You are on page 1of 15

Minyak Biji Tengkawang (Oleum Shoreae) Tugas diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi

Pengolahan Minyak dan Lemak dengan dosen pengampu Siti Mujdalipah, S.T.P., M.Si

Oleh Yulian Arthia Putri NIM 1000822

PRODI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2013

Minyak Tengkawang

Tengkawang adalah nama buah dan pohon dari beberapa jenis Shorea, suku Dipterocarpaceae, yang menghasilkan minyak lemak yang berharga tinggi. Pohon-pohon tengkawang ini hanya terdapat di Kalimantan. Dalam bahasa Inggris tengkawang dikenal sebagai illipe nut atau Borneo tallow nut. Lemak tengkawang dikenal dengan nama green butter atau borneo tallow, di Serawak dinamakan engkabang atau abang. Sedangkan biji tengkawang dalam dunia perdagangan dikenal dengan illipe nute atau tengkawang kernel. Sifat fisik lemak tengkawang yang khas adalah berbentuk padat pada sushu kamar, oleh karena itu dapat digunakan sebagai bahan pencampur coklat, margarin, lipstik, dan sebagainya. Lemak tengkawang merupakan campuran dari bermacam-macam trigliserida yaitu eter dari gliserol dan beberapa macam asam lemak tidak jenuh.

Tabel 1. Susunan Asam Lemak Tengkawang Dibandingkan Lemak Coklat Komponen Asam Lemak Jenuh Palmitat Stearat Arachidat Asam Lemak Tak Jenuh Oleat Linoleat 37,4 0,2 38,1 2,1 18,0 43,3 1,1 24,4 35,4 Lemak Tengkawang Lemak Coklat

Lemak tengkawang termasuk dalam golongan cocoa butter (bahan pengganti lemak coklat). Lemak tengkawang mempunyai bilangan iod rendah, kaya akan asam lemak terutama terdiri dari asam stearat dan oleat. Gliserida lemak tengkawang berkisar antara 6 % - 12%. Gliserida lemak tengkawang terutama adalah cis-9,10-dihidroksi asam stearat (Sumadiwangsa, 1997). Susunan asam lemak dan trigliserida lemak tengkawang dibandingan lemak coklat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Susunan Trigliserida Tengkawang Dibandingan Lemak Coklat Komponen Lemak Tengkawang Lemak Coklat

------------------------(% mol)----------------------Palmito stearin Oleodistearin Oleopalmito stearin Stearo diolein Oleo dipalmitin Palmito diolein 5 40 31 13 8 3 2,5 18,4 52 12 6,5 8,4

Lipstik dari Minyak Tengkawang Lipstik merupakan salah satu kosmetika yang berbentuk batang dan pada dasarnya merupakan dispersi pigmen pewarna pada basis berlemak (Michael dan Irene, 1977). Formulasi lipstik terdiri dari basis, parfum, dan antioksidan serta zat warna. Basis dapat digolongkan menjadi minyak, lemak, dan wax. Semua bahan merupakan kombinasi antara ketiga unsur tersebut (Balsam et al, 1974). Malam (wax) Komposisi campuran malam merupakan hal yang sangat penting. Hasil yang baik akan didapat dengan menggunakan campuran malam yang berbeda-beda titik lelehnya. Pengaturan titik leleh akhir lipstik adalah dengan penambahan wax yang mempunyai titik leleh tinggi dengan jumlah yang cukup (Howard, 1974). Pada pembuatan lipstik ini, digunakan malam lebah hasil ekstraksi yang telah melalui tahap pembersihan dan pemucatan. Minyak Minyak yang ditambahkan pada lipstik bertujuan untuk melarutkan zat warna, membuat campuran malam mudah dituang serta memberikan lapisan yang halus dan mudah dioleskan pada permukaan bibir. Pada pembuatan lipstik ini, minyak yang digunakan adalah minyak jarak. Minyak jarak merupakan minyak yang penting dan banyak digunakan untuk pembuatan lipstik. Kekentalannya yang tinggi sangat menguntungkan di dalam mengatur daya kilap lipstik dan penggunaannya dalam formulasi lipstik dapat mengurangi kotoran dan luntur. Lemak Pada lipstik juga terdapat lemak atau bahan yang berlemak. Tujuan ditambahkannya lemak adalah untuk memberikan lapisan pada bibir, memberi kehalusan pada kulit bibir, mencegah efek kekeringan dan meningkakan daya dispersi pigmen (Okayani, 1990). Biasanya lemak ideal yang digunakan dalam pembuatan lipstik adalah lemak coklat (oleum cacao). Namun, pada pembuatan lipstik ini digunakan lemak tengkawang karena lemak tengkawang memiliki sifatsifat fisik dan kimia yang sama dengan lemak coklat. Lemak tengkawang dan

