You are on page 1of 17

BAB I LANDASAN TEORI

1. Pengertian Trauma ginjal adalah trauma sistem perkemihan yang paling sering dan terjadi antara 8-10% pasien dengan trauma tumpul maupun trauma tembus abdomen. Pada kebanyakan kasus, trauma ginjal bersamaan dengan trauma organ-organ yang lain (Baverstock, 2001).

2. Etiologi Trauma ginjal dapat terjadi akibat berbagai macam mekanisme. Di Amerika serikat kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab paling sering terjadi yang menyebabkan trauma tumpul abdomen yang paling sering mengenai ginjal. Jatuh dari ketinggian termasuk cidera tembus merupakan penyebab yang jarang terjhadi. Pada kasus lain, trauma ginjal merupakan sekunder akibat massa pada ginjal (angiomyolipoma). Trauma ginjal dapat digolongkan berdasarkan mekanisme cedera (tumpul atau tembus), lokasi anatomis atau keparahan cedera. a. Trauma ginjal minor mencakup kontusio (memar), hematom (perdarahan di bawah kulit) dan beberapa laserasi di kortek ginjal. b. Trauma ginjal mayor mencakup laserasi mayor disertai ruptur (robek) kapsul ginjal. c. Trauma ginjal kritis meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal disertai cidera pada suplai darah ginjal.

3.

KLASIFIKASI a. Trauma renal minor mencakup kontusi, hematom dan beberapa laserasi dikorteks ginjal.

b. Cedera renal mayor mencakup laserasi mayor disertai rupture kapsul ginjal. c. Trauma vaskuler (renal kritikal) meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal disertai cedera panda suplay vaskuler ginjal.

Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle: 1) Grade I Lesi meliputi : a) Kontusi ginjal b) Minor laserasi korteks dan medula tanpa gangguan pada sistem pelviocalices c) Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang) 75 80 % dari keseluruhan trauma ginjal 2) Grade II Lesi meliputi a) Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine b) Sering terjadi hematom perinefron Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 15 % dari keseluruhan trauma ginjal 3) Grade III Lesi meliputi a) Ginjal yang hancur b) Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal

4) Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu: a) Avulasi pada ureteropelvic junction b) Laserasi pada pelvis renal

4. PATOFISIOLOGI Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis. Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam perkembangannya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984). Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat.

Trauma

yang

menyebabkan

robekan

kapsul

sehingga

menimbulkan

perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul. Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan. (McAninch,2000).

5. Manifestasi Klinis a. Hematuria Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi. Oleh karena itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cidera menunjukkan kemungkinan cedera renal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik. b. Nyeri c. Kolik renal (akibat bekuan darah atau fragmen dari sistem duktus kolektivus yang terobstruksi) d. Ekimosis e. Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul f. Tanda dan gejala syok hipovolemia akibat perdarahan

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Laboratorium Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara

langsung informasi mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal masih didapatkan kesulitan. b. Radiologi Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR) c. Plain photo d. Intravenous Urography (IVU)

e. Intravenous Pyelography (IVP)


Tujuan pemeriksaan IVP adalah 1) untuk mendapatkan perkiraan fungsional dan anatomi kedua ginjal dan ureter, 2) menentukan ada tidaknya fungsi kedua ginjal, dan 3) sangat dibutuhkan pada bagian emergensi atau ruangan operasi. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah
1)

pemeriksaan maksimal, meskipun teknik satu kali foto dapat digunakan

ini

memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan informasi

2)

dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy);

3)

gambar dihasilkan tidak begitu memuaskan.

yang

f.

CT Scan Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini menggunakan scanning dinamik kontras. Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah 1) memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius, 2) membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan 3) membantu diagnosis trauma yang menyertai Kerugian dari pemeriksaan ini adalah 1) pemeriksaan ini memerlukan kontas untuk mendapatkan informasi yang maksimal mengenai fungsi, hematoma, dan perdarahan; 2) pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner; dan 3) memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat bladder dan ureter.

g. Asteriografi h. Magnetic Resonannce Imaging (MRI) MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT,

MRI menggunakan kontas Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan ekstravasasi sistem urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan pandang yang luas.

i.

Angiography Keuntungan pemeriksaan ini adalah 1) 2) memiliki lebih kapasitas dapat untuk menolong dalam diagnosis trauma dan penanganan trauma ginjal, dan jauh memberikan gambaran dengan abnormalitas IV atau dengan trauma vaskuler. Kerugian dari pemeriksaan ini adalah 1) 2) pemeriksaan ini invasif, pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan pemeriksaan, seperti waktu.

j.

