You are on page 1of 39

Seorang Anak Laki Laki dengan Keluhan Sulit Dibangunkan KELOMPOK 9

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta,10 Juli 2012

BAB I PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Dikenal bermacam-macam jenis virus penyebab penyakit demam berdarah, tetapi di Indonesia hanya terdapat 2 jenis virus penyebab demam berdarah yaitu virus dengue dan virus chikungunya. Diantara kedua jenis virus yang terdapat di negeri kita, virus dengue merupakan penyebab terpenting dari demam berdarah. Oleh karena itu, penyakit demam berdarah yang kita kenal tepatnya bernama demam berdarah dengue, sesuai dengan nama virus penyebab. Virus dengue sebagai penyebab penyakit demam berdarah dengue, merupakan mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Virus hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan protein. Apabila daya tahan tubuh seseorang yang terkena infeksi virus tersebut rendah, sebagai akibatnya sel jaringan akan semakin rusak bila virus tersebut berkembang banyak maka fungsi organ tubuh tersebut baik, maka akan sembuh dan timbul kekebalan terhadap virus dengue yang pernah masuk ke dalam tubuhnya. Penyakit demam berdarah dengue mengenai seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang menularkan penyakit adalah nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina memerlukan darah manusia atau binatang untuk hidup dan berkembang biak. Apabila di sekitar tempat bersarang nyamuk tersebut dijumpai seseorang yang sedang sakit demam berdarah penyakit demam berdarah dengue ringan atau berat. Bila daya tahan tubuh baik dan virus tidak ganas, maka derajat penyakit tidak berat. Sebaliknya apabila daya tahan tubuh rendah seperti pada anak-anak, penyakit infeksi dengue ini dapat menjadi berat bahkan dapat mematikan. Seperti halnya virus yang lain (misalnya influenza, campak) sebagian besar penderita anak sembuh dengan sendirinya, baik diobati maupun tidak diobati oleh karena penyakit virus bersifat self limiting disease. Jadi, penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus mempunyai keunikan yaitu datang mendadak, penyakit akan berjalan terus walaupun diobati, dan akhirnya akan sembuh dengan sendirinya tergantung dari ketahanan tubuh orang yang terkena. Jadi, apa gunanya diobati? Sebenarnya yang diobati adalah gejala yang timbul sebagai akibat ulah virus yang berakhir timbul gejala demam, syok, maupun perdarahan,

oleh karena sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue, maka harapan lainnya adalah dibuatnya vaksin dengue, yang sampai saat ini masih dalam taraf penelitian dan belum beredar.

BAB II LAPORAN KASUS


Seorang anak laki laki berusia 3 tahun 10 bulan dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan sulit dibangunkan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (smrs). 3 hari smrs pasien demam.Demam muncul secara mendadak dan terus menerus sepanjang hari.Keesokan harinya dibawa ke klinik dan diberi obat dalam bentuk puyer, demam turun, namun tidak lama kemudian demam muncul kembali.Tidak ada batuk pilek mual maupun muntah.1 hari smrs demam turun, pasien lemas. 11 jam smrs pasien muntah 3 kali sebanyak gelas aqua, berisi sedikit makanan dan air. Pasien buang air besar 4 kali, konsistensi lembek, warna kehijauan, tidak ada lendir dan darah.Pasien dibawa ke dokter, diberi obat dan pulang ke rumah. 2 jam smrs pasien yang awalnya rewel dan gelisah menjadi terlihat mengantuk, dan pasien sulit dibangunkan. Tangan dan kaki pasien dingin sedangkan badannya panas.Pasien segera dibawa ke rumah sakit.Pasien tidak nafsu makan.Gusi berdarah dan mimisan di sangkal.Tidak bisa buang air kecil. Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya, dan dalam keluarga tidak ada yang sakit sama seperti pasien. Riwayat kehamilan dan persalinan baik.Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik. Riwayat makanan ASI sampai usia 12 bulan, pasi sejak usia 8 bulan, buah sejak usia 2 bulan, bubur susu sejak usia 4 bulan, nasi tim sejak usia 6 bulan. Kesulitan makan tidak ada.Riwayat imunisasi lengkap.Riwayat keluarga ayah 28 tahun S1 dan ibu 25 tahun SMA.