lemak coklat memiliki bilangan penyabunan, bilangan iod, titik cair, dan indeks bias yang hampir sama. Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan lipstik ini adalah bahan yang digunakan untuk menyusun formula lipstik. Formula lipstik menggunakan lemak tengkawang, malam lebah, paraffin wax, minyak jarak, lanol 99, techpolymer MB 8C, phytowax olive 10 L40, phytowax olive 12 L44, phytowax olive 16 L55, sophim MC 30, lanolin, carnauba wax, titanium dioxida, propil paraben. Proses Pembuatan Lipstik Tahapan proses pembuatan listik secara umum adalah: (1) pencampuran bahan penyusun lipsti, (2) pemanasan bahan menjadi massa lipstik, dan (3) pencetakan massa lipstik menjadi lipstik batangan. Campuran minyak (lanolin, minyak jarak, Sophim MC 30, olive cerester, lanol 99), lemak (lemak tengkawang), dan malam (malam lebah, phytowax, parafin, carnuba wax) dipanaskan sambil diaduk sampai terbentuk suatu massa cair. Pada suhu 85 0C suhu diturunkan menjadi 70 0C kemudian ditambahkan parfum dan dituang ke cetakan yang berukuran 40 x 8 mm dan didinginkan sampai suhu 40 0C. Setelah dingin, cetakan dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -23 0C. Setelah 30 menit lipstik palet dimasukkan ke dalam casing.

Suppositoria dari Minyak Tengkawang

Suppositoria adalah salah satu jenis sediaan obat yang berbentuk padat yang diberikan melalui rektal (anus), vagina, atau uretra. Suppositoria ini mudah meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria biasa dibuat dengan bahan dasar lemak coklat (Oleum Cacao), Polietlenglikol, lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau gelatin. Pada tahap awal, obat yang akan dijadikan suppositoria ini dikecilkan ukurannya menjadi serbuk agar obat mudah larut dalam bahan dasar. Setelah itu serbuk obat dan bahan dasay yang digunakan, yaitu lemak tengkawang dicampur menjadi satu untuk mkemudian diaduk hingga menyatu. Lemak tengkawang dan obat yang sudah diaduk menjadi satu dipanaskan hingga meleleh dan mencair. Dilakukan penuangan dalam cetakan suppositoria dan didinginkan dengan suhu 10 0C. Cetakan tersebut dibuat dari besi dan dilapisi nikel atau dari logam lain, dan ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudional untuk mengeluarkan suppositoria. Untuk mencetak basila dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.

Ekstraksi Minyak Biji Tengkawang A. Cara Modern Biji tengkawang yang telah dikumpulkan dicuci bersih serta dilakukan penghilangan bagian yang tidak diperlukan. Untuk memperoleh lemak, biji tengkawang dikeringkan. Hasil optimum didapatkan dengan pengeringan menggunakan oven tipe rak pada suhu 50-60C selama 28 jam yang menghasilkan kadar air 8.5%. Selanjutnya biji kering ini diekstraksi. Dari tiga cara estraksi yang dicobakan, yakni cara pengempaan, perebusan, dan pelarutan, telah diperbaiki metode ekstraksi dengan cara pengempaan. Biji dikempa menggunakan mesin kempa panas pada suhu 50-60C dan tekanan 140 kg.cm2 selama 4 menit. Bungkil sisa kempaan selanjutnya diekstraksi dengan pelarut heksana teknis selama 6 jam dan pengecilan ukuran 16 mesh. Ciri lemak tengkawang yang dihasilkan hampir sama dengan ciri lemak kakao. B. Cara Tradisional Kegiatan pengolahan buah tengkawang menjadi bentuk lemak dimulai dengan pemungutan buah, pengeringan buah, dan terakhir tahap ekstraksi buah menjadi lemak. Kegiatan pemungutan buah dilakukan oleh petani sekaligus dilanjutkan pada tahap pembersihan. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pengeringan. Kegiatan pengeringan buah tengkawang umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan cara dijemur dan diasap atau disalai. Pengeringan dengan cara dijemur dilakukan dengan cara menghamparkan tengkawang di lahan bebas dengan memanfaatkan energi panas matahari. Proses pengeringan cara ini memerlukan waktu 7-8 hari untuk mencapai kadar air yang diinginkan. Lamanya pengeringan dengan metode ini sangat bergantung pada intensitas cahaya matahari. Pengeringan cara lain yang lebih moderndilakukan dengan cara pengasapan dalam alat pengering yang dikenal sebagai salai. Pengasapan inimenggunakan sumber panas berupa kayu bakar,buah tengkawang diletakkan di atas rak yang terbuat dari besi sehingga asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu bakar

