You are on page 1of 29

MOON FACE

Kelompok TUTORIAL B 31 : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Melissa Putri M. Napitupulu Rhys Sophie Irene Sihite Merryl Esther Juliana Wantah Christman Maruli Tua Jares Clinton Leonardho Bayu Wijayanto Monalisa Marcedes Michael Tambunan (1161050 123) (1161050 124) (1161050 125) (1161050 126) (1161050 127) (1161050 128) (1161050 129) (1161050 130)

I.

Klarifikasi kata-kata sulit a. Moon face : Kondisi Wajah yang tampak Bulat dan Bengkak karena tumpukan jaringan lemak. Tanda dari cushing syndrome. b. Bufalo hump : Penumpukan lemak di bagian belakang leher bentuk seperti pemdak kerbau diantara tulang belikat. c. Hirsuitisme : adanya rambut terminal yang berlebihan di wajah dan tubuh akibat adanya androgen yang berlebihan. d. Purple Striae : baris warna merah keunguan pada lipatan-lipatan. Karena pemecahan jaringan ikat subkutan e. Amenorhoe f. RR : Terhentinya mens sementara / jangka waktu yang panjang(>3bulan) : Respiratory rate (N : 16-24X / mnt) : produk sisa dari perombakan diri Kreatin fosfat di dalam otot. : Hasil akhir dari metabolism protein : Ukuran gila darah dalam tubuh ( gula darah sementara)

g. Kreatin h. Ureum i. II. GDS

Rumusan masalah a. Apa Penyebab yang terjadi pada wanita scenario? b. Apa Hubungan gejala yang terjadi dengan hasil pemeriksaan?jelaskan! c. Adakah hubungan antara obat pegal linu yang di konsumsi dengan keluhan yang terjadi dan apa yang terkandung di obat itu? d. Bagaimana Patofisiologinya? e. Bagaimana cara penatalaksanaan? f. Bagaimana epidemiologi dan prognosis dari penyakit ini? g. Apa DD dari penyakit pada scenario? h. Hormon apa saja yang terganggu pada scenario dan nama penyakit/ kelainan yang terjadi?

III.

Sindrom Cushing
A. DEFINISI Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap (Price, 2005). Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).

B. PENYEBAB 1. Sindromcushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga

mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing.

2. Sindrom cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.

C. TANDA DAN GEJALA 1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu : a. b. c. d. e. f. g. Obesitas yang sentrifetal dan moon face. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi. Diabetes melitus. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia

2.

Gejala hipersekresi ketosteroid : a. b. c. d. e. f. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ) Suara dalam. Timbul akne. Amenore atau impotensi Pembesaran klitoris. Otot-otot bertambah (maskuli nisasi)

3.

Gejala hipersekresi aldosteron. a. b. c. d. e. Hipertensi. Hipokalemia. Hipernatremia. Diabetes insipidus nefrogenik. Edema (jarang)

D. Patofisiologi Hipotalamus menghasilkan CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) yang merangsang kelenjar pituitary memproduksi ACTH. ACTH masuk ke dalam darah menuju ke kelenjar adrenal dan menstimuli adrenal menghasilkan kortisol. Kortisol disekresi oleh korteks adrenal dari area yang disebut zona fasciculate. Normalnya kadar kortisol dalam jumlah tertentu akan memberi negative feedback kepada kelenjar pituitary sehingga mengurangi sekresi ACTH. Pada sindrom Cushing terjadi kegagalan pengaturan kadar kortisol dalam darah oleh karena berbagai sebab. Misalnya sindrom Cushing yang disebabkan oleh adenoma pada korteks adrenal. Adenoma ini menyebabkan sekresi kortisol menjadi tinggi dan terus menerus sehingga negative feedback yang diberikan kepada kelenjar pituitary menjadi terlalu banyak sehingga kadar ACTH menjadi sangat rendah.

E.

PENATALAKSANAAN lebih banyak Sindrom Cushing yang disebabkan oleh tumor

Karena

hipofisisdibanding tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar hipofisis. Operasi pengangkatan tumor melalui hipofisektomi transfenoidalis merupakan terapi pilihan yang utama dan angka keberhasilannya sangat tinggi (90%). Jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar hipofisis juga memberikan hasil yang memuaskan meskipun di perlukan waktu beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi pilihan bagi pasien dengan hipertropi adrenal primer.