Pemeriksaan Fisik Kesan sakit Kesadaran Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan Antropometri Berat badan Tinggi Badan Lingkar Kepala Status Gizi BB/U TB/U BB/TB

: : tampak sakit berat : apatis-somnolen : : 90 / 70 mmHg : 148x / menit : 39,3o C diukur pada axila kiri : 52 x /menit, teratur : : 10 kg : 96 cm : 50 cm : : 62,5 % : 101 % : 66,6 %

Kulit Kepala THT Leher Paru Paru Jantung Abdomen

: Tidak sianotik, tidak ikterik, kulit teraba dingin : Normal : Tidak ada Kelaianan : Tidak ada Kelaianan : dalam batas normal : dalam batas normal : Bising usus +3/menit, Perkusi Timpani dan Palpasi hangat, nyeri

tekan di epigastrium, tidak ada hepatosplenomegali. Ekstremitas : atas, bawah terdapat Petechiae (+)

Pemeriksaan Penunjang NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Pemeriksaan Leukosit Hb Ht Trombosit Gula Darah Sewaktu Natrium Kalium Chlorida CPP Kuantitatif Hari ke 1 RS 11.700 15,7 46 19.000 Hari ke 2 RS 6500 13 38 10.000 63 136 4,4 109 5

Pemeriksaan Tinja Rutin Makroskopis Mikroskopis

: : Warna hijau, konsistensi lunak, lendir (+), darah ( - ) : Leukosit (+) Eritrosit (-) Telur Cacing (-) Amoeba (-) Serat (+)

BAB III PEMBAHASAN


MASALAH DAN HIPOTESIS
Masalah Sulit dibangunkan Pembahasan Sulit dibangunkan kemungkinan adanya gangguan fungsi otak bilateral diakibatkan kurangnya vaskularisasi otak akibat perdarahan berat maupun dehidrasi berat. Pasien ini harus dilakukan pemeriksaan GCS untuk melihat tingkat kesadaran nya. Hipotesis Kesadaran Menurun

sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Demam muncul secara mendadak dan terus menerus sepanjang hari


Pasien muntah 3 kali

Pola demam muncul mendadak dan terus menerus adalah ciri dari 2 tipe demam yaitu demam kontinyu dan demam remitten. Kemungkinan adanya gangguan motilitas akibat infeksi virus. Biasa muntah dan BAB akan diawali oleh nyeri perut Frekwensi muntah dan BAB serta volume cairan yang dikeluarkan

DHF (Remitten) Falciparum Malaria Demam Tifoid (Kontinyu) DHF Falciparum Malaria

sebanyak gelas aqua, berisi sedikit makanan dan air. Pasien buang air besar 4 kali. 2 jam smrs

mengindikasikan pasien mengalami

pasien yang
DEHIDRASI

Awalnya rewel dan

Kemungkinan pasien mengalami

Dehidrasi Berat Syok Hipovolemik

gelisah menjadi terlihat dehidrasi berat akibat berkurangnya mengantuk. Tidak bisa buang air kecil. Tangan dan kaki pasien dingin
plasma darah dan vaskularisasi darah di otak dan perifer Curigai Shock

PATOFISIOLOGI DHF

Demam Tifoid

ANAMNESIS

a) Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, RS Berguna untuk mengetahui background

pasien yang akan berhubungan dengan tatalaksana dan prognosis terhadap pasien ini, sudah tertera di atas

b) Keluhan Utama

Apakah keluhan utama pasien ? Keluhan utama pada pasien ini adalah sulit dibangunkan

Anamnesis tambahan

Untuk melengkapi informasi yang kita butuhkan maka diperlukan anamnesis lanjutan. Baiknya ditanyakan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga serta riwayat pengobatan.untuk membantu penegakan diagnosis.

