You are on page 1of 31

KEJANG DEMAM SEDERHANA e.

c TONSILOFARINGITIS AKUT

Pembimbing Disusun Oleh

: Dr. Leopold Simanjuntak, SpA : Maria Murniati Panjaitan (04-067)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 2 MEI 4 JUNI 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


PENDAHULUAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, misalnya infeksi traktus respiratorius bagian atas, otitis media akut, bronkhitis, dll. 2,4,
7,9,10, 17,18

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan 5 tahun3,4,7,9,19,17,18 Anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam. 25% dari penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (saudara kandung dan orang tua) yang pernah menderita kejang demam, dan risiko untuk menderita kejang demam lebih bayak pada kembar monozigot daripada kembar dizigot.4 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa didahului demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
4,9,19

Kejang disertai

demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 4 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi, atau gangguan metabolik sistemik akut yang kebetulan terjadi bersama dengan demam.4,9,16 Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin. Hal ini didukung karena tidak adanya kejadian kecacatan atau kematian sebagai komplikasi kejang demam yang dilaporkan.4 ETIOLOGI Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas (tonsilitis, faringitis), otitis media akut, bronkitis, pneumonia, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, morbili, varisela dan demam berdarah.1,2,4,7.9,11,17. Selain itu dapat terjadi kejang demam pasca imunisasi DPT (pada hari divaksinasi) atau MMR (pada hari ke 7-14 pasca imunisasi) 4,1,16,17. Kejang tidak selalu timbul pada

suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.4 PATOGENESIS5,8 Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1, misalnya endotoksin bakteri gram negatif atau endotoksin gram positif. Sedang pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. IL-1, tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (IFN) adalah pirogen eksogen. Pirogen eksogen akan diopsonisasi oleh komplemen dan difagosit oleh makrofag. Kemudian dilepaskan sejumlah sitokin, diantaranya pirogen endogen. Pirogen endogen, terutama IL-1 melalui darah dan pembuluh limfe menuju ke area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) pada hipotalamus mengakibatkan pelepasan noradrenalin yang kemudian akan berubah menjadi asam arakidonat yang oleh enzim siklooksigenase (COX 1&2) diubah menjadi PGE2 yang mengakibatkan peningkatan thermostatik set-point yang akan memberikan isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku manusia yang bertujuan menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Peningkatan set point kembali normal apabila terjadi penurunan IL-1 dan pemberian antipiretik yang menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat siklooksigenase.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa dengan proses bersifat oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari dua permukaan, yakni permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) serta elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (CL-). Akibatnya dalam sel neuron terdapat konsentrasi K+ yang tinggi dan konsentrasi Na+ yang rendah, sedangkan diluar sel neuron didapati keadaan sebaliknya. Akibat adanya perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel neuron tersebut, maka terdapat perbedaan potensi yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya : 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler 2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya 4

3. Perubahan patofisiologi dari membrannya sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui membran tadi, dan mengakibatkan lepasnya muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Suhu yang dapat mencetuskan serangan kejang adalah suhu sebelum terjadinya serangan kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Metabolisme otak Glukosa

CO2 + H2O

(Intra sel) - mudah dilalui oleh K+ dan Cl -

(ekstra sel) - mudah dilalui oleh Na dan elektrolit

- sulit dilalui oleh Na+ dan elektrolit - sulit dilalui oleh K+ dan Cl -

Terjadi perbedaan jenis dan konsentrasi

(N) = keseimbangan Potensial membran

Kenaikan suhu 1o C

Kenaikan metabolisme basal 10 15 % 5

Kebutuhan O2 meningkat 20 %

Perubahan keseimbangan sel neuron

Difusi Ion kalium dan natrium

Muatan listrik terlepas dan meluas ke membran sel lainnya

KEJANG

Dari kenyataan ini dapat disimpukan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangan perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Akan tetapi perlu diketahui, anak yang mengalami kejang demam berulang, kejangnya tidak selalu terjadi pada suhu yang sama dengan suhu pada kejang demam sebelumnya. Sehingga pada anak dengan riwayat kejang demam, bila saat ini mengalami demam dengan suhu yang sama saat kejang demam pertama belum tentu mengalami kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi. FAKTOR RESIKO Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Bila seorang anak mempunyai 2 atau lebih faktor risiko mendapatkan kejang demam 30% 4,16 KLASIFIKASI1,4,7,9,10,13,16,17,18,19 A. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berupa kejang tonik dan atau klonik, biasanya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal (bersifat umum/simetris/bilateral) atau berulang dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu adalah normal dan tidak menunjukkan kelainan. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. 7

