You are on page 1of 9

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK TESIS, Januari 2012 Yulianti Andria PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEGAGAN (CENTELLA

ASIATICA (L) URBAN) TERHADAP KADAR HORMON ESTRADIOL DAN KADAR HORMON PROGESTERON TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) BETINA

ABSTRAK Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk semakin lama menunjukkan permasalahan yang mengkhawatirkan, karena tidak diimbanginya dengan peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu pemerintah menjadikan program keluarga berencana (KB) sebagai bagian dari pembangunan nasional. Belakangan ini masyarakat beralih menggunakan cara kontrasepsi dengan menggunakan ramuan obat tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon estradiol dan progesteron pada tikus putih (Rattus norvegicus) betina. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Post test only control group design, terhadap tikus putih betina dengan berat 200-300 gr. Sampel terdiri dari 24 ekor tikus yang dibagi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (K), perlakuan 1, 2, dan 3. Kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun pegagan ( Centella asiatica (L) urban) dengan dosis masing-masing: 560 mg, 630 mg dan 700 mg setiap hari selama 10 hari. Setelah 10 hari perlakuan tikus diambil darahnya dan diperiksa kadar hormon estradiol dan progesteron. Hasil analisis data dengan One way anova diperoleh pengaruh yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan terhadap kadar hormon estradiol dan progesteron. Semakin besar dosis yang diberikan maka semakin menurun kadar hormon estradiol dan progesteron tikus putih (Rattus norvegicus) betina. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan ( Centella asiatica (L) urban) terhadap penurunan kadar hormon estradiol dan kadar hormon progesteron pada dosis 560 mg, 630 mg, dan 700 mg terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) betina Kata kuci: Ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban), kadar estradiol, kadar progesteron

THE BIOMEDICAL SCIENCE STUDY PROGRAM THESIS, January 2012 Andria, Yulianti THE INFLUENCE OF ADMINISTERING PEGAGAN LEAF EXTRACT (CENTELLA ASIATICA (L) URBAN) TO ESTRADIOL AND PROGESTERONE LEVELS OF FEMALE WHITE MOUSE (RATTUS NOVERGICUS)

ABSTRACT Population density in Indonesia was one of the problem faced by the government up to day has not managed. In this case is caused by increasing number of resident every year. Increasing number of resident longer show problems feeling concerned about, because is not balanced by increase welfare. Therefore, the government make family planning program as a part from the national building. The latter, the society change the contraception method by using traditional drugs formulated. This study is aim to know influence of administration pegagan extract (Centella asiatica(L) urban) to estradiol and progesterone levels to female white mouse (Rattus novergicus). This study using the approach method Post only control group design, to the female white mouse, of 200-300 gram. The samples include 24 mices divided 4 groups are the treatment groups 1, 2,and 3 respectively. To the treatment groups is given pegagan leaf extract ( Centella asiatica(L) urban) with doses 560 mg, 630 mg and 700 mg respesctively for 10 days. After 10th day is taken their blood and examined rstradiol and progesterone levels. The result of data analysis by One way anova is obtained significantly influence (p<0.05) between the control group (C) and the treatment groups of estradiol and progesterone levels. Increasingly doses given hence estradiol and progesterone levels of female white mouse ( Rattus novergicus) decrease too. The conclusion, there is influence of administering pegagan leaf extract (Centella asiatica(L) urban) to decrease estradiol and progesterone levels at doses 560 mg, 630 mg and 700 mg, respectively to female white mouse (Rattus novergicu). Key words: Pegagan leaf extract (Centella asiatica(L) urban), estradiol level, progesterone level.

PENDAHULUAN Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk semakin lama menunjukkan permasalahan yang mengkhawatirkan, karena tidak diimbanginya dengan peningkatan kesejahteraan. Pertambahan jumlah penduduk tidak saja mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat di bidang pangan, tetapi juga lapangan kerja, pendidikan, kesehatan dan perumahan.