Setelah pembedahan, gejala infusiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48 jam kemudian sebagai akibat dari penurunan kadar hormon adrenal dalam darah yang sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison mungkin diperlukan selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal terhadap kebutuhan tubuh. Jika kedua kelenjar diangkat (adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan hormon hormon korteks adrenal harus dilakukan seumur hidup. Preparat penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethhimide, mitotane, ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat diperlukan karena dapat terjadi gejala insufisuensi adrenal dan efek samping akibat obat obat tersebut. Jika Sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid eksternal (eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau dihentikan secara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk mengobati proses penyakit yang ada dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi yang dilakukan setiap dua hari sekali akan menurunkan gejala SindromCushing dan memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.

Interpretasi pemeriksaan pada pemicu Presentasi klinis Onsetnya perlahan-lahan. 1. Perubahan tampilan disertai redistribusi lemak tubuh, wajah seperti bulan, dan batang tubuh mengalami obesitas seperti kerbau (sekitar 90% kasus). Ekstremitas

biasanya tetap normal tetapi obesitas bisa menyeluruh. pada anak-anak pertumbuhan menjadi terhambat. 2. Pemecahan protein menyebabkan kelemahan otot yang bisa menimbulkan keluhan miopati proksimal, striae ungu lebar (50%) pada perut, paha, dan bokong, dan mudah memar (30%). Striae pada obesitas berwarna merah muda. 3. Osteoporosis disertai nyeri punggung seperti kolaps vertebra (50%). 4. Gangguan toleransi karbohidrat yang bisa turut menyebabkan diabetes (10%). 5. Gangguan elektrolit disertai retensi natrium, kehilangan kalium, dan alkalosis hipokalemik, khususnya pada sindrom ACTH ektopik, di mana terdapat kadar ACTH sangat tinggi. Bisa terbentuk batu ginjal (20%). 6. Hipertensi, mungkin berhubungan dengan retensi natrium (60%). 7. Maskulinisasi akibat androgen adrenal amenorea, hirtusisme, suara berat, kulit berminyak disertai jerawat pada wanita (80%). 8. Gangguan mental depresi atau mania dan kadang-kadang perburukan dari kelainan psikiatri yang telah ada. NB: Hampir semua kasus ini disebabkan oleh kortikosteroid tinggi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Uji supresi deksametason.Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal. 2. Pengambilan sampele darah. Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma. 3. Pengumpulan urine 24 jam. Untuk memerikasa kadar 17 hiroksikotikorsteroid serta 17 ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine. 4. Stimulasi CRF.

Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat tempat tropi. 5. Pemeriksaan radioimmunoassay Mengendalikan penyebab sindrom cushing 6. Pemindai CT, USG atau MRI. Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal. Tes skrining untuk mencari kelebihan kortisol.

Kadar kortisol Mengukur kadar kortisol plasma secara acak kecil manfaatnya. Sering kali ditemukan Hilangnya irama sirkardian normal, Urin 24 jam bebas kortisol menunjukan produksi kortisol total dan merupakan tes skrining yang paling bermanfaat.

Tes supresi deksametason Deksametason 2 mg ditengah malam biasanya menekan kadar kortisol plasma sebanyak < 200 nmol/18 jam kemudian. Jika tes ini menunjukkan adanya kelebihan produksi kortisol, hal-hal berikut bisa membantu menegakkan diagnosis pasti dan menentukan etiologinya. Kadar ACTH tinggi pada sindrom Cushing yang tergantung pada hipofisis ( penyakit Cushing) atau produksi yang ektopik. Kadar ACTH rendah pada pasien dengan adenoma adrenal. Deksametason 2 mg tiap 6 jam selama 3 hari menekan kadar kortisol dalam urin pada sindrom Cushing, namun tidak ada lesi adrenal yang biasanya autonom. Pasien dengan penyakit Cushing menunjukkan peningkatan ACTH dan kortisol yang hebat sebagai respon terhadap CRH, sedangkan pasien dengan sekresi ACTH ektopik atau adenoma jarang memberikan respon. CT scan atau MRI pada hipofisis bisa menunjukan adanya adenoma, atau CT scan dengan hasil yang abnormal bisa mengungkapkan adanya lesi adrenal. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

1. Pemeriksaan Glukosa Darah Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan (GDP/ Gula darah puasa/ nuchter) atau 2 jam setelah makan (post prandial). Nilai normal: Orang Dewasa (OD) : 70-110 mg/dL Whole Blood OD : 60-100 mg/dL Anak : 60-100 mg/dL Bayi baru lahir : 30-80 mg/dL

Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan: Orang Dewasa (OD) : < 140 mg/dL/2 jam Whole Blood OD : <120 mg/dL/2 jam Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal kemungkinan menderita Diabetes Mellitus. Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksan kadar gula dalam darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral), 1 jam setelah diberi glukosa dan 2 jam setelah diberi glukosa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat toleransi tubuh terutama insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu.

