You are on page 1of 28

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai Darah Putih, adalah penyakit Neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal (Price, 2005;271). Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Leukemia merupakan 2,8 % dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia. Di Indonesia, frekuensi LLK sangat rendah. LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai. Leukimia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1 (Handayani, 2008; 87). Insiden leukemia menurut usia didapatkan data sebagai berkut. 1. 2. 3. 4. LLA terbanyak pada anak-anak dan orang dewasa. LMA pada semua usia, serta lebih sering pada orang dewasa. LMK pada semua usia tersering usia 40-60 tahun. LLK terbanyak pada orang tua. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk membahas lebih lanjut tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan pada klien leukemia.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini adalah. 1. Bagaimana konsep dasar tentang leukemia? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan leukemia?

1.3 1.3.1

Tujuan Penulisan Tujuan Umum Mahasiswa dan para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar leukemia dan asuhan keperawatan pada gangguan leukemia.

1.3.2

Tujuan Khusus Mahasiswa dan pembaca dapat. 1. Memahami tentang konsep dasar leukemia meliputi pengertian,

etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, data penunjang, penatalaksanaan pada leukemia, dan WOC dari leukemia. 2. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada gangguan leukemia meliputi pengkajian, dignosa keperawatan, serta intervensi keperawatan

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi Menurut Handayani (2008;87) leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia juga bisa di definisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik. Menurut Muttaqin (2009;415) bahwa leukemia artinya darah putih, adalah proliferasi neoplastik satu sel tertentu (granulosit, monosit, limfosit, atau megakariosit). Defek diperkirakan berasal darai stem cell hematopoetik. Menurut Corwin (2009;430) bahwa leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.

2.1.2 Etiologi Menurut Handayani (2008;88), meskipun pada sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia, yaitu faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. 1. Faktor genetik Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak dari pada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insidensi leukemia akut juga meningkat pada penderita kelainan kongenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis kongenital, sindrom ellis van greveld, penyakit seliak, sindrom bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D.

2. Sinar radioaktif Merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Angka kejadian leukemia mieloblastik akut (AML) dan leukemia granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah sinar radioaktif. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6 % klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun. 3. Virus Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Meskipun demikian ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab leukimia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah manusia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan didalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukimia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terinfeksi. Menurut Price (2001;272), walaupun penyebab dasar leukimia tidak diketahui, predisposisi genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatan memainkan peranan. Jarang ditemukan leukimia familial, tetapi juga kelihatannya terdapat insiden leukimia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik). Individu dengan kelainan kromosom, seperti sindrom down, kelihatannya mempunyai insiden leukimia akut 20 kali lipat. Faktor lingkungan berupa pajanan dengan radiasi pergion dosis tinggi disertai manifestasi leukimia yang timbul bertahun-tahun kemudian. Zat-zat kimia (misal, benzen, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenibutazon, dan agen antineoplastik) dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat, khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukimia meningkat pada pendertita yang diobati baik dengan radiasi atau kemoterapi. Setiap keadaan sumsum tulang hipoplastik kelihatannya 4

merupakan predisposisi terhadap leukimia. Pasien dengan sindrom mielodisplastik (gangguan sel induk dengan menifestasi adanya blas dan pansitopenia yang ditemukan pada orang dewasa tua) sering berkembang menjadi leukimia non limfositik akut.

2.1.3 Klasifikasi Menurut Handayani (2008;89), leukimia dapat diklasifikasikan berdasarkan: 1. Maturasi sel a. Akut b. Kronis 2. Tipe sel asal a. Mielositik b. Limfositik 2.1.3.1 Leukemia akut Menurut Handayani (2008;89) merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan akhirnya dengan kematian. Proses patofisologi leukimia akut dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologi atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan hal-hal berikut

(Handayani, 2008;89 ). a. Penekanan hematopoiesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure. b. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali. c. Katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.