Laju pertumbuhan penduduk di Sumatra Barat menurut BPSRI, 2011. Yaitu tahun 1971-1980 (2,21), tahun 1980-1990 (1,62), tahun 1990-2000 (0,63), sedangkan data fertilitas tahun 1971 (6,18), tahun 1980 (6), tahun 1985 (5), tahun 1990 (4), tahun 1991 (3,6), tahun 1994 (3,19), tahun 1998 (2,94), tahun 1999 (2,87) (Sumber: Sensus Penduduk dan Sensus Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)). Oleh karena itu pemerintah menjadikan Program Keluarga Berencana (KB) sebagai bagian dari pembangunan nasional. Peningkatan pelayanan Program Keluarga KB merupakan salah satu cara untuk merencanakan dan mengatur jarak kelahiran. Dalam usaha memberi pelayanan kepada masyarakat

berbagai macam metode kontrasepsi telah ditawarkan, akan tetapi sampai sekarang metode kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi yang ideal harus memenuhi beberapa syarat-syarat sebagai berikut: 1) dapat dipercaya; 2) tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan; 3) daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan (reversibel); 4) tidak dapat menimbulkan gangguan sewaktu coitus; 5) tidak memerlukan motivasi terus menerus; 6) mudah pelaksanaannya; 7) murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk saat sekarang masyarakat lebih memilih alternatif menggunakan obat tradisional karena dianggap relatif lebih murah (dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat), efisien dan lebih aman dari efek samping dibandingkan dengan obat sintetik. Obat tradisional yang banyak digunakan dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad - abad yang lalu. Obat tradisional yang terbuat dari suatu tanaman merupakan sumber utama yang digunakan sebagai obat-obat baru, termasuk obat kontrasepsi. Berbagai jenis tumbuhan liar di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai bahan alam untuk membuat obat kontrasepsi. Obat-obat tersebut diharapkan aman jika dikonsumsi oleh masyarakat tanpa menimbulkan efek samping yang membahayakan (Agustina, 2008). Salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional tersebut adalah pegagan (Centella asiatica (L) urban). Nama lokal pegagan yaitu: Daun kaki kuda atau antanan (Indonesia), Pegaga (Aceh), pengaga, daun pengaga, kaki kuda, rumput kaki kuda (Melayu); pegago, pugago (Minangkabau), antanan bener, antanan gede, antanan rambat, ki antanan, cowet gompeng (Sunda), gagan-gagan, ganggagan, kerok batok, panegowang, panigowang, pacul gowang, rendeng, calingan rambat (Jawa), gan-ganan, kos-tekosan (Madura), pengaga, piduk, tapak kuda, tapal kuda (Bali), pegaga, wisu-wisu (Makasar), cipubalawo, daun tungke-tungke (Bugis), kuku kuda (Medano), sarowati, kori-kori (Halmahera), kolitidi menora (Ternate), dogauke, gogauke, dan sandanan (Papua) (Achmad, S.A, 2008). Pegagan (Centella asiatica (Linn) urban) atau Hydrocotyle asiatica, Linn atau Pasequinus, Rumph, telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan. Tanaman ini telah terbukti memiliki efek farmakologi yang telah terbukti dari beberapa penelitian, di Australia pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat

untuk penyembuhan luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberculosis, lepra, disentri, demam, dan penambah selera makan. Selain itu, pegagan juga mudah didapat yang banyak ditemukan didaerah perkebunan, ladang, tepi jalan, pematangan sawah ataupun di ladang yang agak basah (Besung, 2009). Pada penelitian Fitriyah, 2009. Ekstrak daun pegagan pada dosis rendah 75 mg/kg BB dapat meningkatkan jumlah folikel pada ovarium betina, sedangkan pada dosis tinggi 100 mg/kg BB dan 125 mg/kg BB pegagan dapat menyebabkan folikel folikel atresia pada ovarium mencit betina. Sedangkan pada penelitian Kristanti. A.N, 2010. Ekstrak pegagan pada dosis 125 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 275 mg/kg BB dapat menurunkan perkembangan folikel ovarium mencit, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan antifertilitas atau kontrasepsi alamiah. Berdasarkan hal di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauhmana pengaruh penggunaan ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L)) urban) terhadap perubahan hormon estradiol dan progesteron pada tikus putih betina (Rattus norvegicus). 1.1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon estradiol pada tikus putih (Rattus norvegicus) betina ? 1.2.2 Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon progesteron pada tikus putih (Rattus norvegicus) betina ? METODE Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium (Experimental Research) atau penelitian experimental, yang bertujuan untuk mempelajari fenomena dalam kerangka korelasi sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan (manipulasi) pada subjek penelitian kemudian diuji secara empirik (Yanwirasti, 2008). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian True Experimental Design Post Test Only Control Group Design yaitu rancangan yang digunakan untuk mengukur efek setelah diberikan perlakuan pada beberapa buah kelompok (kontrol dan perlakuan) yang dikondisikan secara identik dan telah dikendalikan berbagai variabel yang tidak dikehendaki atau non eksperimental Pada kelompokkelompok tertentu diberikan intervensi sebagai cause