I.Riwayat penyakit sekarang Apakah ada gejala yang menyertai? Demam? Kejang? Mimisan? Petechiae? Apakah ada gejala mual dan muntah? Apakah anak kesulitan makan?.

II.Riwayat penyakit Dahulu

Bagaimana riwayat kehamilan dan persalinan? Bagaimana riwayat pertumbuhan dan perkembangan? Apakah anak mendapatkanimunisasi lengkap? Bagimana asupan gizi anak?

III.Riwayat Penyakit Keluarga Apakah keluarga ada yang sakit seperti ini? Apakah keluarga ada penyakit keganasan?

IV.Riwayat kebiasaan Bagaimana riwayat makanan anak? Apakah anak pernah ke daerah endemis?

PEMERIKSAAN FISIK K.U : Kesan sakit : Tampak sakit berat ->Kondisi Darurat Kesadaran : apatis somnolent -> ada gangguan saraf pusat, gangguan vaskularisasi otak akibat dehidrasi

T.V : T.D : 90/70 Nadi : 148x Menurun Meningkat Meningkat Meningkat (N= 95/65) (N= 60-90) Febris (N= 20-30)

Suhu : 39,3C Pernafasan : 52x

Antropometri Anak 3-4 tahun BB : 10 kg Rendah Anak dengan usia 3 tahun 10 bulan seharusnya memilki berat badan ideal 12 13 kg. namun anak ini memiliki berat badan dalam standar deviasi antara -3 dan -2 yaitu kategori KURANG TB : 96 cm Normal LK : 50 cm Normal

Status Gizi BB/U : 62,5 % Tb/U : 101 % BB/U : 66,66 % Berdasarkan table NCIS maka dapat disimpulkan anak ini mengalami GANGGUAN GIZI

Kulit Tidak ikterik Normal Tidak sianotik Normal Akral teraba dingin Curiga syok Demam mendadak terus menerus Remiten Kontinyu : Penyakit Virus : Malaria Falciparum dan Thypoid

Feses Hijau dan lunak Normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil Laboratorium Leukosit Nilai Normal 5300 11.500 ul Hari ke-1 11.700 ul Hari ke-2 6.500 ul Interpretasi Meningkat, menandakan adanya leukopenia yang disebabkan oleh supresi sum sum tulang. Menurun, menandakan adanya anemia dan perdarahan yang ditandai dengan adanya ptechiae.

Hb

13,5 17,5 g/dl

15,7 g/dl

13 g/dl

Hematokrit

34 - 39%

46%

38%

Trombosit

250.000 550.000 mm3

19.000 mm3

10.000 mm3

Gula Darah Sewaktu Na K Cl CRP Kuantitatif

60 100 mmol/L 136 145 mmol/L 3,5 5 mmol/L 95 105 mmol/L <0,8

63 mmol/L 136 mmol/L 4,4 mmol/L 109 mmol/L 5

Meningkat menandakan adanya syok akibat dari kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular. Menurun, menunjukkan adanya trombositopenia akibat agregasi dari trombosit yang disebabkan inflamasi sistemik. Normal. Normal. Normal. Normal. Meningkat, menandakan adanya infeksi akut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Tinja Rutin A. Pemeriksaan tinja secara makroskopis : a. Warna hijau : Normal b. Konsistensi lunak : Normal c. Lendir (+) : Normal d. Darah (-) : Normal

B. Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : a. Leukosit (+) : Normal b. Eritrosit (-) : Normal c. Telur cacing (-), amoeba (-) : Normal

d. Serat (+) : Normal, kemungkinan serat berasal dari pengkonsumsian sayur sayuran, susu berkadar glukosa tinggi, dll.

