You are on page 1of 54

SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

BAB-V
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN

5.1. Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA)


DI Indonesia, pada awalnya SKMA yang didirikan oleh Departemen
Kehutanan ada di dua tempat, yaitu di Kadipaten Jawa Barat dan di
Samarinda Kalimantan Timur. SKMA Samarinda didirikan sejak tahun
1980, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga teknis kehutanan
tingkat menengah, dan akan ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia.
SKMA saat ini berjumlah 5 unit, yaitu di Samarinda untuk wilayah
Kalimantantan, di Pekanbaru untuk wilayah Sumatera, di Kadipaten untuk
wilayah Jawa dan Bali, di Makasar untuk Wilayah Sulawesi, NTT dan NTB,
serta di Manokwari untuk wilayah Maluku, Papua dan Irjabar. Setiap tahun
meluluskan 70-80 siswa di setiap SKMA, kecuali SKMA Manokwari hanya
35-40 orang setiap tahun.
Sejak tahun 1969/70 sampai dengan tahun 1989/90 telah dihasilkan
lulusan SKMA sebanyak 804 orang tenaga menengah bidang
kehutanan.

Hanya SKMA Manokwari yang sampai sekarang masih menerima siswa


baru, sedangkan 4 SKMA lainnya yaitu Samarinda, Makassar, Kadipaten,
dan Pekanbaru telah terlekuidasi. Yang masih tetap tersisa adalah Badan
Diklat Kehutanan, yang awalnya bertindak sebagai lembaga sebagai
pembina SKMA tersebut. Saat ini terdapat 6 orang pejabat fungsional guru
di SKMA Manokwari, terdiri dari 2 (dua) orang guru dengan jabatan
dewasa, 3 (tiga) orang guru madya dan 1 (satu) orang dengan jabatan
Guru Muda.

Departemen Kehutanan pada tanggal 2 Nopember 2006 mendapatkan


tambahan formasi pegawai baru berasal dari lulusan SKMA sebanyak 475
orang. Formasi tersebut ditujukan untuk jabatan Fungsional Polisi
Kehutanan dan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan serta jabatan
teknis lainnya pada UPT Dephut di seluruh Indonesia.
Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) adalah unit pelaksana teknis
di bidang pendidikan kejuruan formal di lingkungan Departemen kehutanan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
DIKLAT Kehutanan.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-1


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

SKMA dipimpin oleh seorang kepala sekolah. SKMA mempuyai tugas


melaksanakan pendidikan kejuruan formal kehutanan 3 (tiga) tahun untuk
memenuhi kebutuhan tenaga pelaksana lapangan di bidang pembanguna
kehutanan.

Alamat SKMA Manokwari di Jl. Serma Suwandi, Kompleks BLK - SKMA


Sanggeng Telp ( 0986 ) 212107 Fax . 212740 Manokwari, Papua (saat ini:
Irian Jaya Barat). Terdapat 4 unit kelas, seluas sekolah 240 m2, kapasitas
160 orang. Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar terdapat pula
asrama siswa terdiri dari 2 unit, seluas 2.000 m2 dengan kapasitas 120
orang.

Didirikannya SKMA memiliki fungsi sebagai berikut:


(a) Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berupa teori dan praktek
sesuai dengan kurikulum yang berlaku
(b) Melakukan bimbingan siswa di bidang pembinaan fisik, mental dan
disiplin secara terpimpin dan intensif di dalam dan di luar sekolah;
(c) Melakukan hubungan kerjasama dengan dunia usaha dan masyarakat
dalam rangka praktek kerja nyata

Jesaja Ronny Iwanggin (kanan), Siswa Sentral Pengukuran Penggambaran


Peta Jurusan Kehutanan (SP3K) –Bogor, 25-6-1965

(d) Melakukan urusan tata waktu, rumah tangga dan perlengkapan


pendidikan.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-2


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Secara organisasi SKMA terdiri dari :


(a) Kepala Sekolah; mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan
pendidikan dan latihan praktek siswa
(b) Urusan Tata Usaha; mempunyai tugas melakukan urusan
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, tata usaha rumah tangga
sekolah

(c) Kelompok Guru/Instruktur; mempunyai tugas memberikan pendidikan


dan pengajaran serta latihan teori dan praktek kepada siswa, dan
melaksanakan teknis kependidikan lainnya sesuai dengan tugas yang
dibebankan oleh Kepala Sekolah dengan memperhatikan pedoman
dari Departemen Pendidikan Nasional.
Sejak tahun 1983 sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
83/Kpts-II/1983 tenang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Kehutanan
Menengah Atas, pada pasal 15 ditetapkan, bahwa kepala sekolah SKMA
secara teknis fungsional dan organisatoris bertanggung jawab kepada

Siswa Sentral Pengukuran Penggambaran Peta Jurusan Kehutanan (SP3K) di


Asrama Bogor, Juni 1965 –tampak JR Iwanggin duduk kedua dari kiri

Kepala Pusat Diklat Kehutanan dan secara administratif operasional


bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kehutanan yang bekerja sama dengan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) –
saat ini telah dilikuidasi - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(Sekarang Depdiknas).

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-3


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Selanjutnya dalam Pasal 16 disebutkan, jika di kemudian hari kebutuhan


akan tenaga pelaksana lapangan bidang pembangunan kehutanan telah
terpenuhi, maka kebijakan mengenai kelangsungan pendidikan di SKMA
diserahkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Selanjutnya pada tahun 1990, Menteri Kehutanan mengeluarkan SK
Menhut Nomor 195/Kpts-II/1990 tentang Perubahan Bab I Pasal I Ayat (1)
Bab III Pasal 8 dan Bab IV Pasal 15 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
68/Kpts-II/1983, tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Kehutanan
Menengah Atas, pada pokoknya disebutkan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Bahwa SKMA berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Kehutanan
(2) Sejak berlakunya keputusan ini, SKMA terdapat di empat lokasi yang
berkedudukan di : (i) Kadipaten, Jawa Barat (ii) Samarinda,
Kalimantan Timur, (iii) Pekanbaru, Riau dan (iv) Ujung Pandang,
Sulawesi Selatan.
(3) Kepala sekolah secara teknis fungsional dan organisasatoris
bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan
Latihan Kehutanan dan secara administrative operasional
bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
kehutanan yang bekerjasama dengan Kepala Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diman SKMA yang
bersangkutan berkedudukan.
Namun saat ini Kanwil Kehutanan dan Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan
telah dilikuidasi sejak tahun 2002 seiring dengan iklim otonomi daerah.
Perjalanan SKMA Manokwari (1963-1973) sebelum dikelola oleh
Dephut
a. Nama sekolah dan Perkembangannya
Kegiatan kehutanan di Irian Barat (saat ini Papua) pada awal 1963
mengalami kekurangan tenaga sehubungan peralihan kekuasaan dari
pemerintah kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia
melalui Pemerintahan sementara UNTEA.
Dengan salah satu pertimbangan, bahwa banyak kendala dalam
mengirimkan tamatan SMP dari Irian Barat ke SKMA Bogor, maka para
pejabat kehutanan yang berada di Manokwari pada waktu itu antara
lain, Ir. Lukito Daryadi dan Hardjono, Bst pada tahun 1963
memprakarsai pembentukan Jurusan Kehutanan pada SPMA (Sekolah
Pertanian Menengah Atas) Manokwari.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-4


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Gd. Lama SKMA Manokwari di Kp. Arfai Km 18 Manokwari

SPMA Manokwari berjalan secara operasional sejak tahun 1963


dengan menerima 20 orang siswa (16 orang jurusan pertanian, 4
orang jurusan kehutanan). Sekolah ini diresmikan dengan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 21/MP/65, tanggal 30 Januari
1965, yang berlaku surut sejak tanggal 30 Januari 1963 dengan
Jurusan Kehutanan tergabung di dalamnya.
Pada tahun 1967 SKMA Manokwari berdiri sendiri dan berada di bawah
Lembaga Penelitian dan Pendidikan Pertanian Manokwari (LP3M) pada
Dinas Pertanian Propinsi Irian Barat.
Perkembangan berikutnya, pada tahun 1970 dengan keputusan
Gubernur Irian Barat Nomor 125/GIB/1970, tanggal 25 Juli 1970, SKMA
Manokwari dan Bagian Penelitian Kehutanan dipisahkan dari LP3M
dan diserahkan kepada Dinas Kehutanan Propinsi Irian Barat. Serah
terima dilakukan dari Kepala Dinas Pertanian Propinsi Irian Barat pada
waktu itu (Barnabas Jouwe) kepada Kepala Dinas Kehutanan Propinsi
Irian Barat (R. Soekahar) disaksikan Gubernur Irian Barat waktu itu
(Frans Kaisiepo). Kemudian pada tanggal 1 April 1973 Dinas
Kehutanan Propinsi Irian Barat menyerahkan Bagian Penelitian
Kehutanan (SP3K) melalui serah terima dari Direktur LP3M (Soejono
Hadikusoemo) kepada Kepala SP3K (Soehoed Sosrodihardjo).
b. Sistem Pendidikan
Secara resmi SKMA Manokwari bukanlah sekolah kedinasan, namun
setiap lulusannya diangkat menjadi PNS pada Instansi Pertanian dan
Instansi Kehutanan di Irian Jaya pada waktu itu. Meskipun demikian,
sebagian besar biaya pendidikan dibiayai oleh Pemerintah termasuk
penyelenggaraan asrama siswa.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-5


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Mata pelajaran teori berjumlah sekitar 55 % dan praktek 45 % dari


seluruh jumlah jam pelajaran. Tempat praktek adalah hutan di sekitar
Manokwari.
c. Persyaratan dan Rekruitmen Peserta
Persyaratan bagi siswa baru adalah tamatan SMP dan yang sederajat,
laki-laki, belum menikah, sehat jasmani dan rohani, tinggi badan
minimal 160 cm. Rekruitmen siswa baru melalui Instansi Kehutanan
dan atau langsung oleh SPMA/SKMA Manokwari.
d. Penyelenggaraan, Pengajar
Sesuai kurikulim yang diberlakukan waktu itu, lama pendidikan adalah
3 (tiga ) tahun termasuk praktek lapangan pada setiap kelas (tahun
ajaran). Jumlah guru tetap terbatas, sehingga sebagian besar pengajar
berstatus guru tidak tetap yang merupakan para pejabat Pertanian/
Kehutanan dan berbagai instansi pemerintah lainnya yang ada di
Manokwari.
Yang pernah
menjabat Ketua
Jurusan
Kehutanan pada
SPMA
Manokwari
adalah berturu-
turut Loekito
Daryadi dan Z.P
Simanjuntak
(alm). Setelah
diresmikan, Halaman Bekas Gd. Lama SKMA Manokwari
(Tidak Terawat)
kepala SPMA
Manokwari
dijabat oleh Trito dan kemudian Nuzyrwan Zein. Kepala SKMA
Manokwari berturut-turut dijabat oleh R. Moch. Ismail, Agus Sunyoto,
Pradjadisastra (merangkap Direktur SPMA Manokwari) dan Mikdar
Achmad Sapari.
e. Lulusan
Dari 47 orang siswa Kehutanan pada SPMA/SKMA Manokwari antara
tahun 1963 sampai dengan 1973, dihasilkan lulusan sebanyak 29
orang (sekitar 60 % dari jumlah siswa yang diterima waktu di kelas 1)
dengan rincian, sebagai berikut :
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-6
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Angkatan I (1963-1966) : 4 orang


Angkatan II (1964-1967) : 1 orang (alm. Dr. Ir. Benyamin
Nasendi, MSc)
Angkatan III (1965-1968) : Nihil

Angkatan IV (1966-1969) : 8 orang


Angkatan V (1967-1970) : 5 orang

Angkatan VI (1968-1971) : 7 orang


Angkatan VII (1969-1973) : 5 orang

f. Catatan Ringan
Karena jumlah siswa
kehutanan sedikit dan
berasal dari berbagai
daerah di Irian Jaya,
serta jurusan/ pendidikan
kehutanan merupakan
hal baru di Irian Jaya
pada waktu itu, maka
suasana yang menonjol Jalan Menuju bekas SKMA Manokwari
di Kp. Arfai- Manokwari
yang dirasakan oleh para
siswa adalah kekeluargaan yang erat dan saling membantu sejak di
sekolah sampai bertugas sebagai pejabat di Instansi Kehutanan di Irian
Jaya. Salah satu dari 30 orang alumninya yang berhasil melanjutkan
pendidikan ke jenjang S3 adalah Dr. Ir. Benyamin Nasendi, MSc (Alm).
Yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan
tahun 1990 s.d. 1993 dan selanjutnya sebagai peneliti pada Badan
Litbang Kehutanan di Bogor.

g. Penutupan SKMA Manokwari


Sehubungan sejak tahun 1963 komunikasi dan transparansi ke Pusat
(Jakarta) sudah lancar dan lulusan SMP di Irian Jaya relatif sederajat
dan tidak jauh ketinggalan dari daerah lain di Indonesia, maka sejak
tahun 1969 SKMA Manokwari tidak menerima siswa baru lagi. Peminat
SKMA Manokwari disalurkan ke SKMA Bogor. Bahkan sejak tahun
1963 telah ada yang lulus seleksi dan diterima sebagai siswa SKMA
Bogor.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-7


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Lulusan pertama SKMA Bogor asal Irian Jaya pada tahun 1965 antara
lain, adalah Samber, Sembor, Makabori (Alm), Abner Komboy (Alm)
Mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Irian Jaya (1980-1989),
Worabai (Alm) dan Dr (HC) Ir. Hugo Julian Rajaar, Mantan Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi Papua (2000-2004). Yang terakhir meraih
gelar S1 dari Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas
Cendrawasih, Manokwari. Lulusan 1973 merupakan lulusan terakhir.
Sementara para peminat sekolah ke SKMA Manokwari kemudian
disalurkan ke SKMA Bogor.
Kelak SKMA Manokwari dibuka kembali oleh Departemen Kehutanan
pada tahun 1991/1992, seperti dipaparkan dalam uraian berikut.