2. HbA1C (Hemoglobin Glikosilasi) Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk memperoleh informasi kadar gula darah yang sesungguhnya, karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun waktu 2- 3 bulan. Glikosilasi adalah masuknya gula ke dalam sel darah merah dan terikat. Naka tes ini berguna untuk mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A (A1C) sepanjang umur sel darah merah (120 hari). A1C menunjukkan kadar hemoglobin darah terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-6%.

Semakin tinggi nilai A1C pada penderita DM semakin potensial berisiko terkena komplikasi. Pada penderita DM tipe II akan menunjukkan penurunan risiko komplikasi apabila A1C dapat dipertahankan 8% (hasil study United Kingdom prospective diabetes). Setiap penurunan 1% saja akan menurunkan risiko gangguan pembuluh darah (mikrovaskular) sebanyak 35% komplikasi DM lain 21% dan menurunnya risiko kematian 21%. Kenormalan A1C dapat diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap normal sepanjang waktu, tidak hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja yang sudah dipersiapkan sebelumnya (kadar gula rekayasa penderita). Olah raga teratur, diet dan taat obat adalah kuncinya.

3. Glukosa sewaktu Pemeriksaan glukosa darah tanpa persiapan bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaattanpa puasa dan tanpa pertimbangan waktu setelah makan. Dilakukan untuk penjajagan awal pada penderita yang diduga DM sebelum dilakukan pemeriksaan yang

sungguh-sungguh dipersiapkan nucther, setelah makan dan toleransi.

4. Fruktosamin Merupakan gula jenis lain yaitu fruktosa dan galaktosa, sakarosa dan lain-lain. Fruktosemia (peningkatan kadar fruktosa dalam darah) mengambarkan adanya defisiensi Enzim yang juga berpengaruh pada berkurangnya kemampuan tubuh mensintesis glukosa dari gula jenis lain sehingga terjadi hipoglikemi. Pemeriksaan fruktosamib menggunakan metoda enzymatic seperti pada pemeriksaan glukosa.

Sebab-sebab Kadar Gula dalam Darah Abnormal Rujukan glukosa darah puasa: 60-110 mg%

Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah

1. Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah Kolesterol Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan cenderung membuat endapan/ kristal/ lempengan yang akan mempersempit

atau menyumbat pembuluh darah. Nilai ideal: Orang Dewasa (OD) : <200 mg/dL OD Risiko sedang : 200-240 mg/dL OD Risiko tinggi : >240 mg/dL Bayi : 90-130 mg/dL Anak : 130-170 mg/dL Bayi/ Anak Risiko tinggi : >185 mg/dL

Klinis: Peningkatan kolesterol menyebabkan aterosklerosis dan terdapat pada penderita hipotiroidisme, DM, sirosis bilier, pankreatektomi, kehamilan trimester III, stres berat, hiperlipoproteinemi, diet tinggi kolesterol, dan sindrom nefrotik. Dapat juga disebabkan oleh obat pil KB, epinefrin, fenotiazin, vitamin A, sulfonamid, dan fenitoin.

2. Trigliserida Merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam lemak yang teresterasi menjadi gliserol, disintesis dari karbohidrat, dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum dibawa oleh lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakitarteri dibanding kolesterol. Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Pada peristiwa hidrolisis lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk lemak bebas. Nilai normal: Dewasa muda : s/d 150 mg/dL Dewasa > 50 tahun : s/d 190 mg/dL Bayi : 5,0-40 mg/dL Anak : 10-135 mg/dL Klinis: Penurunan kadar trigliserid serum dapat terjadi karena kongenital, hipertiroid, dan malnutrisi protein. Dapat juga oleh obat-obatan, asam askorbat, Atromid-S (kofribat), penformin, dan metformin. Peningkatan kadar trigliserida terjadi pada lipoproteinemi,

hipertensi, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, trombosis cerebral, sirosis alkoholik, DM tak terkontrol, Down sindrom, diet tinggi karbohidrat, dan kehamilan. Obat pil KB terutama esterogen dapat juga meningkatkan trigliserid.