Leukemia akut menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1. Leukemia mielositik akut/acute myeloid leukemia (LMA/AML) Leukemia mielositik akut (LMA) merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Menurut klasifikasi FAB (French-American-British) LMA dibagi menjadi 6 jenis, yaitu: M1 : Leukemia mieloblastik tanpa pematangan. M2 : Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan. M3 : Leukemia promielositik hipergranular. M4 : Leukemia mielomonositik. M5 : Leukemia monoblastik. M6 : Eritroleukemia.

2. Leukemia limfositik akut/acute lymphoblastic leukemia (LLA/ALL). LLA merupakan suatu proliferasi ganas dari limfoblast. Klasifikasi LLA adalah sebagai berikut. a. Secara morfologis, menurut FAB (Frech, Amerika and British) ALL dibagi menjadi 3 jenis yaitu: L1: ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dann merupakan 84% dari ALL, biasanya ditemukan pada anak-anak. L2: Sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominendan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL, biasanya terjadi pada orang dewasa. L3: ALL mirip dengan limpoma burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL. b. Secara imunofenotipe ALL dapat menjadi empat golongan besar yaitu sebagai berikut. Common ALLfrekuensi relatif pada anak-anak 76% dan dewasa 51%

Null ALLfrekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 38% T-ALLfrekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 10% B-ALLfrekuensi relatif pada anak-anak 1% dan dewasa 2% 2.1.3.2 Leukemia Kronis
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.

1. Leukemia Mieloid Kronis (LMK) Merupakan suatu penyakit mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan granulosit yang relatif matang. LMK merupakan leukemia kronis dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. Perjalanan penyakit LMK dibagi menjadi dua fase sbb. a. Fase kronis, fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi. b. Fase akselerasi atau transformasi akut: Pada fase ini manifestasi klinis LMK berubah mirip leukemia akut. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk ke dalam krisis blastik. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri mieloid, sedangkan 1/3-nya menunjukkan seri limfoid. 2. Leukemia Limfositik Kronis (LLK) LLK merupakan suatu proliferasi ganas limfobalst. LLK

merupakan 25% dari seluruh leukemia di negara Barat, tetapi amat jarang ditemukan di Jepang, Cina, dan Indonesia. Penderita laki-laki dua kali lebih sering ditemukan daripada wanita. Jarang sekali ditemukan pada usia kurang sari 40 tahun. Kebanyakan mengenai usia lebih dari 50 tahun.

2.1.4 Manifestasi Klinis Menurut Corwin (2009;431), leukimia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukimia kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut. 1. 2. 3. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi 4. Nyeri tulang akibat pemupukan sel disumsum tulang, yang menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin meningkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukimia biasanya bersifat progresif. 5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik 6. Limfadenofati, splenomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik keorgan-organ limfoid dapat terjadi Menurut Handayani (2008;91), gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, serta infeksi dan pembesaran getah bening, limfa, hati, dan kelenjar mediastinum. Kadang-kadang juga

ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik dan mielomonolitik. Gejala tersering yang dapat terjadi pada klien dengan gangguan leukemia limfositik akut (LLA) adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan splenomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan pendarahan retina (Handayani, 2008;93). Gejala klinis LMK bergantung pada fase yang kita jumpai dari penyakit tersebut (Handayani, 2008;96). a. Fase kronis, pada fase ini gejala yang ditemukan dalah sebagai berikut.

1) Gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anoreksia, dan berkeringat malam. 2) Splenomegali hampir selalu ada, sering masif. 3) Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan. 4) Gejala gout, gangguan penglihatan, dan priapismus. 5) Anmeia pada fase awal dan sering hanya ringan. 6) Kadang-kadang asimptomatik. b. Fase transformasi akut, pada fase ini gejala yang ditemukan adalah sebagai berikut. 1) Perubahan terjadi secara perlahan-lahan dengan prodromal selama 6 bulan yang disebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, yaitu: demam, lelah, nyeri tulang, respon terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat, serta trombosit menurun, dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut. 2) Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik. Gejala klinis LLK memberikan gejala klinik sebagai berikut (Handayani, 2008;99). a) Pembesaran secara massif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung, sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen, dan buang air besar tidak teratur. b) Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) superfisial yang sifatnya simentris dan volumenya cukup besar. c) Anemia. d) Splenomegali. e) Hepatomegali (lebih jarang). f) Sering disertai herpes zoster dan pruritus.