B. Kejang demam kompleks Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini) : Kejang berlangsung lebih dari 15 menit. Bila terjadi dalam bentuk serial/rangkaian total durasi kejang lebih dari 30 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Tidak diikuti dengan kesadaran penuh dalam 1 jam sth kejanng MANIFESTASI KLINIS Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Bangkitan kejang dapat terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat karena infeksi di luar susunan saraf pusat seperti: tonsillitis, OMA, bronkitis, dll. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.4 Serangan berlangsung singkat dengan sifat bangkitan berbentuk : tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. 1, 2, 4 Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Serangan kejang dapat terjadi pada satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode demam. Selama anak masih demam kemungkinan timbulnya kejang demam adalah cukup tinggi.4

Kejang demam jarang terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang karena sebab lain (kejang yang tidak disebabkan oleh demam) akan berlangsung lebih lama, dapat terjadi pada salah satu bagian tubuh saja dan dapat terjadi berulang.4, PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer, elektrolit, urinalisis dan gula darah.
4,9,10,11,12,19

Foto X-ray kepala dan

neuropencitraan seperti Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.4,9 Pungsi Lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.1 Risiko terjadinya meningitis bakterialis ialah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil terutama berumur kurang dari 18 bulan manifestasi meningitis sering tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :
4,7,9,10,11,12, 14,16,19

Bayi < 12bulan, sangat dianjurkan. Bayi 12-18 bulan , dianjurkan. Bayi > 18 bulan, tidak rutin.

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 3,

Elektroensefalografi Pemeriksaan EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan berulangnya kejang atau kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya pemeriksaan ini tidak direkomendasikan. 3,4,7,9,12,16 Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. Didapatkan gambaran generalisata spike wave 3 spd.4,9,11 Pemeriksaan EEG dapat dilakukan satu minggu setelah serangan untuk menghindari perubahan sementara akibat demam atau kejang itu sendiri 4, 19 Pencitraan Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT dan MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.4,9,10,16 Indikasinya antara lain : kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis). Parese nervus VI. Papiledema. 1,4,9,19

FAKTOR RISIKO BERULANGNYA KEJANG DEMAM Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :4,7,9,10 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga/ saudara kandung. Usia < 15 bulan. Temperatur yang rendah saat kejang (<380C).13 Cepatnya timbul kejang setelah demam.16,17,18

Bila terdapat seluruh faktor diatas, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%. Sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya sekitar 10%-15% kemungkinan kejang demam berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama. Anak yang memiliki kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kemungkinan berulangna kejang demam dikemudian hari seperti pada anak yang mengalami kejang demam yang tidak berubungan dengan pascaimunisasi. Anak yang mengalami kejang demam pasca imunisasi juga tidak menyebabkan gangguan neurologis dan retardasi mental.4,9, 17 10

FAKTOR RISIKO TERJADINYA EPILEPSI Dibandingkan dengan populasi umum, lebih banyak penderita kejang demam yang menjadi pepilepsi. Faktor risiko kejang demam lain adalah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah : Riwayat keluarga kejang tanpa demam Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. Misalnya serebral palsy atau reetardasi mental. Kejang demam kompleks.3,4,7,9,16,17,18,19

Masing-masing faktor risiko diatas meningkatkan kemungkinan terjadinya kejadian epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. Keang demam pasca imunisasi MMR tidak meningkatkan terjadinya epilepsi dikemudian hari. 4,9,17 DIAGNOSIS BANDING1,2,4,7,9,11,13,19 Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis (radang selaput otak) atau ensefalitis (radang otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.4
Kejang Gejala kejang Demam ada singkat jarang berulang fokal/umum Meningitis ada lama sering berulang fokal/umum Ensefalitis ada lama sering berulang terutama fokal, tapi dapat pula umum. dapat ditemukan pada awal ataupun kemudian Keadaan umum perilaku dan gejala umum infeksi sering didahului infeksi saluran napas atas atau saluran cerna seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah gejala meningitis: bayi demam, iritabel, letargi, tidak mau minum, muntah-muntah, kesadaran dalam perjalanan penyakitnya demam tinggi mendadak sering ditemukan hiperpireksia penurunanan mengeluh menurun kesadaran nyeri dengan kepala, cepat. Anak agak besar sering ensefalopati, kejang dan kesadaran