3. HDL (High Density Lipoprotein) Merupakan salah satu dari tiga komponen lipoprotein, kombinasi lemak dan protein, mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserida dan fosfolipid, mempunyai sifat umum protein dan terdapat pada plasma darah, disebut juga lemak baik yang membnatu mengurangi penimbunan plak pada pembuluh darah. Nilai normal: Pria Dewasa : 55 mg/dL Wanita Dewasa : > 65mg/dL Risiko tinggi jantung koroner : < 35 mg/dL Risiko sedang jantung koroner : 35-45 mg/dL Risiko rendah jantung koroner : > 60 mg/dL Klinis: Peningkatan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh obat aspirin, cortisone, kontrasepsi, Fenotiazin dan sulfonamid, juga penyakit: DM, hipotiroid, nefrotik, dan eklamsia. 4. LDL (Low Density Lipoprotein) Adalah lipoprotein dalam plasma yang mengandung sedikit trigliserid, fosfolipid sedang protein sedang dan kolesterol tinggi. Normal: Normal OD : < 150 mg/dL Risiko tinggi jantung koroner : > 160 mg/dL Risiko sedang jantung koroner : 130-159 mg/dL Risiko rendah jantung koroner : < 130 mg/dL Klinis: Merupakan lipoprotein Beta yang mempunyai andil utama terjadinya aterosklerosis dan penyakitarteriakoronaria. 5. VLDL (Very Low Density Lipoprotein) Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserid tinggi, fosfolipid dan

Kolesterol sedang, serta protein rendah. Termasuk lipoprotein beta yang andil besar dalam aterosklerosis beta dan PJK. Kadar fraksi lemak dalam lipoprotein

Albumin Adalah protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50% protein plasma ditemukan hampir pada tiap jaringan Albumin (C720 H 1134 N 218 S5 ) 248), dibuat di hati dan berfungsi utama untuk mempertahankan tekanan koloid osmotic darah sehingga cairan vakular dapat dipertahankan. Nilai normal : Dewasa : 3.8-5.1 gr/dl (biuret) atau 52-68% protein total Anak : 4.0-5.8 gr/dl Bayi : 4.4-5.4 gr/dl Bayi baru lahir : 2.9-5.4 gr/dl Interpretasi : Penurunan Albumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular menuju ke jaringan Sehingga terjadi edema. Penyakit/ kondisi yang sering menyebabkan hipoalbuminemia (penurunan dalam darah) : 1. Berkurangnya sintesi albumin : malnutrisi, sindroma malabsorpsi, radang kronik, penyakit hati kronik, kelainan genetic. 2. Peningkatan akskresi (kehilangan) : nefrotik sindrom, luka bakar luas, dan penyakit usus. 3. Katabolisme meningkat : Luka bakar luas, sirosis hati, kehamilan, gagal jantung

kongesti Hipoalbuminemia menunjukkan tanda kehilangan protein a radang di jejunum, ileum, Colon atau sindroma malabsorbsi. Diagnosis banding untuk menurunya albumin serum pada sistem gastrointestinal: Ankilostomiasis Emboli arteri mesenterika Enteritis regional Enteropati kahilangan protein Gastritis Gastroenteritis dan kolitis Kolitis ulseratif Malabsorbsi: Sebab tidak ditentukan Obstruksi usus Penyakit kolon (Celiac disease) Peritonitis Sindroma Zollinger-Ellison Strongiloidiasis Ulkus peptik: tempat tidak ditentukan

Kortikosteroid dalam Plasma Kortikosteroid (kortisol) adalah hormon glukokorticoid yang dihasilkan oleh korteks adrenal akibat stimulasi ACTH. Kadar kortisol dalam plasma tinggi pada pagi hari dan rendah pada sore hari. Peningkatan kortisol dapat disebabkan oleh hiperfungsi adrenokortikal pada sindrom Cushings, kanker kelenjar adrenal, stress, kehamilan, asidosis diabetik, hipertiroidisme, AMI, dan nyeri atau panas yang hebat. Dapat juga karena obat-obat pil KB, esterogen, spironolakton, dan triparanol. Penurunan kadar kortisol dapat disebabkan oleh hipofungsi adrenokortikal pada Penyakit Addisons, hipofungsi adenohipofisa, dan hipotiroidisme. Nilai normal: Dewasa:

Pagi : 5-23 ug/dl atau 138-635 nmol/l, Sore :3-13 ug/dl atau 83-359 nmol/l Anak: Pagi : 15-25 ug/dl Sore : 5-10 ug/dl Catatan: Pagi : jam 08.00-10.00 Sore : jam 16.00-18.00

