas fisik 5. Membentuk resisten insulin sebagai akibat adanya antibodi insulin Jadi, pasien kebanyakan datang lagi ke rumah sakit karena merasa gula di dalam darahnya meningkat lagi karena pasien tidak teratur untuk memasukkan insulin ke dalam tubuhnya atau pun pasien merasa telah sembuh sehingga pasien tidak menggunakan insulin sama sekali. Cara mengatasi kambuh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Modifikasi diet Program dan latihan terencana Tanda dan gejala hipoglikemia / hiperglikemia dengan intervensi Penatalaksanaan terapi insulin Agensi pendukung komunitas Pemantauan glukosa darah Jadwal penggunaan insulin tepat waktu Harus dibuat jadwal pemakaian insulin

3 prinsip yang berguna dalam mengatur makanan dan pengobatan hipoglikemik / hiperglikemia 1. Makanan harus di makan setelah pemberian insulin dalam waktu onset. Misalnya, pada pemberian reguler insulin, makanan di makan dalam 1 jam setelah penyuntikan. 2. Pada pemberian intermediet atau long acting insulin dibutuhkan suplemen makanan, dalam waktu bersamaan dengan kerja puncak insulin. Misalnya dengan memberi makan pasien pada pukul 3 sore jika NPH insulin telah diberikan pada pukul 7 pagi. 3. Dengan pemberian intermediate atau long acting insulin perlu diberikan pula makanan pada waktu menjelang tidur, dengan maksud agar terdapat glukosa dalam darah sepanjang malam. E. Diskusikan data yang harus saudara kaji pada pasien ditinjau dari penyebab dan patofisiologi DM PENGKAJIAN Klien dengan diabetes harus dikaji dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Tipe diabetes kondisi klien, dan

rencana pengobatan adalah pengkajian penting yang harus dilakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut: 1. Riwayat atau adanya faktor resiko: a. Riwayat keluarga tentang penyakit b. Obesitas c. Riwayat pankreatitis kronis d. Riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg e. Riwayat glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid diuretik tiazid, kontrasepsi oral). 2. Kaji terhadap manifestasi DM: a. Poliuria (akibat dari diuresis osmotik bila ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal) b. Polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi dari poliuria) c. Polifagia (disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan perubahan sintesis protein dan lemak) d. Penurunan berat badan (akibat dari katabolisme protein dan lemak) e. Pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan keram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. 3. Pemeriksaan diagnostik a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (>200 mg/dL). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stres. b. Gula darah puasa (FBS) normal atau di atas normal. c. Essei hemoglobin glikolisat di atas rentang normal. Tes ini mengukur persentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%. d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap defisiensi intraselular, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis.

e. Kolestrol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidak adekuatan kontrol glikemi dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis. Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa di atas 140 mg/dL selama dua atau lebih kejadian, dan pasien menunjukka gejala-gejala DM (poliuri, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, ketonuria, dan kelelahan). Juga, diagnosis daat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain (30 menit, 60 menit, atau 90 menit) melebihi 200 mg/dL. 4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tidndakan, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi. 5. Kaji perasaan pasien tentang kondisi.

F. Diskusikan diagnose keperawatan yang mungkin terjadi pada pasien. 1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas(Aini, 2012) 2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme(Aini,2012) 3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi(Aini,2012) 4) Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan pelaksaan terapeutik, system pendukung kurang kuat( Engram, Barbara, 1998). 5) Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan aktual dan dirasakan berkenaan dengan kondisi kronis.( Engram, barbara, 1998). 6) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan( Rumahorbo, 1999)

G. Diskusikan tindakan keperawatan yang diperlukan oleh klien 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas. Intervensi 1) Pantau tanda tanda vital
RASIONAL

Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.

2) Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban.

Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.

3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan urin pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi. 4) Ukur BB setiap hari. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 5) Pertahankan cairan Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi 2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan. 6) Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis. 7) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung. Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit. Kolaborasi 8) Berikan terapi cairan sesuai indikasi Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. 9) Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme
INTERVENSI RASIONAL

1. Timbang BB setiap hari. 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri,

Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk absorpsi). Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.

abdomen, mual, muntah. 4. Identifikasi makanan yang disukai

5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. 6. Kolaborasi dengan ahli gizi

Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. kolaborasi dengan ahli gizi sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
INTERVENSI RASIONAL

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.

Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. 3. invasif Pertahankan teknik aseptik prosedur.

Mencegah timbulnya infeksi nasokoial.

Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. sungguh-sugguh, massage daerah yang

tertekan. 5. Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit lain pada mulut. 6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. 7. Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai. Pemberian antibiotik dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan pelaksaan terapeutik, system pendukung kurang kuat INTERVENSI RASIONAL

1. Anjarkan pasien tentang DM, pengobatan yang diresepkan untuk DM, dan aspek lain dari perawatan sesuai dengan panduan penyuluhan pasien. Evaluasi keefektifan penyuluhan. 2. Rujuk pasien pada kelas perawatan diri diabetik, bila oleh fasilitas atau agensi atau organisasi komunitas.

Lebih banyak pasien mengetahui tentang keadaannya, makin mungkin mereka mematuhi pengobatan yang diresepkan Karena DM adalah gangguan kronis sepanjang hidup, dukungan kontinu penting dalam membantu seseorang beradaptasi dalam perubahan gaya yang disebabkan oleh rencana terapeutik untuk pemeliharan diri, yang dapat meliputi pemantauan glukosa darah, prosedur stik jari, dan kemungkinan pemberian insulin sendiri Untuk mendorong pasien terlibat dalam melaksanakan tanggung jawab untuk perawatan diri Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat membantu pasien dalam merencanakn makan dengan menggunakan daftar pertukaran diabetic untuk memenuhi kebutuhan nutrisi khusus

3. Pertahankan pasien mendapat informasi tentang hasil glukosa darah. Jelaskan makna hasil dalam hubungannya dengan terapi 4. Rujuk pasien pada ahli diet untuk instruksi pada perencanaan makan untuk diet yang diresepkan. Tekankan perlunya pembatasan masukan alcohol karena ini mempunyai banyak kalori dan menghambat pelepasan insulin dari pancreas. Bila diabetes digunakan, beri tahu pasien bahwa reaksi seperti Antabuse ( sakit kepala, kemerehan wajah) terjadi bila alcohol digunakan 5. Berikan instruksi khusus untuk penatalaksnaan terapi insulin bila insulin diperlukan di rumah. Instruksi harus meliputi : Menghindari pemberian insulin dingin, biarkan insulin dari lemari es sampai hangat sesuai suhu ruangan selama satu jam sebelum digunakan.

Untuk meminimalkan episode hipoglikemia dan mencegah lipodistrofi, dua komplikais yang paling umum dihubungkan dengan terapi insulin jangka panjang.

Periksa tanggal kadaluarsa pada insulin dan buang vial bila telah lewat tanggalnya Gunakan dosis insulin yang diresepkan pada sedikitnya 30 menit sebelum makan sehingga kerja puncak dicapai pada hiperglikemia pascaprandial. Rotasi sisi injeksi subkutan.

Makan tiga kali sehari. Makan kudapan untuk mengimbangi puncak insulin untuk mencegah hipoglikemia. Pantau kadar glukosa darah setiap hari dan reaksi hipoglikemik dicurigai 6. Ajarkan perawatan kaki yang tepat. Instruksi harus mencakup : Inspeksi permukaan kaki dan diantara jari jari setiap hari. Mandikan kaki dangan sabun dan air hangat, keringkan kaki secara seksama. Gunakan bedak kaki ringan diantara jari jari dan dalam sepatu bla keringat menjadi masalah Beri pelumas kaki dengan pelembab ringan bila kering. Ganti kaus kaki setiap hari. Gunakan kaus kaki katun putih. Potong jari kaki menyilang lurus sehingga kuku sejajar dengan jari. Datang ke podiatris untuk penatalaksanaan kuku jari kaki yang tak tumbuh, atau tanduk. Jangan menggunakan obat poten untuk menghilangkan tanduk, kalus, atau jari kuku yang tak tumbuh Cari pengobatan medis untuk tanda tanda kerusakan kulit. Hindari penggunaan kompres air hangat atau panas pada kaki bila dingin, gunakan kaus kaki ekstra sebagai pengganti Jangan jalan tanpa alas kaki Gunakan sepatu ukuran yang tepat yang tidak terlalu sempit 7. Ajarkan pasien manifestasi hipoglikemia dan tindakan tepat untuk memperbaiki kadar glukosa darah adekuat : Selama mimpi tidur buruk, gelisah, dan diaforesis Bila terjaga lapar, mual, berkeringat, tremor, peka rangsang, sakit kepala, diplopia, takikardia, gugup, sakit kepala karena sinar, kacau mental, kebas bibir dan lidah.

