Professional Documents
Culture Documents
Oleh
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Konsumsi cabai di Indonesia rata-rata sebesar 4,6 kg per kapita per tahun. Permintaan yang cukup tinggi dan relatif kontinu serta cenderung terus meningkat ini memberi dorongan kuat masyarakat luas terutama petani dalam pengembangan komoditi cabai (Hartuti, 1996). Cabai merupakan produk hortikultura yang mudah rusak dan merupakan tanaman bermusim. Pada saat panen raya produk buah cabai berlimpah, sehingga nilai jualnya rendah dan bahkan tidak mempunyai nilai jual sama sekali. Untuk mengantisipasi menurunnya harga cabai, diperlukan teknologi pengolahan cabai, yang selain dapat memberi nilai tambah bagi petani, juga dapat membuka lapangan kerja.Bentuk olahan cabai yaitu bentuk olahan setengah jadi dan bentuk olahan langsung jadi, misalnya saus cabai, bubuk cabai (Nasrullah, 2011). Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia sebagai biokatalis pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang
dikehendaki.Selain itu, fermentasi dapat dideskripsikan sebagai suatu proses perubahan secara biokimia pada bahan pangan oleh mikroorganisme dan metabolitnya utamanya enzim, yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang.Proses fermentasi
dapat terjadi secara spontan maupun dikondisikan. Fermentasi spontan menjadi salah satu pilihan dalam lingkungan menghasilkan maka akan
pengawetalami,
melalui
pengkondisian
dihasilkan misalnya asam laktat dan senyawa-senyawa alami yang lain (bakteriosin) sebagai salah satu hasil fermentasi yang mampu mempertahankan mutu dan daya awet dari suatu bahan pangan. Usaha untuk menghasilkan kultur murni bakteri asam laktat yaitu dengan fermentasi secara spontan. Fermentasi spontan merupakan fermentasi yang tidak
ditambahkan mikroorganisme sebagi starter/inokulum atau ragi. Fermentasi spontan untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat berperan sebagai pengawet diantaranya asam laktat yang berfungsi sebagai bahan pengawet alami, sehingga bebas dari bahan pengawet kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri asam laktat yang berkembang biak pada proses fermentasi cabai. Dalam penelitian ini dilakukan satu tahapan penelitian yaitu penelitian utama. Melalui penelitian pendahuluan diperoleh hasil yaitu metode fermentasi spontan dengan penggunaan konsentrasi garam sebesar 4% dan glukosa sebesar 2% dan difermentasi selama 48 jam.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Perlakuan penelitian terhadap cabai dengan fermentasi spontan perlu dikaji lebih jauh yaitu diantaranya kondisi dan waktu fermentasi yang tepat agar diperoleh daya awet secara alamiah (penurunan pH, jumlah bakteri atau produksi asam laktat pada cabai selama fermentasi). 2. Perlakuan penelitian terhadap cabai dengan fermentasi kultur murni menggunakan Bactobacillus plantarum perlu dikaji lebih jauh yaitu diantaranya kondisi dan waktu fermentasi yang tepat agar diperoleh daya awet secara alamiah (penurunan pH, jumlah bakteri atau produksi asam laktat pada cabai selama fermentasi). 3. Perlakuan penelitian terhadap cabai yang digunakan menggunakan penambahan konsentrasi garam dan glukosa agar pada proses fermetasi berlangsung dapat mengembang biakan mikroba asam laktat secara spontan dan secara murni. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi dan waktu fermentasi spontan yang tepat pada cabai merah keriting.
2. Untuk mengetahui kondisi dan waktu fermentasi murni dengan menggunakan Lactobacillus plantarum pada cabai merah keriting. 3. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi penambahan garam dan penambahan glukosa terhadap cabai merah keriting. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai sebagai bahan informasi untuk mengetahui proses fermentasi cabai yang baik dengan metode fermentasi spontan dan metode murni menggunakan
Lactobacillus plantarum.
A. Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.) Cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting. Buahnya dikenal sebagai bahan penyedap dan pelengkap berbagai menu masakan khas di Indonesia. Karenanya, hampir setiap hari produk ini dibutuhkan. Varietas cabai besar umumnya diberi nama berdasarkan tempat tanaman ini dibudidayakan. Misalnya, Capsicum annuum L. dari Brastagi, Semarang, Indragiri, dan Pemanukan. Buah cabai besar berukuran panjang 6 - 10 cm, diameter 0,7 - 1,3 cm (Nawangsih, et al., 1994). Cabai atau cabe merah keriting atau lombok (bahasa Jawa) adalah tumbuhan anggota genus Capsicum.Buahnya dapat
digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan.Cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.Cabai mengandung berbagai senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia (Anonim, 2013a). Citarasa pedas pada cabai disebabkan adanya senyawa capsaicin. Tingkat kepedesan cabai berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Tingkat kepedesan cabai besar secara garis besar
dapat
dikelompokkan pertengahan
seperti bubuk,
cabai cabai
sangat
pedas, dan
cabai cabai
kepedesan
kepedesan,
kurang pedas berdasarkan skala Scoville (Nawangsih, et al., 1994). Klasifikasi cabai merah keriting menurut Wiryanta (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio : Plantae : Spermatophyta
Tabel 01. Kandungan gizi cabai merah keriting segar dalam 100gr No Jenis zat Kadar 1 Kadar air 90,9% 2 Kalori 31 kal 3 Protein 1g 4 Lemak 0,3 g 5 Karbohidrat 7,3 g 6 Kalsium 29 mg 7 Fosfor 24 mg 8 Besi 0,5 mg 9 Vitamin A 470 SI 10 Vitamin C 18 mg 11 Vitamin B1 0,05 mg 12 Berat yang dapat dimakan 85% Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1981)
B. Fermentasi Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim dari beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati, dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat, 2006). Persiapan dan pelaksanaan fermentasi tergantung dari tujuan atau hasil yang hendak dicapai. Secara sederhana, proses biokimia fermentasi dapat dijelaskan bahwa hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang digunakan untuk kegiatan pertumbuhan. Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat setengah terurai (Muchtadi, 2010). Hasil penguraian adalah energi, CO2, air, dan sejumlah asam organik lainnya seperti asam laktat, asam asetat, etanol, serta bahanbahan organik yang mudah menguap yakni alkohol, ester, dan sebagainya. Perkembangan dari mikroba-mikroba dalam keadaan
anaerob inilah yang biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi seperti diuraikan pada gambar (Muchtadi, 2010). Fermentasi cabai hampir sama dengan fermentasi pada pembuatan sayur asin. Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama fermentasi.Fermentasi sayur asin sangat sensitif terhadap suhu, jika konsentrasi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka suhu dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi. Pada pembuatan sayur asin terdapat 3 macam mikroba yang akan mengubah gula dari kubis menjadi asam asetat, asam laktat dan hasil hasil lainnya.Mikroba Lactobacillus tersebut adalah dan Leuconostoc Lactobacillus
Mesentroides,
Cucumeris,
Pentoaceticus.Leuconostoc mempunyai suhu optimum yang lebih tinggi. Pada suhu diatas 21 derajat Celsius, Leuconostoc tidak dapat tumbuh sehingga tidak terbentuk asam asetat, tetapi pada suhu ini akandiproduksi bakteri asam laktat oleh Lactobacillus. Penambahan garam akan menyebabkan dan pengeluaran air dan gula dari asam
sayur-sayuran
menyebabkan
timbulnya
bakteri
laktat (Septiadi, 2000). Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif (sebagian besar hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil akhir berupa asam laktat, asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar, keduanya memiliki kesamaan dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu piruvat akan
diubah menjadi laktat (atau asam laktat) dan diikuti dengan proses transfer elektron dari NADH menjadi NAD+. Pola fermentasi ini dapat dibedakan dengan mengetahui keberadaan enzim-enzim yang
berperan di dalam jalur metabolisme glikolisis. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksosa (golongan karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat. Sedangkan, homofermentatif melibatkan aldolase dan heksosa aldolase namun tidak memiliki fosfoketolase serta hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan CO2. Jalur metabolisme dari yang digunakan pada homofermentatif adalah lintasan
Embden-Meyerhof-Pathway (Anonim, 2013b). C. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang bersifat gram positif, tidak membentuk spora, dan dapat terbentuk koki, kokobasili atau batang, katalase negatif, non-motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik, dan membutuhkan suhu mesofilik (Salminen dan Von Wright, 1998). Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain
termasuk bakteri pembusuk akan terhambat. Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media. Selain itu, produki substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH, dan temperature/suhu lingkungan (Amin dan Leksono, 2001). Pada bakteri ini dikenal mikroba dua golongan, yaitu mikroba Golongan
homofermentatif
dan
heterofermentatif.