SKMA Departemen Kehutanan


Sejak diterbitkannya PP No. 1 Tahun 1970 tentang HPH dan HPHH,
kemudian disempurnakan melalui PP No. 18 Tahun 1975, intensitas
kegiatan pengusahaan hutan, terutama di luar Jawa terus meningkat.
Pemerintah melihat pada
waktu itu, kiprah para
alumni SKMA dengan
pengetahuan serta
keterampilan yang mereka
miliki, telah memberikan
andil yang sangat besar
bagi kemajuan kehutanan di
SKMA Manokwari di bawah Indonesia. Sehingga pada
Departemen Kehutanan Seminar Persaki tahun 1979
di Surabaya, salah satu
butir penting yang dicetuskan oleh berbagai pihak adalah
merekomondasikan untuk menyelenggarakan/mengaktifkan kembali
kegiatan SKMA yang sempat dihentikan aktivitasnya. Pemerintah
menyambut positif dan dapat memahami rekomendasi tersebut. Melalui
Departemen Pertanian serta dengan persetujuan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, berturut-turut pemerintah menyelenggarakan dan
mendirikan SKMA di 2 (dua) kota, yaitu SKMA Kadipaten dan SKMA
Samarinda (1979/1980), sambil menjajagi kemungkinan pembangunan
SKMA Pekanbaru (1986/1987), SKMA Ujung Pandang (1987/1988), serta
melanjutkan kegiatan SKMA Manokwari (1991/1992).

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-8


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Pertimbangan dasar pendirian ke lima SKMA tersebut diatas adalah


wilayah pelayanan yaitu wilayah dari mana para siswa dan calon siswa
SKMA berasal. Dengan adanya pembagian wilayah pelayanan ini
diharapkan, bahwa biaya penyelenggaraan SKMA khususnya biaya
perjalanan para siswa akan lebih efisien.

Siswa SKMA Manokwari, tinggal satu SKMA di Indonesia

Pada tahun 1983, Departemen Kehutanan terbentuk. Melalui keputusan


Menteri Kehutanan No. 68/Kpts-II/1983, penyelenggaraaan SKMA
Kadipaten dan SKMA Samarinda selanjutnya berada dibawah
koordinasi Pusat Diklat Kehutanan, Sekretariat Jenderal Departemen
Kehutanan. Artinya kedua sekolah tersebut resmi menjadi SKMA
Departemen Kehutanan. Menyusul selanjutnya SKMA Pekanbaru dan
SKMA Ujung Pandang melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.
195/Kpts-II/1990. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
No. 630/Kpts-II/1992, SKMA di Manokwari yang telah lama berhenti,
diaktifkan kembali untuk melayani kebutuhan tenaga teknis menengah
kehutanan di wilayah Irian Jaya dan sekitarnya. Program pendidikan yang
diselenggarakan pada kelima SKMA tersebut, seluruhnya menerapkan
sistem kedinasan.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V-9


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Pada tahun 1983, SKMA Kadipaten dan SKMA Samarinda pertama kali
menghasilkan lulusan masing-masing sebanyak 62 dan 30 orang. Disusul
kemudian oleh SKMA Pekanbaru pada tahun 1991 sebanyak 70 orang,
dan SKMA Ujung Pandang pada tahun 1992 sebanyak 34 orang,
sementara SKMA Manokwari pada tahun 1994 menghasilkan lulusan
sebanyak 39 orang. Setelah itu kelima SKMA di Indonesia tersebut setiap
tahun menghasilkan lulusan antara 30 sampai 40 orang per kelasnya.
Tabel 5-1
Garis-garis besar program kurikulum SKMA Departemen Kehutanan
(SK Menhut No. 272/Kpts-II/1991, tanggal 21 Mei 1991)
Program Inti, Mata Program Inti, Mata
Program Pilihan, Mata Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Pelajaran Dasar Pelajaran Dasar
Pelajaran Kejuruan sebanyak
Umum sebanyak 58 Kejuruan, sebanyak
96 kredit
kredit 86 kredit
Pendidikan Agama Matematika Silvikultur Kelas I dilaksanakan pada
semester 2 selama 4 minggu
Pendidikan Moral Fisika Perlindungan Hutan
Pancasila
Pendidikan Sejarah Kimia Konservasi Sumberdaya Kelas II dilaksanakan pada
Perjuangan Bangsa Alam Hayati semester 4 selama 8 minggu
Sejarah Nasional Biologi Penyuluhan Kehutanan
Indonesia dan
Sejarah Dunia
Bahasa dan Sastra Bahasa Inggris Pengelolaan Daerah Aliran Kelas III dilaksanakan pada
Indonesia Sungai semester 6 selama 8 minggu.
Pendidikan Jasmani Klimatologi Pemungutan Hasil Hutan (SKMA di P. Jawa praktek ke luar
Jawa, SKMA di luar Jawa praktek
Kewiraan Teknologi Hasil Hutan di P. Jawa)
Kependudukan dan Pengukuran dan Pengujian
Lingkungan Hidup Kayu
Peraturan Perundang Pengantar Ekonomi
–undangan Kehutanan
Pengantar Ilmu Manajemen Kehutanan
Kehutanan
Ilmu Tanah Hutan Pengukuran dan Perpetaan
Dendrologi Inventarisasi Hutan
Perencanaan Hutan

Lulusan SKMA terbaik di seluruh SKMA oleh pemerintah/Departemen


Kehutanan diberikan kesempatan (rata-rata 10 orang) untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang S1 di UGM, Yogyakarta. Kemudian untuk
menyeimbangkan perbandingan jumlah tenaga teknis kehutanan dengan
tenaga administrasi, pada tahun 1993 dan 1994 Departemen Kehutanan
memberi kesempatan kepada pegawai tamatan SLTA untuk mengikuti
program D3 Kehutanan di IPB dan UGM melalui penyaringan administrasi
dan testing yang dilaksanakan Biro Kepegawaian bekerjasama dengan
Pusat Diklat Pegawai dan Pengembangan SDM Kehutanan.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 10
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

SKMA di lima kota (Pakanbaru, Kadipaten, Samarinda, Ujung Pandang,


dan Manokwari) sejak berdirinya telah menghasilkan sejumlah lulusan
yang telah bekerja pada sektor kehutanan dan tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Pada umumnya para lulusan tersebut bekerja sebagai pegawai
negeri dan pegawai BUMN maupun sebagai pegawai swasta yang bekerja
di HPH-HPH dan industri kehutanan. Tidak diperoleh data mengenai
penyerapan tenaga lulusan SKMA oleh instansi kehutanan daerah dalam
era otonomi daerah.
Selama masa krisis moneter, tidak kurang dari 600 lulusan SKMA sebagai
PNS/pegawai BUMN belum memperoleh pekerjaan (data Biro
Kepegawaian, 2000). Penyebabnya adalah situasi ekonomi nasional
yang sangat memprihatinkan, telah melumpuhkan kegiatan swasta sektor
kehutanan (HPH-HPH dan industri kehutanan). Kondisi ini menyebabkan
penyerapan lulusan SKMA ke sektor swasta kehutanan, secara perlahan
mulai dihentikan. Hal ini kemudian diperparah oleh adanya peraturan,
bahwa Pusat tidak dapat mengangkat pegawai negeri golongan II/a
(pangkat lulusan SKMA yang baru diangkat) dan terbatasnya formasi PNS
golongan II, khususnya di Departemen Kehutanan. Keadaan tersebut
mendorong timbulnya kebijakan dari pimpinan Departemen Kehutanan
untuk menutup sementara kegiatan SKMA.
Kebijakan untuk menutup SKMA akhirnya terjadi, yang ditandai dengan
adanya surat edaran dari Kepala Pusat Diklat Kehutanan No. 673/II-
DIK/B/2001 tanggal 6 Juni 2001 yang ditujukan kepada semua Kepala
SKMA di lima kota yang isinya berupa perintah untuk tidak menerima
siswa baru SKMA mulai tahun ajaran 2001 dan untuk menyelesaikan
pendidikan siswa SKMA yang ada, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pada bulan Juli 2003 semua siswa SKMA yang masih ada telah
menyelesaikan pendidikannya, yang berarti bahwa setelah itu SKMA tidak
mempunyai kegiatan lagi. Hingga saat ini, status SKMA di lima kota masih
mengambang dan belum ada kepastian/keputusan resmi dari pemerintah.
Beberapa alumni berharap, bahwa penutupan SKMA oleh pemerintah
sifatnya hanya sementara, selama krisis ekonomi, sosial dan politik dalam
negeri belum pulih. Dan apabila krisis multidemensi ini sudah kembali
stabil, dapat dipastikan bahwa kegiatan sektor kehutanan akan meningkat
jauh lebih tinggi dari era sebelumnya. Jika pada era sebelumnya kegiatan
kehutanan lebih menitikberatkan pada pemanfaatan hutan, maka pada era
ke depan sektor kehutanan akan mengalami fase yang panjang pada
kegiatan pembangunan kembali, penataan dan pemanfaatan. Sudah
jelas, apabila fase itu terjadi, sektor kehutanan akan membutuhkan SDM
kehutanan dalam jumlah banyak, baik di pusat maupun di daerah.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 11
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Profesionalisme, bermental kuat, jujur, bersih dan memiliki loyalitas tinggi


pada kelestarian hutan, nampaknya akan menjadi prasyarat/ciri SDM
kehutanan ke depan. Konsekwensi dari semua ini, tentu saja lembaga-
lembaga pendidikan menengah kehutanan (formal/informal) harus
didukung dan didorong oleh kebijakan untuk dapat dikembangkan di
berbagai tempat, baik oleh pemerintah maupun swasta. Beberapa
penyesuaian kurikulum, harus dilakukan menurut kondisi, keadaan dan
tujuan, dengan tetap tidak mengabaikan tujuan akhir dari pengelolaan
hutan, yakni lestari fungsi ekologis, lestari fungsi sosial dan lestari fungsi
ekonomi untuk generasi kini maupun generasi mendatang.

Kurikulum SKMA (Departemen Kehutanan)


Di muka telah diuraikan bahwa tenaga teknis menengah kehutanan di
seluruh Indonesia, hampir 90% lebih dihasilkan dari para lulusan
pendidikan formal SKMA pada berbagai periodisasi. SKMA Bogor (1949-
1969), SKMA Manokwari (1963-1973 dan dilanjutkan kembali pada tahun
1991/1992) dan SKMA Kadipaten (1966–1973), SKMA Pakanbaru
(1986/1987), SKMA Ujungpandang (1987/1988), hingga dihentikan
pemerintah pada tahun 2001, kecuali SKMA Manokwari.

Ribuan lulusan SKMA telah banyak yang mengabdikan dirinya untuk


bekerja pada sektor-sektor kehutanan di berbagai tempat di seluruh
Indonesia. Pengetahuan kemampuan dan dedikasi para lulusan SKMA ini
tidak diragukan lagi. Sisi keberhasilan pendidikan SKMA, salah satunya

KEP. SEKOLAH

WAKIL KEPSEK KEP. URUSAN TATA USAHA

I II III IV UR- UR- UR- UR- UR-


PEG RT UM TU PEG

WAKIL:
I : Pengajar/ Kurikulum
II : Sarpras Pendidikan
III : Kesiswaan
IV : Humas/PKL

Kelompok GURU
Struktur Organisasi SKMA

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 12


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

karena sistem pendidikan yang dilaksanakan, mengharuskan setiap siswa


untuk tinggal di asrama selama masa pendidikan berlangsung. Kelebihan
sistem ini menurut pengelola adalah dapat membangun keseragaman
dalam hal rasa kebersamaan, kemandirian, tanpa membeda-bedakan dari
mana siswa berasal, yang selanjutnya dapat membentuk jiwa korps
rimbawan yang tinggi. Mereka akan dapat saling mendukung, membantu
dan mengisi kekurangan satu dengan lainnya.
Pada sisi lain kurikulum yang dirancang dan diberikan kepada peserta
didik, juga memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan program
kurikulum yang dibuka oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(untuk program studi lain). Dapat dikatakan kurikulum yang ada dianggap
sangat cocok dengan kondisi dan perkembangan kehutanan waktu itu.

Tabel 5-2. Fasilitas Sarana Prasarana SKMA Manokwari Papua

Kapasitas
No Uraian Satuan (unit/m2)
(orang)
4 Unit -
1 Kelas
10.441 m2 160
2 unit -
2 Asrama
2.000 m2 120
3 Ruang Makan 240 m2 -
4 Laboratorium 240 m2 -
5 Perpustakaan 80 m2 -
Pada tahun 1990-an, program kurikulum SKMA yang dirancang 3 tahun
masa pendidikan, ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
No. 272/Kpts-II/1991, tanggal 21 Mei 1991. Program kurikulum yang
dikembangkan SKMA Departemen Kehutanan, relatif seragam dan tidak
mengalami perubahan secara mendasar sejak SKMA berdiri hingga
berakhirnya masa aktif
SKMA. Program kurikulum
SKMA yang dirancang
untuk Kurikulum ini memiliki
banyak kelebihan, terutama
karena kelengkapan materi
yang cukup memadai pada
program-program mata
pelajaran kejuruan (dasar
Ruang Kelas SKMA Manokwari dan pilihan), serta adanya
program praktek lapang
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 13
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

pada setiap tingkatan, dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda.