USG Keuntungan pemeriksaan ini adalah : 1) 2) 3) 1) 2) non-invasif dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma. memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih, pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas 3) trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah

7. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Konservatif Pada trauma ginjal minor : penyembuhan memerlukan tindakan konservatif yaitu pasien tirah baring sampai hematom hilang, pemberian infus intravena pemberian obat antimikrobial

b. Eksplorasi : 1) Indikasi absolut 2) Indikasi relative

8. KOMPLIKASI Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera a. Urinoma b. Delayed bleeding c. Urinary fistula d. Abses e. Hipertensi Komplikasi lanjut a. Hidronefrosis b. Arteriovenous fistula c. Piolenofritis

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan Riwayat Penyakit Riwayat infeksi trauma urinarius: 1) Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menangani infeksi traktus urinarius 2) Adanya gejala panas atau menggigil 3) Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil- hasil pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius. 4) Gejala kelainan urinasi seperti disuria, hesitancy, inkontinensia Riwayat penyakit masa lalu, hematuria, nokturia, batu ginjal, DM,hipertensi, Adanya riwayat lesi kongenital, Adanya riwayat merokok, Riwayat Penyalahgunaan obat dan alkohol 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Mengkaji adanya gejala edema yang menunjukkan retensi cairan; daerah muka dan ekstremitas dikaji secara khusus. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vulva, uretra, dan vagina. b. Palpasi Pemeriksaan letak ginjal, pemeriksaan rektal, kelenjar prostat, pembesaran nodus limfatikus, hernnia inguinal, atau femoral. Keluhan utama atau alasan utama mengapa ia datang ke dokter atau ke rumah sakit Adanya rasa nyeri : lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi, faktor- faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.

c. Perkusi Penyakit renal dapat menimbulkan nyeri tekan atau ketuk pada daerah angulus kostovertebralis yang terletak pada tempat iga ke-12 atau iga paling bawah.

d. Auskultasi Auskultasi kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendeteksi bruit (suara vaskuler yang dapat menunjukkan stenosis pembuluh arteri renal). B. Diagnosa dan Rencana Tindakan 1. Dx :Nyeri akut berhubungan dengan fisikologis trombosis renalis dan cabang-cabangnya. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam rasa nyeri berkurang Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima, tidak ada gerakan menghindari nyeri, suhu tubuh normal Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Mandiri : 1 2. Kaji tingkat nyeri Amati perubahan suhu setiap 4 jam Rasionalisasi Menentukan tindakan selanjutnya Untuk mengidentifikasi yang terjadi kemajuanmaupun

kemajuan

penyimpangan yang terjadi 3. Berikan tindakan untuk memberikanTindakan punggung pasien, mengganti alatmembantu tersebut mencegah akan kekeringan

rasa nyaman seperti mengelap bagianmeningkatkan relaksasi. Pelembab tenun yg kering setelah diaforesis,dan pecah-pecah di mulut dan bibir. memberi minum hangat, lingkungan yg

tenang dgn cahaya yg redup dan sedatif ringan jika dianjurkan berikan pelembab pada kulit dan bibir. Kompres air hangat 4. Kompres air hangat dapat menimalisir rasa nyeri

Kolaborasi : 5. Konsul pada dokter jika nyeri demam tetap ada atau memburuk. dan Nyeri pleuritik yg berat sering kali mengontrol nyeri lebih efektif mungkinmemerlukan analgetik narkotik untuk

Berikan 6.

antibiotik

sesuai

denganAnalgesik nyeri

membantu

mengontrol jalan

anjuran dan evaluasi keefektifannya.

dengan

memblok

rangsang nyeri.

2. Dx : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, nausea dan distensi ileus Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut, masukan makanan dan cairan meningkat, urine tidak pekat, pengeluaran urine meningkat, kulit tidak kering. Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Mandiri : 1. Pantau : persentase BB setiap hari 2. jumlah makanan ygUntuk mengidentifikasi kemajuandikonsumsi setiap kali makan. timbangkemajuan atau penyimpangan sasaran yg diharapkan. Rasionalisasi

Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jikaBau yg tidak menyenangkan dapat sputum tercium bau busuk.mempengaruhi nafsu makan

Pertahankan kesegaran ruangan. 3. Dorong pasien untuk mengkonsumsiMasukan nutrisi yg adekuat, vitamin, makanan TKTP. mineral dan kalori untuk aktivitas anabolik dan sintesis antibodi. 4. Berikan makanan dengan porsi sedikitMakanan porsi sedikit tapi sering tapi sering yg mudah dikunyah jika adamemerlukan lebih sedikit energi. sesak napas berat. Kolaborasi : 5. Rujuk kepada ahli diet untukAhli diet membantu pasien memilih membantu memilih makanan yg dapat makanan yg memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan nutrisi selamakalori dan kebutuhan nutrisi sesuai sakit dgn keadaan sakitnya, usia, TB & BB. Kebanyakan mengkonsumsi pasien lebih suka yg makanan

merupakan pilihan sendiri.

