You are on page 1of 11

1

REKOMENDASI KEPERAWATAN BAGIAN SISTEM INFORMASI ANTISIPASI MEDICAL ERROR SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY
Erin Rika Herwina, NPM : 1006749094

Magister Manajemen dan Kepemimpinan Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Abstrak Patient safety menjadi fenomena dalam budaya international. Isu utama yang menjadi tantangan terhadap patient safety adalah clean care is safer care, safe surgery saves lives dan culture of safety. Telaah jurnal ini memberikan informasi tentang pentingnya system informasi terhadap anisipasi yang seharusnya dilakukan dalam upaya patient safety di rumah saki pada khususnya. Penelitian yang berhubungan dengan patient safety yang dilakukan oleh perawat, resiko kesalahan pemberian obat karena pendokumentasian yang tidak efektif yang dilakukan oleh perawat primer dan catatan farmasi, serta bagaimana pengaruh medical error terhadap pasien. Tujuan telaah jurnal ini untuk mengetahui gambaran system informasi manajemen yang dibutuhkan pasien terhadap rekomedasi pemberian obat sebagai upaya patient safety terhadap medical error di lingkungan rumah sakit sehingga dapat memberikan masukan pada kebijakan rumah sakit dalam melalukan standard operasional procedure (SOP). Metode penulisan ini dilakukan dengan dengan cara telaah jurnal dan literature secara deskriptif analisis terhadap jurnal. yang berhubungan dengan system informasi manajemen patient safety yang berhubungan dengan medical error di rumah sakit ini untuk mengangkat beberapa data tentang penelitian yang ada tentang patient safety terhadap medical error. Hasil telaah ini memberikan masukan kepada stakeholder terhadap system informasi yang berhubungan dengan medical error dalam upaya patient safety di rumah sakit. Kata kunci : patient safety, medication error, system information

A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini menjadi isu yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pada tahun 1996, Depkes memberikan program dalam penjaminan mutu dengan nama Quality Assurance (QA). Konsep mutu pelayanan kesehatan menurut IOM (1999) dan National Health Service menggunakan konsep mutu pelayanan kesehatan dalam 6 aspek, yaitu safety, effectiveness, timeliness, efficiency, equity, dan patient awareness. Teknologi informasi sebagai kunci untuk meningkatkan keamanan pelayanan kesehatan. Pada tahun 1999 , To Err Is Human: Building a Safer Health System, the Institute of Medicine (IOM) menekankan perlunya untuk teknologi khusus dirancang untuk mencegah kesalahan medis. Teknologi tersebut mencakup sistem order entry

otomatis, obat-obat yang behubungan dengan perangkat lunak, dan sistem pendukung keputusan. Memanfaatkan data klinis dari sistem electronic health record systems (EHR), teknologi seperti ini menjanjikan mengurangi kesalahan dalam pengambilan keputusan medis yang karena informasi yang tidak memadai terhadap area keperawatan. Setiap tahun, puluhan juta pasien di seluruh dunia mengalami keadaan cedera yang menetap atau kematian akibat perawatan medis yang tidak aman. Hampir satu dari sepuluh pasien dirugikan saat menerima perawatan kesehatan di rumah sakit baik pemerintah atau rumah sakit swasta yang menggunakan teknologi maju (WHO, 2008). The Institute of Medicine memprediksikan bahwa 100.000 kematian pertahun terjadi akibat salah pemberian obat (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000). Bahkan lebih penting lagi, kita memiliki bukti yang sangat sedikit tentang beban perawatan yang tidak aman di negara-negara berkembang di mana mungkin ada risiko lebih besar membahayakan pasien karena keterbatasan infrastruktur, teknologi dan sumber daya. WHO (2011) menuliskan terdapat enam urutan teratas penelitian yang dibutuhkan untuk menidentifikasi tentang patient safety, yaitu : obat palsu dan obat yang belum memenuhi standar, kompetensi dan keahlian yang inadequate, maternal and newborn care, health care-assosiated infectionas, pemberian injeksi yang tidak aman, dan pemberian transfuse darah yang tidak aman. Transfusi darah yang tidak aman, diprediksikan memberikan kontribusi terhadap penyebaran HIV sekitar 5-15%. Studi WHO memperlihatakan bahwa 60 negara tidak memiliki penapisan terhadap prosedur pemberian transfuse yang aman. Dilaporkan 23 kota di Amerika bahwa telah terjadi medical error. Penelitian yang dilakukan oleh WHO (2011), pemberian injeksi yang tidak aman, memberikan kontribusi 40% di seluruh dunia bahwa pemberian injeksi dilakukan tanpa alat yang streril, beberapan negara bahkan sampai 70% yang. Diprediksikan 1,3 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh pemberian injeksi yang tidak aman. Penelitian tentang pemberian obat yang merugikan di estimasi 10% terjadi pada pasien dengan perawatan akut. The joint commission (2006) mengidentifikasi terdapat masalah terhadap obat, smetzer dan Cohen (2005) menemukan 50% terhadap medication error dan 20% dilaksanakan kesalahan pemberian obat dikarenakan komunikasi dan dokumentasi yang kurang efektif..