Untuk mepertahankan integritas kulit dan menurukan resiko amputasi

Hipoglikemia adalah masalah umum yang dapat diatasi berkenaan dengan terapi insulin dan hipoglikemik oral. Dibiarkan tak teratasi, dapat terjadi kejang, koma, dan kematian

Jika hipoglikemia terjadi : Kaji kadar glukosa darah.

Makan sumber gula halus (jus jeruk, permen, jeli). Sertai dengan karbohidrat kerja lama ( roti, susu, krekers). Periksa ulang kadar glukosa darah dalam 15 menit. Bila gejala gejala menetap, ulangi kudapan dan periksa ulang glukosa darah. 8. Ajarkan pasien tentang factor factor yang diketahui menyebabkan hipoglikemia : masukan makanan takadekuat, kelebihan insulin. Menekankan pentingnya makan tiga kali sehari. 9. Anjurkan pasien selalu membawa permen

Untuk meminimalkan resiko episode hipoglikemik

Untuk tindakan cepat terhadap hipoglikemik bila diperlukan

5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan aktual dan dirasakan berkenaan dengan kondisi kronis. INTERVENSI 1. Biarkan pasien dan orang terdekat mengungkapkan perasaan RASIONAL Dengan mengungkapkan perasaan mempermudah penyelesaian masalah dan juga memungkinkan perawat mengidentifikasi fase yang mana dari proses kesedihan yang dialami pasien Perawatan dirumah untuk memenuhi kebutuhan social, emosi, dan spiritual pasien yang sakit dan keluarganya. Tim perawat kesehatan multidisiplin dan suka relawan terlibat dalam perawatan dirumah. Interaksi terapi dapat membantu perubahan individu untuk menerima. Informasi yang berlebihan dapat menambah ansietas yang menyebabkan depresi dan frustasi.

2. Jika kondisi berakhir dan mendekati tahap akhir, diskusikan perawatan di rumah

3. Hindari pemberian informasi yang bertubi tubi pada pasien selama fase awal proses berduka. Jawab pertanyaan khusus. Masukan informasi dan instruksi tambahan ketika pasien mulai menujukan kesiapan pola jadi perawatan diri. 4. informasikan pasien dan orang terdekat bahwa perasaan mereka normaldan bahwa ini memerlukan waktu untik menerima dan hidup dengan penyakit kronis dan perubahan citra tubuh. Hindari menganalisa dan mengkritik perilaku pasien. Informasikan pasien bahwa anda ada untuk bicara bila diperlukan. 5. Hindari berdebat dengan pasien dan membebani pasien dengan realita. Secara bertahap menanyakan atau menyampaikan suara keraguan untuk menyampaikan realita.

Selama proses berduka, pasien secara umum bereaksi tetapi tidak memahami mengapa mereka merasakan dan bertindak seperti yang mereka lakukan. Lebih dari itu, perasaan pasiendipengaruhi olehpemberi perawatan atau orang terdekat. Pendekatan ini menunjukan penerimaan pasien dan membuka pintu untuk pasien merasa nyaman dalam ekspresi perassaan jujur.

6. selama marah dan fasse tawar menawar : JANGAN : - Berdebat dengan orangtua - Moralisasi - Menekankan nilai-nilai anak dan keyakinan pasien - Menganggap reaksi pasien secara individu LAKUKAN : - Mendengarkan pasien tanpa menjadi defensif - Membiarkan pasien mengekspresikan marah - Member jawaban jujur tetapi menghindari memberikan peyakinan yang salah - Bersabar 7. Berikan penghargaan untuk mengekpresikan perasaan. 8. Bantu pasien memandang penyakit kronis atau perubahan citra tubuh sebagai tantangan untuk pertumbuhan daripada situasi yang tak mungkin. Gunakan istilah tantangan fisik daripada kecacatan. Hindari memberikan janji palsu 9. Lakukan rujukan psikiatik sesuai pelaksanaan bila perlu

Sikap tenangdan menerima dari pemberi perawatan membantu menghilangkan marah dan menujukan dukungan

Dukungan penting untuk meningkatkan kemajuan kearah penerimaan Janji palsu menghambat kebutuhan individu untuk mengungkapkan perasaan. Penggalian hasil positif dari situasi membantu mengembangkan harapan.