2.1.5 Patofisiologi Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia sering juga disebut kanker darah. Keadaan sebenarnya adalah sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal. Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia yaitu : a. Leukemia merupakan over produksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur b. Sel immatur tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskular. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik. Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Pada leukemia terjadi peningkatan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal dan terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah putih yang normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah di mana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Menurut Smeltzer (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi, dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. 10

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.

2.1.6 Komplikasi Menurut (Smeltzer, 2001;955), komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyebab utama kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia dan masalah gastroentestinal merupakan komplikasi lain. Resiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi

trombosit (trombositopenia). Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum di permukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami perdarahan berat jika jumah trombositnya turun sampai di bawah 20.000/mm3 darah. Dengan alasan tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan. Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai dengan derajat netropenia, sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imum mempertinggi resiko infeksi. Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi akan meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien

11

memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah kristalisasi asam urat dan pembentukan batu. Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit

abnormal ke organ abdominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah, diare, dan lesi mukosa mulut. Menurut Corwin (2009;432), anak yang selamat dari leukimia mengalami peningkatan resiko untuk terjadi keganasan baru dimasa selanjutnya dibandingkan dengan anak anak yang tidak sakit leukimia lebih cenderung berhubungan dengan sifat agresif regimen kemoterapeutik (radiologi). Regimen terapi, termasuk transplantasi sumsum tulang, dihubungkan dengan depresi sumsum tulang temporer, dan peningkatan resiko perkembangan infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian. Bahkan pada terapi dan remisi yang berhasil, sel-sel leukemik masih tetap ada, meninggalkan gejala sisa penyakit. Implikasi untuk prognosis dan pengobatan masih belum jelas.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Menurut Handayani (2008;101), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan leukemia adalah. 1. Pemeriksaan darah lengkap, menunjukkan adanya penurunan

hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah dan trombosit. Jumlah sel darah putih meningkat pada leukemia kronis, tetapi juga dapat turun, normal, atau tinggi pada leukemia akut. 2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnostik definitif. 3. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar masuknya sel-sel leukemia cepat dan penggunaan obat sitotoksik. 4. Sinar X dada, untuk mengetahui luasnya penyakit. 5. Profil kimia, EKG, dan kultur spesimen untuk menyingkirkan masalah atau penyakit lain yang timbul. Evaluasi diagnostik pada klien dengan leukemia mielositik akut (LMA) adalah sebagai berikut (Handayani, 2008;91). 12

a. Pada hitung sel darah menunjukan adanya penurunan, baik eritrosit maupun trombosit; jumlah leukosit total bisa rendah; dan normal atau tinggi. b. Pada pemeriksaan sumsum tulang menunjukan kelebihan sel blast yang imatur. Menurut Handayani (2008;94), pemeriksaan diagnostik pada leukemia limfositik akut (LLA). a. Pemeriksaan darah, hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut. Ditemukan sel muda limfoblast. Leukositosis (60%) Kadang-kadang leukopenia (25%) Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah. Kadar hemoglobin dan trombosit rendah. b. Pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan blast yang dominan. Evaluasi diagnostik pada leukemia mieloid kronis (LMK) yaitu (Handayani, 2008 97). 1. Pemeriksaan darah, didapatkan leukositosis berat 20.000-50.000, pergeseran ke kiri pada hitung jenis dan trombositopenia nilai fosfatase alkali netrofil selalu rendah dan anemia yang mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut. 2. Pemeriksaan sumsum tulang, didapatkan keadaan hiperseluler denagn peningkatan megakariosit dan aktivitas granulopoiesis. 3. Pemeriksaan sitogenik, dijumpai adanya kromosom philadelphia (Ph 1). 4. Kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah. 5. Kadar asam urat meningkat. Pemeriksaan penunjang untuk leukemia limfositik kronis (LLK) yaitu sebagai berikut (Handayani, 2008; 99). a. Pemeriksaan darah, menunjukkan adanya limfositosis 30.000300.000/mm3, anemia normositer normokromik, dan trombositopenia.