homofermentatif dalam proses fermentasi hanya menghasilkan asam laktat sebagai hasil akhir, sedangkan yang heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan CO2, sedikit asam-asam organik lainnya, alkohol, dan ester (Muchtadi, 2010). Contoh bakteri-bakteri asam laktat menurut Muchtadi (2010), yaitu: a. Streptococcus thermophillus, S.lactis, S.cremoria, semuanya adalah gram positif, bentuk kokus berantai, dan bernilai ekonomis tinggi dalam industri susu. b. Pediococcus carevisiae, gram positif, bentuk koki berpasangan, selain bernilai ekonomis dalam pembuatan bir juga memiliki peranan dalam fermentasi daging dan sayur-sayuran. c. Leuconostoc mesenteroides, L.dextranicum, golongan ini bersifat osmofilik, menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang mengandung gula. Walaupun demikian golongan ini diperlukan
juga guna memulai fermentasi sayuran, sari buah-buahan, anggur, dan bahan pangan yang lain. d. Lactobacillus lactis, L.acidophillus, L.bulgaricus, L.plantarum, L.delbruekii, seperti ini adalah golongan yang menghasilkan asam lebih dari spesies Pediococcus dan Streptococcus dan karena itu menjadi lebih dominan pada tahap akhir dari fermentasi asam laktat. Spesies ini penting juga dalam fermentasi susu dan sayursayuran. Secara spesifik, salah satu jenis BAL yaitu Lactobacillussp. adalah jenis bakteri yang cukup populer karena selain dapat digunakan dalam produksi asam laktat juga banyak berperan dalam fermentasi pangan seperti yogurt, sauerkraut, dan juga produk probiotik yang saat ini banyak diminati masyarakat. Probiotik merupakan mikrobia yang dikonsumsi untuk mengatur keseimbangan flora usus. Asam laktat dari bakteri ini dapat dibuat poli asam laktat sebagai bahan baku plastik ramah lingkungan (Hidayat, 2006). Berkaitan tentang manfaat, sebagian bakteri asam laktat berpotensi memberikan dampak positif bagi kesehatan dan nutrisi manusia. Bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain dengan memproduksi protein yang disebut bakteriosin. Salah satu contoh bakteriosin yang dikenal luas adalah nisin, diproduksi oleh Lactobacillus lactis ssp. lactis. Nisin dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri, yaitu Bacillus, Clostridium, Staphylococcus, dan
Listeria. Senyawa bakteriosin yang diproduksi BAL dapat bermanfaat karena menghambat bakteri patogen yang dapat merusak makanan ataupun membahayakan kesehatan manusia, sehingga keamanan makanan lebih terjamin. Selain bakteriosin, senyawa antimikroba (penghambat bakteri lain) yang dapat diproduksi oleh BAL adalah hidrogen peroksida, asam lemah, reuterin, dan diasetil. Senyawasenyawa tersebut juga berfungsi untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan keamanan produk pangan. BAL menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) untuk melindungi selnya terhadap
keracunan oksigen. Namun, H2O2 dapat bereaksi dengan senyawa lain (contohnya tiosianat endogen dalam susu mentah) hingga menghasilkan senyawa penghambat mikroorganisme lain. Mekanisme ini disebut sebagai sistem antimikroba laktoperoksidase. Asam laktat dan asam lemah lain yang dihasilkan BAL dapat memberikan efek bakterisidal untuk bakteri lain karena pH lingkungan dapat turun menjadi 3-4,5. Pada pH tersebut, BAL tetap dapat hidup sedangkan bakteri lain, termasuk bakteri pembusuk makanan yang merugikan akan mati. Reuterin adalah senyawa antimikrobial efektif untuk melawan berbagai jenis bakteri (bersifat spektrum luas), yang diproduksi oleh Lactobacillus reuteri selama pertumbuhan anaerobik terjadi dengan keberadaan gliserol. Diaseteil adalah senyawa yang menentukan rasa dan aroma mentega, serta aktif melawan bakteri gram negatif, khamir, kapang. Sebagian BAL dapat mengurangi
jumlah bakteri patogen secara efektif pada hewan ternak, contohnya bakteri jahat E. coli O157 dan Salmonella. Disamping itu, BAL juga dikonsumsi manusia dan hewan sebagai bakteri probiotik, yaitu bakteri bakteri yang dimakan untuk meningkatkan kesehatan atau nutrisi tubuh (Anonim, 2013b). D. Penyimpanan media Penyimpanan media merupakan salah satu cara untuk
mengembang biakan bakteri secara alami. Penyimpanan media yang tidak baik, dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan media yang baik menurut higienes dan sanitasi adalah setiap media mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya mikroba yang akan hidup (Salminen dan Von Wright, 1998). E. Uji Fisiko Kimia Pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan
menggunakan alat pH-meter. Pengukuran nilai parameter tersebut merupakan parameter yang
menentukan mutu produk fermentasi yang dihasilkan. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ yang berada dalam larutan.Jika nilai pH semakin tinggi, maka semakin banyak ion H+ yang berada dalam larutan (Saputera, 2004).