Program Inti, Mata Pelajaran Dasar Umum sebanyak 6 mata pelajaran
dengan bobot 58 kredit, Program Inti, Mata Pelajaran Dasar Kejuruan,
sebanyak 12 mata pelajaran dengan bobot 86 kredit, Program Pilihan,
Mata Pelajaran Kejuruan sebanyak 13 mata pelajaran dengan bobot 96
kredit, serta Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada setiap angkatan dengan
lokasi yang berbeda-beda.

SKMA Manokwari Setelah Tahun 1991


Pada Edisi Kedua SKMA Manokwari (satu-satunya yang masih berdiri di
Indonesia hingga sekarang) yaitu sejak Tahun 1991 dipimpin oleh Kepala
Sekolah berturut-turut sebabagai berikut:

Ir. AEP Rohandi : 1991 -1992


Ir. Hermes Kudik : 1992 -1993

Ir. Adet Sumama : 1993 -1996


Ir. Elim Kalua : 1996–sekarang

SKMA Manokwari, sebelum tahun 2001


berada di bawah Pusdiklat Kehutanan
Ir. Elim Kalua
Bogor, namun setelah tahun 2001 sistem Kep. SKMA Manokwari
penggajian berada di bawah Badan (1996 –sekarang)

Kepegawaian Daerah Kabupaten


Manokwari di bawah Bupati, namun teknis operasional tetap berada di
bawah Pusdiklat Kehutanan Bogor. Alamat SKMA di Jl. Serma Suwandi
Sanggeng, Manokwari. Kurikulum berpatokan pada teory 40 % dan praktek
60 % jenjang pendidikan selama 6 smester, murid dari lulusan SLTP atau
sederajat.
Riwayat Hidup
Kegiatan Praktek
Nama : Ir. Elim Kalua
Tempat tgl Lahir : Rante Pao, 5-02-1958
Kerja Lapang (PKL)
Pendidikan : S1Kehutanan Univ. Hasanudin, Makasar untuk kelas 1
Riwayat Pekerjaan : dilakukan selama
- Kepala SKMA Manokwari 1997 –sekarang satu bulan, tentang
- Kepala Seksi Penyelenggaraan BLK Pekanbaru 1994-1997
pengenalan tipe-tipe
- Kep. Seksi Penyelenggaraan Lal. BLK Manokwari 1990-1994
- Staf BLK Manokwari 1986-1990
hutan dan kawasan
- Staf Pusdiklat Bogor 1984-1985 konservasi. Saat

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 14


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

kelas dua PKL dilaksanakan selama 2 bulan dilakukan di unit-unit HPH


tentang praktek pengelolaan hutan produksi. Pada akhir kelas III kegiatan
praktek dilakukan di hutan tanaman dan praktek pengelolaan kawasan
konservasi dilaksanakan dalam waktu 2 bulan di Perum Perhutani, Jawa
Timur; sedangkan kawasan konservasi di Alas Purwo, Meru Betiri dan
Bromo Tengger Jawa Timur.

Kegiatan wisuda, biasanya pada Bulan Juni dilaksanakan oleh Kepala


Pusat Diklat Kehutanan, Bogor. Lulusan SKMA, selama ini diserap di
instansi-instansi pemerintah, antara lain: Perum Perhutani, Dinas
Kehutanan Kaltim, Kalteng, NTT, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua
Barat, Papua dan Inhutani Kalimantan; pada instansi swasta, unit
HPH/IUPHHK di Papua dan Maluku.

Tabel 5-2a. Perkembangan Jumlah Siswa SKMA Manokwari dan Lulusan


Per Tahun Sejak Berdiri tahun 1991/1992

Kelas
No Tahun Jumlah Lulusan
I II III
1 1991/1992 43 - - 43 -
2 1992/1993 42 40 - 82 -
3 1993/1994 41 42 39 122 39
4 1994/1995 40 40 36 116 34
5 1995/1996 40 38 35 113 32
6 1996/1997 40 40 36 116 34
7 1997/1998 40 41 41 122 41
8 1998/1999 40 34 40 114 34
9 1999/2000 40 35 31 106 31
10 2000/2001 40 40 35 115 32
11 2001/2002 36 39 40 115 40
12 2002/2003 40 40 33 113 32
13 2003/2004 40 37 31 108 38
14 2004/2005 30 37 33 100 32
15 2005/2006 42 39 33 114 33
16 2006/2007 40 40 34 114 -

Kegiatan Akademik
Kegiatan belajar setiap hari senin sampai dengan hari sabtu, masuk kelas
dimulai jam 7.30 hingga 17.30. Istirahat dua tiga kali, yaitu pada jam 09.45
–10.00; jam 13.15 –14.45 dan jam 15.30-16.00.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 15


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Mata Pelajaran yang diberikan pada Kelas Satu meliputi :


1. Pendidikan Agama Islam 10. Kimia
2. Pendidikan Kristen Protestan 11. Biologi
3. Pendidikan Kristen Katolik 12. Bahasa Inggris
4. PPKn 13. Klimatologi
5. Sejarah dunia 14. Kewiraan
6. Bahasa Indonesia 15. Peraturan Perundangan Kehutanan
7. Pendidikan Jasmani 16. Pengantar Ilmu Kehutanan
8. Matematika 17. Ilmu Tanah Hutan
9. Fisika 18. Silvikultur
19. Perlindungan Hutan
Selain itu dilakukan pula pembinaan bakat, meliputi kegiatan :
- Bola Volley/sepak bola
- Band
- Softball
- Takrauw

Dilakukan pula pelaksanaan UKS dan Bimbingan Penyuluhan (BP)


disesuaikan dengan kebutuhan.

Mata Pelajaran Kelas Dua, terdiri dari :


1. Pendidikan Agama Islam 12. KLH
2. Pendidikan Kristen Protestan 13. Dendrologi
3. Pendidikan Kristen Katolik 14. Silvikultur
4. PPKN 15. KSDA
5. Sejarah dunia 16. Pemanenan Hasil Hutan
6. Bahasa Indonesia 17. Pengantar Ekonomi Kehutanan
7. Pendidikan Jasmani 18. Manajemen Kehutanan
8. Matematika 19. Pengukuran dan Perpetaan
9. Biologi 20. Inventarisasi Hutan
10. Bahasa Inggris 21. Perencanaan Hutan
11. Kewiraan

Kegiatan pembinaan bakat, yaitu :


- Bola Volley/ Takraw
- Band
- Sepak Bola
Dilakukan pula pelaksanaan UKS dan Bimbingan Penyuluhan (BP)
disesuaikan dengan kebutuhan.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 16
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Mata Pelajaran Kelas Tiga, terdiri dari :


1. Pendidikan Agama Islam 11. KSDA
2. Pendidikan Kristen Protestan 12. Penyuluhan Kehutanan
3. Pendidikan Kristen Katolik 13. Pengelolaan DAS
4. PPKn 14. Pemanenan Hasil Hutan
5. Sejarah dunia 15. Teknologi Hasil Hutan
6. Bahasa Indonesia 16. Pengukuran dan Pengujian Kayu
7. Pendidikan Jasmani 17. Manajemen Kehutanan
8. Matematika 18. Pengukuran dan Perpetaan
9. Bahasa Inggris 19. Inventarisasi Hutan
10. Silvikultur 20. Perencanaan Hutan
Pembinaan bakat, meliputi :
- Bola Volley/ Takraw
- Band
- Sepak Bola
- Bimbingan Karya Tulis
- Pelaksanaan Kegiatan UKS dan Bimbingan Penyuluhan (BP)
disesuaikan dengan kebutuhan.

5.2. Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kehutanan


Sampai dengan saat ini telah terdapat 9 (sembilan) tempat Pendidikan dan
Latihan Kehutanan di Indonesia, yaitu :
(1) Pusat Diklat,
(2) BDK (Balai Diklat Kehutanan) Bogor, Hutan Diklat Jampang,
(3) BDK Kadipaten
(4) BDK Pematang Siantar, Hutan Diklat Pondok Buluh
(5) BDK Pekanbaru, Hutan Diklat Bukit Suligi
(6) BDK Samarinda, Hutan Diklat Loa Haur
(7) BDK Makasar, Hutan Diklat Tabo-tabo
(8) BDKKupang,Hut
anDi
kl
atSo’
e
(9) BLK Manokwari, Hutan Diklat Tuwan Wouwi
Balai Latihan Kehutanan adalah unit pelaksana teknis Pusat Pendidikan
dan Latihan Kehutanan di bidang latihan kehutanan yang berada yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusat
Pendidikan dan Latihan Kehutanan. Balai Latihan Kehutanan (BLK)
dipegang oleh seorang Kepala Balai.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 17
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

BLK bertugas melaksanakan kursus dan latihan pegawai dan non pegawai
di bidang kehutanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fungsi dari
BLK adalah, (1) mempersiapkan, mengatur dan mengevaluasi
pelaksanaan kursus dan latihan, serta mengelola sarana latihan, (2)
melakukan pengajaran teori dan praktek, (3) melakukan urusan tata usaha.
Secara organisatoris Kepala BLK membawahi, (1) Sub Bagian Tata
Usaha, yang bertugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, surat-
menyurat, perlengkapan dan rumah tangga; (2) Seksi Penyelenggaraan
Latihan; bertugas mempersiapkan, mengatur danmengevaluasi
pelaksanaan kursus dan latihan, dan mengelola sarana latihan; dan (3)
Kelompok Pelatih/Instruktur; bertugas menyiapkan bahan pelajaran dan
melakukan pengajaran teori dan praktek.

Balai Latihan Kehutanan pertama kali diatur melalui Keputusan Menteri


Kehutanan Nomor 094/Kpts-II/1984, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Latihan Kehutanan.

5.2.1. Kurikulum/ Modul yang diprogramkan oleh Balai Latihan


Kehutanan

 Diklat Kepemimpinan Tingkat III

Latar Belakang; PNS sebagai unsur utama SDM Aparatur Negara


mempunyai peranan yang menentukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan sosok PNS yang
kompeten dari sikap dan perilakunya, setia dan taat kepada negara,
bermoral dan bermental baik, profesional dan sadar akan
tanggungjawabnya sebagai pelayan publik menurut PP No.101 tahun
2000. Untuk membentuk PNS seperti salah satunya melalui diklat
pembentukan kompetensi PNS untuk jabatan struktural seperti yaitu Diklat
Kepemimpinan Tingkat III.

Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikap


untuk melaksanakan tugas jabatan struktural eselon III, menciptakan
aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan memantapkan
sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan
masyarakat.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 18


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Materi Pokok :
 Analisis Kebijakan Publik

 Hukum Administrasi Negara (HAN)


 Membangun Pemerintah yang baik
 Kepemimpinan dalam Keragaman Budaya
 Negoisasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja
 Teknik Analisis Manajemen
 Pemberdayaan SDM
 AKIP dan Pengukuran Kinerja
 Teknologi Informasi dalam Pemerintah
 Telaahan Staf Paripurna
 Pengembangan
Pelaksanaan
Pelayanan
Prima

Peserta
 PNS yang
memiliki
kompetensi
sesuai dengan
persyaratan
jabatan Eselon Gedung Balai Latihan Kehutanan di Manokwari
III
 Kulifikasi
Sarjana (S-1)

Pengajar Widayaiswara Pusat/BDK Kehutanan, instansi terkait


Durasi : 50 hari, 360 JPL

 Diklat Kepemimpinan Tingkat IV


Latar Belakang; PNS sebagai unsur utama SDM Aparatur Negara
mempunyai peranan yang menentukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan sosok PNS yang
kompeten dari sikap dan perilakunya, setia dan taat kepada negara,

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 19


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

bermoral dan bermental baik, profesional dan sadar akan


tanggungjawabnya sebagai pelayan publik. Menurut PP No.101 Tahun
2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, antara lain
ditetapkan jenis-jenis Diklat PNS. Salah satu jenis diklat yang diperlukan
dalam pembentukan kompetensi PNS untuk jabatan struktural Eselon IV
adalah Diklat Kepemimpinan Tingkat IV.

Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikap


untuk melaksanakan tugas jabatan struktural eselon IV, menciptakan
aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan memantapkan
sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan
masyarakat.

Materi Pokok

 SANRI

 Dasar-Dasar Administrasi Publik

 Dasar-Dasar Kepemerintahan yang baik

 Manajemen SDM, Keuangan, Materiil

 Kombinasi dan Hubungan Kerja

 Teknik Komunikasi & Presentasi yang Efektif

 Operasional Pelayanan Prima

 Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan (PMPK)

 Pola Kerja Terpadu

 Pengelolaan Informasi & Teknik Pelaporan

Peserta

 PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan


Eselon IV

 Kualifikasi SLTA, Sarjana (S-1)

Pengajar : Widyaiswara Pusat/ BDK Kehutanan, instansi terkait

Durasi : 37 hari, 285 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 20


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Diklat Pengukuran dan Perpetaan Tingkat Dasar


Latar Belakang; Dalam kegiatan pembangunan kehutanan, diawali
dengan perencanaan dan kegiatan yang berhubungan dengan penyiapan
prakondisi pengelolaan kawasan hutan. Salah satu pelaksanaan
kegiatannya adalah pengukuran dan pemetaan kawasan hutan, dimana
diperlukan tenaga pelaksana yang mempunyai keterampilan teknis yang
memadai. Pada saat ini tenaga teknis pengukuran dan perpetaan kawasan
hutan di daerah sangat terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. Oleh
karena itu perlu diselenggarakan pelatihan pengukuran dan perpetaan
tingkat dasar.

Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu


melaksanakan pengukuran terestris dengan alat theodolite kompas (TO)
dan pemetaan dengan cara koordinat.

Materi Pokok

 Kecerdasan Spritual

 Kebijakan Dephut dalam Pengukuran dan Pemetaan

 Pengetahuan Alat Ukur Tanah

 Teknik Pengukuran Terestris

 Koreksi Boussole

 Dasar-dasar Perpetaan

 Dasar-Dasar Pengetahuan GPS

 Dasar-Dasar Pengukuhan Hutan

Peserta

 PNS Pusat, Staf BP DAS, BPKH dan Dishut Prop/Kabupaten

 Kualifikasi Pendidikan Minimal SLTA

 Usia Maksimal 35 tahun

Pengajar : Widyaiswara Pusat Diklat Kehutanan, BDK Kehutanan &


instansi lain terkait yang menguasai materi diklat

Durasi : 30 hari, 200 JPL, Teori 40%, Praktek 60%


PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 21
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Diklat Pengukuran dan Perpetaan Tingkat Lanjutan


Latar Belakang; Adanya kepastian batas kawasan dan batas blok/petak,
merupakan syarat utama bagi terwujudnya pengelolaan hutan lestari,
namun demikian sampai dengan saat ini belum semua kawasan hutan
diselesaikan penataan batas dan pengukuhan serta pembagian hutan ke
dalam petak/ blok. Kondisi tersebut sangat rawan bagi keamanan hutan.
Mengingat perkembangan saat ini menunjukkan adanya sinergisme upaya
pelestarian hutan. Dari data dan informasi yang diperoleh dari laporan
perkembangan pengukuhan dan penataan hutan, diperoleh gambaran
bahwa kelambatan kegiatan ini antara lain disebabkan oleh karena
terbatasnya tenaga teknis kehutanan yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang memadai dibidang pengukuran dan
perpetaan
Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan mampu melaksanakan
pengukuran dengan alat-alat TO dan T1 dan pemetaan dengan cara
koordinat lokal pada areal hutan sesuai kaidah perpetaan kehutanan.
Materi pokok
 Kebijakan Pengukuhan dan Penatagunaan Lahan
 Matematikan Terapan
 Pengetahuan Alat Ukur
 Dasar-Dasar Kartografi/Perpetaan
 Dasar-Dasar Perencanaan Jalan Hutan
 Pengetahuan GPS
 Ilmu Ukur Tanah

Peserta
 Sasaran PNS yang akan ditunjuk atau sudah bertugas di bidang
pengukuran dan pemetaan pada instansi kehutanan khususnya di
daerah
 Kualifikasi Pendidikan SLTA-eksakta D1, D2, D3 kehutanan
 Umur maksimal 35 tahun

Pengajar;
 Widayaiswara, pejabat yang menguasai materi diklat dan instansi
lain yang terkait dan memiliki kemampuan menilai hasil belajar

Durasi : 60 hari, 400 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 22


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Diklat Standard Audit Kehutanan

No. MATA PELAJARAN JPL


I Teori (42)
1. Binas Suasana Pelatihan 2
2. Arah Pembangunan Kehutanan 4
3. Kebijakan Standar Audit Kehutanan (SAK) 4
4. Audit Perencanaan Kehutanan 6
5. Audit Pemanfaatan Hutan 8
6. Audit Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) 10
7. Audit Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) 6
8. Audit Penyuluhan Kehutanan 2
II Praktek (58)
1. Audit Perencanaan Kehutanan 10
2. Audit Pemanfaatan Hutan 12
3. Audit Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) 14
4. Audit Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) 10
5. Audit Penyuluhan Kehutanan 4
6. Pelaporan dan Presentasi Hasil Praktek 8
JUMLAH 100

 Pengelolaan Data Permanen Sampel Plot


Latar Belakang; Dalam rangka inventarisasi Hutan Nasional telah
dibangun suatu kerangka system penaksiran sumber daya hutan guna
menghasilkan informasi yang statis maupun dinamis untuk seluruh
Indonesia. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan membuat
plot-plot berupa klaster pada grid 20 Km x 20 Km yang didalamnya
terdapat plot contoh sementara (Temporary Sample Plot-TSP) dan plot
contoh permanen (Permanent Sample Plot-PSP). Sampai saat ini telah
selesai pengukuran TSP/ PSP sebanyak 2735 klaster dan telah
menghasilkan laporan statistik sumber daya hutan Indonesia (kecuali
Pulau Jawa). Laporan statistik tersebut merupakan hasil pengolahan data
pengukuran plot TSP.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 23


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Petak contoh permanen (PSP) digunakan untuk riap tegakan. Selama ini
pengolahan data PSP dilakukan di Pusat dan direncanakan untuk masa
yang akan datang dilakukan di daerah. Untuk itu perlu diadakan suatu
pelatihan guna memasyarakatkan dan mentransfer proses pengolahan
yang ada di Pusat.
Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan mampu
melakukan pengolahan data TSP/PSP sampai dengan tahap validasi.
Materi Pokok
 Konsep Dasar dan metodologi IHN
 Pengumpulan data lapangan dan pengisian tallysheet
 Pengenalan jenis pohon dan pembuatan herbarium
 Pengukuran pohon
 Pengambilan sampel tanah
 Penggunaan GPS
 Entry data dan konsistensi PSP
 Validasi data PSP
 Pemanfaatan data TSP/PSP (Analisa data)

Peserta; Sasaran : Badan Planologi & UPTnya serta instansi terkait;


Kualifikasi : PNS/CPNS yang bertugas menangani TSP/PSP, menguasai
komputer (excel & dbase), pendidikan minimal SLTA, umur maksimal 45
tahun, masa kerja minimal 2 tahun.
Pengajar : Widyaiswara Dephut, instansi kehutanan setempat, instansi lain
(swasta, LSM)
Durasi : 10 hari, 80 jpl, Teori 40% dan Praktek 60%

 Checking Cruising
Latar Belakang; Pengelolaan hutan bertujuan agar dapat memberikan
manfaat optimal dan secara tangible maupun intangible dan secara
signifikan berdampak luas terhadap performansi ekonomi, sosial dan
ekologi. Sebagai dasar untuk menuju pengelolaan hutan yang baik perlu
informasi karakteristik yang lengkap dan akurat yang diperoleh dari hasil
kegiatan risalah hutan (cruising). Perum Perhutani sebagai BUMN yang
diberi wewenang mengelola hutan produksi di Pulau jawa melakukan
kegiatan cruising sebagai salah satu kegiatan perencanaan hutan.Dengan
terbitnya Keputusan Menhut No.126/Kpts-II/2003 tentang penataan hasil
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 24
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

hutan dan No. 127/Kpts-II/2003 tentang penatausahaan hasil hutan yang


berasal dari wilayah kerja Perum Perhutani untuk wilayah Jawa, maka
terhadap kegiatan cruising yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani
tersebut perlu dilakukan pengecekan oleh Pemerintah Provinsi atau
Kabupaten, dalam hal ini Dinas yang menangani masalah kehutanan
sebagai pihak yang mempunyai tanggung jawab untuk mengontrol
kelestarian sumberdaya hutan sesuai jiwa otonomi daerah. Guna
mempersiapkan aparat pemerintah daerah dalam melaksanakan
pemantauan kegiatan cruising yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani
terhadap hutan produksi di Pulau Jawa, maka dipandang perlu
menyelenggarakan pelatihan checking cruising.
Tujuan; Peserta diharapkan dapat melakukan checking cruising terhadap
laporan hasil Cruising (LHC) pada hutan produksi di Pulau Jawa.
Materi Pokok
 Kebijakan Pemerintah Daerah
 Kebijakan Pengelolaan Hutan
 Kebijakan Pemerintah di Bidang Checking Cruising
 Teknik Pengukuran dan Perpetaan
 Teknik Pengukuran Dimensi Pohon
 Teknik Ckecking Cruising
 Kinerja Petugas Checking Cruising

Peserta; Sasaran : PNS Dinas Kehutanan Kab/Kota/Propinsi; Kualifikasi :


Pendidikan minimal SLTA, Usia maksimal 45 tahun
Pengajar : Widyaiswara Pusdiklat/BDK, Baplan, Dinas Kehutanan
Propinsi/Kab dan instansi lain yang terkait.
Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

 Lokalatih Analisa Ekonomi Sumber Daya Hutan (SDH)

Latar Belakang; Kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai ekonomi SDH


berupa jasa lingkungan telah mengakibatkan rendahnya penghargaan
terhadap SDH yang selanjutnya akan berimplikasi terhadap upaya
pelestarian hutan itu sendiri. Kegiatan pengusahaan hutan secara jangka
pendek mungkin akan meningkatkan perekonomian suatu negara, namun
secara jangka panjang nilai kerusakan dan bencana akan lebih tinggi dari
pendapatan yang diraih. Hingga saat ini tidak sedikit proyek/kegiatan
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 25
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

pembangunan yang menyebabkan kerusakan pada hutan. Keberhasilan


pembangunan kehutanan sangat tergantung pada kemampuan
sumberdaya alam hutan dalam menyediakan barang dan jasa baik
manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat.Oleh karena itu dipandang perlu diselenggarakan "Lokalatih
Analisa Ekonomi Sumber Daya Hutan" sehingga dalam pembangunan
kehutanan, nilai jasa lingkungan mendapat perhatian yang lebih serius.
Tujuan; Diharapkan dapat menjelaskan pentingnya nilai ekonomi SDH
berupa jasa lingkungan dan menjelaskan pentingnya melakukan analisa
ekonomi SDH sesuai kondisi masyarakat, lapangan dan ketentuan yang
ada.
Materi Pokok
 Kecerdasan Spiritual
 Fungsi dan manfaat hutan

 Analisa Ekonomi SDH


 Tekanan penduduk terhadap SDH

 Teknik dan Metoda Penilaian Ekonomi SDH

Peserta : Sasaran : Pejabat Eselon III & IV pada Dinas


Propinsi/Kota?kabupaten yang menangani bidang kehutanan dan instansi
terkait lainnya.
Pengajar : Balai Diklat Kehutanan dan instansi terkait lainnnya

Durasi : 5 hari, 40 JPL, Teori 100%

 Penafsiran Citra Satelit Tingkat Dasar


Latar Belakang; Pembangunan kehutanan pada saat ini dan di masa
mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat, luas dan
kompleks. Untuk itu dituntut cepat dan cekatan dalam mengumpulkan,
mengolah dan menyajikan data sumber daya hutan. Salah satu teknologi
untuk menyediakan data dan informasi sumber daya hutan yang cepat dan
akurat saat ini yang digunakan adalah penginderaan jauh dengan citra
satelit. Tenaga yang terampil dalam bidang penafsiran citra satelit masih
kurang dan sangat dibutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
antara lain dilakukan melalui pelatihan.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 26


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tujuan; Mencetak tenaga teknis kehutanan yang mampu menafsirkan


citra satelit dan mengolah, menyajikan data dan informasi geografis hasil
penafsiran.
Materi Pokok
 Kecerdasan Spiritual
 Program Pembangunan Dephut di Bidang Perencanaan Kehutanan
 Pengantar Pemetaan
 Pengenalan Komputer dan Program
 Dasar-Dasar Indraja dan SIG
 Penafsiran Citra Satelit
 Penyajian Data, Peta dan Laporan

Peserta; Sasaran : Staf BPKH, BTN, BPDAS yang ditugasi di bidang


penginderaan jauh; Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA, Biasa bekerja
dengan komputer
Pengajar : Wisyaiswara BDK, BPKH dan instansi lain terkait
Durasi : 21 hari, 150 JPL, teori 40% dan Praktek 60%
- Teknik Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Latar Belakang; Perencanaan kehutanan disusun secara konsepsional
dan terpadu dalam satu kesatuan yang utuh dengan perencanaan
kegiatan pengelolaan sumber daya lainnya. Perencanaan kehutanan
memegang peranan penting, karena merupakan fungsi pertama dalam
pengurusan hutan yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan.
Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberi pedoman dan arah
yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan berupa
kemakmuran rakyat yang berkelanjutan, berkeadilan, efektif, efisien
dengan menjamin keberadaan hutan yang mantap dengan luasan yang
cukup, mengoptimalkan aneka fungsi hutan, meningkatkan daya dukung
daerah aliran sungai, meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
kapasitas dan keberdayaan masyarakat serta menjamin distribusi manfaat
yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai
petugas dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan serta dapat
menganalisis hasil inventarisasi hutan, melakukan delinasi peta untuk
penatagunaan hutan melakukan pembangian hutan dan menyusun
perencanaan kehutanan.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 27
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Materi Pokok
 Kecerdasan Spiritual

 Kebijaksanaan Perencanaan Kehutanan

 Kriteria & Indikator Pengelolaan Hutan Lestari

 Batas Hutan dan Inventarisasi Hutan

 Pembagian Hutan, Pembentukan Unit Wilayah Pengelolaan Hutan


& Pembukaan Wilayah Hutan bernuansa lingkungan

 Teknik Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan

Peserta ; Sasaran : Dinas Kabupaten/Propinsi yang menangani


kehutanan; Kulifikasi : Pejabat Eselon IV yang membidangi perencanaan
Kehutanan, Pendidikan Sarjana

Pengajar : Widyaiswara Pusat Diklat/BDK dan instansi kehutanan lainnya


yang menguasai materi baik teori maupun praktek

Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40 %, Praktek 60 %

 Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PKBRI)

Latar Belakang; Salah satu sasaran tata usaha kayu adalah pengamanan
berbagai kepentingan negara seperti kelestarian hutan, pendapatan
negara dan pemanfaatan hasil hutan secara lestari. Untuk memenuhi
sasaran tersebut dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan,
khususnya kayu bulat untuk mengetahui dan menetapkan volume dan
kualitas kayu bulat tersebut. Pelaksanaan pengukuran & Pengujian
dilakukan karyawan IUPHHK, IPHHK maupun ILS. Untuk mengetahui
kebenaran pelaksanaannya, baik fisiknya maupun administratif dilakukan
pengawasan oleh petugas instansi kehutanan yang berkualifikasi
Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia.

Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja


pegawai yang akan ditugaskan menjadi tenaga Pengawas Penguji Kayu
Bulat Rimba Indonesia (PPKBRI)

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 28


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Materi Pokok

 Organisasi dan Tata Kerja (Dephut, Instansi Kehutanan di Daerah)


dalam hubungannya dengan Pengujian HH

 Pengelolaan Hutan Lestari

 Pengenalan Jenis Kayu

 pengenalan Cacat Kayu

 Pengukuran KBRI

 Pengujian KBRI

 Pengawas Pengujian KBRI

 Tata Usaha Kayu dan Pungutan

 Pengenalan Mutu Terpadu dan Pelayanan Prima

 Pengenalan Industri Primer HH

 Efisiensi Pembalakan

 Kapita Selekta

Peserta; Sasaran : Dinas Kehutanan Propinsi, Dinas Kehutanan


Kabupaten/Kota, BSPHH; Kualifikasi : PNS, pendidikan minimal SLTA,
umur maksimal 45 tahun

Pengajar : Diutamakan yang sudah pernah menjadi pengawas PKBRI,


Pusdiklat Kehutanan/Balai Diklat Kehutanan, BSPHH

Durasi : 45 hari, 300 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

 Pengelolaan Hutan Lestari

Latar belakang; Untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari


diperlukan kesamaan persepsi tentang pemanfaatan SDH dari seluruh
stake holder kehutanan baik sektor pemerintah, sawasta maupun
masyarakat. Dalam era globalisasi konsep hutan lestari harus mampu
mengakomodasikan tiga macam fungsi kelestarian yaitu ekologi, produksi
serta sosial. Pada kenyataannya belum semua pengelola hutan
memahami tentang pengelolaan hutan secara lestari, untuk menunjang hal
tersebut perlu penyelenggaraan pelatihan pengelolaan hutan lestari.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 29


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tujuan; Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan


keterampilannya dalam pengelolaan hutan dengan menerapkan sistem
pengelolaan hutan lestari.
Materi Pokok
 Kecerdasan Spiritual
 Kebijakan Pemerintah di Bidang Pengelolaan Hutan Lestari (PHL)
 Sistem Pengelolaan Hutan Lestari
 Kriteria dan Indikator PHL
 Penilaian Kinerja PHL dan Pembuatan Laporan
 Penilaian Kinerja PHL berdasarkan Kriteria dan Indikator Fungsi
Produksi
 Penilaian Kinerja PHL berdasarkan Kriteria dan Indikator Fungsi
Ekologi
 Penilaian Kinerja PHL berdasarkan Kriteria dan Indikator Fungsi
Sosial
 Pembuatan Laporan
Peserta; Sasaran : UPT Pusat dan Daerah yang membidangi Pengelolaan
Hutan; Kualifikasi : Pendidikan Minal SLTA, Umur Maksimal 45 tahun
Pengajar : Widyaiswara Deohut (Pusat dan BDK), instansi lain yang terkait
Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40 % dan Praktek 60 %
 Pengawas Penguji Rotan
Latar Belakang; Salah satu sasaran pelaksanaan penatausahaan hasil
hutan bukan kayu adalah pengamanan terhadap berbagai kepentingan
negara seperti kelestarian hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan
hasil hutan bukan kayu secara lestari. Untuk dapat memenuhi sasaran
tersebut perlu dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan bukan kayu
khususnya rotan untuk mengetahui dan menetapkan volume (kuantitas)
dan kualitas hasil hutan bukan kayu tersebut. Pelaksanaan pengukuran
dan pengujian dilaksanakan oleh pemegang IUPHHBK dan
pengawasannya dilaksanakan oleh petugas kehutanan. Pengecekan
kebenaran pelaksanaan pengujian baik fisik maupun admnistrasi dilakukan
oleh petugas dari instansi kehutanan yang ditunjuk Petugas Pengesah
LHPBK (P2LHPBK) dan Petugas Penerima Hasil Hutan Bukan Kayu
(P3HHBK) harus petugas kehutanan yang berkualifikasi Pengawas Penguji
Rotan Indonesia. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut lebih intensif,
maka perlu dilakukan Pelatihan Pengawas penguji Rotan.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 30


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tujuan; Untuk meningkatkan pengetahuan, keteranpilan dan sikap kerja


pegawai yang akan ditugaskan menjadi Pengawas Penguji Rotan (PPRI)
yang mempunyai tugas pokok, fungsi dan wewenang sebagai Pengesah
LHPHHBK dan tenaga P3HHBK maupun Penerbit Dokumen SKSHHBK

Materi Pokok
 Kebijakan pengukuran dan pengujian hasil hutan
 Organisasi dan Tata Kerja dalam hubungannya dengan pengujian
Hasil Hutan
 Pengenalan cacat rotan
 Pengujian rotan
 Pengolahan dan pengepakan rotan
 Pengawasan dan Pelayanan Prima
 Kapita Selekta
 Pengenalan Jenis Rotan
 Pengenalan Sortimen Rotan

Peserta; Sasaran : Dinas Kehutanan, BSPHH, Dephut;Kualifikasi : PNS,


Pendidikan minimal SLTA, umur maksimal 40 tahun

Pengajar : Pusdiklat Dephut/BDK, Dishut Prop/Kab/Kota, BSPHH, instansi


terkait

Durasi : 20 hari, 160 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

 Pengawas Penguji Kayu Bulat dan Gergajian Jati Indonesia


(PPKBGJI)

Latar Belakang; Salah satu sasaran pelaksanaan penatausahaan hasil


hutan bukan kayu adalah pengamanan terhadap kepentingan negara,
seperti kelestarian hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu secara lestari. Untuk dapat memenuhi sasaran tersebut
dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan khususnya kayu bulat
untuk mengetahu dan menetapkan jenis, volume dan kualitas kayu bulat
tersebut. Pelaksanaan pengukuran dan pengujian ini dilakukan oleh
karyawan IUPHHK, IPHHK maupun ILS untuk mengetahui kebenaran dari
pelaksanaannya baik fisik maupun administratif dilakukan pengawasan
oleh petugas dari instansi kehutanan yang berkualifikasi PPKBGJI. Untuk
dapat melaksanakan tugas tersebut lebih intensif, maka perlu diadakan
Pelatihan Pengawas Penguji Kayu Bulat dan Gergajian Jati Indonesia.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 31
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja


pegawai yang akan ditugaskan menjadi tenaga PPKBGJI
Materi Pokok;
 Kebijakan pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan
 Pengendalian mutu terpadu dan pelayanan prima
 Penatausahaan hasil hutan dan pungutan
 Pengukuran dan pengenalan sortimen KBJI
 Pengukuran dan Pengenalan Sortimen KGJI
 Pengenalan jenis kayu jati
 Pengenalan cacat KBJI
 Pengujian KBJI
 Pengujian KGJI
 Teknik Pengawasan Pengujian
 Penatausahaan HH dan Pungutan
 Pengenalan Industri Primer HH
 Kapita Selekta
 Organisasi dan Tata Kerja dalam Hubungan dengan Pengujian HH
Peserta; Sasaran : Dishut Prop/Kab/Kota, BSPHH; Kualifikasi : PNS, umur
maksimal 45 tahun pendidikan minimal SLTA
Pengajar : Pernah menjadi Pengawas PKBRI/berpengalaman mengajar
pada Diklat PPKBRI, telah mengikuti TOT. Pengajar berasal dari Pusdiklat
Dephut/BDK, Dishut Prop/Kab/Kota, BSPHH, instansi terkait.
Durasi : 45 hari, 324 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

 Pengelolaan Hutan Lestari Bagi Aparat Kecamatan/Desa

Latar Belakang; Di era otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah diberi
kewenangan untuk mengelola daerahnya termasuk di dalamnya adalah
kegiatan di bidang kehutanan. Kenyataan yang dihadapi saat ini banyak
aparat di daerah yang belum memahami dan mengerti akan program
pembangunan kehutanan, sehingga timbul permasalahan serta
penyimpangan dalam pengelolaan hutan. Untuk mengatasi hal tersebut
serta dalam rangka mengupayakan agar kebijakan Pemerintah bisa
sejalan dengan Pemerintah Daerah, maka perlu didukung dengan adanya
pemahaman dan persepsi yang sama tentang pengelolaan hutan. Oleh
karena itu perlu diselenggarakan pelatihan bagi aparat Kecamatan/Desa
yang pada wilayah administrasinya terhadap kawasan hutan untuk dapat
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan
hutan lestari.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 32


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu


memfasilitasi masyarakat dalam pengelolaan hutan secara lestari dan
mampu menerapkan aspek-aspek kelestarian hutan dalam pelaksanaan
tugasnya sebagai aparat di Kecamatan atau Desa.

Materi Pokok
 Kecerdasan Spiritual
 Pengantar Ilmu Kehutanan
 Peraturan Perundang-Undangan dalam Pengelolaan Hutan Lestari
 Organisasi dan Tata Laksana
 Kebijaksanaan Kehutanan Bidang Planologi Kehutanan
 Kebijaksanaan Kehutanan Bidang Pengendalian Pemanfaatan hasil
Hutan
 Kebijaksanaan Kehutanan Bidang RHL dan Perhutanan Sosial
 Kebijaksanaan Kehutanan Bidang Perlindungan Hutan dan
Konservasi
 Perhutanan Sosial/Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Peserta; Sasaran : Aparat Kecamatan/Desa yang dalam wilayah


administrasinya terdapat kawasan hutan; Kualifikasi : Pendidikan minimal
SLTA, Pengalaman kerja minimal 2 tahun
Pengajar : Widyaiswara BDK dan instansi lain terkait

Durasi : 7 hari, 50 JPL, Teori 40 % dan Praktek 60%

 Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Lestari Aspek Kelola


Produksi
Latar Belakang; Untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari
diperlukan kesamaan persepsi tentang manfaat dan kepentingan sumber
daya hutan dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) kehutanan,
baik sektor pemerintah, swasta maupun masyarakat. Diantara ketiga
pelaku di atas peran sektor pemerintah dipandang strategis dalam
pelaksanaan pengelolaan hutan secara lestari mengingat, pertama
sebagian besar hutan adalah dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kedua, di era otonomi ini sektor
pemerintah, khususnya di Kabupaten memegang peran strategis sebagai
fasilitator, regulator dan supervisor pengurusan hutan yang dilakukan oleh
seluruh pelaku ekonomi di daerah disamping tugas-tugas lainnya.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 33


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Di era otonomi, bahwa sebagian besar kewenangan pengurusan hutan


lindung dan produksi berada pada Pemerintah Kabupaten. Sebagian besar
data dan informasi tentang kehutanan ada di Pusat atau ibukota Propinsi,
demikian pula sebagian besar tenaga profesionalnya berada di kota
Propinsi/Pusat. Salah satu upaya untuk menyiapkan tenaga pengelolaan
hutan lestari adalah melalui pelatihan kriteria dan indikator (K & I)
Pengelolaan Hutan Lestari Aspek Kelola Produksi.

Tujuan; Peserta diharapkan mampu memahami K & I Pengelolaan Hutan


Lestari yang dikembangkan oleh ITTO (1998) dapat mengumpulkan data
baik primer maupun sekunder serta mampu berperan sebagai erifikator
kesahihan data yang dikumpulkan dengan penekanan khusus untuk K & I
Kelola Produksi.