Bantuan professional mungkin perlu untuk membantu pasien yang menunjukan maladaptasi, seperti menyangkal jangka panjang, menarik diri dari social, regresi, neurosis, psikosis.

6. kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Intervensi Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada saat diperlukan Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan. Diskusikan topik-topik penting, seperti : Beberapa kadar glukosa nornal dan bagaimana hal tersebut dibandingkan dengan kadar glukosa darah klien, tipe DM yg diderita klien, hubungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi. Alasan mengapa terjadi ketoasidosis Komplikasi penyakit akut dan kronik meliputi gangguan pengelihatan (retinopati), perubahan dalam neuro sensori dan kardiovaskuler, perubahan fungsi ginjal/hipertensi. Peragakan cara pemeriksaan gula darah Rasional Hubungan saling percaya merupakan langkah awal yang peting untuk intervensi berikutnya. bersama klien untuk mencapai tujuan yang diinginkan klien. Supaya klien mengetahui kadar glukosa normal, dan klien mengetahui kadar glukosa klien rendah atau tinggi

1.

2. 3.

4.

Supaya klien mampu melakukan pemeriksaan

5.

6.

7.

8. 9. 10.

dengan menggunakan finger stick dan beri kesempatan klien untuk memperagakan ulang. Instruksikan pasien untuk memeriksa keton dalam urine jika glukosa darahnya lebih dari 250 mg/dl. Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah Review pemberian insulin mandiri dan perawatan peralatan. Berikan kesempatan pada pasien untuk memperagakan pada pasien tersebut. Identifikasi gejala hipoglikemia (misalnya ; lemah, pusing,letargi, lapar dll) Istruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatatan kaki. Peragakan cara pemeriksaan kaki ; menghindari sepatu yang ketat, perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk. Anjurkan penggunaan stocking dengan bahan alamiah.

gula darah secara mandiri.

Untuk

Supaya kadar gula darah dalam tubuh klien tetap dalam batas normal dan klien dapat menjaga makanan yang ia makan diluar rumah. Agar lien mengetahui dan mengerti akan pemberian insulin secara mandiri

pemeriksaan secara rutin dapat mencegah terjadi luka pada kaki. supaya klien dapat melakukan pemeriksaan kaki mandiri dan mencegah luka pada kaki.

H. Bagaimana mengevaluasi tujuan perawatan pasien ini dan aspek apa saja yang harus dievaluasi. a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas (Aini, 2012) Evaluasi: tidak terjadi kekurangan volume cairan. b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme(Aini,2012) Evaluasi: Nutrisi yang masuk sesuai degan kebutuhan pasien. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi(Aini,2012) Evaluasi: tidak terjadi infeksi pada luka ganggren pasien. d. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan pelaksaan terapeutik, system pendukung kurang kuat( Engram, Barbara, 1998). Evaluasi: dapat melaksanakan keterampilan pemeliharaan kesehatan secara benar, mengerti tentang hubungan antara keadaan sakit dan pengobatan yang disampaikan secara lisan.

e. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan aktual dan dirasakan berkenaan dengan kondisi kronis.( Engram, barbara, 1998). Evaluasi: Mengungkapkan rencana realistis, mencari informasi tambahan tentang kondisi, mengungkapkan pernyataan positif tentang diri sendiri. f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan( Rumahorbo, 1999) Evaluasi: Pasien mengetahui tentang penyakitnya, prognosis, maupun kebutuhan pengobatannya.

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keoerawatan Medikal-Bedah. Jakarta:EGC Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Bandung:Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Rumahorbo,Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:EGC Smeltzer,Suzanne C & Brenda G Bare. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

SUMBER WEB Aini. 2012. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Keperawatan Medikal Bedah. Ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedahkmb/askep-diabetes-melitus/ (Diakses tanggal 17 Maret 2013 )

You might also like