sedangkan kelompok yang lain tidak diberikan intervensi, kemudian dibandingkan efek yang terjadi antara kelompok-kelompok tersebut (Yanwirasti, 2008). Tahap Persiapan a. Tikus putih betina dewasa yang memenuhi kriteria (baik umur, maupun berat badan) disiapkan sebanyak 24 ekor b. Melakukan adaptasi lingkungan selama 1 minggu untuk penyesuaian terhadap lingkungan dengan diberi makan yaitu pakan dan minum tikus biasa c. Pengelompokan tikus (3 kelompok perlakuan dan 1 kontrol dimana masing-masing terdiridari 6 ekor tikus). Membuat ekstrak daun pegagan, dimana dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 560 mg, 630 mg, dan 700 mg. Tahap Pelaksanaan a. Memberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak pada mesing-masing kelompok perlakuan secara berulang dengan dosis 560 mg, 630 mg dan 700 mg dengan konsentrasi volume {1,12 cc/200 gr ( P1), 1,26 cc/200 gr (P2) dan 1,40 cc/200 gr (P3)} setiap jam 06.00 10 hari (2 siklus estrus) b. Setelah hari ke-10 kelompok perlakuan dan kontrol di ambil darahnya sebanyak 2 ml dengan cara intracardial (bias tikus langsung mati jadi tidak perlu dilakukan terminasi), kemudian darah tikus dimasukkan kedalam tabung reaksi atau test cup. Darah hewan yang diambil kemudian didiamkan selama 15 menit lalu dimasukkan ke dalam alat sentry pus dengan kecepatan 3000 sampai dengan 4000 PPM selama 15 menit atau 20 menit. Kecepatan 4000 PPM waktunya selama 15 menit sedangkan kececapan 3000 PPM waktunya selama 20 menit. Pisahkan plasma dengan serum atau filtrate (jernih) dengan endapan. Ambil bagian filtrate (jernih) kemudian disimpan dalam suhu <20 oC. Kemudian akan dilakukan pemeriksaan hormon estradiol dan progesteron.

b.

4.1.1. Pengukuran hasil penelitian a. Pengukuran hasil kadar hormon Estradiol dilakukan dengan menggunakan ELISA (Enzim Linked Immunosorbent Assay). 1. Semua reagen harus dibiarkan dalam suhu kamar (18-25 C) sebelum digunakan

Pipet 50 l standar, sampel dan QC ke dalam Mikro Plate 3. Tambahkan 100 l Estradiol Enzym Conjugate untuk tiap Mikro Plate, kemudian shaker 2-5 menit 4. Inkubasi pada suhu 37 C selama 2 jam 5. Setelah diinkubasi buang larutan yang ada berada di Mikro Plate tadi kemudian cuci dengan Washing Solution dengan volume 300 l dan shaker selama 3 menit, ulangi pencucian selama 5 kali, setelah selesai balikkan, tekan kuat dengan kertas penyerap untuk mengeringkan dengan tissue 6. Tambahkan 100 l larutan TBM Substrate ke setiap Mikro Plate sesuai dengan urutan 7. Inkubasi tabung selama 20 menit pada suhu ruang tutup dengan kaca film lalu dibungkus dengan aluminium poil. 8. Menghentikan reaksi dengan menambahkan 50 l Stop Solution kedalam tiap Mikro Plate dengan lembut, campuran/ digoyang selama 5 detik 9. Kemudian masukkan Mikro Plate ke dalam Elisa Spectrophotometere, Baca dan obserpasi pada panjang gelombang 450 nm. Pengukuran hasil kadar hormon progesteron dilakukan dengan menggunakan ELISA (Enzim Linked Immunosorbent Assay). 1. Semua reagen harus dibiarkan dalam suhu kamar (18-25 C) sebelum digunakan 2. Pipet 50 l standar, sampel ke dalam Mikro Plate 3. Tambahkan 100 l Progesteron Enzym Conjugate untuk tiap Mikro Plate, kemudian shaker 30 detik 4. Inkubasi pada suhu 37 C selama 1 jam 5. Setelah diinkubasi buang larutan yang ada berada di Mikro Plate tadi kemudian cuci dengan Washing Solution dengan volume 250-300 l dan shaker selama 3 menit, ulangi pencucian selama 5 kali, setelah selesai balikkan, tekan kuat dengan kertas penyerap untuk mengeringkan dengan tissue 6. Tambahkan 100 l larutan TBM Substrate ke setiap Mikro Plate sesuai dengan urutan 2.

