You are on page 1of 8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Mola Hidatidosa I. KASUS Pasien hamil 2 bulan G2 P1A0, berusia 32 tahun datang dengan keluhan keluar darah melalui jalan lahir seperti haid. Pasien merasa hamil 2 bulan, flek-flek sejak 6 hari yang lalu, 2 hari pertama berupa flek kecoklatan, 3 hari berikutnya berhenti. 1 hari SMRS keluar darah seperti haid, keluar jaringan (), keluar seperti gelembung (-). Pasien juga mengeluh mual muntah sejak awal kehamilan, nadi cepat (-), cepat lelah (-). HPM : 14-4-2012, HPL: 21-1-2013, UK 9+6 minggu Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi 92 kpm, laju respirasi 20 kpm, suhu afebris. Pada palpasi abdomen ballotement (-), TFU setinggi pusat. Pada auskultasi djj (-), USG didapatkan hasil Gambaran snowflake storm, tidak ditemukan gambaran janin, HCG urine 1/5120. Pasien didiagnosis Mola Hidatidosa II. MASALAH YANG DIKAJI Bagaimana cara mendiagnosis Mola Hidatidosa

III.

PEMBAHASAN Definisi Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari jaringan trofoblast yang bersifat jinak dimana pertumbuhan atau proliferasi sel-sel trofoblast yang berlebihan dengan stroma mengalami degenerasi hidropik (terutama sinsitiotrofoblast), villi khorialis tumbuh berganda berbentuk gelembung kecil berisi berisi cairan jernih (asam amino, mineral) menyerupai buah anggur sehingga penderita sering dikatakan hamil anggur.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Epidemiologi Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 dari 120 kehamilan) dibandingkan wanita di Negara-negara barat (1 dari 2000 kehamilan). Angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1:50 sampai 1: 141 kehamilan. Menurut data dari RSCM (Jakarta), kejadian mola hidatidosa dilaporkan 1: 49 kehamilan.

Etiologi Sampai saat sekarang penyebab mola hidatidosa belum diketahui dengan pasti. Terdapat berbagai teori tentang penyebab terjadinya mola hidatidosa diantaranya teori infeksi, defisiensi makanan dan teori kebangsaan serta teori consanguinity. Teori yang paling cocok dengan keadaan ini adalah teori dari Acosta Sison yaitu defisiensi protein, karena penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dengan golongan ekonomi rendah.

Faktor resiko Faktor resiko yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain : 1. Multiparitas 2. Kehamilan pada usia < 20 tahun dan > 35 tahun 3. Faktor ovum ( ovum mati) : ovum memang sudah patologik namun terlambat dikeluarkan 4. Imunoselektif dari trofoblas 5. Infeksi virus 6. Kelainan kromosom yang belum jelas 7. Kekurangan protein 8. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Klasifikasi Pengklasifikasian mola hidatidosa berdasarkan ada tidaknya jaringan janin dalam uterus :

1. Mola hidatidosa komplit (klasik) Merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin, hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Secara makroskopik ditandai dengan gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran yang bervariasi beberapa milimeter sampai 1-2 cm. 2. Mola hidatidosa inkomplit (parsial) Merupakan keadaan dimana perubahan mola hidatidosa bersifat lokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau setidaknya kantong kehamilan, umumnya janin mati pada bulan pertama. Secara makroskopis tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin.

Patologi 1. Makroskopik Mola hidatidosa mempunyai gambaran yang khas, yaitu berupa kistakista atau gelembung-gelembung dengan ukuran yang berbeda-beda, mulai dari beberapa milimeter sampai 2-3 cm. Dindingnya tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan yang sifatnya tidak berbeda dengan cairan ascites atau edema. Bila ukurannya kecil-kecil, tampak sebagai kumpulan telur katak, tetapi bila gelembungnya besar tampak sebagai rangkaian buah anggur yang bertangkai. Tangkai ini melekat pada endometrium. Umumnya seluruh endometrium dikenai. Bila tangkainya putus, terjadilah perdarahan. Kadangkadang gelembung tersebut diliputi oleh bekuan-bekuan darah merah atau coklat tua yang sudah kering.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
2. Mikroskopik Pada mola hidatidosa klasik tampak gambaran sebagai berikut : a. b. c. Vili khorialis yang edematous. Tidak ada atau berkurangnya pembuluh darah dalam stroma vili. Proliferasi sel-sel trofoblas. Sebagian vili tampak nekrotik, sedang lainnya berukuran subnormal, tapi sedikit menggembung, seperti yang tampak pada vili berumur kurang dari 23 hari pasca konsepsi. Stroma vili kosong, tidak berisi pembuluhpembuluh darah, hanya kadang-kadang tampak kapiler-kapiler kecil. Lapisan sel trofoblast yang mengelilingi vili tidak selalu sama.