bergerak ke atas menuju tumpukan tengkawang. Penyebaran asap dibantu dengan kipas angin. Pengeringan dengan metode ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan dijemur karena hanya dengan waktu 30 jam, kadang ditentukan dengan suara retak menandakan biji sangat kering. Buah tengkawang yang sudah kering dapat langsung diolah menjadi bentuk lemak dengan berbagai cara, diantaranya cara mekanis dan kimia (Ketaren, 1986). Cara mekanis yaitu dengan cara memaksa minyak keluar dengan mengempa biji dengan bantuan alat /mekanik. Rendemen yang dihasilkan dengan cara mekanis sekitar 40%.

Sabun Transparan dari Minyak Biji Tengkawang Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sabun opaque, sabun transparan dan sabun translusen. Ketiga jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun transparan adalah sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi. Sabun dapat dibuat melalui reaksi saponifikasi (penyabunan) dan reaksi netralisasi. Pada reaksi saponifikasi, sabun dihasilkan dari proses hidrolisis minyak/lemak oleh alkali dengan sedikit hasil samping berupa gliserin. Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi asam lemak secara langsung dengan alkali Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat, karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk sabun, maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, dan pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata, maka pengadukan harus lebih baik Asam stearat dalam bentuk padat dipanaskan dengan suhu 70-80 0C hingga didapat asam stearat dalam bentuk cair. Stelah itu ditambahkan minyak tengkawang NaOH 30 % dan dimulai proses penyabunan. Stelah itu dilakukan pengadukan dalam suhu 70-80 0C dengan dilakukan penambahan NaCl, sukrosa DEA, dan air untuk kemudian dicetak.

Margarin Rendah Kalori dari Minyak Biji Tengkawang Bahan yang digunakan dalam pembuatan margarin ini adalah lilin lebah, minyak tengkawang, pelarut lemak edibel (etanol, gliserol), Tween 80, GMS, gum arab, tapioka, garam dapur, natrium benzoat, dan butter flavour. Lilin Lebah Lilin lebah digunakan dalam pembuatan shortening dan margarin rendah kalori yang dikombinasikan dengan minyak nabati karena lilin lebah diduga tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia, sehingga dapat dikatakan lilin lebah tidak akan memberikan kontribusi terhadap nilai kalori. Sortening Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dengan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih dan sering disebut dengan mentega putih. Bahan ini diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Margarin Margarin adalah emulsi dari fase internal berupa cairan yang diselubungi oleh fase eksternal berupa lemak yang plastis. Margarin disiapkan dengan cara mencampur bahan-bahan menjadi suatu emulsi dan akhirnya mendingikan emulsi tersebut sehingga membentuk suatu masa yang plastis, tidak padat, tahan hingga tekanan tertentu, tidak mengalir, tetapi mudah dicampur dan dioleskan. Proses Pembuatan Tahap pertama dilakukan pencampuran lilin lebah dengan pelarut lemak edibel (etanol). Penggunaan etanol diharapkan dapat menurunkan titik leleh produk shortening dan margarin yang dihasilkan, sekaligus juga meningkatkan tekstur, aroma, dan warna. Lilin lebah dipanaskan hingga mencair seluruhnya (800C), kemudian ditambahkan pelarut lemak edibel agar tidak terjadi penguapan. Kedalam lilin lebah yang telah dipanaskan dimasukkan minyak

tengkawang, tween 80, dan liserol kemudian diaduk dengan mixer selama 120

menit. Selain ditambahkan bahan-bahan yang telah disebutkan, dimasukkan pula campuran gum arab, tapioka, dan air mendidih yang telah teraduk rata. Terbentuklah shortening berbasis minyak tengkawang. Setelah itu ke dalam shortening dimasukkan garam dan flavour serta air dengan cara pencampuran dingin untuk menghasilkan margarin yang diinginkan.