7.

8.

9.

Incubasi tabung selama 10 menit pada suhu ruang tutup dengan kaca film lalu dibungkus dengan aluminium poil. Menghentikan reaksi dengan menambahkan 50 l Stop Solution kedalam tiap Mikro Plate dengan lembut, campuran/ digoyang selama 5 detik Kemudian masukkan Mikro Plate ke dalam Elisa Spectrophotometere, Baca dan obserpasi pada panjang gelombang 450 nm.

Tabel 5.2

Hasil Uji Anova Terhadap Kadar Hormon Estradiol (pg/ml) Tikus Putih Betina Dewasa (Rattus novergicus) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Pegagan Mean 54,07 41,83 34,07 30,90 SD 5,65 0,70 0,73 9,51 p < 0,001

Kelompok Kontrol P1 (560 mg) P2 (630 mg) P3 (700 mg)

HASIL PENELITIAN Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian Ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon estradiol dan kadar hormon progesteron tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut. 4.1. Hormon Estradiol Hasil Uji Normalitas Kolmogorov smirnov Kadar Hormon Estradiol Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina Setelah Pemberian Ekstrak Daun Pegagan

Tabel 5.1

Dari table 5.2. Didapatkan hasil uji ANOVA terlihat rata-rata penurunan kadar hormon estradiol pada kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) yang diberi ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan diperoleh (p<0,001) yang berarti ada pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban). Untuk melihat signifikasi antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Bonferroni. Tabel 5.3 Uji Multiple Comparations Bonferroni Terhadap Kadar Hormon Estradiol (pg/ml) Tikus Putih Betina Dewasa (Rattus novergicus) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (J) Dosi s Perl akua n P1 P2 P3 P2 P3 P3 Mean differe nce p 95% Confidence Interval Lowe Upper r Bound Boun d 7,36 17,11 15,12 18,29 2,88 6,05 -0,04 24,88 28,04 12,64 15,81 1,71

Kadar Hormon Estradiol (pg/ml) Mean SD P N 40,217 9,512 0,230 24 Kontrol Berdasarkan Tabel 5.1 terlihat bahwa hasil uji normalitas diperoleh nilai p value sebesar 0,230 (p > 0,05), yang berarti data tersebut terdistribusi normal, kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA untuk melihat adakah pengaruh pemberian Ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon estradiol tikus putih (Rattus norvegicus) betina. (I)

Dos is Perl aku an

12,24* 20,00* 23,17* 7,76* 10,93* 3,17

0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,43

P1 P2

Dari tabel 5.3. Diketahui bahwa antara kelompok kontrol dengan kelompok P1, kelompok kontrol dengan kelompok P2, kelompok kontrol dengan kelompok P3, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Untuk antar kelompok perlakuan, kelompok P1 dengan kelompok P2, kelompok P1 dengan kelompok P3, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p< 0,05), sedangkan pada

kelompok P2 dengan P3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). 4.2. Hormon Progesteron

Tabel 5.6 Uji Multiple Comparations Bonferroni Terhadap Kadar Hormon Progesteron (ng/ml) Tikus Putih Betina Dewasa (Rattus novergicus) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (I) Dosis Perlak uan (J) Dosis Perla kuan P1 P2 P3 P2 P3 P3 Mean differenc e 4,38* 6,01* 7,17* 1,63* 2,79* 1,16 p 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 3,02 5,75 4,65 7,38 5,81 8,54 0,27 3,00 1,43 4,16 -0,20 2,53