Materi Pokok

 Kriteria dan Indikator PHPL (Kriteria 1-7)

 Kondisi Pemungkin Pengelolaan Hutan Lestari (Kriteria 1)

 Keamanan Sumberdaya Hutan (Kriteria 2)

 Kondisi dan Kesehatan Ekosistem Hutan (Kriteria 3)

 Aliran Hasil Hutan (Kriteria 4)

 Ekonomi (Kriteria 7)

 Sertifikasi Manajemen Lingkungan dan PHPL

 Manajemen DAS dan Dampak Lingkungan Deforestasi

 Penyusunan Neraca Sumberdaya Hutan untuk Aspek Produksi


pada UM/HPH

Peserta; Sasaran : Pejabat Eselon IV yang mengurusi kelola produksi di


tingkat Kabupaten;

Pengajar : Widyaiswara Pusat Diklat Kehutanan, BDK dan instansi lain


terkait

Durasi : 30 hari, 200 JPL, teori 50% dan Praktek 50%

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 34


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Lacak Balak (Chain of Custody/CoC)


Latar Belakang; Lacak balak didefinisikan sebagai pelacakan yang runtut
dan bertanggung jawab yang menjamin kebenaran fisik contoh uji, data
dan catatan arsip mengenai hasil hutan. Lacak balak merupakan
komponen sistem serifikasi yang kritis karena menjadi penghubung antara
unit manajemen hutan sebagai produsen dan masyarakat sebagai
konsumen hasil hutan. Untuk menjamin tingkat validitas informasi pada
pergerakan kayu tersebut diperlukan keterlibatan dari pihak ketiga
(assesors) yang akan melaksanakan penilaian secara langsung proses
lacak balak pada lokasi yang mengalami mutasi (perubahan bentuk,
ukuran, jumlah, kualitas, tanda, penampilan) yang disebut dengan simpul
pergerakan. Berdasarkan gambaran tersebut, tugas penilai lapangan lacak
balak menjadi sangat komplek dan memerlukan keahlian khusus. Selain
pendidikan dan pengalaman tertentu, seorang penilai lapangan harus
mengikuti pelatihan penilai lapangan lacak balak dan harus teruji
kemampuannya.

Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja menjadi


penilai lapangan lacak balak.

Materi Pokok
 Pembinaan sikap dan mental ESQ
 Kebijakan kehutanan di Indonesia
 Sistem Sertifikasi Lacak Balak
 Prosedur Penilaian Lacak Balak
 Alur Proses Tata Usaha Kayu dan Penjelasan Dokumen-
Dokumennya
 Persayaratan umum Penilai Lapangan Lacak Balak
 Panduan Penilaian Lapangan
 Pengenalan Industri Kehutanan
 Panduan Penyusunan Laporan Penilai Lapangan Sertifikasi Lacak
Balak
 Pedoman pelaksanaan Penilikan dan Perpanjangan Sertifikasi
dalam program Sertifikasi Lacak Balak
 Analisis Hasil Penilaian
 Pelaporan

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 35


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Peserta : Sasaran : pegawai yang akan ditunjuk sebagai penilai lapangan


lacak balak; Kualifikasi : Pendidikan minimal S1

Pengajar : Departemen Kehutanan (BSPHH)


Durasi : 5 hari, 50 JPL, teori 60 % dan Praktek 40 %

 Penyuluhan Kehutanan Tingkat Dasar


Latar Belakang; Peranan penyuluh sangat penting dalam menyadarkan
masyarakat sehingga mampu melaksanakan permintaan SDH yang lestari
bagi kehidupan manusia, terutama pendapatannya melalui pelaksanaan
kegiatan program pembangunan kehutanan. Adanya perubahan
paradigma penyuluhan yang konvensional ke penyuluh partisipatif yang
mengarah pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan tuntutan otonomi
daerah, menuntut perubahan sikap dan peran penyuluh di tingkat
kabupaten, menyesuaikan materi penyuluhan dengan kebutuhan lokal.
Disamping memiliki kemampuan pengusaan materi penyuluhan dengan
metode dan teknik pendekatan partisipatif, diharapkan mampu berperan
sebagai fasilitator dan motivator untuk menumbuhkan kelompok
masyarakat yang mandiri dalam pemanfaatan SDH yang lestari.
Tujuan; Melatih calon penyuluh kehutanan yang siap melaksanakan
penyuluhan kehutanan kepada masyarakat agar mau dan mampu
berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan.

Materi Pokok
 Kebijakan Penyuluhan Kehutanan
 Pengetahuan Dasar Penyuluhan
 Teknik Komunikasi
 Pengenalan Wilayah dan Sasaran Penyuluhan
 Pengantar PRA
 Penyusunan Rencana Penyuluhan
 Jaringan Informasi Penyuluhan
 Angka Kredit bagi Penyuluh
 Pendidikan Orang Dewasa
 Penumbuhan dan Pembinaan Kelompok
 Metodologi dan Alat Bantu Penyuluhan

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 36


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Peserta; Sasaran : Dishut Kabupaten, UPT Pusat di Daerah, Dishut


Propinsi ; Kualifikasi : CPNS/PNS yang akan diangkat sebagai tenaga
fungsional penyuluh kehutanan, umur maksimal 45 tahun, pendidikan
minimal SLTA

Pengajar : Widyaiswara Pusat/BDK, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan &


instansi lain yang terkait

Durasi : 30 hari, 200 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

 Pembinaan Pengelolaan Hutan Rakyat

Latar Belakang; Salah satu upaya rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan
hutan (tanah milik) yang dapat meningkatkan pendapatan petani, antara
lain dilakukan dengan pengelolaan hutan rakyat. Saat ini produksi kayu
dan non kayu dari hutan rakyat sedang berkembang dan telah mendorong
bertambahnya industri. Untuk dapat mengelola hutan rakyat yang baik,
petugas kehutanan harus dibekali keterampilan dan pengetahuan yang
memadai dalam upaya mengambangkan pengelolaan hutan rakyat. Untuk
menunjang kegiatan tersebut, maka langkah pertama yang perlu ditempuh
adalah melatih para petugas kehutanan di Propinsi/Kabupaten agar dapat
membina petani untuk membangun hutan rakyat.

Tujuan; Peserta diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan dan


sikap dalam pengelolaan hutan rakyat.

Materi Pokok
 Kebijakan Dephut dan pemda Bidang Hutan Rakyat
 Pemilihan Jenis Tanaman, Teknik Pembibitan, Penanaman dan
Pemeliharaan Hutan Rakyat
 Pemanenan Hasil Hutan Rakyat (Kayu dan Non Kayu)
 Pembinaan Kelompok Tani
 Koperasi dan Pemasaran Hasil Hutan
 Penyusunan Rencana Kerja Kelompok
 Adm. Pengelolaan Hutan Rakyat

Peserta; Sasaran : Dishut/Dinas yang menangani bidang kehutanan;


Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA

Pengajar : Widyaiswara BDK, Dishut Prop/Kab, instansi kehutanan dan


instansi lain yang terkait.

Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40%, Praktek 60%

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 37


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Pembuatan Alat Bantu Penyuluhan


Latar Belakang; Departemen Kehutanan telah menetapkan kebijakan
penyuluhan sebagai salah satu kebijakan pembangunan jangka panjang
dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat. Kegiatan penyuluhan
merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada masyarakat
sasaran suluh dalam upaya merubah perilakunya sehingga menjadi
masyarakat yang mendiri dan sejahtera. Pengelolaan hutan yang
melibatkan partisipasi masyarakat di dalam kawasan hutan telah lama
dilakukan oleh pemerintah yang mana kegiatan ini disebut hutan
kermasyarakatan. Untuk mengatasi tantangan yang lebih berat dan dalam
menghadapi tantangan yang ada maka mutlak dibutuhkan petugas
pelaksana kegiatan penyuluhan yang mempunyai wawasan, pengetahuan
dan keterampilan yang memadai. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan melakukan diklat pembuatan alat bantu penyuluhan baik melalui
on the job training maupun off the job training.

Tujuan; Menghasilkan tenaga yang mampu merancang dan membuat alat


bantu penyuluhan agar penyelenggaraan kegiatan penyuluhan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat sasaran suluh dengan tetap
memperhatikan agroekosistem dalam rangka melestarikan hutan.

Materi Pokok

 Pengenalan wilayah dan sasaran penyuluhan

 Pengenalan komputer

 Metoda & Teknik Penyuluhan partisipatif

 Media dan Alat Bantu Penyuluhan

Peserta; Sasaran : UPT Dephut, Dishut Propinsi, Kabupaten/Kota;


Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA dan Usia maksimal 45 tahun

Pengajar :

Widyaiswara pusat/daerah, instansi kehutanan & instansi lain yang terkait


yang kompeten di bidangnya dan mampu mengajar dan menilai hasil
belajar peserta.

Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40 %, Praktek 60 %

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 38


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Pengujian Mutu Benih


Latar Belakang; Program penanaman hutan diperlukan benih yang
berkualitas karena faktor yang mempengaruhi mutu bibit yang ditanam
adalah mutu benih yang digunakan. saat ini belum seluruhnya benih yang
beredar di pasaran mempunyai mutu yang baik, sehingga kualitas bibit
yang digunakan untuk penanaman menjadi belum baik pula. Sementara
itu, untuk mendukung kegiatan penanaman pohon-pohon dan kegiatan
GNRHL di daerah, tenaga yang mampu melakukan pengujian benih belum
memadai dari segi jumlah maupun keterampilannya. Guna mengatasi
masalah tersebut, maka dibentuklah diklat pengujian mutu benih baik
tenaga lapangan di Kabupaten/Kota.

Tujuan; Diharapkan mampu melakukan pengujian benih dan menentukan


mutu benih

Materi Pokok

 Bina Suasana Pelatihan dan Pembinaan Kepribadian PNS

 Perpu Bidang Perbenihan

 Pengadaan Benih Bermutu

 Pengenalan Benih Tanaman Penghijauan Reboisasi

 Organisasi dan Lalu Lintas Benih

 Pengambilan Contoh

 Analisa Kemurnian & Berat 1000 butir benih

 Pengujian Daya Kecambah

 Pengujian Kadar Air

 Program RHL & Perbenihan Dephut

 Penyimpanan Benih

 Dokumentasi & Sertifikasi Benih

Peserta; Sasaran : Dinas Kehutanan Kab/Kota; Kulifikasi : SLTA

Pengajar : Widyaiswara Pusat/Daerah

Durasi : 15 Hari, 100 JPL, Teori 40%, Praktek 60%


PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 39
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 ToT Substansi Social Forestry


Latar Belakang; Subtansi pokok social forestry adalah dalam rangka
pemberdayaan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar hutan sehingga
mereka mampu mengelola dan memanfaatkan hutan dan sumber daya
hutan secara tertib, terpadu, produktif dan bertanggung jawab dengan
tetap mempertahankan fungsi kawasan hutan secara lestari.
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
mandiri dan secara umum membentuk pemberdayaan yang dilakukan
melalui pemberian kewenangan hak/akses dan peningkatan kemampuan
kelompok. Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat tersebut,
pemerintah melakukan pembinaan dan fasilitasi yang diwujudkan dalam
pembangunan infrastuktur, baik fisik maupun sosial (kelembagaan
masyarakat). Salah satu kegiatan dalam rangka pelaksanaan SF di lokasi-
lokasi yang akan diajidakan Areal Kerja Social Forestry (AKSF) adalah
pelatihan-pelatihan mengenai social forestry antara lain pelatihan bagi
calon-calon fasilitator (Meta fasilitator Social Forestry, Fasilitator Social
Forestry, Fasilitator Social Forestry Lapangan), pelatihan penyusunan
RTSF dan pelatihan pendampingan/fasilitasi masyarakat.
Tujuan; Peserta diharapkan memiliki wawasan dalam pemberdayaan
masyarakat melalui berbagai kegiatan SF dan mampu melakukan
pendampingan dan fasilitasi melalui proses belajar dan berbuat bersama
masyarakat untuk membimbing dan membina masyarakat.
Materi Pokok
 Kebijakan Social Forestry
 Konsepsi SF
 Pengelolaan Social Forestry
 Pemberdayaan Masyarakat
 Teknik Pendampingan dan Fasilitasi

Peserta; Sasaran : Dishut Propinsi/Kabupaten/Kota, BP DAS seluruh


Indonesia; Kualifikasi : Pendidikam minimal SLTA
Pengajar;
Widyaiswara Pusat/daerah, instansi kehutanan & instansi lain yang terkait
yang mampu menerapkan metodologi belajar orang dewasa, membuat
bahan pembinaan dan menilai hasil belajar peserta.
Durasi : 4 hari, 40 JPL, Teori 75% Praktek 25%

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 40


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

 Fasilitator Social Forestry


Latar Belakang; Sosial forestry adalah salah satu konsep pembangunan
kehutanan yang menempatkan partisipasi masyarakat secara langsung
dalam proses pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
kehutanan diharapkan dapat mendatangkan manfaat ganda. Diharapkan
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan akan berkurang
sehingga aspek kelestarian hutan dapat dijaga, disisi lain kebijakan sosial
forestry membuka akses masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam
bentuk hak pengelolaan dengan tidak mengubah status dan fungsi hutan.
Oleh karena itu, masyarakat perlu diberdayakan dengan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mampu mengelola hutan
secara lestari dan meningkatkan kesejahteraan memulai uaha-usaha
dalam menumbuhkembangkan keswadayaan dan kewirausahaan
bekerjasama dengan pemerintah dan mitra lainnya.

5.3. Pendidikan Tinggi Kehutanan di Indonesia

Sampai dengan tahun 2003, jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta
yang sedang operasional menyelenggarakan pendidikan tinggi secara
formal seluruhnya 2.267 PTN/PTS. Dari data yang tercatat, jumlah
perguruan tinggi negeri hanya 82 (3,36%), sedangkan sisanya (96,64%)
adalah perguruan tinggi swasta. Bentuk penyelenggaraan pendidikan
tinggi ini bermacam-macam. Ada yang berupa universitas, institut, sekolah
tinggi, akademi, maupun politeknik.

Untuk melaksanakan pelayanan bidang administrasi dan akademik, PTS-


PTS di seluruh Indonesia membentuk wadah koordinasi yang disebut
dengan Kopertis, yang dibangun berdasarkan pada wilayah pelayanan.
Kopertis ini dalam kedudukannya merupakan mitra sejajar Departemen
Pendidikan Nasional (Dikti). Sampai dengan tahun 2004 di seluruh wilayah
Indonesia sudah terbentuk sebanyak 12 koordinator wilayah (Tabel 5-3).