13

b. Pemeriksaan sumsum tulang, adanya infiltrasi small well differentiated lmphocyte difus, dengan limfosit 25%-95% dari sel sumsum tulang. c. Pemeriksaan immunophenotping, pemeriksaan ini penting untuk membedakan jenis leukemia kronis seri limfoid.

2.1.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada klien dengan gangguan leukemia mielositik akut (LMA) yaitu (Handayani, 2008;92). a. Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan pada beberapa kasus dapat menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat hydrochloride yang biasanya digunakan meliputi daunorubicin, (cerubidine), cytarabine (Cytosar-U), dan

mercaptopurine (purinethol). b. Pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera. c. Transplantasi sumsum tulang. Menurut Handayani (2008;94), penatalaksanaan untuk klien dengan gangguan leukemia limfositik akut (LLA) yang utama adalah kemoterapi. Kemoterapi yang paling mendasar terdiri atas panduan obat. 1. Induksi remisi a. Obat yang digunakan terdiri atas: Vincristine (VCR)1,5 mg/m2/minggu secara IV. Prednison (Pred)6 mg/m2/hari secara oral. L.Asparginase (L. Asp)10.000 U/m2. Daunorubicin (DNR) 25 mg/m2 minggu-4 minggu. b. Regimen yang digunakan untuk LLA dengan risiko standar terdiri atas: Prednison+VCR Prednison+VCR +L. Asparaginase. c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau LLA pada orang dewasa antara lain. Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L. Asparaginase.

14

DNR + VCR + Prednison + L. Asparaginase dengan atau tanpa siklofosfamid. 2. Terapi post-remisi a. Terapi untuk sanctuary phase (untuk membasmi sel leukemia ang bersembunyi dalam SSP dan testis). b. Terapi intensifikasi/konsolidasi, yaitu pemberian regimen non-cross resistant terhadap regimen induksi remisi. c. Terapi pemeliharaan (maintenance), umumnya digunakan 6 mercaptopurine per oral, diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi. Terapi pada klien dengan gangguan leukemia mieloid kronis

(LMK), menurut Handayani (2008;97) bergantung pada fase penyakit yaitu. a. Fase kronis Obat pilihan : Busulphan (myleran), dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek sampaing berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, dan bahayanya timbulnya leukemia akut. Hidroksiurea, dosis dititrasi dari 500-2.000 mg, kemudian diberiakn dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3, efek sampingnya lebih sedikit. Interferon alfa, biasanya diberiakn setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. b. Fase akselerasi Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah. c. Transplantasi sumsum tulang Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita ang berusia kurang dari 40 tahun. Penanganan yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation.

15

Menurut Handayani (2008;100), penatalaksanaan pada klien dengan gangguan leukemia limfositik kronis (LLK) sebaiknya tidak diberikan jika tanpa gejala, karena tidak memperpanjang hidup. Hal ang perlu diobati adalah klien yang menunjukkan splenomegali, anemia,

trombositopenia, atau gejala akibat desakan tumor. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1. Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB/hari per oral 2. Kortikosteroid sebaikna baru diberikan bila terdapat trombositopenia atau demam tanpa sebab infeksi. 3. Radioterapi dengan menggunakan sinar X kadang-kadang