Pemeriksaan Kadar Hormon Adrenal dan Test Poros Kelenjar Pitutari-Adrenal Mengukur kadar hormon yang beredar Glukokortikoid hati merombak glukokortikoid menjadi metabolit yang dieksresikan

dalam urin. Metabolit ini diukur sebagai kelompok 17-hidroksikortikoid (17-OHCS). Dapat bereaksi dengan fenilhidrazine membentuk senyawa berwarna kuning (Reaksi Porter-Silber). Aldosteron dan sistem angiotensin diagnostik tidak dieksresi dalam urin. Adrogen adrenal hormon androgen adrenal maupun testis dimetabolisasi menjadi metabolit yang mempunyai ari

senyawa yang disebut 17-ketosteroid (17-KS). Hormon dalam plasma yang beredar dipengaruhi oleh kecepatan sekresi dan kecepatan sekresi dan kecepatan perombakan hormon; kadar protein pengikat hormon juga mempengaruhikonsentrasi hormon dalam darah. Kelenjar adrenal mensekresi kortisol tidak secar terus menerus tetapi pada waktu tertentu, pengikatan CBG menyebabkan terjadinya keseimbangan, sehingga bagian hormon bebas yang merupakan bentuk yang mempunyai aktivitas biologis dapat dilepaskan secara kontinue. Penentuan tunggal kadar ACTH atau kortisol dapat menyesatkan angka-angka berubah menyolok tergantung waktu ada sekresi atau waktu tidak aktif. Letusan sekresi kortisol terjadi paling sering malam hari sehingga kadar kortisol dalam plasma selalu lebih tinggi pada waktu bangun tidur daripada siang hari. Semua hormon adrenal dan hormon yang mengatur yang mengatur sekresi hormone adrenal dapat diukur dengan cara radioimmunoassay. Pengukuran kadar kortisol dan adrenal secara langsung dapat mempermudah melakukan tes penyaringan atau tes diagnostik, tetapi memeriksa kadar hormon dalam urin tetap

berguna, terutama bila ada dugaan kelainan yang disertai produksi zat androgen, seperti tumor adrenal atau gangguan sintesa hormon steroid. Zatzat yang disekresi ke dalam urin sering diukur berulang kali untuk mengikuti hasil manipulasi farmakologik. Tes dengan urin umumnya lebih murah dari mengukur kadar hormon dalam serum.

Tes poros kelenjar pituitari adrenal Kadar glukokortikoid dikendalikan oleh sekresi ACTH dan sebaliknya kadar ACTH dipengaruhi kadar hormon adrenal yang beredar. Dikenal dua tes untuk mengukur keadaan mekanisme umpan balik ini. 1. Tes supresi deksametasone Deksametasone dan 19-alfa-fluorohydracortisone keduanya merupakan glukokortikoid yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar adrenal dan pituitari tanpa menyebabkan perubahan ekskresi steroid secara kuantitatif yang menyolok. Kedua jenis obat ini dapat digunakan untuk tes supresi deksametasone, tetapi 19-alfa-fluorohydracortisone menyebakan retensi natrium sebagai pengaruh sampingan yang kurang baik. Setelah jumlah awal sekresi 17-hidroksikortikoid 24 jam diukur, 0,5 mg deksametasone diberikan tiap 6 jam selama 2 hari. Pada penderita dengan fungsi poros kelenjar pituitari adrenal yang normal, produksi hormon steroid berkurang sebagai akibat dari rangsangan ACTH yang berkurang. Biasanya penurunan terjadi sampai 2,5 mg berkurang per 24 jam pada hari kedua pemberian obat. Obat anti konvulsi fenitoin dan fenobarbital yang mengakibatkan terbentuknya oksidase dengan fungsi campuran oleh hati dapat menyebabkan degradasi deksametasone yang cepat sekali sehingga pengaruh fisiologik menjadi kurang dan seolah-olah menyebabkan kegagaln supresi hormon. Dosis deksametasone bertambah Penderita dengan sindroma cushing tidak dapat mengurangi ekskresi steroid setelah dosis total 4 mg. Seringkali dimungkinkan untuk membedakan antara hiperplasia bilateral dari tumor adrenal sebagai penyeba dari hiperfungsi kelenjar adrenal setelah mengulang tes deksametsone dengan dosis yang lebih tinggi. Pada hiperplasia bilateral, pemberian 2 mg deksametasone tiap 6 jam sebanyak delapan dosis biasanya menyebabkan penurunan ekskresi 17-OHCS hingga 50% atau kurang dari kadar basal, sedangkan pada adenoma tidak dipengaruhi pada oleh dosis total sebanyak 16 mg. Pada penderita dengan sinroma