Tabel 5.4 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov smirnov Kadar Hormon Progesteron Tikus Putih (Rattus norvegicus) Betina Setelah Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L) urban) Kadar Hormon Progesteron (ng/ml) Mean SD p N 18,116 2,882 0,314 24

Kontrol

P1 P2

0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,13

Berdasarkan Tabel 5.4 terlihat bahwa hasil uji normalitas diperoleh nilai p value sebesar 0,314 (p > 0,05), yang berarti data tersebut terdistribusi normal, kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA untuk melihat adakah pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon progesteron tikus putih (Rattus norvegicus) betina. Tabel 5.5 Hasil Uji Anova Terhadap Kadar Hormon Progesteron (ng/ml) Tikus Putih Betina Dewasa (Rattus novergicus) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Pegagan Mean 22,51 18,13 16,49 15,33 SD 0,75 1,11 0,68 0,58 p < 0,001

Dari tabel 5.6. Diketahui bahwa antara kelompok kontrol dengan kelompok P1, kelompok kontrol dengan kelompok P2, kelompok kontrol dengan kelompok P3, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Untuk antar kelompok perlakuan, kelompok P1 dengan kelompok P2, kelompok P1 dengan kelompok P3, menunjukkan perbedaan yang bermakna (p< 0,05), sedangkan pada kelompok P2 dengan P3 tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). Diskusi Hormon Estradiol Secara normal kadar hormon estradiol yang dihasilkan sangat tergantung pada folikel di ovarium yang diperlukan untuk terjadinya ovulasi, jika perkembangan folikel berlangsung normal maka akan dihasilkan kadar hormon yang normal juga. Sebaliknya jika selama proses perkembangan folikel terganggu, maka folikel menjadi atretik yang akan mempengaruhi kadar hormon estrogen yang terbentuk. Hal ini sangat tergantung pada besarnya gangguan yang terjadi selama proses perkembangan folikel. Pada penetian ini, pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon estradiol terjadi penurunan akibat dari kandungan dari daun pegagan yaitu triterpenoid saponin Micheal. H (2009), Triterpenoid saponin mengandung steroid yaitu diosgenin atau yang sering disebut dengan genin. Genin dapat diubah menjadi progesteron memalui proses kimia yang disebut penguraian maker yang menghasilkan testosteron dan estradiol. Progesteron dibentuk dari pregnenolon melalui penghilangan atom hydrogen dari C dan
3

Kelompok Kontrol P1 (560 mg) P2 (630 mg) P3 (700 mg)

Dari tabel 5.5. Didapatkan hasil uji ANOVA terlihat rata-rata penurunan kadar hormon progesteron pada kelompok perlakuan (P1, P2, dan P3) yang diberi ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan diperoleh (p<0,001) yang berarti ada pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban). Untuk melihat signifikasi antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Bonferroni.

pergeseran ikatan ganda dari cincin B pada posisi 5-6 ke cincin A pada posisi 4-5, perubahan ini oleh adanya bantuan enzyme 3 hidroksi dehidrogenase

dan isomerase, selanjutnya dengan bantuan enzyme 17 hidroksilase, progesteron akan diubah menjadi 17 hidroksi progesteron yang kemudian mengalami demolase menjadi bentuk testoteron, yang selanjutnya testosteron mengalami aromatisasi (pembentukan gugus hidroksi fenolik pada atom C )
3