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 41


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tabel 5-3. Data Perguruan Tinggi (Negeri/Swasta) di Indonesia

No. PTN/ KOPERTIS UNIV. INST. S.T. AKAD. POLTEK TOTAL


1 PT. NEGERI (PTN) 46 6 4 0 26 82
2 KPTS. I, Medan 29 4 110 63 5 211
3 KPTS. II, Palembang 19 0 88 80 7 194
4 KPTS. III, Jakarta 44 6 139 121 6 316
5 KPTS. IV, Bandung 37 5 193 89 18 342
6 KPTS V, Yogyakarta 17 5 28 46 6 102
7 KPTS VI, Semarang 31 2 46 82 14 175
8 KPTS VII, Surabaya 69 13 119 42 6 249
9 KPTS VIII, Denpasar 24 3 29 21 1 78
10 KPTS IX, Makassar 36 2 124 52 1 215
11 KPTS X, Padang 12 2 62 64 5 145
12 KPTS XI, Banjarmasin 15 1 46 44 2 108
13 KPTS XII, Ambon 5 1 33 9 2 50
JUMLAH 384 50 1021 713 99 2.267

Sumber : Homepage PTN/PTS, Dikti, Depdiknas, 21 April 2003


Dari data yang dapat dihimpun dari beberapa sumber, SDM kehutanan
pada jenjang pendidikan tinggi hanya dihasilkan oleh 14 perguruan tinggi
atau hanya 1% dari seluruh perguruan tinggi yang beroperasional di
Indonesia, yaitu 5 PTN dan 8 PTS.

Kelima PTN tersebut masing-masing 1 (satu) berbentuk institut dan 4


(empat) lainnya berupa universitas. Mereka adalah (1) Institut Pertanian
Bogor (IPB), di Bogor-Jawa Barat; (2) Universitas Gadjah Mada (UGM) di
Yogyakarta-Jawa Tengah; (3) Universitas Mulawarman, di Samarinda-
Kalimantan Timur; (4) Universitas Tanjung Pura, di Pontianak -Kalimantan
Barat; (5) Universitas Hassanudin, di Makassar-Sulawesi Selatan serta (6)
Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Manokwari Propinsi Irian Jaya Barat.
Sementara 8 (delapan) perguruan tinggi swasta/PTS yang
menyelenggarakan pendidikan serupa, terdiri atas 2 PTS dalam bentuk
institut dan 6 PTS berbentuk universitas.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 42


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Kedelapan PTS tersebut masing-masing adalah (1) Institut Pertanian-


Yogyakarta; (2) Institut Pertanian Stiper, Yogyakarta; (3) Universitas
Muhammadiyah, Palembang-Sumatera Selatan; (4) Universitas Winaya
Mukti, di Jatinangor, Sumedang-Jawa Barat; (5) Universitas Nusa Bangsa,
di Bogor-Jawa Barat; (6) Universitas 45 Mataram, di Nusa Tenggara Barat;
(7) Universitas PGRI Palangkaraya, di Kalimantan Tengah; dan (8)
Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda, Kalimantan Timur.
Program pendidikan tinggi kehutanan yang diselenggarakan oleh para
PTN/PTS di Indonesia, diselenggarakan pada Program Diploma, Program
Sarjana dan Program Pascasarjana. Ruang lingkup program studi yang
dibuka ini, meliputi (a) Manajemen Hutan/MNH, (b) Teknologi Hasil
Hutan/THH, dan (c) Konservasi Sumberdaya Hutan/KSDH. Namun pada
beberapa PTN/PTS, MNH kemudian dikembangkan lagi menjadi 2
program/bidang keahlian, yaitu MNH dan Budidaya Hutan (BDH).
Sementara THH menjadi THH, Ilmu Kayu/IK dan Teknologi Industri
Kayu/TIK.

Pada beberapa PTS, program studi kehutanan ini tidak berdiri sebagai
fakultas tersendiri, namum ada yang digabungkan menjadi jurusan/bidang
keahlian pada fakultas pertanian dan kehutanan, atau menjadi salah satu
program pilihan pada fakultas kehutanan. Sebagai gambaran, data dan
informasi PTN/PTS berikut program studi kehutanan yang dibuka pada
berbagai program (Diploma, Sarjana dan Pascasarjana), selengkapnya
terlihat pada Tabel 5-4.
Tabel 5-4. Program Pendidikan Tinggi Kehutanan yang Diselenggarakan
Beberapa Perguruan Tinggi Negeri/ Swasta) di Indonesia

Program Studi
No Nama PTN/ PTS
Diploma Sarjana Pasca Sarjana
BDH Tanaman MNH
MNH Alam dan
THH
Produksi
Perlindungan
IPB KSDH Ilmu Pengetahuan
1 Hutan
(Institut Pertanian Bogor) Kehutanan
Tekonogi Industri
Kayu
-
KSDH
Ekowisata

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 43


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tabel 5-4. Lanjutan


Program Studi
No Nama PTN/ PTS
Diploma Sarjana Pasca Sarjana
UGM
MNH, BDH, THH, MNH, BDH,
2 (Universitas Gadjah -
KSDH THH, KSDH
Mada)
UNHAS (Universitas Pertanian dan
3 - -
Hasanudin) Kehutanan
THH & Ilmu
UNMUL
4 - Kayu, dan -
(Universitas Mulawarman)
MNH
UNTAN
5 - THH dan MNH -
(Universitas Tanjungpura)
UNIPA (Universitas Negeri Manajemen Hutan
7 MNH
Papua) Alam Produksi
8 UNV. MUHAMMADIYAH
UNWIM
9 MNH dan THH - -
(Universitas Winayamukti)
UNB
9 (Universitas Nusa - MNH -
Bangsa)
INTAN
10 THH - -
(Institut Pertanian)
STIPER (Sekolah Tinggi
11 - MNH dan THH -
Ilmu Pertanian)
12 UNV. MATARAM KSDH - -
13 UNV. PGRI - BDH -
14 UNV. 17 Ags. 1945 - MNH -

Dari berbagai Perguruan Tinggi yang mengembangkan fakultas/ jurusan/


program studi kehutanan mengembangkan berbagai kurikulum yang
sesuai dengan kompetensi yang dikembangkannya. Guna mengetahui
lebih detail mengenai kurikulum kehutanan pada pendidikan tinggi di
Indonesia, dibawah ini akan dikemukakan kurikulum kehutanan di salah
satu Perguruan Tinggi di Indonesia, yaitu IPB.

Institut Pertanian Bogor atau terkenal dengan sebutan IPB adalah


kelanjutan dari Lembaga Pendidikan Tinggi Pertanian (Landbouw
Hogeschool) yang didirikan Pemerintah Belanda pada tahun 1940. Pada
tahun 1947, pendidikan tinggi tersebut berada dibawah Universiteit van
Indonesie. Faculteit voor Landbouw-wetenschappen sebagai kelanjutan

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 44


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Landbouw Hogeschool, yang mempunyai jurusan Pertanian dan Kehuta-


nan. Bersamaan dengan itu dibentuk Faculteit der Diergeneskunde yang
sebelumnya adalah Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH). Secara
organik kedua faculteit yang ada di Bogor tersebut bernaung di bawah
Universiteit van Indonesie yang kemudian berubah nama menjadi
Universitas Indonesia.

Tabel 4-5. Kurikulum Program Sarjana, Program Studi Manajemen Hutan


IPB
No NAMA MATA KULIAH SKS
A MATA KULIAH UMUM (MKU) : 6 MK 11
Pendidikan Agama, PPKn, Olahraga dan Seni, Bahasa Indonesia,
dan Sosilogi Umum
B MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK) : 11 MK 26
Bahasa Inggris I, Ekonomi Umum, Fisika Umum (I), Kimia Dasar I,
Biologi (A), Pengantar Matematika (A), Kalkulus (A), Pengantar lmu
Pertanian, Metoda Statistika, Dasar-dasar Manajemen, serta
Metodologi Penelitian dan Penulisan Ilmiah
C MATA KULIAH KEAHLIAN UMUM (MKKU) : 18 MK 51
Ilmu Tanah Hutan, Dendrologi, Ekologi Hutan, Silvikultur,
Perlindungan Hutan, Manajamen Hutan, Pengantar Ilmu Kehutanan
& Etika Lingkungan, Penyuluhan kehutanan, Inventarisasi
Sumberdaya Hutan, Ekonomi Sumberdaya Hutan, Konservasi
Sumberdaya alam Hayati, Kebijaksanaan dan PPUK, Pertumbuhan
dan Struktur Kayu, Ilmu Ukur Hutan, Pengantar Ilmu Lingkungan,
Dasar-dasar Pengelohan Hasil Hutan, Dasar-dasar Pemananen
Hasil Hutan, dan Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan wilayah
D MATA KULIAH KEBUTUHAN LINGKUNGAN (MKKL) WAJIB : MK 4 13
Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan, Praktek Kerja
Kehutanan/KKN, Praktek khusus/Skripsi, Seminar Praktek Khusus
E MATA KULIAH CIRI KHUSUS (MKCK) WAJIB : 8 MK 22
Analisa Statistika, Dasar-dasar Penginderaan Jarak Jauh,
Perencanaan Hutan Ekonomi Perusahaan Kehutanan Kehutanan
Masyarakat Sosiologi Kehutanan Penataan Hutan Penilaian Hutan
F MATA KULIAH KEBUTUHAN LINGKUNGAN (MKKL) PILIHAN 39
Ilmu Informatika, Teknik Penarikan Contoh, Analisis Proyek
Kehutanan, Perancangan Percobaan, Penginderaan Jarak Jauh,
Analisis Sistem, Sistem Informasi Geografis Kehutanan, Ekonomi
Sumberdaya Alam, Pemasaran Hasil Hutan, Akuntansi Kehutanan,
Pengantar Kewirausahaan, Metodologi Penelitian Sosial,
Agroforestry dan Riset Operasi
Jumlah SKS 162

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 45


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Pada tahun 1950 Faculteit voor Landbouw-wetenschappen berubah nama


menjadi Fakultas Pertanian Universitas Indonesia dengan tiga jurusan
yaitu Sosial Ekonomi, Pengetahuan Alam dan Kehutanan. Pada tanggal 1
September 1963, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan
Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 92 tahun 1963, dan disahkan oleh
Presiden RI dengan Keputusan No. 279 tahun 1965, IPB secara resmi
terpisah dari UI. Pada saat itu, IPB memiliki 5 fakultas, yaitu Fakultas
Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas
Peternakan, dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, Fakltas Teknologi
Pertanian didirikan dan pda tahun 1975 IPB membuka program pasca
sarjana, dan pada tahun 1979 membuka program diploma. Pada tahun
1981 membuka Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta
pada tahun 2000 membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Pada
tanggal 26 Desember 2000 IPB resmi menjadi Badan Hukum Milik Negara
(BHMN). Dengan resmi menjadi BHMN, maka IPB menjadi perguruan
tinggi otonom yang berhak untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, termasuk dalam hal pembiayaan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu
bagi IPB untuk mulai giat menggali sumber-sumber pendanaan baru bagi
kelangsungan proses pendidikan di IPB.

Fakultas Kehutanan membuka 3 program studi, yaitu diploma, sarjana dan


pasca sarjana. Pada program diploma dibuka 6 program studi, sementara
program sarjana membuka 3 program studi, dan program pasca sarjana
hanya membuka 1 program studi. Masing-masing program studi ini
memiliki ciri dan kompetensi yang spesifik pada kurikulumnya, khususnya
kurikulum bidang keahlian khusus.

Untuk program Sarjana, terdapat 2 pilihan bidang keahlian pada program


studi MNH, yaitu Manajemen Hutan dan Budidaya Hutan. Sementara
program studi THH, bidang keahlian yang dapat dipilih adalah Pengolahan
Hasil Hutan dan Pemananen Hasil Hutan. Sedangkan program studi KSDH
hanya menyediakan 1 bidang keahlian saja, yakni KSDH. Pada Program
Diploma, program studi MNH dipecah menjadi 3 bidang keahlian
(Budidaya Hutan Tanaman, Manajemen Hutan Alam Produksi, dan
Perlindungan Hutan).

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 46


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Sementara THH hanya mengembangkan 1 bidang keahlian (Teknologi


Industri Kayu), serta KSDH mengembangkan 2 pilihan bidang keahlian
(KSDH dan Ekowisata). Program pascasarjana, yakni program terakhir
yang dibuka Fakultas Kehutanan IPB, memulai dengan 1 bidang keahlian,
yaitu Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Sampai dengan saat ini, ribuan
sarjana-sarjana Kehutanan (Diploma dan S1) telah banyak dihasilkan dari
Fakultas Kehutanan IPB. Mereka kemudian bekerja sebagai pegawai
pemerintah, namun banyak juga yang mengembangkan karier pada
berbagai pekerjaan sektor swasta, baik kehutanan maupun non
kehutanan. Banyak diantaranya yang sudah berhasil dan menduduki
jabatan penting di pemerintahan (Departemen Kehutanan). Ratusan
lulusan produksi fakultas kehutanan ini, terus meningkat dari tahun ke
tahun, seiring dengan diberlakukannya otonomi pengembangan program
pendidikan pada berbagai jenjang.