cushing yang disebabkan tumor kelenjar pituitari mungkin hasil ekskresi berkurang setelah dosis deksametasone yang lebih tinggi tetapi tidak setelah dosis yang lebih tinggi. Tes deksametasone cepat Untuk menghindari akibat buruk dari pemberian obat yang berlangsung lama dan kesulitan pengumpulan urin selama 24 jam, dapat dilakukan tes supresi deksametasone cepat sebagai tes penyaring. Pada tes yang lebih sederhana ini diberikan deksametasone 1 mg per oral tengah malam dan pada pagi harinya kortisol plasma diukur dan urin 5 jam diperiksa terhadap 17-OHCS dan kreatinin. Pada ornag normal didapat kadar kortisol plasma pada jam 8 pagi tidak melebihi 5 g/dl atau 10 g/dl dan eksresi 17_OHCS per g kreatinin tidak melibihi 4 mg dalam periode 7 jam pagi hingga siang hari.

2. Tes Metyrapone Penetuan sebab hiperfungsi korteks adrenal Keadaan poros kelenjar adrenal pituitari harus diselidiki untuk mengetahui sebab dari hiperfungsi kelenjar adrenal. Tes Deksametason dosis tinggi biasanya mengurangi ekskresi 17OHCS melalui urin hingga 50% atau lebih bila ada hiperaktivitas kelenjar pituitari. Peningkatan 17-OCHS seperti yang diharapkan setelah pemberian metyrapone, terjadi pada sindroma cushing karena kelainan kelenjar pituitari dan sering terjadi peningkatan dalam jumlah berlebihan. Bila ACTH disekresi oleh neoplasma di luar kelenjar pituitari, pemberian deksametasone dosis berapapun tidak akan memberi dampak. Bila kadar 17-OHCS dan 17-KS keduanya meningkat, berarti terjadi stimulasi ACTH berlebihan, pada adenoma kelenjar adrenal kadar androgen sering normal, sehingga kadar 17-KS dalam urin juga normal. Di lain pihak, karsinoma kelenjar adrenal Di lain pihak, karsinoma kelenjar adrenal meningkatkan kadar 17-KS lebih tinggi dari kadar 17-OHCS. Deksametason Supresi Test (DST)/ Pemeriksaan Supresi ACTH Deksametason adalah kelompok glukokortikoid yang kuat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya supresi deksametason dan memeriksa ACTH. Apabila ACTH turun setelah pemberian deksametason berarti umpan balik negatif dan berdampak pada penurunan kortisol dalam plasma dan urine. Dalam kasus psikiatrik tes deksametason

sangat bermanfat dalam mendiagnosa penyakit afektif, misalnya depresi, melankolia, dll. Lima puluh persen (50%) pasien gangguan afektif tidak terjadi supresi plasma kortisol. Nilai rujukan: > 50% reduksi kortisol plasma atau 17-OHCS urine Screening cepat: kortisol plasma jam 08.00; < 10 ug/dl, jam 16.00: < 5 ug/dl Urine 17-OHCS: < 4 mg/ 5jam

2.5Tatalaksana dan komunikasi, informasi dan edukasi bagi pasien dalam pemicu 1. obat antidiabetik oral karena pasien pada pemicu harus menjalani tempering off terhadap obat yang dikonsumsinya selama ini; dan obat tersebut dicurigai mengandung kortikosteroid; maka obat-obatan antidiabetik oral yang aman dikonsumsi pasien ini adalah : biguanid sebenarnya dikenal 3 jenis ado dari golongan biguanid: fenformin, buformin, dan metformin, tetapi fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. i. mekanisme kerja metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. efek ini terjadi karena adanya aktivitas kinase di sel (amp-activated protein kinase). meski masih kontroversial, adanya penurunan fungsi glukosa di hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. preparat ini tidak memiliki efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin. biguanid tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh.

masa paruhnya sekitar 2 jam. dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (mantenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. obat diminum pada waktu makan. ii.efek samping hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual; muntah, diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis, keluhan-keluhan tersebut segera hilang. pada psien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat meningkatkan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh. iii.indikasi sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa. iv.kontraindikasi biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien dengan penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. pada pasien yang akan diberikan zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. insidens asidosis akibat metformin kurang dari 0,1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnya lebih rendah lagi. penghambat enzim -glikosidase obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. dengan menghambat kerja enzim glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien dm. karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan

menimbulkan efek samping hipoglikemia. akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada dm usia lanjut atau dm yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin. obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk. akarbose, merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat desoksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada -amilase pankreas lemah. kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada dm tipe 1 dan 2, dan pada dm tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan hba1c secara bermakna. pada pasien dm dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan hba1c). efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain, malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating. untuk mengurangi efek samping tersebut, sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu, kemudian secara bertahap ditingkatkan setiap 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan. dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack). akarbose paling efektif diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltosa.