DIAGNOSIS Demam Berdarah Dengue.Berdasarkan kriteria menurut kriteria WHO tahun 2009, pasien masuk dalam kategori severe dengueyang ditandai dengan adanya syok akibat dari plasma leakage.Diagnosis klinik ditetapkan bila ditemukan suhu tubuh meningkat, maninfestasi perdarahan, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit >20%.Warning sign yang positif ditandai dengan adanya nyeri abdomen dan ptechiae, serta alarm sign yang positif dimana pasien adalah anak anak DIAGNOSIS BANDING Demam Typhoid. Dilihat dari demam yang termasuk dalam kategori kontinu X belum dapat dipastikan apakah demam tersebut remiten/intermiten karena bekum ada keterangan lebih lanjut.Kemungkinan pasien terkena thypoid.Demam thypoid terklasifikasi dalam demam yang kontinu.DHF diklasifikan dalam demam yang kontinu X remiten.Dugaan demam thypoid juga dilihat pada manifestasi klinik pada GIT pasien. Demam thypoid dengan tidak adanya cardinal signseperti biokardi relatif,organomegali,thypoid tongue,x roseole. Pada pasien juga didapatkan ptechiae,syok,trombositopenia,yang lebih mengarah pada DHF

PENATALAKSANAAN 1. Rujuk ke RS. 2. Monitoring terhadap sirkulasi, pernapasan, Ht, dehidrasi minimal dalam waktu 48 jam rawat. 3. Pemberian infus normal saline dikarenakan pasien mengalami syok. 4. Febris diberikan ibuprofen 5-10 mg/kgBB.

Pencegahan dengue lebih ditunjukkan untuk menghindari gigitan nyamuk antara lain dengan cara menggunakan insektisida,repelan, kelambu, dan pemasangan kasa nyamuk di rumah. Persediaan air untuk keperluan rumah tangga harus dijaga agar tidak menjadi tempat bertelur nyamuk, atau diberikan abate. Demikian juga dengan genangan air disekitar rumah harus dibersihkan. Upaya penyemprotan nyamuk dapat dilakukan secara massal disuatu wilayah dengan pengasapan (fogging)malathion dimaksudkan untuk membunuh nyamuk secara cepat bila terjadi wabah.

KOMPLIKASI Ensefalopati Dengue Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati.Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh.Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Edema paru Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada. Gagal Ginjal Akut Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.

PROGNOSIS a. Ad Vitam : Dubia ad Bonam

et causa pasien sudah masuk dalam fase syok. b. Ad Functionam : Ad Bonam.

Penatalaksanaan pada DHF dengan segera mempercepat perbaikan keadaan pasien. c. Ad Sanationam : Dubia

karena Indonesia merupakan negara endemisDHF.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA


DEMAM BERDARAH DENGUE Pendahuluan Demam dengue ( dengue fever,DF ) adalah suatu sindrom bersifat akut dan benigna disebabkan oleh arbovirus yang ditandai oleh demam bifasik ,nyeri otot / sendi , ruam kulit , sefalgia , dan limfadenopati. Infeksi sekunder oleh virus dengue dengan serotipe berbeda merupakan faktor resiko atas timbulnya demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever ( DHF) , dimana penyakit berlangsung berat dengan febris ,manifestasi perdarahan, dan dapat terjadi bentuk yang dikenal sebagai sindrom rejatan dengue atau dengue shock syndrom (DSS) yaitu bila disertai dengan kegagalan fungsi sirkulasi ,kehilangan protein, dan dapat berakibat fatal.

Etiologi Virus dengue termaksud genus Flavivirus dan famili flaviviridae, secara serologi terdapat 4 tipe ,yaitu DEN-1 , DEN-2 , DEN-3 dan DEN-4 .Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat .Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32OC dan kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi.

Cara Penularan Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan.Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik.Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat emnularkan virus selama hidupnya (infektif).