menguntungkan bila ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat. Menurut Corwin (2009;432), penatalaksanaan pada leukemia yaitu. 1. Kemoterapi dengan banyak obat. 2. Antibiotik untuk mencegah infeksi 3. Transfusi sel darah merah dan trombosit untuk mengatasi anemia dan mencegah perdarahan. 4. Pencangkokan sumsum tulang dapat berhasil mengobati penyakit. Produk darah dan antibiotik spektrum luas diberikan selama prosedur transplantasi sumsum tulang untuk melawan dan mencegah infeksi. 5. Imunoterapi, termasuk dengan interferon dan sitokin lain, digunakan untuk memperbaiki hasil. 6. Terapi untuk leukimia kronis mungkin lebih konservatif. 7. Terapi yang dijelaskan diatas dapat menimbulkan gejala, yaitu peningkatan depresi sumsum tulang lebih lanjut, mual, dan muntah. Mual dan muntah dapat dikenalikan atau diturunkan dengan intervensi farmakologik dan perilaku. 8. Antosianin (zat kimia yang diketahui bersifat antioksidan dan melindungi hati) yang diisolasi dari tanaman hibicus sabdariffa tengah diteliti sebagai agen kemopreventif dengan cara menyebabkan apoptosis (memaatikan sel kanker pada sel leukimia promielositik manusia.

16

2.1.8 Web of Caution


Faktor intrinsik. & Genetik & Kelainan kromosom Faktor ekstrinsik & Virus & Radiasi

Faktor genetik

Virus onkogenik

Translokasi kromosom

Invasi ke dalam tubuh manusia

Membuat sel lebih rawan mengalami abnormalitas genetik

Membuat sel lebih rawan mengalami abnormalitas genetik

Pembentukan sel yang reaktif antigen oleh limfosit

Mutasi somatik stem cell

Kerusakan mekanisme proliferasi limfosit

Memicu pertumbuhan SDP yang abnormal

Differentiation arrest limfoblast

Proliferasi mieloblast tidak terkontrol

LEUKEMIA

Sel hematopoetik immatur menggantian sel normal (balstosit)

B3 Infiltrasi sel leukemik ke otak

B4 Infiltrasi sel leukemik ke ginjal

Destruksi sumsum tulang Hematopoiesis terganggu

Peradangan selaput otak

Infeksi saluran kemih

Peningkatan tekanan intra kranial Defisit fungsi neurologis

Hematuria

Penurunan GFR

B1

B2

17

Gagal ginjal

Trombositopenia Produksi eritrosit terganggu Letargi Pembekuan terganggu MK : RESIKO CEDERA MK : ANSIETAS Ancaman kematian Sekresi protein terganggu

Anemia

Perdarahan spontan

Uremia

Suplai O2 ke jaringan menurun

Suplai O2 ke jaringan menurun

MK : RESIKO SYOK HIPOVOLEMIK MK : POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF

MK : GANGGUAN ELIMINASI

Metabolisme meningkat

Dispnea

Penimbunan asam laktat

B5 Infiltrasi sel leukemik ke hati

B6 Akumulasi sel leukemik dalam darah

Psikososial

Kelemahan otot

Adanya tindakan invasif Perubahan status kesehatan Ancaman kematian

MK : INTOLERA NSI AKTIVITA S

Hepatomegali Penurunan sekresi empedu

Sindrom hiperviskositas darah

Ketidaktahuan Koping individu tidak efektif

Penurunan absorpsi di usus

Penurunan aliran darah Hipoksia MK : - ANSIETAS - KURANG PENGETAHUAN

MK : PERUBAHAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH

Tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat Distensi abdominal Mual, muntah

Kelemahan fisik

MK : DEFISIT PEMENUHAN ADL

MK : RESIKO KEKURANGAN VOLUME CAIRAN

18

2.2

Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan leukemia adalah sebagai berikut. 1. Riwayat penyakit a. Keluhan utama Pasien penderita leukemia biasanya mengeluhkan lemah, lesu, sakit kepala, pucat (anemia), nyeri pada tulang, dan kecenderungan terjadi perdarahan. b. Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah ada pengobatan kanker sebelumnya. Jika pasien pernah menjalani kemoterapi sebelumnya kemungkinan dapat memicu terjadinya leukemia akibat rusaknya sel-sel darah putih. c. Riwayat pennyakit keluarga Adanya anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit leukemia, atau adanya gangguan hematologi. d. Riwayat psikososial dan spiritual Umumnya pasien merasa takut, cemas dengan penyakit yang diderita, tampak bingung, merasa kehilangan kemampuan dan harapan, depresi, ada juga yang merasa penyakitnya karena Tuhan tidak adil terhadapnya (hubungan spiritualnya kurang baik). 2. Pola pemenuhan kebutuhan dasar a. Nutrisi : Pasien mengalami penurunan nafsu makan sehingga berat badan menurun dan sering muntah. b. Hygiene perseorangan : Pasien masih dapat melakukan hygiene secara mandiri, tetapi karena merasa sakit kegiatan tersebut dapat dibantu oleh orang lain. c. Eliminasi : Pasien sering mengalami diare, nyeri abdomen, kadang adanya darah pada urine akibat perdarahan. Jika ada perdarahan di lambung, maka fesesnya berwarna hitam. d. Aktivitas dan tidur : Saat beraktivitas pasien sering merasa cepat lelah, gelisah, dan kurang tidur. 19