Minyak Tengkawang Murni (Refined-Bleached-Deodorized Oil) 1. Ekstraksi Lemak Tengkawang Ekstraksi dilakukan dengan cara pengempaan mekanis agar lemak terpisah dari bungkil. Alat kempa dipanaskan sampai mencapai suhu 50-600C dan kemudian biji tengkawang diekstraksi dengan alat kempa tersebut pada tekanan 140 kg/cm2 selama 4 menit hingga diperoleh lemak tengkawang kasar. Lemak kasar tersebut ditimbang untuk mengetahui rendemen yang diperoleh. 2. Degumming Proses degumming dilakukan menggunakan metode acid degguming dengan penambahan asam sitrat 0,3 persen. Konsentrasi asam ini kemudian diencerkan menjadi 20 persen. Proses degumming pada minyak kasar yang telah ditambahkan asam sitrat ini dilakukan pada suhu 800C selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pemisahan gum dari minyak dengan menggunakan corong pemisah. Campuran lemak dan asam sitrat dipindahkan ke dalam corong pemisah dan dipisahkan antara lemak dan gum, kemudian ditambahkan air sebanyak 5 persen, dikocok, didiamkan selama 20 menit dan setelah itu dipisahkan antara lemak dengan air cucian. Pencucuian dilakukan berulang kali sampai air cucian memiliki pH netral. Lemak hasil degumming dipisahkan dari gum yang masih tersisa melalui corong pemisah ddan ditimbang untuk mengetahui rendeman lemak yang diperoleh. 3. Netralisasi Proses netralisasi dilakukan dengan penambahan NaOH 10 % ke dalam minyak pada suhu 700C. Pencampuran larutan NaOH dilakukan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit pada suhu 700C. Proses dilanjutkan dengan pencucian sabun yang dihasilkan. Minyak dipisahkan ke dalam corong pemisah dan dipisahkan antara sabun dengan lemak. Pencucian dilakukan dengan menambahkan air hangat yang suhunya sekitar 70-800C sebanyak 5 %, kemudian kocok dan diamkan 10 menit sampai air cucian terpisah dari minyak. Pencucian dilakukan berulang kali hingga diperoleh air cucian yang bening. Setelah itu minyak dipanaskan kembali pada suhu 60-700C selama 5

menit dan kemudian didiamkan selama 10 menit di dalam corong pemisah dan dipisahkan antara air dan lemak netral yang diperoleh. 4. Pemucatan Proses ini diawali dnegan memanaskan minyak dalam kondisi vakum dan kemudian dilakukan penambahan bentonit 2 persen pada suhu 800C. Waktu komtak minyak dengan adsorben yang digunakan adalah 30 menit. Penyaringan dilakukan pada minyak untuk memisahkan bahan pemucat dan kotoran. 5. Deodorisasi Proses ini dilakukan dengan distilasi minyak pada tekanan vakum dengan dialiri steam. Pertama dilakukan pemanasan dalam keadaan vakum hingga tercapai suhu yang diinginkan selama waktu tertentu.

Lilin Aromaterapi dari Minyak Biji Tengkawang Lilin adalah padatan parafin yang ditengahnya diberi sumbu tali yang berfungsi sebagai alat penerangan. Sebagai bahan baku ntuk pembuatan lilin adalah parafin padat, yaitu suatu campuran hidrokarbon padat yang diperoleh dari minyak mineral (bumi). Pada tahap awal stearin dipanaskan dalam paci dengan suhu 550C, sedangkan parafin dipanaskan dalam panci yang lain dengan suhu 500C kemudian ditambahkan pewarna untuk memberikan warna lilin yang akan dihasilkan. Setelah itu parafin dan stearin yang sudah dipanaskan, dipanaskan kembali pada suhu mencapai 650C. Kemudian dilakukan penambahan aromaterapi dan 10% minyak nilam ke dalam campuran pencampuran dengan suhu 400C. Dilakukan pengadukan hingga merata dan dimasukkan ke dala cetakan. Cetakan sebelumnya dilumasi minyak parafin, sumbu diletakkan di bagian tengah dengan pin (wicktab) sebagai pengait sumbu. Pencetakan dilakukan selama kurang lebih dua jam.

DAFTAR PUSTAKA

Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Perdanakusuma, Oscar. (2003). Karakteristik Fisik Lipstik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Malam Lebah. Skripsi Sarjana pada FATETA IPB Bogor: todak diterbitkan. Haryanto, Winy Nurina L. (2000). Pengaruh Suhu dan Waktu Deodorisasi Lemak Tengkawang (Shorea spp.) Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Lemak yang Dihasilkan. Skripsi Sarjana pada FATETA IPB Bogor: tidak diterbitkan. Zulnely, R. Et al. (2012, Desember). Forpro [Elekronik], Vol.1, 1-4. Tersedia: www.forda-mof.org/files/Forpro_vol_1-2_Des_2012_kompres.pdf [30 Maret 2013]. Anonim. (2011). Tengkawang, [Online]. Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Tengkawang [30 Maret 2013]. Yandi, Nefri. (2012). Lemak Tengkawang, [Online]. Tersedia: http://nefriyandiinfo-kimia.blogspot.com/2012/10/lemak-tengkawang.html [30 Maret 2013].

You might also like