F. Uji Analisa Mikroba Agar biakan bakteri dapat dibuat, maka medium dan alat-alat yang diperlukan harus disterilisasi sebelum inokulasi. Sterilisasi yaitu suatu proses untuk mematikan semua organisme yang dapat menjadi kontaminan. Metode yang lazim digunakan untuk mensterilisasikan media dan alat-alat ialah dengan pemanasan. Jika panas digunakan bersama-sama dengan uap air disebut sterilisasi basah
(menggunakan autoklaf), sedangkan jika tanpa uap air disebut sterilisasi kering (menggunakan oven) (Fardiaz, 1993).
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Februari 2013 di Laboratorium Pengolahan Pangan serta Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri,, batang pengaduk, gelas ukur, labu erlenmeyer, gelas kimia, bulp, pipet volume, pH meter, biuret, statif, timbangan analitik, inkubator, gegep, laminar flow, bunsen, vortex, autoklaf, magnetic stirer, hotplate, botol kaca, toples kaca, panci, plastik, baskom, sendok, dan kompor. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu cabai merah keriting, garam, glukosa, aquadest, tisu rol, plastik gula, kertas label, sarung tangan plastik, aluminium foil, pereaksi Iod 0,1 N, media MRS Agar, media NA (Natrium Agar), media PCA (Plate Count Agar), media PDA (), Kristal violet, alkohol, larutan iod, minyak emersi, Lactobacillus plantarum, safranin, kapas, air masak.
C. Prosedur Penelitian Prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian metode spontan Penelitian metode spontan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui kondisi yang baik pada proses fermentasi secara spontan pada cabai merah keriting dengan penambahan 2% glukosa (b/b cabai) dan 4% garam (b/b cabai) selama 4x24 jam. Fermentasi cabai dilakukan dengan variasi waktu penyimpanan sebagai berikut : 1. Penyimpanan pada hari kontrol 2. Penyimpanan pada hari pertama 3. Penyimpanan pada hari kedua 4. Penyimpanan pada hari ketiga Analisa atau uji dilakukan untuk mengetahui atau mendapat lama fermentasi yang optimum serta metode fermentasi yang tepat seperti pH; Jumlah Mikroba BAL; Total Bakteri. Tahap selanjutnya adalah fermentasi dengan menggunakan kultur murni Lactobacillus plantarum, yaitu membandingkan dan mengetahui metode yang terbaik yang digunakan selama proses fermentasi. Cabai yang digunakan memiliki tingkat kematangan lebih
dari 60% warna merah sebagai syarat utama kondisi awal bahan. Hasil yang diperoleh akan menentukan jenis dan jumlah mikroba yang dihasilkan selama proses fermentasi.
Pemisahan tangkainya Pembilasan dengan air dan tiriskan Pemasukkan cabai dalam toples terendam Penindisan dengan kantong plastik berisi air Larutan: Konsentrasi garam(4% + glukosa 2% dari berat bahan (b/b cabai)+ air masak
Fermentasi spontan (heterofermentatif) (waktu/lama fermentasi) Uji Fisiko Kimia: pH, jumlah mikroba BAL, total bakteri Cabai fermentasi dengan metode fermentasi spontan
Gambar 1. Proses Fermentasi Spontan Cabai Merah Keriting 2. Penelitian fermentasi kultur murni Lactobacillus plantarum Konsentrasi garam dan glukosa serta waktu atau lama fermentasi yang optimum seperti: pH menurun; Jumlah Mikroba BAL; Total Bakteri. a. Pembuatan Cabai Fermentasi Ditimbang sampel bahan (Cabai merah keriting) 200 gram, kemudian ditimbang garam dengan konsentrasi 4%b/b cabai, selain itu ditimbang pula glukosa 2% b/b cabai untuk tiap sampel. Lalu,
volume air masak yang akan dicampurkan dengan garam dan glukosa sampai cabai terendam sepenuhnya. Kemudian,
dimasukkan cabai didalam toples lalu ditambahkan gulukosa, garam, dan air masak yang telah dibuat, dicampur, dan diaduk hingga merata, lalu ditindis dengan plastik gula yang berisi air untuk mengurangi ruang udara, lalu ditutup toples tersebut tidak terlalu rapat. Dan difermentasi di suhu ruang 37C selama 48 jam.