3. Pemeriksaan fisik (head to toe) a. Keadaan umum : Takikardia, bradipnea, suhu terkadang meningkat, demam, menggigil. b. Kepala dan rambut : Biasanya kulit kepala terkelupas dan merah, rambut banyak rontok akibat kemoterapi. c. Leher : Adanya pembesaran kelenjar limfe. d. Mata : Konjungtiva pucat biasanya pada leukemia dengan tanda gejala anemia, perdarahan retina, dan gangguan penglihatan. e. Hidung : Ada epistaksis. f. Mulut dan tenggorokan : Sering sariawan, mukosa bibir kering/pucat, ada perdarahan pada gusi. g. Toraks : Pasien dengan leukemia limfositik kronis ditemukan efusi pleura, suara napas ronchi, frekuensi napas meningkat, dispnea. h. Abdomen : Adanya hepatomegali, splenomegali, nyeri ulu hati (jika ada perdarahan). i. Ekstremitas : Adanya nyeri pada tulang dan sendi. j. Integumen : Akral dingin, adanya petekie, ekimosis, purpura, hematoma. k. Neurologi : Pusing, sakit kepala, gelisah, penurunan kesadaran. l. Anus : Adanya perdarahan.

2.2.2 Diagnosis Keperawatan 1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik. 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan proliferatife gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi. 3. Kelemahan yang berhubungan dengan anemia. 4. Aktual/risiko tinggi penurunan cairan hipovolemik dan syok yang b/d pengeluaran cairan berlebih karena diare, muntah-muntah, perdarahan dan penurunan intake cairan.

20

5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan penurunan sumber energi peningkatan laju metabolik akibat produksi leukosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. 6. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan. 7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena perubahan peran fungsi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan 1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik. Tujuan : Setelah tindakan keperawatan nyeri akan berkurang. Kriteria Evaluasi :.Secara subjektif klein menerima medikasi nyeri sesuai dengan yang diresepkan dan menunjukkan penurunan tandatanda fisik dan perilaku tentang nyeri. Secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, dan wajah rileks. Intervensi Kaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas, frekuansi, dan durasi. Tenangkan klien bahwa anda mengetahui nyeri yang dirasakan adalah nyata dan bahwa anda akan membantu klien dalam mengurangi nyeri tersebut. Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, dan marah klien. Rasional Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi. Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri. Memberikan data tentang factorfaktor yang menurunkan kemampuan klien untuk menoleransi nyeri dan meningkatkan tingkat nyeri klien. Analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan secara dini pada siklus nyeri. Memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien. Metode baru pemberian analgetik harus dapat diterima klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain agar dapat efektif, partisipasi klien

Berikan analgetik untuk meningkatkan peredaraan nyeri optimal dalam batas resep dokter. Kaji respons perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman nyeri. Kolaborasikan dengan klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain ketika mengubah penatalaksanaan nyeri diperlukan. 21

Berikan dukungan penggunaan strategi pereda nyeri yang telah klien terapkan dengan berhasil pada pengalaman nyeri sebelumnya. Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri: distraksi, imajinasi, relaksasi, dan stimulasi kutan.

menurunkan rasa ketidakberdayaan klien. Memberikan dorongan strategi perdaraan nyeri yang dapat diterima klien dan keluarga.

Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi yang tersedia bagi klien.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek toksik obat kemoterapi. Tujuan : Mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi. Kriteria Evaluasi : Klien melaporkan penurunan mual dan muntah, menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab, melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan,

mengomsumsi cairan dan makanan yang adekuat. Intervensi Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi klien. Cegah pandangan, bau, dan bunyi- bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan. Gunakan distribusi, relaksasi, dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi. Berikan antiematik, sedative, dan kortikosteroid yang diresepkan. Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan. Berikan dukungan kepada klien agar dapat menjaga personal hygiene dengan baik. 22 Rasional Setiap klien berespons secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual dan muntah klien. Sensasi tidak menyenangkan dapat menstimulasi pusat mual dan muntah. Menurunkan anisietas yang dapat menunjang mual muntah. Kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi mual muntah melalui control berbagai factor pencetus. Volume cairan yang adekuat akan mengencerkan kadar obat, menngurangi stimulasi reseptor muntah. Mengurangi rasa kecap yang tidak menyenangkan.

Berikan tindakan pereda nyeri jika diperlukan.

Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.

3. Kelemahan yang berhubungan dengan anemia. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan. Kriteria Evaluasi : Pasien melaporkan dapat tidur lebih baik, melaporkan penurunan tingkat keletihan, energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas, mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan, Intervensi 1. Berikan dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari. Terutama sebelum dan sesudah latihan fisik. 1. Rasional Selama istirahat, energi hemat dan tingkat energi dipengaruhi. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih bermemfaat dibandingkan suatu kali periode istirahat yang panjang. tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi Pengatur kembali aktivitas dapat mengurangi kehilangan energi dan mengurangi stresor. Penipisan kalori dan protein menurunkan toleransi aktivitas. Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis dapat menurunkan keletihan fisik. Penurunan hemeoglobin akan mencetuskan klien pada keletihan akibat penurunan keterbatasan

2. Tingkatkan jam tidur total pada malam hari. 3. Atur kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi. 4. Berikan masukan protein dan kalori yang adekaut. 5. Beriakn dorongan untuk teknik reaksi imajenasi. 6. Kolaborasi pemberian produk darah sesuai yang diresepkan.

2. 3.

4. 5.

6.

4. Aktual/risiko tinggi penurunan cairan hipopolemik dan syok yang b/d pengeluaran cairan berlebih karena diare, muntah-muntah, perdarahan dan penurunan intake cairan. Tujuan : dalam waktu 1x24 jam gangguan volume dan syok hipopolemi teratasi. KH : klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit normal, TTV dalam batas normal, CRT kurang dari 3 detik, urin 23

lebih dari 600ml/hari. Laboratorium : nilai Hematokrit dan protein serum meningkat, kreatin menurun. INTERVENSI RASIONAL Pantau status cairan (turgor kulit, Jumlah dan tipe cairan pengganti membran mukosa dan keluaran urin) ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urin, pemantauan yang ketat pada produksi urin < 600 ml/hr merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik. Kaji sumber-sumber kehilangan cairan Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan juga ini harus diatasi. Perdarahan harus dikendalikan, muntah dapat diatassi dengan obat-obata antiemetik dan diare dengan antidiare. Auskultasi TD, bandingkan kedua Hipotensi dapat terjadi pada Lengan, ukur dalam keadaan berbaring, hipovolemik yang memberikan Duduk, atau, bila memungkinkan. manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya Perifer, dan diaforesis secara teratur. peningkatan tahanan perifer. Timbang berat badan setiap hari. Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat diindikasi menjadi renal obstruksi. Pantau frekuensi jantung dan irama. Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukann komplikasi. Kolaborasi : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan Pertahankan pemberian cairan scara intervena memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output. Pemberian kortikosteroid. Efek kortikorteroid yang menahan cairan dapat menurunkan bertambahnya cairan yang keluar. Monitor hasil pemeriksaan Bila platelet <20.000/mm (akibat diagnostik: pengaruh sekunder obat platelet, Hb/Hct, dan bekuan neoplastik), klien cenderung darah. mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct berindikasi 24

terhadap perdarahan.