dan demam Lamanya demam Berulangnya kejang Jenis kejang

11

menurun / gelisah, high pitched cry anak besar demam, nyeri kepala, menigismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran, Tanda fisik/gejala neurologis dapat todd kejang demam kompleks) terjadi (pada letargi, malaise, kejang, muntah gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas tanda peningkatan tekanan intrakranial kelainan N.VI, VII, dan IV bayi ubun-ubun tegang dan menonjol, kernig dan brudzinki sulit dievaluasi anak besar kaku kuduk, kernigs dan brudzinki hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma gejala timbul afasia, ataxia kelumpuhan tipe upper motor neuron (spastis, hiperefleks, refleks patologis, dan klonus) gejala sisa : gangguan penglihatan palsi serebral, epilepsi, retardasi Pemeriksaan pungsi lumbal hasil pemeriksaan pungsi lumbal normal karena etiologinya ekstrakranium cairan keruh / opalesence dengan (-) / nonne (+) & Warna Jumlah 500/mm atau banyak kadar kadar protein glukosa meninggi >100mg/dl menurun 35 mg/dl PMN sel jernih/ 200dengan lebih meningitis purulenta meningitis tuberkulosa mental dan gangguan perilaku biasanya jernih jumlah sel 50-200/mm3 dengan dominan sel limfosit kadar protein meningkat tetapi tidak melebihi 200mg/dl glukosa normal peningkatan tanda neurologis tekanan fokal intrakranial hemiparesis, hemiplegi

hemiparesis

cloudy/ santokrom

Pandy (+) / (++) jumlah sel 10010.000/mm3 dengan jenis PMN Pada perjalanan penyakit terjadi kenaikan bertahap limfosit dan sel mononuklear kadar protein meningkat 200500 mg/dl kadar glukosa <40 menurun Ctscan/MRI atas indikasi hitung dominan

jumlah sel limfosit

mg/dl pada kasus berat / komplikasi empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak

lesi parenkim daerah basal otak, infark, tuberkuloma, hidrosefalus

gambaran edema otak baik umum atau lokal

12

EEG

kejang demam kompleks dengan usia >6tahun atau kejang demam fokal

gambaran perlambatan umum

perlambatan

irama

gambaran maupun lokal

perlambatanatau

gelombang dasar

gelombang epiletiform baik umum

PENATALAKSANAAN Apabila anak datang dalam keadaan kejang, maka penderita dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan napas dijaga agar tetap terbuka, bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung tekanan darah, kesadaran perlu diikuti dengan seksama.4, http://www.pediatrician.org.hk Bila pasien belum sadar dan hal tersebut berlangsung lama harus diperhatikan kebutuhan dan keadaan cairan kalori, dan elektrolit. Sebagian besar penderita sampai di rumah sakit kejang telah reda. Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab demam dan memberikan pengobatan yang adekuat untuk obat tersebut, misalnya pemberian antibiotik yang sesuai dengan infeksi. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberikan antikonvulsan.4 Pemberian obat pada saat kejang4,7,9,11,19 Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam secara intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/ kg
2

perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal 0,5 - 0,75 mg/ kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak BB < 10 kg dan 10 mg untuk BB > 10kg.2 Dapat juga digunakan diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak usia < 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak usia > 3tahun. Kejang yang belum berhenti dengan pemberian diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila dengan pemberian 2 kali diazepam rektal pasien masih kejang, maka dianjurkan ke rumah sakit dan dalam keadaan ini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/ kg. Bila kejang tetap belum berhenti pasien diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau kurang

13

dari 50 mg/ menit. Bila kejang berhenti, dosis fenitoin selanjutnya yang diberikan adalah 4 8 mg/ kg/ hari 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor risikonya, apakah merupakan kejang demam sederhana atau kompleks.