3. Dx : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam ansietas berkurang dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks, Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Mandiri : pasien Rasionalisasi program pengobatan. klien untuk

1. Jelaskan tujuan pengobatan padaMengorientasi Membantu

menyadarkan

memperoleh kontrol

2. Kaji patologi masalah individu.

Informasi

menurunkan

takut

karena

ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik intervensi 3. Kaji ulang tanda / gejala yangmencegah memerlukan evaluasi medik cepat komplikasi Kaji ulang praktik kesehatan yangMempertahanan 4. baik, istirahat. kesehatan umum medik / diperlukan untuk

menurunkan

potensial

meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan..

Kolaborasi : Gunakan obat sedatif sesuaiBanyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya 5. dengan anjuran

4. Dx

Intoleransi

Aktivitas

berhubungan

dengan

nyeri

akut

dan

ketidaknyamanan Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Kriteria Evaluasi : Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri. Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Mandiri : 1. dapat oksigen meningkatkan Rasionalisasi

Jelaskan aktivitas dan faktor yangMerokok, suhu ekstrim dan stre kebutuhanmenyebabkan beban jantung vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan

2.

Anjurkan program hemat energi

Mencegah berlebihan

penggunaan

energi

3.

Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkanMempertahankan pernapasan lambat

secara bertahap

dengan latihan

tetap fiisk yang

mempertahankan memungkinkan

peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan Respon 4. Kaji respon abdomen beraktivitas meningkat abdomen melipuit nadi,

setelahtekanan darah, dan pernapasan yang

Kompres 5. Berikan kompres air hangat

air

hangat

dapat

mengurangi rasa nyeri Meningkatkan daya tahan pasien,

6.

Beri waktu istirahat yang cukup

mencegah keletihan

5.

Dx : Resiko Infeksi berhubungan dengan pendarahan pada retroperitonium Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pasien tidak mengalami infeksi selama dirawat di rumah sakit. Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan Intervensi dan rasionalisasi:

No. Intervensi Mandiri: 1.

Rasionalisasi

Pertahankan system kateter steril; berikanMencegah pemasukan bakteri perawatan kateter regular dengan sabundari infeksi/ sepsis lanjut. dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.

2.

Ambulasi dependen.

dengan

kantung

drainaseMenghindari urine,

refleks yang

balik dapat

memasukkan bakteri kedalam 3. kandung kemih. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, Pasien mungkin menggigil, nadi dan pernapasan cepat,untuk gelisah, peka, disorientasi. syok bedah/ sehubungan beresiko septic dengan

manipulasi/ instrumentasi . 4. Ganti balutan dengan sering (insisi supra/Balutan basah menyebabkan retropublik dan perineal), pembersihan dankulit iritasi dan memberikan pengeringan kulit sepanjang waktu media bakteri, Kolaborasi: 5. Berikan antibiotic sesuai indikasi Mungkin profilaktik diberikan secara untuk pertumbuhan resiko peningkatan

infeksi luka.

6.

Dx : Kekurangan volume cairan dan Elektrolit berhubungan dengan hematuria dan nausea Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan dapat mencegah terjadinya resiko kekurangan volume cairan. Kriteria Evaluasi : Suhu tubuh normal, TD normal, nadi normal, Keseimbangan cairan, memiliki asupan cairan yang adekuat, tidak mengalami haus yang tidak normal. Intervensi dan Rasionalisasi :

No Intervensi Mandiri : 1. Pantau : warna, jumlah dan kehilangan cairan status hidrasi (nadi dan TD) Hasil laboratorium 2. Identifikasi berkontribusi faktor-faktor terhadap

Rasionalisasi Untuk mengidentifikasi kemajuan-

frekuensikemajuan atau penyimpangan sasaran yg diharapkan.

yangUntuk mengidentifikasi penyimpangan

bertambahsasaran yang lebih lanjut Merupakan elektrolit yang sangat

buruknya dehidrasi 3. Tinjau ulang elektrolit, terutamapenting bagi tubuh

natrium, kalium, klorida dan kreatinin.

Tingkatkan masukkan cairan 4. Bersihkan mulut secara teratur 5. Kolaborasi : 6. anjuran

Cairan membantu mencegah dehidrasi karena meningkatnya metabolisme Kebersihan mulut dapat meningkatkan kenyamanan pasien.

Menjaga

keseimbangan

elektrolit

Berikan terapi IV, sesuai dengandalam tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Suharyanto, T, & Madjid, A. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Penerbit Trans Info Media.

You might also like