5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi, peningkatan laju metabolik akibat produksi leukosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Tujuan : aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas. KH : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat terutama mobilitasi di tempat tidur. Intervensi Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktiviftas. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambutasi, dan istirahat selama 1 jam setalah makan. Pertahankan klien tirah bening semetara sakit akut. Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas. Selama aktivitas kaji EKG dispnea sianosis kerja dan frekuensi napas serta keluhan subjektif. Rasional Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium. Menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen. Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi menurun curah jangtung, dan takhikardi serta peningkatan TD. Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, menigkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan. Untuk mengurangi beban jantung. Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas. Untuk mendapatkan cukup waktu (resolusi bagi tubuh dan tidak indikasi memaksa kerja jantung. Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.

25

6. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang. KH : Klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab dan faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks. Intervensi Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak. Hindari konfrontasi. Rasional Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa marah, dan gelisah.

Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan. Menguragi rangsangan eksternal yang tidak perlu. Kontrol sensasi klien (dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumberkoping pertahanan diri). Yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknikteknik pengalihan, serta memberikan respons balik yang positif. Orientasi dapat menurunkan kecemasan. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih dan melayani aktivitas serta pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Tingkatkan kontrol sensasi klien.

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi. Contohnya : diazepam

26

7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena perubahan peran fungsi. Tujuan : Klien mampu melewati proses berduka dengan sesuai. KH : Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara tebuka satu sama lain, klien dan keluarga mengunakan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka terhadap satu sama lain, klien dan keluarga mengidenfikasi sumber-sumber membantu strategi koping selama terbuka. Intevensi 1. Bantu klien untuk mengunakan ketakutan. Kekhawatiran dan pertayaan tentang penyakit, pengobatan, serta implikasinya dan pengobatan. 2. Berikan dukungan partipasi aktiv dari klien dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan pengobatan 3. Berikan dukungan agar klien dapat membuang perasaan negatif. Rasional 1. Dasar pengetahuan yang akurat dan meningkat akan mengurangi ansietas dan meluruskan miskonsepsi. 2. pertipasi aktifakan mempertahankan kemandirian dan kontrol emosi klien. 3 . hal ini memungkinkan untuk mengekspresikan emosional tanpa kehilangan harga. 4.perasaan ini diperlukan perasaan ini diperlukan untuk terjadinya perpisahan dan kerengangan. 5.Guna menispestasi proses terbuka dan perawatan spiritual 6.Hal ini menfasilitas proses berduka. yang tersedia untuk

4. Libatkan waktuuntuk klien menangis dan mengekspresikan kesedihannya. 5. Libatkan petugas sesuai dengan yang diinginkan oleh klien dan keluarga 6. Sarankan konseling profesional sesuia yang diindifikasikan bagi klien dan keluarganya untuk menghilangkan proses berduka yang patologis 7. Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk berlatih melewati proses terbuka.

7.proses berduka beragam. Oleh karena itu, untuk meyelesaikan proses berduka, keragaman ini harus dibiarkan terjadi.

27

BAB 3 PENUTUP
3.1 Simpulan Leukemia adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Sebab-sebab terjadinya leukimia belum diketahui secara pasti. Ada kemungkinan proses awal leukimia terjadi karena mutasi salah satu sel yang kemungkinan berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab sering dihubungkannya dengan radiasi, zat kimia, gangguan imunologik, virus dan faktor genetik. Selain itu, dapat disebabkan karena faktor genetik, radiasi, dan virus. Leukemia dapat diklasifikasikan menjadi. 1. Leukemia mieloid akut (LMA) 2. Leukemia limfositik akut (LLA) 3. Leukemia mieloid kronis (LMK) 4. Leukemia limfositik kronis (LLK) Sampai saat ini leukimia masih merupakan penyakit yang angka kematiannya masih tinggi. Adanya mediastinal massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.

3.2

Saran Disarankan kepada perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien untuk bertahan hidup, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan. Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita leukemia maupun penderita kanker lainnya.

28

You might also like