Patogenesis Ada 2 teori yang berkaitan dengan penyakit trofoblas : 1. Teori missed abortion Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu, terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi pembendungan cairan dalam jaringan mesenkim villi dan akhirnya terbentuklah gelembunggelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah disebabkan

kekurangan gizi berupa asam folat dan histidin pada kehamilan hari ke-13 dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan dalam angiogenesis. 2. Teori neoplasma dari Park Pada kehamilan dapat terbentuk sel-sel trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal, dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Diagnosis Diagnosis mola ditegakkan berdasarkan : Anamnesa : Adanya amenore Tanda-tanda hamil muda seperti mual, muntah, kehamilan ini dialami lebih berat dari kehamilan biasa Perut membesar lebih cepat dari usia kehamilan Adanya perdarahan pervaginam, ini adalah hal yang sangat penting dan biasanya hal ini yang membuat pasien berobat ke RS. Sifat perdarahan biasanya sedikit-sedikit dan perdarahan berlangsung lama sehingga pasien mengalami anemia, sedangkan kalau terjadi perdarahan banyak bisa terjadi syok sampai kematian Pemeriksaan Fisik : Tanda-tanda hamil (+) : kloasma gravidarum (+), mamae membesar, areola papil hiperpigmentasi, colostrum (+), abdomen membesar lebih dari usia kehamilan Test kehamilan (+) dan kadar HCG meningkat sangat sugestif Ballotement (-), BJA pada usia kehamilan >5 bulan Mola bite (bising mola)

Pemeriksaan Penunjang : Ro Foto Abdomen : tidak ada rangka janin USG : Gambaran badai salju (Snow Flake Pattern) Diagnosis pasti : pemeriksaan patologi anatomi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Penatalaksanaan Perbaiki keadaan umum Pasien biasanya dalam keadaan anemis karena mengalami perdarahan sedikit-sedikit dan lama atau sudah mengalami perdarahan banyak. Siapkan darah dan transfusikan, beri antibiotik, kontrol VS, perdarahan pervaginam.

Evakuasi jaringan mola Ada dua cara yaitu kuretase dan histerektomi. Kuretase Dilakukan pengeluaran jaringan mola dengan menggunakan kuret tumpul. Untuk memperbaiki kontraksi bisa diberikan uterotonika. Jaringan mola yang keluar diperiksa histopatologik. Histerektomi Dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk keganasan. Batasan yang dipakai umur 35 tahun, anak hidup 3 orang. Pemberian profilaksis sitostatik Diberikan pada pasien yang jaringan molanya sudah dikeluarkan yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi untuk menjadi ganas atau pada pasien yang gambaran histopatologinya meragukan. Prognostik Mola (Gold Stein Mola) No 1 2 3 4 5 Jenis Mola Besar uterus Kadar HCG Umur pasien Adanya penyerta 1 Partial <1 bulan <50000 20-40 th 2 Klasik >1 bulan 50000100000 <20 th 1/lebih 3 Rekuren >2 bulan 105-106 >40 th 4 >3 bulan >106 >50 th -

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Penyerta dari mola : Preeklampsia, hipertiroid, emboli trofoblas ke paru. Skor <4 jinak, skor >4 cenderung ganas. Pada pasien yang mengalami perdarahan banyak dilakukan

histerektomi dengan kedua adneksa ditinggalkan dan dilanjutkan dengan pemberian sitostatika. Obat sitostatika yang diberikan : Methothrexate, Actinomicin D, Adriamicin, Vincristin, dll.

4. Perawatan tindak lanjut pasca tindakan mola (follow up) Dilakukan karena mola dapat berkembang menjadi ganas dan perawatan tindak lanjut ini dilakukan selama 1-2 tahun. Yang difollow up : Kadar HCG : biasanya setelah pengeluaran jaringan mola kadar HCG akan menurun dan normal kembali (<10 miu/dl) dan ini terjadi sekitar 2 minggu setelah pengeluaran mola. Kadar yang menurun lambat, tidak turun atau malah meningkat cenderung menunjukkan keganasan. Waktu follow up hCG adalah : Pemeriksaan hCG setiap minggu sampai pemeriksaan normal selama 3 minggu berturut-turut. Yang diikuti dengan pemeriksaan setiap bulan sampai hasil normal selama 6 bulan berturut-turut. Waktu rata-rata kadar hCG mencapai normal adalah 9 minggu setelah evakuasi. Pasien disarankan tidak hamil selama follow up dengan cara sterilisasi, oral kontrasepsi atau metode barier (memakai kontrasepsi kondom, diafragma vagina). Pemakaian IUD selama kadar hCG belum normal jangan dilakukan karena risiko untuk perforasi. Dilakukan pemeriksaan ginekologi secara berkala selama follow up. Mola hidatidosa dikatakan sembuh bila kadar HCG pada 3 x pemeriksaan dalam keadaan normal atau pasien sudah melahirkan janin dalam keadaan sehat.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REFLEKSI KASUS
Kesimpulan Pada pasien ini diagnosis mola hidatidosa komplit ditegakkan berdasarkan anamnesis didapatkan data pasien hamil UK 9+6 minggu, perdarahan pervaginam awalnya berwarna kecoklatan menjadi darah segar. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, TFU setinggi pusat (semestinya belum teraba), tidak terdengar DJJ pada auskultasi serta dari hasil USG gambaran snowflake storm khas mola dan tidak ditemukan adanya produk kehamilan dan hasil kuretase juga didapatkan jaringan mola tanpa produk kehamilan. Pilihan penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan dengan benar yaitu dilakukan kuretase dan diberikan antibiotik profilaksis, sedia darah karena ada kemungkinan anemia akibat kehilangan darah cukup banyak

Yogyakarta,

Juni 2012

Dokter Pembimbing,

dr. Tri Budianto, SpOG

You might also like