Perkembangan ilmu tentan system informasi dan patient safety telah memberikan perubahan yang besar dalam undang-undang kesehatan dalam upaya perlindungan terhadap pasien, pelayanan kesehatan dan struktur organisasi dan standar alat dilengkapi dengan standar prosedur.

B. Telaah Literatur 1. Sistem Informasi System adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian yang saling mempengaruhi (L. Ackof, 1997) dalam Eti (2011), system merupakam bagian-bagian yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai beberapa tujuan (Gordon B. Davis, 1995). Salah satu klasifikasi informasi adalah sebagai system terbuka dan tertutup. System terbuka adalah system yang dipengaruhi lingkungan, sedangkan system tertutup yaitu sebuah system yang memiliki sasaran, pengendalian mekanis dan umpan balik (Raymond, 2009). Kedua jenis system ini dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 1.1. Open loop System (Sistem terbuka)
Input Proses/ transformasi output

Objectives

Control Mechanism Input Transformation Output

Gambar 1.2. Close loop System (Sistem tertutup Informasi. Informasi menurut Budi Sutedjo (2002) dalam Eli (2011), yaitu merupakan hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen system tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan dan dibutuhkan dalam pemahaman fakta-fakta yang ada. 2. Sistem Informasi Keperawatan Standar pengetahuan perawat yang harus dimiliki diantaranya ilmu biomedis, farmakologi, hukum, manajemen dan yang lainnya,. Sehingga di lapangan perawat akhirnya harus memiliki kemampuan melakukan analisa kebutuhan pasien dengan analisa keilmuan yang tepat dan benar. Perawat melakukan interaksi di rumah sakit

selama 24 jam, sehingga tahu pada setiap perubahan respon pasien. Kebutuhan pengobatan yang dilakukan oleh dokter akan memberikan respon terhadap pasien, sehingga perawat melakukan fungsi advocacy pasien sehubungan dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter. System informasi berbasis computer ini akan mengidentifikasi berbagai macam kebutuhan pasien, mulai dari dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi pengobatan, sampai perhitungan keuangan yang harus dibayar oleh pasien terhadap perawatan yang telah diterima (Callie, 2010). Di luar negeri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju, seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Sistem ini sering dikenal dengan Sistem Informasi Manjemen. Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Callie, 2010). Sedangkan menurut ANA (Mcline, 2005) dalam Callie (2010) system informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan

menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi, komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi. System informasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam mencapai standar mutu pelayanan. Indikator klinik mutu pelayanan antara lain: pengukuran angka pasien jatuh,angka decubitus, pneumonia nosokomial, infeksi nosokomial, dan angka kejadian medical error (Lewis, 2003). Frank Dobson dalam Iwan (2008) mendefinisikan clinical governance sebagai "the best care for all patients everywhere" atau pelayanan yang terbaik untuk semua penderita, di manapun berada. Dalam definisi NHS di atas, ada 4 pilar utama dari

clinical governance, yaitu (1) accountability; (2) continuous quality improvement (CQI); (3) high standard of care; dan (4) menciptakan lingkungan yang dapat mendorong terlaksananya pelayanan klinik yang sempurna (excelence clinical care). a. Accountability. Di sini mengandung arti bahwa setiap upaya medik yang dilakukan, apapun bentuknya, mulai dari diagnosis hingga terapi dan rehabilitasi, harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang mutakhir dan valid (current best evidence). b. Continuous quality improvement (CQI), yaitu bahwa pelayanan kesehatan harus senantiasa ditingkatkan mutunya secara berkesinambungan. Setiap komponen yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan haruslah mampu untuk senantiasa mengupdate ilmu, pengetahuan, dan ketrampilannya untuk menjamin bahwa mutu pelayanan kesehatan yang diberikan telah sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. c. High standard of care. Pesan ini mengindikasikan bahwa setiap upaya medik haruslah dilaksanakan menurut standar pelayanan yang tertinggi. Oleh sebab itu setiap unit pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai standard, mulai dari standard operating procedure (SOP) hingga Evidence-based clinical practice guideline. Hal ini untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan adalah yang terbaik untuk pasien d. Menciptakan lingkungan yang dapat mendorong terlaksananya pelayanan klinik yang sempurna (excelence clinical care). Dalam konteks ini maka National Health Service (NHS) mengisyaratkan agar setiap unit pelayanan kesehatan yang ada mampu memfasilitasi setiap upaya pelayanan medik yang paling efficacious, aman dan berorientasi pada keselamatan pasien. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya adalah : a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriterianya adalah : a. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien. b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada

3. Upaya Patient Safety Selain itu, menurut Hasting G (2006) dalam Pabuti (2011) ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini : a. Put the focus back on safety Setiap staf yang bekerja di rumah sakit pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO rumah sakit yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam rumah sakit b. Think small and make the right thing easy to do Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata. c. Encourage open reporting Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer rumah sakit harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakantindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insideninsiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf. d. Make data capture a priority Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety. e. Use systems-wide approaches Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient

safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di rumah sakit, maka peningkatan yang terjadi hanya akan berumah sakitifat sementara. f. Build implementation knowledge Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja. g. Involve patients in safety efforts Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan? h. Develop top-class patient safety leader Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali rumah sakit harus bekerja dengan konsultan leaderumah sakithip untuk

mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat. 4. Hasil penelitian Pada telaah jurnal ini memberikan gambaran bahwa dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat memegang peranan penting terhadap control pemberian obat yang diberikan oleh dokter. Hal ini terjadi bisa disebabkan karena pemberian resep

obat yang diberikan dokter bisa terjadi double atau interaksi obat yang menyebabkan komplikasi terhadap pemberian beberapa obat apabila pasien ditangani oleh beberapa dokter. Pada tabel 1.3 adalah kolom yang tersedia sebagai informasi yang bisa dijadikan rekomendasi terhadap control obat yang diberikan kepada pasien, sehingga diharapkan medical error bisa dihindari. Medical error terjadi bisa disebabkan control yang kurang terhadap suatu system pelayanan terutama yang terjadi di rumah sakit. Hal ini dapat dihindari sebagai upaya perlindungan terhadap keselamatan pasien/ patient safety yang dapat menyebabkan keadaan pasien yang merugikan baik yang bersifat kecacatan atau kematian. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan upaya patient safety a. Penelitian yang dilakukan Albert S. Chan, dkk (2010). Pelaksanaan system informasi yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan rekomendasi

kepada dokter pemberian obat yang dilakukan oleh dokter, perawat memiliki alasan mengapa dalam sistem pendukung keputusan berbasis computer

penting untuk ke dalam alur kerja klinis: Hilang data yang mengarah ke rekomendasi dari obat yang kontraindikasi. Potensi interaksi obat dengan obat lain yang dianjurkan yang telah diresepkan untuk pasien. ketidakakuratan dalam logika program yang dapat menyebabkan rekomendasi yang salah. Potensi bahaya akibat penggantian dokter sehingga dokter memberikan obat yang berbeda sehingga dengan penggunaan diperlukan sistem pendukung keputusan (misalnya, menyerukan sistem pendukung

keputusan untuk hipertensi ketika hipertensi bukan prioritas klinis untuk kunjungan tersebut). Para dokter-pengguna memiliki kesenjangan pengetahuan yang secara langsung relevan dengan rekomendasi sistem pendukung keputusan (misalnya, mempromosikan penggunaan obat secara bersamaan pedoman direkomendasikan tanpa memberikan informasi tentang batas dosis). Dokter hanya mengandalkan sistem bahwa sistem akan mengingatkan mereka untuk semua masalah. Potensi data overload

Sistem itu tidak dirancang untuk menangani pemberian obat, sehingga akan sangat penting ditambahkan dengan kolom rekomendasi, karena system computer tersebut belum memiliki system terhadap interaksi antar obat.