2. obat antiobesitas sibutramin suatu obat antiobesitas yang kerjanya menghambat ambilan serotonin dan noradrenalin, dan secara lebih lemah juga dopamin. hal tersebut memberikan efek penurunan berat badan dengan mengurangi asupan energi melalui efek memberikan rasa cepat kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun, serta mempertahankan berat badan yang sudah turun. demikian

pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan, pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik dapat memperbaiki kadar trigliserida dan kolesterol hdl. efek sampingnya serupa dengan amfetamin; namun dalam kejadian yang lebih jarang; yaitu kegelisahan, pusing, tremor, refleks hiperaktif, suka bicara, rasa tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang juga euforia. dosis awal yang dianjurkan adalah 10 mg. namun bila setelah 4 minggu penurunan berat badan hanya sejumlah <2 kg, dosis dapat ditingkatkan hingga 15mg/hari. bila penurunan berat badan masih hanya sebesar <2 kg setelah 4 minggu, maka penggunaan obat harus dihentikan.

3. obat untuk mikroalbuminuria valsartan merupakan suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. dosis 80-320 mg/hari, dengan frekuensi pemberian satu kali. obat ini tersedia dalam bentuk tablet 40 dan 80 mg. Komunikasi, informasi dan edukasi pasien Terangkan secara sederhana mengenai penyakit yang dideritanya Nasehati pasien untuk tidak makan obat sembarangan/tidak sesuai indikasi Minta pasien untuk menjaga kesehatannya secara umum, makan dengan baik dan melakukan olahraga yang rutin. Namun karena disebabkan tulang2nya yang rapuh, jangan sampai pasien melakukan olahraga high impact yang menyebabkan dia jatuh, karena bisa memperbesar kemungkinan patah tulang. Menginformasikan pada pasien bahwa apabila dalam hasil periksa tulang massa tulang berkurang, bisa diberi tambahan vitamin D dan suplementasi kalsium Jika pasien merokok, edukasi dia untuk berhenti, karena merokok bisa menyebabkan pseudo-cushing syndrome, begitu juga dengan alkohol Jaga diet karbohidrat agar glukosa darah terkontrol, jangan lupa mengecek gula darah secara berkala selama tappering off

Jaga diet lemak agar kadar kolesterol total bisa menurun

Penyebab Hiperglikemia
Diabetes mellitus
Hiperglikemia kronis yang tetap ada bahkan di negara-negara puasa ini paling sering disebabkan oleh diabetes melitus, dan hiperglikemia kronis kenyataannya adalah karakteristik mendefinisikan penyakit. Intermiten hiperglikemia mungkin ada di negara-negara prediabetic. Episode akut hiperglikemia tanpa penyebab yang jelas dapat mengindikasikan diabetes atau kecenderungan untuk gangguan ini. Pada diabetes mellitus, hiperglikemia biasanya disebabkan oleh tingkat insulin rendah (Diabetes mellitus tipe 1) dan / atau dengan resistensi terhadap insulin pada tingkat sel (Diabetes mellitus tipe 2), tergantung pada jenis dan keadaan penyakit. Tingkat insulin rendah dan / atau resistensi insulin mencegah tubuh dari mengkonversi glukosa menjadi glikogen (sumber pati seperti sebagian besar energi yang tersimpan dalam hati), yang pada gilirannya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah. Dengan tingkat glukosa normal, jumlah total glukosa dalam darah pada saat tertentu hanya cukup untuk menyediakan energi untuk tubuh selama 20-30 menit, dan kadar glukosa harus tepat dipelihara oleh mekanisme internal tubuh kontrol. Ketika mekanisme gagal dalam cara yang memungkinkan glukosa untuk naik ke tingkat normal, hiperglikemia hasilnya.

Obat
Obat tertentu meningkatkan risiko hiperglikemia, termasuk beta blockers, epinefrin, diuretik thiazide, kortikosteroid, niasin, pentamidin, inhibitor protease, L-asparaginase, dan beberapa agen antipsikotik. Administrasi akut stimulan seperti amfetamin biasanya menghasilkan hiperglikemia, penggunaan kronis, bagaimanapun, menghasilkan hipoglikemia.