4-5

ditemukannya folikel hingga mencapai folikel de graff. Pada hewan betina, gonadotrophin releasing hormone (GnRH) disekresikan dari hipothalamus merangsang pelepasan lutenising hormone (LH) and follicle stimulating hormone (FSH) dari pituitari anterior. FSH and LH disekresikan dengan taraf yang berbeda pada periode siklus estrus. Pada awal siklus (fase follicular), FSH merangsang perkembangan folikel-folikel, salah satu diantaranya berkembang cepat menjadi folikel de Graff (GF). Folikel de Graaf mensekresikan hormon estradiol (Hernawati, 2011). Menurut de lucia,et all (1997), bahan aktif pegagan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium. Hormon Progesteron Kadar hormon progesteron yang dihasilkan sangat tergantung pada perkembangan korpus luteum, jika perkembangan korpus luteum berlangsung normal maka akan dihasilkan kadar hormon yang normal. Sebaliknya jika selama proses perkembangan korpus luteum menurun mengakibatkan produksi progesteron terganggu. Hal ini sangat tergantung pada besarnya gangguan yang terjadi selama proses perkembangan korpus luteum. Pada penelitian ini, pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon progesteron terjadi penurunan akibat dari kandungan dari daun pegagan yaitu triterpenoid saponin mengganggu perkembangan folikel ovarium, sehingga ovulasi tidak terjadi, maka tidak terbentuklah korpus luteum. Korpus luteum berfungsi untuk mensekresikan hormon progesteron. Hormon pelepasan GnRH memicu hipofisis anterior mengeluarkan hormon FSH. FSH memicu pematangan folikel di ovarium sehingga terjadi sintesis estradiol dalam jumlah besar. Estradiol menyebabkan terjadinya prolifesasi sel-sel endometrium. Estradiol yang tinggi memberi tanda kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon LH. Pengeluaran LH ini menyebabkan terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk mensintesis hormon progesteron. Progesteron menyebabkan perubahan terjadinya perubahan sekretorik pada endometrium disebut juga fase luteal. Jika terjadi gangguan pada hormon FSH dan LH tidak akan terbentuk sel telur, hormon estrogen dan progesteron juga tidak akan terbentuk dan terjadi penurunan, sehingga dapat terjadi gangguan haid karena faktor hormonal, maka dapat dikatakan wanita tersebut mengalami gangguan kesuburan. (Guyton, 2003)

menjadi estradiol (E ).
2

Kadar estradiol yang tinggi akan menghambat (inhibin) hipofisis anterior dengan umpan balik negatif, sehingga hormon FSH dan LH tidak dikeluarkan oleh hipofisis anterior, maka hal ini akan mengganggu proses perkembangan sel folikel ovarium, sehingga kadar estradiol menjadi menurun dan ovulasi tidak terjadi, maka tidak terbentuklah korpus luteum yang berfungsi untuk mensekresikan hormon progesteron. Kandungan dari triterpenoid saponin selain asiatikosida terdapat juga madekosida dan asam asiatik. Asam asiatik diduga bersifat sitotoksik bila kadarnya dalam darah berlebihan akan menyebabkan apoptosis sel pada folikel ovarium. Apoptosis sel pada folikel yang terjadi akibat asam asiatik dimulai dengan rusaknya mitokondria sehingga sitokrom C akan terdisosiasi dari membran mitokondria. Akibatnya permukaan sel akan menggelembung seperti balon dan kromatin (DNA bersama proteinnya) mengalami degradasi. Protein yang dihasilkan mirip dengan protein Bcl 2 yang menyebabkan sel meningkatkan produksi Bcl 2 sendiri, hal ini membuat sel menjadi rentan terhadap apoptosis. Protein Bcl 2 terdapat pada sel granulosa yang dapat mengakibatkan folikel atresia. Atresia folikel mengakibatkan berhentinya mitosis pada sel granulosa. Hal ini sesuai dengan penelitian Fitriyah (2009), dengan memperlihatkan bahwa ekstrak daun pegagan terhadap perkembangan folikel ovarium pada mencit didapatkan hasil bahwa. Pada dosis 75 mg/KgBB terjadi peningkatan jumlah folikel primer, sekunder dan tertier. Akan tetapi dengan dosis 100 mg/KgBB, dan 125 mg/KgBB , tidak ditemukannya folikel hingga mencapai folikel de graff. Besar kemungkinan hal tersebut dikarenakan jumlah zat aktif yang terkandung dalam dosis memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium. Begitu juga dengan penelitian Kristanti. A.N, (2010) yang melihat potensi Ekstrak daun pegagan dosis tinggi (125 mg/KgBB, 200 mg/KgBB, dan 275 mg/KgBB) sebagai anti fertilitas pada mencit.didapatkan hasil hasil bahwa tidak