Keterangan: 1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya 2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efeksamping aritmia dan hipotensi

Pemberian obat pada saat demam


Antipiretki4,9,11 Pemberian antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam.3 Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10 15 mg/ kg/ kali dan diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5 10 mg/ kg/ kali sebanyak 3 4 kali sehari.19

14

Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak < 18 bulan, meskipin jarang. Parasetamol 10 mg/ kg sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/ kg untuk menurunkan suhu tubuh. Antikonvulsan4,9,11 Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/ kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam (12 jam19) pada suhu > 38,5C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 39% kasus.1,19 Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.1

Pemberian obat rumat4,7,9,11


Pemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari, efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan terdapat efek samping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam jangka pendek, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku (perubahan watak, gangguan tingkah laku, hiperaktivitas), gangguan tidur, dan kesulitan belajar (IQ menurun). Obat pilihan saat ini adalah asam valproat yang meskipun dapat menyebabkan hepatitis (hepatotoksik)1 namun 15

insidennya sangat kecil. Dosis asam valproat 15 40 mg/ kg/ hari dalam 2 3 dosis, fenobarbital 3 4 mg/ kg/ hari dalam 1 2 dosis. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): Lama kejang > 15 menit. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental dan hidrosefalus. Kejang fokal (menunjukkan adanya fokus organik). Pengobatan rumat dipertimbangkan bila : o kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. o kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan. o kejang demam > 4 kali per tahun. Lama pengobatan diberikan sampai 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat4,7,9 Pemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat memnyababkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan kepada kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 40 mg/ Kg/ hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4 mg/ kg/ hari dalam 1 2 dosis. PROGNOSIS4,7,9,11 Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Sepertiga penderita kejang demam akan mengalami kekambuhan lebih besar bila kejang demam terjadi pada usia kurang dari satu tahun. 16

Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka resiko kejang demam kedua 50%,http://www.pediatrician.org.hk dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan menurun menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama, 2-4% anak akan berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali resikonya dibandingkan populasi umum. Risiko terjadinya defisit intelektual di kemudian hari dapat terjadi pada anak dengan kelainan neurologis dan kelainan perkembagan sebelum kejang demam terjadi. Anak kejang tanpa demam setelah kejang demam, 5 kali lebih sering menderita retardasi (keterbelakangan) mental yang didefinisikan sebagai IQ yang kuang dari 70 waktu di tes pada usia 7 tahun.19

Edukasi pada orangtua4,9


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat kejang sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara : 1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benign. 2. Memberikan cara penanganan kejang. 3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali. 4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi mempunyai efek samping. 5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi. 19 Beberapa hal yang harus dikerjakan, bila kembali kejang:17,18 1. Tetap tenang dan tidak panik. 2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher. 3. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir dimulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. 4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. 5. Tetap bersama pasien selama kejang. 6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. 7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

17

ANALISA KASUS KEJANG DEMAM SEDERHANA e.c TFA

18

Tanggal 10 Mei 2011 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Tempat tanggal lahir Jenis Kelamin Agama Suku bangsa Alamat : An. R : 2 tahun : Jakarta, 14 Mei 2009 : Laki-Laki : Islam : Jawa : Cipinang Melayu

IDENTITAS ORANG TUA IBU Nama : Ny. A Umur : 33 tahun Pendidikan : SMEA Pekerjaan : Ibu RT Penghasilan : Riwayat penyakit (-)

AYAH Nama :Tn. A Umur : 31 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Security Penghasilan: 1.000.000 Riwayat penyakit (-) Hubungan dgn orang tua : anak kandung RIWAYAT KELAHIRAN Bayi lahir cukup bulan ( kehamilan 39 minggu ) Persalinan : Lahir normal, spontan pervaginam BBL : 2900 gram PB : 50 cm Kelainan kongenital : disangkal

Kesan : NCB-SMK BBL N tanpa kelainan kongenital SAUDARA SAUDARA Anak 1 : Perempuan, umur 3 tahun, lahir normal pervaginam, oleh bidan, BBL 3100 gram, TB 50cm Anak 2 : pasien 19

RIWAYAT IMUNISASI I BCG DPT POLIO Hep B CAMPAK 0 bulan 2 bulan 0 bulan 0 bulan 9bulan II 4 bulan 2 bulan 1 bulan III 6 bulan 4 bulan 5 bulan ULANGAN 6 bulan -

Kesan : imunisasi lengkap sesuai umur RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan Psikomotor - Duduk : 9 bulan - Berjalan : 12 bulan - Berbicara : 18 bulan - Membaca dan menulis : Kesan : pertumbuhan dan perkembangan motorik sesuai dengan umur RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Pasien sering batuk pilek Morbili Varisela pada usia 1 tahun 10 bulan Berak muntah pada usia 1 tahun 5 bulan, dirawat di RS UKI, sembuh Kejang demam pada usia 11 bulan, dirawat di RS UKI, sembuh

