You are on page 1of 7

1.

Definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan dari saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005)

2.

Etiologi Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C. Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu: a. antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar b. antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil c. antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis

3.

Manifestasi Klinik Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodroma, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat. Kemudian gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:

a. Demam lebih dari 7 hari Pada kasus tertentu, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. b. Gangguan saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue, lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali dengan disertai nyeri tekan. Biasanya didapatkan kondisi konstipasi, kadang diare, mual, muntah, tapi kembung jarang. c. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen.Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. d. Pada punggung terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam). e. Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis. 4. Pemeriksaan Penunjang Identifikasi kuman melalui isolasi atau biakan Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi jumlah darah yang diambil; perbandingan volume darah dari media empedu; dan waktu pengambilan darah. Uji Widal. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Metode Enzyme Immunoassay Dot didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Gambaran Laboratorik Demam tifoid 1. Leukosit Akan terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam tubuh (leukositosis) 2. SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus 3. Biakan darah - (+) memastikan Demam tifoid, orang yang hasil pemeriksaan (+) maka orang tersebut sudah terjangkit Demam tifoid - (-) tidak menyingkirkan Demam tifoid artinya jika hasil negatif maka belum tentu orang tersebut tidak mengalami Demam tifoid 4. Uji widal

- reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody - Aglutinin positif terhadap S. Thypii terdapat dalam serum penderita Demam tifoid dan carrier. - Reaksi widal (+): titer < 1/160 atau 1/200. biasanya baru positif pada minggu kedua. 5. Patofisiologi

Kuman Salmonella Typhii, Salmonella Paratyphi masuk ke dalam tubuh Melalui 5 F (Food, finger, fomitus, fly, feses)

Sebagian dimusnahkan asam lambung Peningkatan asam lambung

Sebagian masuk usus halus

Di ileum terminalis membentuk limfoid plaque Sebagian hidup dan menetap Sebagian menembus lamina propina

Mual muntah Intake menurun

Menginfeksi organ-organ Kurang nutrisi tubuh perforasi

Masuk aliran limfe

Masuk ke dalam kelenjar limfe mesentrial

nyeri Menembus masuk aliran darah Masuk dan bersarang di hati, limpa

Berkembang biak Hepatomegali dan splenomegali Pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang Demam tifoid Melepaskan endotoksin hipertermia Masuk ke dalam darah dan menyebar secara sistemik

6.

Komplikasi Komplikasi intestinal a. Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di ronggan peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafrkma pada foto roentgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence muskulair) dan nyeri pada tekanan. Komplikasi ekstra intestinal a. Komplikasi kardiovaskular: Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. b. Komplikasi darah: Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik c. Komplikasi paru: Pneumonia, empiema dan pleuritis. d. Komplikasi hepar dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistisis. e. Komplikasi ginjal: Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f. Komplikasi tulang: Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis. g. Komplikasi neuropsikatrik: Delirium, meningismus, meningitis, SGB, polineuritis perifer, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.

7.

Penatalaksanaan Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu: Perawatan, Diet dan Obat-obatan.

1) Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. 2) Diet Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. 3) Obat Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah: a. Antimikroba Kloramfenikol Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah, masa toksik lebih singkat, gejala / keluhan lebih cepat hilang, menurunkan komplikasi. Indikasi penggunaan kloramfenikol adalah : 1. Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier 2. Tidak ada pansitopeni 3. Lekosit > 3000 / mm 4. Wanita tidak hamil (karena dapat sebabkan Gray Baby Sindrom) Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis. Jika tidak bisa peroral maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg, neonates sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25 mg/KgBB/hari. Tiamfenikol Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat susunan kimianya hampir sama, hanya komplikasi hematogen pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan. Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Indikasi untuk pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikan lewat empedu dalam bentuk aktif). Cotrimoxazole

Efektifitasnya terhadap demam tifoid masih banyak yang controversial. Kelebihan contrimoxazole antara lain dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap kloramfenikol. Penyerapan di usus cukup baik, kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahan obat ini adalah terjadinya skin rash (1-5%), Stevent Jhonson Sindrom, Megaloblastik anemia Agranulositosis, Trombositopeni,. Hemolisis eritrosit terutama pada penderita defesiensi G6PD. Dosis oral obat ini adalah 30-40 mg/Kg/KgBB/hari untuk trimetroprim, diberikan dalam 2 kali pemberiaan. Ampisilin dan Amoksisilin Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan dengan klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik. Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%). Amoksisilin mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin, tetapi penyerapan per oral lebih baik, sehingga kadar obat yang mencapai 2 kali lebih tinggi, timbulnya kekambuhan lebih sedikit (2-5%) dan karier (0-5%). Dosis yang dilanjutkan pada obat ini adalah: Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan keuntungan lebih bila diberikan obat tunggal. b. Simptomatis Untuk menghilangkan gejal-gejala yang menyertai, misalnya antipiretik dan anti flatulen. c. Suportif Untuk memperbaiki keadaan umum, misalnya: Kortikosteroid Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan perdarahan usus dan relaps serta memperburuk regenerasi sel. Tetapi pada kasus berat seperti toxsic sepsis (akibat kematian bakteri yang serempak dan mengeluarkan toksik) maka penggunaan kortikosteroid dapat bermanfaat menurunkan angka kematian. Efek samping obat ini adalah agronulositosis. Ruboransia Misalnya vitamin B komplek dan vitamin C.

You might also like