You are on page 1of 2

1/06/2008 20:55 Brutal Atas Nama Islam-Pancasila Gigin Praginanto INILAH.

COM, Jakarta Dengan berlagak melaksanakan tugas mulia, mereka bertindak brutal. Mereka tak hanya menggebuki, tapi juga mempermalukan orang sesuka hati. Skenario macam apa di balik semua itu?

(iPhA/Subekti) Entah sudah berapa kali Islam dan Pancasila dimanipulasi untuk melakukan tindakan keji. Yang pasti, selama ini massa Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Thahir Indonesia (HTI) seolah bebas menebar teror terhadap siapa saja yang dianggap lawan. Korban terakhir FPI dan HTI adalah massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB). Minggu (1/6), mereka diserang massa berseragam kedua organisasi garis keras itu ketika sedang unjuk rasa di Galeri Nasional Monas, Jakarta. Akibatnya, enam orang luka-luka kena hajar massa FPI dan HTI. Masih pada hari ini juga, massa Pemuda Pancasila juga berulah di Jember, Jawa Timur. Mereka melakukan sweeping terhadap siapa saja yang tidak hafal Pancasila. Mereka yang kedapatan tidak hapal dipermalukan dengan disuruh menghafalkan Pancasila di depan umum. Aksi ngawur lain yang juga mengatasnamakan Pancasila terjadi pada Februari lalu di Bantul, Yogyakarta. Pelakunya adalah Front Anti Komunis Indonesia (FAKI). Dengan alasan melindungi NKRI, mereka membubarkan sebuah seminar di Yogyakarta. Tercatat 150 mahasiswa yang mengikuti seminar itu terpaksa lari tunggang-langgang. Maklum, ternyata massa FAKI membawa berbagai pentungan untuk menghajar para peserta seminar. Acara itu harus dibubarkan, menurut para aktifis FAKI, karena didalangi kaum komunis. Sebagaimana kerap dipertontonkan di depan layar TV, sesungguhnya masih banyak lagi korban aksi-aksi brutal yang mengatasnamakan agama dan Pancasila. Kenyataan ini jelas makin memprihatinkan jika dikaitkan bahwa aksi-aksi brutal itu terjadi di hadapan para petugas keamanan. Padahal, hanya orang idiot yang tak tahu bahwa kebrutalan semacam itu bertentangan dengan ajaran agama, hukum, dan cita-cita para pendiri Indonesia.

Jadi, wajar jika kini bertebaran pertanyaan tentang kenapa para petugas keamanan yang biasanya garang terhadap para demonstran, kok tak berkutik menghadapi aksi brutal? Tentunya juga wajar jika ada yang berang. "Bukan cuma pelaku. Pemimpin FPI dan HTI juga harus ditangkap. Itu penting. Sebab, tindakan mereka berbahaya bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara serta mengancam eksistensi NKRI ke depan. Terlebih lagi telah melanggar UUD 45," tandas Ketua Fraksi PKB DPR A Effendy Choirie alias Gus Choi tentang aksi brutal massa FPI dan HTI terhadap AKK-BB. Di mata Gus Choi, kekerasan itu merusak citra Islam yang mengedepankan kasih sayang, toleransi, perdamaian, menjunjung tinggi HAM dan demokrasi. Soal hukumnya? "Polisi harus menindak mereka dan memproses secara hukum. Kami mengecam tindakan kekerasan ini," Kata Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institute, dalam pernyataan persnya menanggapi aksi kriminal kelompok FPI dan HTI. Seharusnya, menurut Hendardi, pemerintah bersikap tegas dalam soal kebebasan beragama atau berkeyakinan. "Konstitusi Indonesia jelas-jelas telah menjamin kebebasan. Karena itu, pemerintah harus menegakkan dengan melindungi setiap agama dan kepercayaan apapun," tegas Hendardi. Secara politik, pembiaran terhadap aksi-aksi kekerasan tentu bisa dilihat sebagai puncak gunung es. Sebab, bisa jadi, di balik pembiaran itu terdapat sebuah skenario besar berskala nasional. Targetnya tentu saja bisa macam-macam. Salah satunya, jangan-jangan seperti pernah tejadi di Thailand, yaitu memberangus demokrasi! [I3]

You might also like