Pada pertengahan siklus estrus LH menyebabkan folikel de Graaff pecah pada proses ovulasi dan akan menjadi korpus luteum. Korpus luteum mensekresikan progesteron (Hernawati, 2011). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) terhadap kadar hormon estradiol dan progesteron pada tikus (Rattus norvegicus) betina : 7.1.1 Terjadi penurunan kadar estradiol setelah pemberian daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) Terjadi penurunan kadar progesteron setelah pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban)

http://ksuheimi.blogspot.com/2007/09/sik lus-hidup-ovarium.html. diakses tanggal 25 Maret 2010. Besung, Kerta nengah I. 2009. Pegagan (Centella aisatica) Sebagai Alternative Pencegahan Infeksi Pada Ternak. Jurnal Penelitian vol.2. no 1 26 agustus 2009. Bali : Universitas Udayana Binkley SA. 1995. Endocrinology. New York: Harper Collins College Publisher. BPSRI, 2011. Data Jumlah Penduduk Sumatra Barat. Sensus Penduduk dan Sensus Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)). (up date tgl 20 agustus 2011) Dalimarta, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya. Dasuki, Undang Ahmad. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB De Lucia, R., Sertie J.A.A., Camargo E.A. dan Panizza S. 1997. Pharmacological and Toxicological Studies on Centella asiatica Extract. Dalam Abstrak Fitoterapia Journal Fitriah, 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan Terhadap Folikel Ovarium, Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Ed. ke-20. Diterjemahkan oleh Widjajakusuma H M. Djauhari (ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC): hal 1266-1283 Harborne and Turner. 1984. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Press. Hernawati, 2011,Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon Dari Tanaman Kedelai, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

7.1.2

Saran 4.1.1. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas maka disarankan agar pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) dapat dipertimbangkan sebagai kontrasepsi alamiah atau bahan antifertilitas. Bagi peneliti selanjutnya tentang ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L) urban) agar dapat melakukan studi toksikologi dan pengaruhnya ke organ hati dan ginjal.

4.1.2.

DAFTAR PUSTAKA Acmad, Sjamsul Arifin, 2008. Ilmu Kimia Dan Kegunaan: Tumbuh Tumbuhan Obat Indonesia, Penerbit: ITB . Bandung Agusta, Andria. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB Press. Agustina, icha dan hendri Busman, 2008. Struktur histology folikel primer, sekunder dan tertier ovarium mencit (mus musculus) setelah pemberian Ekstrak rimpang rumput teki (cyperus rotundus L). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Lampung: Universitas Lampung Almahdy. A ,dkk, 2009. Buku Penuntun Praktikum Farmakologi, Fakultas Fakultas Universitas Andalas Padang Ardi, Elita G. 2007. Aromatase Inhibitor : Terapuetik Generasi Berikutnya Untuk Endometriosis?. Jounal Reading Endokrin. Lab / Smf Obstetri dan Ginekologi FK Unand / RS Dr M Djamil Padang.

Kristanti, Ari Nur. 2010. Potensi Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban ) Dosis Tinggi Sebagai Antifertilitas Pada

Mencit (Mus Musculus) Betina, Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Kumala Sari, Lusia Oktora Ruma. 2006. Pemanfaatan obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian vol III, No.1, April 2006. Jember: Universitas Negeri Jember.

Malherbologie. 2008. Centella asiatica (L.) Urban. http://www.malherbologie.com. (Diakses tanggal 23 agustus 2011) Michael Heinrich, et all. 2009. Farmakologi dan Fitoterapi. Jakarta: EGC Robinson, Treror. 1995. Kandungan Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung Savitri, Organik

Evika Sandi. 2006. Studi Morfologi Tumbuhan Gulma Yang Berpotensi Sebagai Obat Di Lingkungan Uin Malang. Jurnal Saintika vol. 3. No 02 mei - 2006. Malang : UIN Press

Sheerwood Lauralee 2001, Fisiologi Manusia dari sel ke system, Edisi kedua EGC, Jakarta Singgih Santoso, 2001. Buku latihan SPSS Statistik Non Parametrik, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Speroff L, Fritz MA. 2005. Hormone biosynthesis, metabolism and mechanism of action. In Clinical Gynecologic endocrinology and infertility. Seven Ed. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia. hal 25 96. Turner, C Donnel dan Joseph T Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Penerjemah : Harsojo. Yogyakarta : Penerbit Airlangga University Press. Winarto, W.R dan Maria Surbakti. 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan. Jakarta: Agromedia Pustaka Yanwirasti, 2008. Langkah Langkah Pokok Penelitian Biomedik, FK Andalas Padang Yatim Wildan. 1990. Reproduksi dan embriologi. Bandung: Tarsito

You might also like