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA Disangkal RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT KU : kejang KT : demam tinggi, batuk dan pilek

20

Riwayat Penyakit Sekarang


2 jam SMRS, saat pasien sedang mau tidur tiba-tiba ayah pasien melihat pasien kejang, matanya mendelik keatas, kedua tangan dan kaki kaku, tidak keluar busa dari mulutnya. Kejang berhenti sendiri dan terjadi sekitar 5 menit, setelah kejang berhenti pasien kemudian menangis dan memanggil ibunya. Ibu pasien mengaku bahwa sebelumnya pasien mengalami demam, suhu diukur oleh ibu 400C (axilla) sebelum kejang terjadi. Kemudian orang tua pasien memanggil dokter di dekat rumah dan diberikan obat melalui anus (ibu pasien tidak mengetahui nama obatnya). Keluhan ini tidak berulang dan kejang hanya sekali saja. Sesak (-) Riwayat jatuh disangkal. Muntah disangkal, mencret disangkal. Telinga sakit, berdenging, pendengaran berkurang disangkal. 2 hari SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak berwarna putih bening, darah (-) dan pilek berwarna putih. 1 hari SMRS pasien demam, demamnya tinggi (ibu pasien tidak mengukur suhu tubuh) dan mendadak, diseluruh tubuh dimalam hari. kemudian oleh orang tuanya pasien dibawa keklinik terdekat dan diberi puyer penurun demam tetapi demamnya tidak turun. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pada saat usia 11 bulan pasien pernah mengalami keluhan yang sama. Setelah kejang pasien tidak mengalami kelainan apapun seperti lumpuh. Riwayat cedera otak disangkal. Riwayat kejang tanpa demam disangkal. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Kakak pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam secara tibatiba pada saat usia 1 tahun 6 bulan Riwayat kejang dengan demam dan epilepsi pada orang tua disangkal PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Kepala Mata Hidung : tampak sakit sedang : compos mentis : 100/60 mmHg : 149 kali/menit ( isi cukup, reguler, kuat angkat) : 50 kali/menit (reguler,adekuat ) : 39,6 oC : normocephali, rambut hitam, tumbuh merata tidak mudah di cabut : Visus baik, Pergerakan bola mata baik, Konjungtiva tidak pucat, Sklera tidak kuning : bentuk biasa, cavum nasi lapang/lapang, sekret +/+ bewarna putih, mukosa hidung hiperemis.

21

Telinga Mulut Leher Thorax Inspeksi Palpasi Perkusi Asukultasi

: normotia, liang lapang/lapang, serumen -/-, membran timpani berwarna putih seperti mutiara intak/intak : mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor, tonsil T1-T1 hiperemis, faring hiperemis : kelenjar getah bening tidak teraba membesar. Kaku kuduk (-) : pergerakan dinding dada simetris, kelainan bawaan tidak ada, retraksi (-) : vokal fremitus kanan = kiri : sonor kanan = kiri : bising nafas dasar bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I dan II normal, murmur -, gallop : : perut tampak datar : bising usus 4x /mnt : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi teraba membesar Perkusi : timpani, yeri ketok (-) Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik Kulit : turgor kulit cukup Pemeriksaan Neurologis: o Motorik: 5555 5555 5555 5555 o Sensibilitas: Baik o Reflek fisiologis Bisep ++/++ Trisep ++/++ KPR ++/++ APR ++/++ o Reflek patologis Babinsky -/Gordon -/Oppenheim -/Chadock -/Schiffner -/o Rangsangan meningeal Brudzinky I Brudzinky II -/kernig -/ Berat Badan : 9,1 kg Panjang Badan : 76 cm NCHS : BB/BB P50 x 100% = 11 / 12,6 x 100% = 87.3% TB/TB P50 x 100% = 86 / 88 x 100% = 97.73% BB/TB BB P50 x 100% = 11/12.2 x 100% = 90,09% Kesan gizi cukup

22

Pemeriksaan Laboratorium DARAH LENGKAP LED Hb Leukosit Eritrosit Ht Trombosit MCV MCH MCHC 10 mm/jam 11,6 gr/dl 20,1 rb/uL 4,69 U/l HITUNG JENIS basofil eosinofil Net.btg Net. Segmen Limfosit monosit ELEKTROLIT Na K Cl 150 mmol/L 4,8 mmol/L 105 mmol/L 0 2% 1% 85% 12 % 0