Pemisahan tangkainya Pembilasan dengan air dan tiriskan Pemasukkan cabai dalam toples terendam Penindisan dengan kantong plastik berisi air Larutan: Konsentrasi garam(4% + glukosa 2% dari berat bahan (b/b cabai)+ air masak + Bactobacillus plantarum
Fermentasi spontan (heterofermentatif) (waktu/lama fermentasi) Uji Fisiko Kimia: pH, jumlah mikroba BAL, total bakteri Cabai fermentasi dengan metode fermentasi kultur murni menggunakan Bactobacillus plantarum
Perlakuan pada penelitian ini yaitu menggunakan berbagai jenis media selama proses penyimpanan media. Perlakuan pada penelitian ini menggunakan media sebagai berikut : A = Jenis media A1= Media MRS A () A2= Media PCA () A3= Media PDA () A4= Media NA () B = Masa penyimpanan selama 4 hari B0= Kontrol (tanpa penyimpanan) B1= Penyimpanan 1 hari B2= Penyimpanan 2 hari B3=Penyimpanan 3 hari D. Parameter Penelitian Parameter pengamatan dari penelitian ini adalah nilai pH, Jumlah Baktreri, dan Total Mikroba BAL. E. Metode Analisa Analisa yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : 1. Analisa Fisiko Kimia a) Penentuan pH (Sudarmadji, dkk.,1997) Dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH
merata. Dilakukan pengukuran pH yang hasilnya akan langsung diketahui dengan membaca angka yang ditunjukkan oleh alat.
b) Penentuan nilai Jumlah Bakteri (Fardiaz,1993) S Ditimbang bahan sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis (0,86% NaCl) sehingga diperoleh pengenceran 10-1.Dipipet suspensi sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9ml larutan fisiologis (pengenceran 10-2).Dilakukan terus menerus hingga mencapai pengenceran 10-6.Selanjutnya, dipipet 1 ml dari pengenceran10 -3, 10-4, 10-5, 10-6 ke dalam cawan petri lalu dituangkan media yaitu PCA, PDA, dan NA lalu diinkubasi selama 48 jam. Diamati mikroorganisme yang tumbuh. Kemudian dihitung dengan rumus: Jumlah koloni per ml = koloni x 2. Analisa Total Mikroba (Fardiaz, 1993) Ditimbang bahan sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis (0,86% NaCl) sehingga diperoleh pengenceran 10-1.Dipipet suspensi sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9ml larutan fisiologis (pengenceran 10-2).Dilakukan terus menerus hingga mencapai pengenceran 10-6.Selanjutnya, dipipet 1 ml dari pengenceran10 -3, 10-4, 10-5, 10-6 ke dalam cawan petri lalu dituangkan media yaitu
MRS A lalu diinkubasi selama 48 jam. Diamati mikroorganisme yang tumbuh. Kemudian dihitung dengan rumus: Jumlah koloni per ml = koloni x
F. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola 2 faktorial dengan 2 kali ulangan di mana faktor A (variasi media) dan faktor B adalah (penyimpanan) kemudian data diolah dalam analisis sidik ragam. Apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk mengetahui faktor yang berbeda nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013a. Cabai. http://id.wikipedia.org/wiki/Cabai. tanggal 04 Januari 2013. Anonim. 2013b.Bakteri Laktat.http://id.wikipedia.org/wiki/Bakteri_asam_laktat. tanggal 04 Januari 2013.
Diakses
Asam Diakses
Fardiaz. 1993. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan Tekonologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB. Bogor. Hartuti, N. 1996. Penanganan Panen dan Pascapanen Cabai Merah. Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Hidayat, Nur., Masdiana CP., dan Sri H. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta. Nasrullah. 2011. Saus http://indoplasma.or.id/pn/buletin_pn_17_2_2011_7379_abdullah.pd. Diakses tanggal 04 Januari 2013. cabai.
Nawangsih, A.A., H.P. Imdad dan A. Wahyudi. 1994. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya. Jakarta. Muchtadi, Tien R., dan Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Salminen dan Von Wright. 1998. Bakteri Asam http://puguh.com/health-medicine/bakteri-asam-laktat/. Laktat.
Soekarto, Soewarto T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Sudarmadji, S., Bambang H., dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa. Bandung. Suprapti, L. 2000. Membuat Saus Tomat. Trubus Agrisarana. Jakarta. Syarief, R. dan Halid Hariyadi., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta. Wibowo, S. 2004. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya. Jakarta. Winarno, F.G dan Fardias S. 1991.Biofermentasi BiosintesisProtein. Penerbit Angkasa. Bandung. dan
Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.