Penyakit Kritis

Sebagian besar dari pasien yang menderita suatu stres akut seperti infark stroke atau miokard dapat mengembangkan hiperglikemia, bahkan dalam adanya diagnosis diabetes. Penelitian pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa ini tidak jinak, dan bahwa hiperglikemia yang diinduksi stres dikaitkan dengan risiko tinggi kematian setelah infark miokard stroke dan. Glukosa plasma> 120 mg / dl dengan tidak adanya diabetes merupakan tanda klinis dari sepsis. Trauma fisik, operasi dan berbagai bentuk stress berat sementara dapat meningkatkan kadar glukosa.

Fisiologis stres
Hiperglikemia terjadi secara alami selama masa infeksi dan peradangan. Ketika tubuh stres, katekolamin endogen yang dirilis itu - antara lain - berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Jumlah kenaikan bervariasi dari orang ke orang dan dari respon inflamasi terhadap respon. Dengan demikian, tidak ada pasien dengan hiperglikemia pertama kali harus didiagnosis segera dengan diabetes jika pasien yang sakit bersamaan dengan sesuatu yang lain. Pengujian lebih lanjut, seperti glukosa plasma puasa, glukosa plasma acak, atau dua jam postprandial glukosa tingkat plasma, harus dilakukan. Hipokalemia Definition : Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah. Cause : Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan.

Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu. Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia.

Sign & Symptoms : Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali. Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung. Diagnose : Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya Treatment : Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi garam kalium (kalium klorida) per-oral. Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga diberikan dalam dosis kecil, beberapa kali sehari. Sebagian besar orang yang mengkonsumsi diuretik tidak memerlukan tambahan kalium. Tetapi secara periodik dapat dilakukan pemeriksaan ulang dari konsentrasi kalium darah sehingga sediaan obat dapat diubah bilamana perlu. Pada hipokalemia berat, kalium bisa diberikan secara intravena. Hal ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan biasanya hanya dilakukan di rumah sakit, untuk menghindari kenaikan kadar kalium yang terlalu tinggi. Diagnosis Banding Sindroma Cushing : Bila terdapat sindroma Cushing, hipersekresi ACTH hipofisis (penyakit Cushing) harus dibedakan dengan sindroma ACTH ektopik dan tumor-tumor primer di adrenal (1,10) 1. Prosedur-prosedur- Pengukuran kadar basal ACTH plasma dan uji supresi deksametason dosis tinggi akan menegakkan diagnosis yang tepat pada kebanyakan keadaan, walau cukup sering ada pengecualian-pengecualian.

2. Hasil : a. Penyakit Cushing- Pasien-pasien penyakit Cushing mempunyai kadar ACTH dalam plasma yang normal atau meningkat sedang, dan adanya kadar yang dapat dideteksi konsisten dengan adanya hiperplasia adrenokortikal bilateral. Kadar ACTH plasma pada penyakit Cushing berkisar dari 40 sampai 200 pg/mL (8,844,4 pmol/L), dan sekitar 50% pasien mempunyai nilai-nilai yang konsistensi dalam batas-batas normal. Pasien-pasien penyakit Cushing khas mempertahankan keadaan supresibilitas sekresi ACTH; yaitu, sekresi kortisol dapat disupresi sampai di bawah 50% kadar basal den gan uji deksametason dosis tinggi. b. Sindroma ACTH ektopik- Pada sindroma ACTH ektopik, kadar ACTH plasma sering sangat meningkat (500-10.000 pg/mL [111-2222 pmol/L]) dan berbeda di atas 200 pg/mL (44,4 pmol/L) pada 65% pasien. Tetapi, karena pada kadar yang rendah overlap dengan kisaran tersebut terlihat pada penyakit Cushing, uji supresi dengan deksametason harus dilakukan juga. Karena kontrol sekresi ACTH tidak ada, sekresi kortisol secara klasik tidak tersupresi dengan deksametason dosis tinggi. Sebagai tambahan, pada sebagian besar pasien secara Minis terbukti adanya tumor primer. c. Tumor-tumor adrenal- Tumor-tumor adrenal yang berfungsi secara otonom mensekresi glukokortikoid, dan hasil supresi pada aksis hipotalamushipofisis yang normal menimbulkan kadar ACTH plasma yang tidak dapat 28 dideteksi (< 20 pg/mL [2.2 pmol/L]) dan tidak terjadi supresi steroid dengan pemberian deksametason dosis tinggi. Prognosis Sindrom Cushing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena gangguan kardiovaskular dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskular irreversible. Pengobatan substitusi permanent memberikan resiko pada waktu pasien mengalami stress dan diperlukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh

karena kakeksia dan/atau metastasis.

F. DAFTAR PUSTAKA Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:EGC.

Susanne C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999.

Sylvia A. Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC. http://pratama-22.blogspot.com/2012/07/sindrom-cushing.html

You might also like