Pada saat krisis multidimensi masih berimbas pada sektor kehutanan,


sejumlah lulusan yang dihasilkan dari berbagai PTN/PTS ini malah
berpotensi menjadi pengangguran terdidik. Disatu sisi sektor-sektor swasta
kehutanan, masih ragu untuk berinvestasi pada sektor ini, selama situasi
politik dan ekonomi negeri ini belum berjalan secara stabil. Sementara
disisi lain formasi yang tersedia sebagai calon pegawai negeri pada
Departemen Kehutanan, dapat dikatakan sangat kecil. Pada akhirnya IPB,
dan perguruan tinggi lainnya memberikan andil dan kontribusi yang cukup
signifikan terhadap meningkatnya angka laju pengangguran di Indonesia.

4.4. Universitas Negeri Papua

Universitas Negeri Papua atau disingkat UNIPA, disahkan pada tanggal 03


November 2000, sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
153 Tahun 2000, dan diresmikan berdirinya pada hari Sabtu tanggal 28
Juli 2001.

Berdirinya UNIPA ini sebagai wujud kemandirian Fakultas Pertanian


Universitas Cenderawasih (Faperta Uncen), yang sudah dicita-citakan
sejak tahun 1982. Upaya menuju kemandirian ini terus diperjuangkan baik
secara formal maupun non formal pada berbagai kesempatan. Pada awal

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 47


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

abad ke-21 tahun 2000, dibentuk suatu tim yang ditugaskan untuk
menyusun Usulan Pendirian UNIPA dan Usulan Rencana Pengembangan
UNIPA. Usulan-usulan ini mendapatkan suatu tanggapan positif dari pihak
legislatif, eksekutif dan rakyat Papua serta dukungan dari Senat
Universitas Cenderawasih. Pada akhirnya, usulan ini memperoleh restu
dari Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia
serta Kabinet Persatuan, yakni dengan diterbitkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 153 Tahun 2000.

Dikeluarkannya keputusan tersebut, menuntut dilakukannya berbagai


persiapan baik dalam bidang akademik maupun administrasi. Persiapan
akademik antara lain pengusulan berbagai program studi dan jurusan
sesuai kekuatan dan peluang yang dimiliki serta memperhatikan pula
kelemahan dan
hambatan atau
ancamannya. Persiapan
administrasi antara lain
menyusun dan
membahas berbagai
perangkat dan aturan
yang dibutuhkan guna
kelancaran tugas-tugas
di masa datang.
Gedung Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Manokwari

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 48


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Pada hari ini Sabtu, tanggal 28 Juli 2001, merupakan hari yang bersejarah
pula bagi UNIPA karena mul ai diresmikan secara operasional berbagai
kegiatan, dan pengaturannya dilakukan secara bertahap bersama-sama
dengan mantan induknya yaitu UNCEN. Berbagai aset yang dimiliki oleh
Faperta Uncen, kini menjadi aset UNIPA baik sumberdaya manusia, lahan,
tanaman, ternak maupun bangunan fisik dan penunjang lainnya.

Struktur Organisasi

Organisasi UNIPA terdiri dari unsur pimpinan (Rektor dan Pembantu


Rektor), unsur pelaksana akademik (Fakultas dan Lembaga), unsur
pelaksana administrasi (Biro) dan unsur penunjang (Unit Pelaksana
Teknis). Untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kehadiran UNIPA ini
maka Menteri
Pendidikan Nasional
mengangkat seorang
Pejabar Rektor, yang
selanjutnya membentuk
Senat Universitas Antar
Waktu.

Personalia struktur
organisasi ini akan
Arboretrum, tempat praktek mahasiswa Fahutan UNIPA
dilengkapi secara
bertahap baik pada
tingkat universitas maupun tingkat fakultas.

Unsur Pelaksana Akademik

Fakultas yang akan dibuka pada awal pendirian UNIPA yakni Fakultas-
fakultas: Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Teknologi Pertanian, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ekonomi
dan Sastra. Fakultas lainnya akan dibuka di kemudian hari dengan
memperhatikan kebutuhan daerah dan sumberdaya yang tersedia.

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 49


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Lembaga terdiri dari


Lembaga Penelitian
dan Lembaga
Pengabdian kepada
Masyarakat.
Lembaga Penelitian
akan membawahi
beberapa pusat
kajian ilmu yakni :
Pusat Penelitian
Lingkungan, Pusat
Ruang Kuliah Fakultas Kehutanan UNIPA
Penelitian Ubi-ubian
dan Sagu, Pusat
Penelitian Keanekaragaman Hayati, Pusat Studi Wanita, Pusat Penelitian
Pesisir dan Kelautan, dan Pusat Penelitian Pengembangan Kawasan
Pedesaan.
Unsur Pelaksana Administrasi
Unsur pelaksana administrasi terdiri dari biro, dan biro yang diusulkan
untuk dibuka saat sekarang yaitu Biro Administrasi Akademik dan
Kemahasiswaan (BAAK), Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK),
serta Biro Perencanaan dan Sistem Informasi (BAPERENSI).
Unsur Penunjang
Unsur penunjang berupa
Unit Pelaksana Teknis
(UPT). UPT yang di
rencanakan untuk di
kembangkan yaitu UPT
Perpustakaan, UPT
Kebun Percobaan, UPT
Pusat Komputer, UPT
Bahasa, serta UPT Universitas Cendarawasih di Jayapura, Gedung Induk
Percetakan dan sebelum terbentuk UNIPA
Penerbitan.
Jenis dan Jenjang Pendidikan
Jenis pendidikan yang dibuka saat ini adalah pendidikan akademik dengan
jenjang strata satu (S1) dan pendidikan profesional pada jenjang diploma
tiga (D3). Di masa mendatang, akan dibuka pula jenjang pendidikan strata
dua (S2) dan strata tiga (S3).

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 50


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Program Studi
Program pendidikan S1 dan S0 yang saat ini sedang diselenggarakan
masing-masing sebanyak 4 program studi jalur akademik dan 3 program
studi jalur profesional. Pada UNIPA telah diusulkan sebanyak 26 program
studi baru (Tabel 5-6).

Tabel 5-6. Program Studi pada UNIPA

Fakultas Jurusan Program Studi Strata Keterangan

Agronomi S1 Lama

Pemuliaan S1 Usulan Baru

Budidaya Pertanian Hortikultura S1 Usulan Baru


Pertanian
Budidaya Perkebunan D3 Lama

Budidaya Tan. Pangan D3 Usulan Baru

Tanah Ilmu Tanah S1 Usulan Baru

Ilmu Hama dan Penyakit


Hama dan Penyakit S1 Usulan Baru
Tanaman

Sosial Ekonomi
S1 Lama
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Pertanian
Penyuluhan dan
S1 Usulan Baru
Komunikasi Pertanian

Produksi Ternak Produksi Ternak S1 Lama

Peternakan Nutrisi dan Makanan Nutrisi dan Makanan


S1 Usulan Baru
Ternak Ternak

- Kesehatan Hewan D3 Usulan Baru

Manajemen Hutan S1 Usulan Baru


Kehutanan Manajemen Hutan
Manajemen Hutan Alam
D3 Usulan Baru
Produksi

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 51


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tabel 5-7. Profil Sejarah Universitas Negeri Papua (UNIPA)

Tanggal Kegiatan (Peristiwa)


17 Juli 1964 SK Menteri PTIP No. 77/PTIP/ tentang Pendirian FPPK
Uncen di Manokwari. Prof. Ir. Soekisno Hadikoemoro
ditetapkan sebagai Dekan pertama pada FPPK Uncen

Tahun 1964-1978 Penyelenggaraan program pendidikan Sarjana Muda

Tahun 1978-1982 Penyelenggaraan Program Pendidikan Sarjana (6 tahun)

Tahun 1982-sekarang Penyelenggaraan Program Pendidikan S1 (4 tahun) dan


S0

Tahun 1982-1999 Cita-cita kemandirian dikumandangkan secara non formal


pada berbagai kesempatan, misalnya pada saat Dies
Natalis Faperta Uncen dan Wisuda

Tahun 1991 Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Faperta


Uncen Tahun 1992-1994

Tahun 1993 Penyusunan Master Plan Kampus Faperta Uncen sampai


dengan tahun 2010

Tahun 1996 Penyusunan Rencana Strategis Faperta Uncen sampai


dengan tahun 2010

5 November 1999 Rapat penetapan tim penyusunan usulan Pengembangan


Faperta Uncen menjadi Univertisa Negeri di Manokwari
(SK Dekan No. SP-36/J20.1.23./OT/1999 tanggal 11
November 1999)

18-20 Januari 2000 Lokakarya Usulan Pengembangan Faperta Uncen menjadi


Universitas di Laboratorium Bahasa, dan tanggal 20
Januari 2000 jam 21.57 WIT disepakati untuk memberi
nama Universitas Papua (UNIPA)

20 Januari 2000 Pembentukan Tim Penyusunan Usulan Pendirian


Universitas Papua di Manokwari Irian Jaya, diketuai oleh
Ir. Max J. Tokede, MS (SK Dekan No. SP-
001/J20.1.23/OT/2000, 20 Januari 2000

11 Maret 2000 Persentase Usulan UNIPA di depan anggota Senat


Universitas Cendrawasih, di kampus Waena, Jayapura,
Jam 09.00-13.20 WIB

28 April 2000 Persentase usulan UNIPA di depan anggota DPRD


Manokwari, masyarakat dan tokoh adapt, di gedung olah
raga Manokwari

29 April 2000 Persetujuan dan Dukungan senat Uncen atas Pendirian


UNIPA dengan SK Senat No. 1085/J20/KP/2000

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 52


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Tabel 5-7. Lanjutan

Tanggal Kegiatan (Peristiwa)


15 Juli 2000 Rekomendasi Gubernur Irian Jaya atas Pendirian UNIPA
dengan surat No. 421.4/2305/SET

3 November 2000 Penerbitan Keputusan Presiden RI No. 153 Tahun 2000


tentang Pendirian Universitas Negeri Papua

8 November 2000 Penyerahan salinan Keppres No. 153 tahun 2000 dari
Dirjen Pendidikan Tinggi kepada Dekan Faperta Uncen di
Jakarta

29 Desember 2000 Penerbitan SK Mendiknas No. 153/MPN.A4/KP/2000


tentang Penunjukan Pejabat Rektor Universitas Negeri
Papua

5 Januari 2001 Penyerahan SK Mendiknas No. 153/MPN.A4/KP/2000


kepada Prof. Dr. Ir. Frans Wanggai sebagai pejabat
Rektor Universitas Negeri Papua

15 januari 2001 Penetapan keanggotaan Senat Universitas Negeri Papua


(SK Rektor UNIPA No. SP-01/J20.1.23/KP/2001),
sebanyak 33 orang

10 Maret 2001 Rapat Senat UNIPA dengan agenda pembentukan komisi


serta Satgas Statuta dan OTK

10-24 Maret 2001 Rapat-rapat Komisi dan Satgas

24 Maret 2001 Pengangkatan Tim Penyusun Usulan pembukaan


Fakultas, Jurusan dan Program Studi pada masing-
masing bakal Fakultas

27 April 2001 Persetujuan Senat UNIPA tentang Statuta dan OTK

27 April 2001 Sayembara Logo/Logo UNIPA

30 April 2001 Penyerahan rancangan Statuta dan OTK kepada


Mendiknas melalui Dirjen Dikti

01 Mei 2001 Penyerahan Dokumen-dokumen Usulan Pembukaan


Fakultas, Jurusan, Program Studi pada UNIPA kepada
Dirjen Dikti

15 Juli 2001 Pengumuman Pemenang Logo/Logo UNIPA

28 Juli 2001 Peresmian UNIPA

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 53


SEJARAH KEHUTANAN PAPUA

Periodisasi Dekan Fakultas Kehutanan


Sejak tahun 1976 hingga saat ini telah enam orang yang memimpin
Jurusana/ Fakultas Kehutanan Uncen/ Unipa. Nama-nama para pejabat
tersebut seperti disajikan di dalam Tabel 5-7.

Tabel 5-7. Periodisasi Dekan Fakultas Kehutanan Uncen-Unipa

No. Nama Institusi Jurusan Nama Ketua Jurusan Periode


1. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir R.P. Lalenoh 1976 - 1980
Peternakan dan
Kehutanan Universitas
Cenderawasih (FPPK
UNCEN)
2. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir. A. R. Wasaraka 1980 - 1984
Universitas Negeri
Cenderawasih (Faperta
UNCEN)
3. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir. R. P. Lalenoh 1985 - 1990
Universitas Negeri
Cenderawasih (Faperta
UNCEN)
4. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir. Max J. Tokede, MS 1991 - 1995
Universitas Negeri
Cenderawasih (Faperta
UNCEN)
5. Fakultas Pertanian Budidaya Ir. Leo Maturbongs, M. Sc. F 1996 - 2002
Universitas Negeri Hutan
Cenderawasih (Faperta
UNCEN)
6. Fakultas Kehutanan Dekan Ir.C. Y. Hans Arwam, M.P. 2002-
Universitas Negeri sekarang
Papua (Fahutan Manajemen Dr. Ir. Bambang Nugroho, M.Sc *)
2003-
Hutan sekarang
Teknologi Ir. Yosias Gandhi, M.Sc *)
2003-
Hasil Hutan sekarang
Budidaya Ir. Patria Hadi, M.P. *)
2003-
Hutan sekarang
*)
Ket: *) Sedang dalam proses pergantian (Januari 2007).

PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN V - 54

You might also like