Epidemiologi Vektor utama dari dengue adalah aedes aegypti dari famili Steogomyia .Nyamuk ini menggigit manusia pada siang hari ,bertelur di air bersih seperti untuk minum , mandi , dan genangan air hujan disekitar rumah .Gambaran epidemiologi dari DF tergantung kepada jenis nyamuk yang ada di daerah masing-masing . Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia.Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

PATOFISIOLOGI Volume Plasma

Penyelidikan bolume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstitial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma.Pada masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit.Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis.Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat destruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat.

Trombositopenia Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok.Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain ialah depresi fungsi megakariosit. Penyalidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotelial, limpa, dan hati.Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.

Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis

Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang.Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen.Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products (FDP).Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III.Di samping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penururnan aktivitas alpha-2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa : Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada DBD tanpa syok. Perdarahan kulit umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia; sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antirombin II, respons pemberian heparin akan berkurang.

Sistem Komplemen Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengie, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif.Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik.Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit, dan limfosit T yang mengakibatkan waktu paruh trombosit

memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan.Di samping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokim seperti TNF, IFN gamma, IL-2, dan IL-1.

Patogenesis The Immunological Enhancement Hypothesis Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis yang berlangsung sebagai berikut : Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadi infeksi virus dengue primer. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang memperngaruhi

permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Aktivasi Limfosit T Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD.Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN alpha dan gamma).Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN alpha, yang selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut: 1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue. 2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus. 3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi. 4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular.Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan.Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard.Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem

retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi. DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

Manifestasi Klinik Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik (silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).

Spektrum Klinis

Manifestasi Klinis Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan

DD

leukopenia. Dapat disertai trombositopenia. Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut. Uji torniquet positif. Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura. Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri. DBD Hepatomegali. Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga peritoneal. Trombositopenia. Hemokonsentrasi. Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok). Gejala syok :

Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg. Akral dingin, capillary refill turun. Diuresis turun, hingga anuria.

SSD

Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue Keterangan:

Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan GIT lebih dominan pada DBD.

Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi, hipovolemia dan syok.

Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi).

Pemeriksaan Penunjang Uji laboratorium meliputi : 1. Isolasi virus Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada : Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia. Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia. Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen. 2. Pemeriksaan Serologi Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test) Uji Netralisasi (Neutralization Test) Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay) Uji IgG Elisa indirek

PEMERIKSAAN RADIOLOGI Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat dideteksi yaitu : 1. Dilatasi pembuluh darah paru 2. Efusi pleura 3. Kardiomegali dan efusi perikard 4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati 5. Caran dalam rongga peritoneum 6. Penebalan dinding vesika felea

Diagnosis

WHO Dengue Guidelines for Diagnosis 2009

Algoritma 1. Diagnosis Demam Dengue dan DBD

PENATALAKSANAAN 1. Demam Dengue Medikamentosa:

Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Tidak dianjurkan pemberian asam asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai DD/DBD.

Edukasi orang tua:


Anjurkan anak tirah baring selama masih demam. Bila perlu, anjurkan kompres air hangat. Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus buah, atau sup. Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu.

Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun. Pada fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua perlu waspada.

Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus, tidak sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.

2. Demam Berdarah Dengue Fase demam


Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD. Antipiretik: paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari. Perbanyak asupan cairan oral. Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun. Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.

Penggantian volume plasma

Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.

Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl.