34,6 % 305 rb/ul 74 fl 24,8 pg 33,7 %

DIAGNOSIS Kejang demam sederhana ec tonsilofaringitis akut PENATALAKSANAAN Diet : lunak Ivfd : Tridex plain 10 tts/mnt (makro) Medikamentosa : o Sanmol syrup 3x1 cth (po) o Puyer batuk pilek (ambroxol 6mg, CTM 1mg, prednison 2mg, theophylin 12mg) 3x1 o Puyer diazepam 3 x 1,5mg (po) o Stesolid rectal 10mg k/p o Cefotaxim 2x300mg, skin tes dahulu

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto thorak

23

FOLLOW UP HARIAN Tanggal 10 Mei 2011 USIA : 2 tahun BB : 11 Kg PB : 86 Cm PP :3 PH :2 S O : Demam (+), batuk (+), pilek (+), kejang (-) : Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Frekuensi nadi : 148 x / menit ( reguler, isi cukup, kuat angkat ) Frekuensi nafas : 40 x / menit ( reguler, adekuat ) Suhu : 38,10C Kepala : Normocephali, tumbuh merata, tidak mudah di cabut Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak kuning Hidung : Cavum nasi lapang / lapang, sekret +/+ mukosa hidung hiperemis Telinga : normotia, Liang lapang/lapang, serumen -/-, membran timpani berwarna putih seperti mutiara intak/intak Mulut : faring hiperemis, tonsil T1 T1 hiperemis Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar Thorax : Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-) Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor kanan = kiri Asukultasi : BND bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-, Bunyi jantung I & II, murmur -, gallop Abdomen : Inspeksi : perut tampak datar Auskultasi : bising usus 4x/menit Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi : timpani, nyeri ketok (-) Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik Kulit : turgor kulit cukup Pemeriksaan Neurologis: o Motorik: 5555 5555 5555 5555 o Sensibilitas: Baik o Reflek fisiologis 24

Bisep ++/++ Trisep ++/++ KPR ++/++ APR ++/++ o Reflek patologis Babinsky -/ Gordon -/ Oppenheim -/ Chadock -/ Schiffner -/o Rangsangan meningeal Brudzinky I Brudzinky II -/ kernig -/A P : Kejang demam sederhana e.c Tonsilofaringitis akut : Diet lunak IVFD Tridex plain 10 tetes/menit (makro) MM/ Cefotaxim 2x300mg (IV) Sanmol Syrup 3x1cth (PO) Diazepam 3x1.5mg (PO) Stesolid 10 mg K/P Kejang Puyer batuk pilek : 3x1 bungkus Ambroxol 6mg Prednison 2mg

Ctm 1mg Theophylin 12mg

Tanggal 11 Mei 2009 USIA BB PB PP PH S O : 2 tahun : 11 Kg : 86 Cm :3 :2 : Pilek (+), batuk (+), demam ( - ), kejang ( - ) : Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Frekuensi nadi : 112 x / menit ( reguler, isi cukup, kuat angkat ) Frekuensi nafas : 32x / menit ( reguler, adekuat ) Suhu : 37,70C Kepala : Normocephali, tumbuh merata, tidak mudah di cabut Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak kuning Hidung : Cavum nasi lapang / lapang, sekret +/+ mukosa hidung hiperemis Telinga : normotia, Liang lapang/lapang, serumen -/25

Mulut Leher

: faring hiperemis, tonsil T1 T1 hiperemis : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kaku kuduk (-) Thorax : Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-) Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor kanan = kiri Asukultasi : BND bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-, Bunyi jantung I & II, murmur -, gallop Abdomen : Inspeksi : perut tampak datar Auskultasi : bising usus 4x/menit Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi : timpani, nyeri ketok (-) Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik Kulit : turgor kulit cukup Pemeriksaan Neurologis: o Motorik: 5555 5555 5555 5555 o Sensibilitas: Baik o Reflek fisiologis Bisep ++/++ Trisep ++/++ KPR ++/++ APR ++/++ o Reflek patologis Babinsky -/ Gordon -/ Oppenheim -/ Chadock -/ Schiffner -/o Rangsangan meningeal Brudzinky I Brudzinky II -/ kernig -/A P : Kejang demam sederhana e.c Tonsilofaringitis akut : Diet lunak IVFD aaf infus MM/ Sporetik 2x30 mg Sanmol Syrup 3x1cth (PO) Diazepam 3x1.5mg (PO) Stesolid 10 mg K/P Kejang