Gambar 1.3. Gambaran catatan medical record pasien tentang kolom rekomendasi yang dilakukan perawat dalam pemberian obat yang diberikan dokter

C. Kesimpulan Pendokumentasian sangat penting untuk dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pasien. Keadaan medical error sangat mempengaruhi terhadap pasien safety, sehingga diperlukan suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan rumah sakit untuk melindungi masyarakat. Bukan saja menimbulkan cedera tetapi dapat resiko kematian. Beberapa alternative penyelesaian masalah yang berhubungan dengan

dokumentasi yang kurang efektif. Pertama, memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur pemberian obat sehingga pasien maupun petugas melakukan aspek

10

legal, mempertahankan keakuratan data dan mempertahankan kondisi lingkungan yang kondusif. Kedua, adalah dengan mengembangkan system informasi dan pendokumentasi secara elektronik, sehingga memudahkan dan informasi terhadap mutlidisiplin terutama dengan melakukan control terhadap pemberian obat terhadap pasien, dimana perawata melakukan fungsi advocacy terhadap resiko medical error dengan menuliskan rekomendasi dalam catatan pasien di computer. Hasil yang diharapkan dengan system informasi dapat meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, sehingga medical error dapat dihindari.

Kepustakaan Agency for Healthcare Research and Quality.(2008). Agency for Healthcare Research and Quality. www.psnet.ahrq.gov/glossary.aspx (diakses tanggal 25 Oktober 2011) Albert S. Chan, Susana B. Martins, Robert W. Coleman, dkk.(2005). Post-fielding Surveillance of a Guideline based Decision Support System. Advances in Patient Safety: From Research to Implementation (Volume 1: Research Findings). Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality (US). http://www.ncbi.com. (diakses tanggal 25 Oktober 2011). Callie Chiah-Lee Chan. (2010). Nurse's perceptions on the impact of health information system usage in their workplace. Volume 37 No.2, Juni 2010. Singapore Nursing Journal. www.ebscho.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011) Eti Rochaety, Tupi Setyowaty, Faizal Ridwan Z. (2011). Sistem Informasi Manajemen. Mitra Wacana Media, Jakarta. Greenswald, J.L,.Halasyamani,L,. Greene L,. LaCivita C,. Stucky E,. Benjamin,. Williams M. (2010). Making inpatient medication reconciliation patient centered, clinically relevant and implementable : A concencus statement on key principles and necessary first step. Journal of Hospital Medicine, 5(8), 477-485. Iwan Dwiprahastohttp. (2008). Implementasi clinical governance dalam pelayanan kesehatan Primer yang bermutu. www.dkk-bpp.com - Sysinfokes Kota Balikpapan. (diakses tanggal 03 Oktober 2011) Jeannet S Adam,. Denise K,. (2011). Global patient safety effort. Hispanic Health Care International, Vol 9, No 3. Springer Publishing Company. www.proquest.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011). Jennifer Balon,. Stephanie A. Thomas. (2011). Comparison of Hospital Admission Medication Lists With Primary Care Physician and Outpatient Pharmacy

11

Lists. Jornal of Nursing Scholarship. www.proquest.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011). John Klarke. (2006). How System for Reporting Medical Errors Can and Cannot Improve Patient Safety. The American Surgeon. www.proquest.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011). Kimberly A. Galt, Ann M. Rule, Bartholomew E. Clark, James D. Bramble, Wendy Taylor, Kevin G. Moores. Best Practices in Medication Safety:Areas for Improvement in the Primary Care Physicians Office Advances in Patient Safety: Vol. 1. www.ahrq/gov/qual Vol 1 (diakses tanggal 25 Oktober 2011) Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS,. (2000). To Err Is Human Building a safer Healt System. Washington, DC. National Academy Press. www.proquest.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011). Lewis and Latney. (2003). Achieve Best Practice With an Evidence-Based Approach, Critical-Care Nurses, Vol 23, No 6. from: ccn.aacnjournals.org. (30 October 2011). Louise Folkmann and Janet Rankin. (2010). Nurses medication work: what do nurses know?. Journal of Clinical Nursing. www.ebscho.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011). Murphy, C. R., Corbett, C. L., Setter, S. M., & Dupler, A. (2009). Exploring the concept of medication discrepancy within the context of patient safety to improve population health. Advances in Nursing Science. www.proquest.com (diakses tanggal 25 Oktober 2011). Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien di Rumah sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas Universitity, Indonesia The Joint Commission on Accreditation of Health Care Organization. (2006). Fact about 2006 national patient safety. http://www.jointcommission.org/. (diakses tanggal 28 Oktober 2011). World Health Organization. (2009). Patient Safety Research. World Health Organization, Geneva, available at: www.who.int/patientsafety/en/ (diakses tanggal 25 Oktober 2011).

You might also like