Tabel 3. Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang Jumlah (ml/kg BB/hari) 220 165 132 88 Cairan

Berat Badan (Kg)

<7 7 11 12 18 >18

Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan Berat Badan (Kg) 10 10 20 >20 Jumlah cairan (ml) 100 per kg BB 1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg) 1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)

Tabel 5. Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien Kriteria rawat inap Ada kedaruratan: Syok Muntah terus menerus Kejang Kesadaran turun Muntah darah Berak hitam Kriteria memulangkan pasien Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Secara klinis tampak perbaikan Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Trombosit > 50.000/uL

Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

Tidak dijumpai distres pernafasan

Algoritma 2. Tatalaksana DBD Derajat II

Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Komplikasi DBD Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah / lelah (fatigue) saat fase pemulihan. Penyebab kematian pada deman berdarah dengue:

Syok berkepanjangan (Prolonged shock) Kelebihan cairan Perdarahan masif Manifestasi yang jarang : Ensefalopati dengue Gagal ginjal akut

Ensefalopati DBD Diduga akibat disfungsi hati, udem otak, perdarahan kapiler serebral atau kelainan metabolik Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada DBD dengan atau tanpa syok Ketepatan diagnosis Bila ada syok, harus diatasi dulu Pungsi lumbal setelah syok teratasi, hati-hati trombosit < 50000/ul Transaminase, PT/PTT, gula darah, analisa gas darah, elektrolit, amoniak darah

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; 73-88. 2. Amiruddin, M Dali. Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates 2000; 260-271. 3. Kosasih, A, Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, FK-UI, 1988. 4. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan. Jakarta: EGC. 2002; 1195 5. Huges, Richard. Epidemiology Of peripheral Neuropathy. Current Opinion in Neurology: October 1995 - Volume 8 - Issue 5 - ppg 335-338. As seen as source at : http://journals.lww.com/coneurology/Citation/1995/10000/Epidemiology_of_peripheral_neuropathy.1.aspx. Cited on March 4th, 2011. 6. Murray, Rose Ann dkk. Mycobacterium leprae inhibits Dendritic Cell Activation and Maturation. Available at : www.jimmunol.org . Cited on March 19th, 2011 7. World Health Organization. WHO Expert Committe on Leprosy Six Report. World Health Organization, Geneva. 1988 8. Naafs B, Silva E, Vilani-Moreno F, Marcos E, Nogueira M, Opromolla D Factors influencing the development of leprosy: an overview. Int j Lepr Other Mycobact Dis. 2001; 69 (1): 26-33 9. Sridharan R, Lorenzo NZ. Neurophaty of Leprosy. 2007. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1171421-overviewCited on March 19th, 2011 10. Martodihardjo S, Susanto RS. Reaksi Kusta dan Penanganannya. In: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SI, Ismanto SR, Nilasari Hanny, editors. Kusta. 2nd ed. Balai Penerbit FKUI Jakarta;2003.p.75-82.

11. Lewis Felisa S, Conologue T, Harrop E. Leprosy : mycobacterial infection. 2008. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview Cited on March 19th, 2011 12. Sridharan R, Lorenzo NZ. Leprosy : Neurological infection. 2007. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1165419-overviewCited on March 19th, 2011 13. World Health Organization. Leprosy elimination. World Health Organization. 2009. Available at : http://www.who.int/lep/diagnosis/en/index.htmlCited on March 19th, 2011 14. World Health Organization. Leprosy elimination. World Health Organization. 2009. Available at : http://www.who.int/lep/classification/en/index.htmlCited on March 19th, 2011 15. McDougal AC. Leprosy : Clinical Aspects. Dalam : Harahap M. (ed), New Clinical Applications Dermatology, Mycobacterial Skin Disease. Kluwer academic Publisher, Dordrecht. 1989 : 119-136 16. Pfaltzgraff RE, Ramu G. Clinical Leprosy. In : Hastings RC. (ed). Leprosy. 2nd ed. Churchill livingstone, Edinburgh. 1994 : 237-287 17. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aeusculapius FKUI. 2000; 74-75 18. Fitzpatrick. Thomas B dkk. Leprosy in Color Atlas and Synopsys of Clinical Dermatology. Singapore : McGraw Hill. 2008; 1794 19. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. 2005;155. 20. Longo LD, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL Loscalzo J. In: Isselbacher KJ, editor. Harrison's Principles of Internal Medicine. 13rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999 )

You might also like