26

Puyer batuk pilek : 3x1 bungkus Ambroxol 6mg Prednison 2mg ANALISA KASUS

Ctm 1mg Theophylin 12mg

Dari anamnesis, yang mendukung diagnosis Kejang Demam Sederhana adalah pasien berumur 2 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, timbulnya serangan kejang dengan kedua tangan dan kaki kaku dan mata yang mendelik keatas yang berlangsung singkat selama 5 menit, didahului oleh demam tinggi (400C), dan setelah kejang kesadaran tidak menurun, pasien langsung menangis dan memangil ibunya setelah kejang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien 39,60C dan tidak didapatkan kelainan neurologis. Selain itu pasien juga mengeluh sejak 2 hari SMRS pasien batuk berdahak berwarna putih bening dan pilek berwarna putih, dari pemeriksaaan fisik ditemukan mukosa hidung hiperemis dengan sekret +/+, faring hipermis dengan tonsil T1/T1hiperemis, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 20,1rb/uL dan dari pemeriksaan neurologis reflek fisiologis normal dan tidak ditemukan reflek patologis dan rangsang meningeal hal ini menunjukkan bahwa kejang pasien disebabkan oleh proses ekstrakranial yaitu berupa tonsilofaringitis. Pasien memiliki risiko berulangnya kejang 80 % karena memiliki riwayat kejang demam dalam keluarga dimana kakak pasien pernah mengalami kejang yang didahului demam, selain itu pasien juga pernah mengalami hal yang sama saat berusia 11 bulan. Pasien tidak memiliki faktor risiko epilepsi karena pasca kejang pertama demam kompleks. Penatalaksanaan: Diet lunak IVFD Tridex plain 10 tetes / menit ( makro ) Kandungan : Glukosa : 37.5 gr/L Na : 38.5 mEq/L K : Cl : 38.5 mEq/L mOsm/L : 285 pasien tidak mengalami kelainan neurologis atau gangguan perkembangan dan bukan kejang

27

di berikan 12 tetes / menit karena kebutuhan cairan menurut darrow untuk pasien ini adalah 10 kg I x 100 = 1000 (+) 1 kg II x 50 = 50 1050cc/24 jam Kenaikan suhu (39,6 37,5) x 12 % = 25.2 % Sehingga jumlah cairan yang dibutuhkan adalah (25,2 % x 1050) + 1050 = 1314,6 cc Jumlah tetesan per 24 jam : 1314,6 x 15 -----------24 x 60 = 13.7 tetes / menit (makro) Mm/ : 6 Cefotaksim 2 x 300 mg ( IV ) antibiotik sephalosporin golongan 3 dengan spektrum luas, bersifat bakterisidal yang bekerja menghambat sintesis dinding sel dengan mencegah ikatan silang diantara rantai-rantai polimer peptidoglikan linier yang membentuk dinding sel, misalnya dengan jembatan glisin. Dosis: 50 100 mg / kg BB / hari terbagi dalam 2 4 dosis Sanmol Syrup 3x1cth (PO) antipiretik, untuk menurunkan demam pada pasien yang bekerja dengan menghambat sikloksigenase (COX) Dosis : COX 1&2 Diazepam 3x1.5mg (PO) Antikonvulsan, bekerja dengan meningkatkan afinitas ikatan GABA dan memperkuat aksi GABA pada konduktansi Cl Dosis: 0,3-0,5 mg/KgBB/hr terbagi dalam 3 dosis Stesolid 10 mg K/P Kejang Antikonvulsan, bekerja dengan meningkatkan afinitas ikatan GABA dan memperkuat aksi GABA pada konduktansi Cl Dosis: BB > 10Kg 10mg ; BB < 10 Kg 5mg Puyer batuk pilek : 3x1 bungkus Ambroxol 6mg o mukolitik o Dosis : 0.5mg/kgBB/x Ctm 1mg o antihistamin o Dosis : 0,35mg/kgBB/hr terbagi dalam 3 dosis Prednison 2mg

28

o kortikosteroid o Dosis: 1-2mg/kgBB/hr Theophylin 12mg o bronkodilator o Dosis: 3 mg/kgBB/x Penatalaksaan pada pasien dengan kejang yang telah berhenti tetapi masih dalam keadaan demam berupa pemberian profilaksis intermiten. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa semala pasien demam maka masih memungkinkan untuk pasien mengalami kejang kembali sehingga pasien diberikan antipiretik (sanmol syrup). Pasien juga diberikan antikonvulsan (diazepam oral) setiap 8 jam untuk menurunkan risiko berulangnya kejang, selain itu pasien juga diberikan diazepam rektal (stesolid) apabila terjadi kejang kembali. Pasien tidak memiliki indikasi untuk pemberian pengobatan rumat. Pada pasien ini ditemukan penyebab dari demam adalah tonsilofaringitis akut sehingga pasien diberikan antibiotik sesuai dengan jenis kuman penyebab dari hasil biakan dan yang sensitif sesuai uji resistensi, akan tetapi banyak kasus sulit untuk mengetahui kuman penyebab secara definitif sehingga dapat digunaknaan antibiotik spektrum luas (cefotaksim IV lalu dilanjutkan dengan sporetik PO) sebagai terapi kausal dan diberikan puyer batuk pilek 3x1(ambroxol 6 mg, CTM 1 mg, prednison 2 mg, dan theophylin 12mg). Pasien dipulangkan atas permintaan orang tua.Pasien sudah tidak mengalami kejang. Pasien tidak memiliki indikasi pemberian rumatan. Pasien diperbolehkan pulang dengan kondisi sebagai berikut : Keadaan umum : Tampak sakit ringan (wajah ceria, aktif) Kesadaran : Compos mentis ( menangis kuat ) TD : 110/60 mmHg Frekuensi nadi : 149 x / menit ( reguler, isi cukup, kuat angkat ) Frekuensi nafas : 55 x / menit ( reguler, adekuat ) Suhu : 39.6 C ( axilla ) Pasien di berikan obat pulang : MM/ Sporetik 2x30 mg o antibiotik sephalosporin golongan 2 (Cefixime) o dosis: 1,5-3mg/kgBB.hari, terbagi 2 dosis Diazepam 3x1.5mg (PO) Stesolid rectal 10 mg K/P Kejang Puyer batuk pilek : 3x1 bungkus Ambroxol 6mg Ctm 1mg Prednison 2mg Theophylin 12mg

DAFTAR PUSTAKA

29

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of Pediatics, 17thed. philadelphia: Saunders Company, 2002 2. Grocetti Michael, Michael AB. Oskis Essential Pediatrics. 2nd ed. USA: Lippincott Williams & Wilikins, 2004 3. Lissauer T, Graham C. Illustrated textbook of paediatrics. 3 ed. London: Elsevier limited. 2007 4. Lumbantobing.S.M. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta: FKUI, 2002 5. Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Ed.2. Jakarta: EGC, 2005 6. Neal, MJ. At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta: Penerbiterlangga, 2005 7. Mansjoer Arif, Suprohaita, Ika Wardini Wahyu, Setiowulan Wiwiek, Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI, 2000. 8. Silbernagl Stefan, Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology. Germany: Georg Thieme Verlag; 2000. 9. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus Penanganan Kejang Demam, Jakarta, 2005 10. Wolf P, Shalomo S. Febrile Seizure in Current Management in Child Neurology. 3ed: BC Decker Inc. 2005 11. William, Myron, Judith, Robin. Current Pediatrict Diagnosis & Treatment. 18ed. USA: The McGraw-Hill Companies Inc. 2007 12. American Academy of Pediatrics. Clinical Practice GuidelineFebrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a Simple Febrile Seizure. 2011. Avaible from www.pediatrics.org/cgi/doi/10.1542/peds.2010-3318 13. British Columbia Medical Association. Guidelines & Protocols Advisory Comitte Febrile Seizure. 2010. http://www.bcguidlines.ca

30

14. Karimzadeh P, A Fahimzad, MS Poormeehdi. Febrile Convulsions: The Role Played By Paraclinical Evaluation.2008. Avaible from http://sid.sir.ir.pdf 15. Margaret C M. Febrile Seizure. 2009. Avaible from http://www.mer-c.org.htm 16. Mitchell, Diana L. Febrile seizure. 2007. Avaible from

www.pediatrics.uchicago.edu 17. NHS. Clinical Knowlwdge Summaries: Previous Version-Febrile

convulsion.2008. Avaible from http://www.cks.nhs.uk 18. Srinivasan J, Katherine AW, Ingrid ES. Febrile seizure. 2005. Avaible from http://afp@racgp.org.au 19. Wong V, Rosman, Fukuyama, Yeung, Chan,Wong, et al. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. 2002. Avaible from www.pediatrician.org.hk

31

You might also like