You are on page 1of 4

DIBALIK ISU INTOLERANSI DI INDONESIA

Akhir Mei lalu sejumlah LSM liberal telah membuat Indonesia menjadi sorotan dunia akibat laporan kasus intoleransi dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss. Dalam sidang tersebut yang diangkat adalah permasalahan kebebasan beragama yang ada di Indonesia, seperti kasus kekerasan terhadap jama'ah Ahmadiah, GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. Sementara kini, sesuai dengan pernyataan Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Choirul Anam dalam acara pernyataan bersama Koalisi Solidaritas Kasus Sampang di Jakarta (27/8/2012) bahwa kasus sampang akan dibawa dalam sidang Dewan PBB berikutnya sebagai bukti Intoleransi di Indonesia yang rencananya akan diselenggarakan pada bulan September ini. Kalau kita cermati secara seksama, ada apakah ini ? mengapa kasus- kasus di atas khususnya yang terjadi di Indonesia menjadi bulan - bulanan dalam sidang Dewan Keamanan PBB sementara banyak kasus lain yang lebih dahsyat kurang menjadi sorotan. Mengapa dalam sidang Dewan HAM PBB tersebut, nampaknya perwakilan delegasi Indonesia tidak mampu memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang kasus-kasus tersebut ? Dan Mengapa yang selalu dituding Intoleran adalah Kaum Muslim ? Menjadi hal yang tidak aneh jika laporan HAM tentang Indonesia memunculkan bahwa Kaum muslim Indonesia tidak toleran dengan kaum yang beragama lain karena laporan tersebut salah satunya didasari hasil survei Setara Institute-yang jika ditelusuri secara mendalam survei tersebut kental sekali membawa prinsip-prinsip Barat di dalamnya. Nampak bahwa sudah ada semacam upaya menggiring agar kesimpulan yang muncul sesuai dengan pesanan. Selain itu pula, dalam sidang DK PBB tersebut Delegasi Indonesia selain dari pemerintah diwakili oleh Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, serta perwakilan dari beberapa kelompok hak asasi seperti HRWG dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) Arus Pelangi.

Rekomendasi Dewan HAM PBB tersebut tentu saja memunculkan reaksi dari tokoh tokoh umat islam di Indonesia semisal KH Hasyim Muzadi. Menanggapi tuduhan intoleransi itu, KH. Hasyim Muzadi, sebagai Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) & Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) serta Mantan Ketum PBNU menyikapi tentang tuduhan intoleransi agama di Indonesia pada Sidang PBB di Jeneva pada tanggal 23 Mei 2012, dengan pesan sebagai berikut: "Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia. Kalau yang dipakai ukuran adalah masalah AHMADIYAH, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam. Kalau yang jadi ukuran adalah GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali kesana, namun tampaknya mereka tidak ingin masalah selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional dan dunia untuk kepentingan lain dari pada masalahnya selesai. Kalau ukurannya PENDIRIAN GEREJA, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa, pendirian Gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian MASJID juga sangat sulit. Belum lagi pendirian Masjid di Papua. ICIS selalu melakukan mediasi. Kalau ukurannya LADY GAGA dan IRSHAD MANJI, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan intelektualisme kosong? Kalau ukuran HAM, lalu di Papua kenapa saat TNI/ Polri/ Imam Masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM? Indonesia lebih baik toleransinya dari Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan MENARA MASJID, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan JILBAB, lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia yang tak menghormati agama, karena di sana ada Undang-undang perkawinan sejenis. Agama mana yang memperkenankan PERKAWINAN SEJENIS?! Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas membedakan mana HAM yang benar (Humanisme) dan mana yang sekedar Westernisme..

Intoleransi Non Muslim Jika berbicara tentang Intoleransi, sebenarnya banyak fakta yang menunjukkan betapa tidak toleransinya kaum non muslim terhadap kaum muslim minoritas. Di Flipina dengan kaum muslim Moro-nya, Di Myanmar dengan kaum muslim Rohingya-nya, dan jika di Indonesia sendiri semisal di Papua, dimana kaum muslim sulit bahkan tidak bisa membangun masjid. Di Kupang, NTT, sekalipun Kaum muslim telah berhasil memenuhi persyaratan mendirikan masjid, tetap saja tidak bisa membangun karena kalangan kristen tidak bisa menerima dan terus menggagalkan usaha pembangunan tersebut. Di Bali, Kaum muslim harus tunduk pada aturan Hindu ketika ada Hari Raya Nyepi, mereka tidak leluasa menjalankan ibadahnya saat itu. Bahkan diskriminasi pun terjadi di Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja ketika para muslimah ingin menutup auratnya tidak diperbilehkan. Meski kondisi tersebut di atas itu Riil tapi tak ada satu pun LSM yang membuka suara untuk membela kaum muslimin tersebut. Bukankah itu juga termasuk pelanggaran HAM? bahkan permasalahan beberapa tahun lalu mengenai kekerasan yang menimpa kaum muslim Ambon dan Poso oleh kalangan Kristen tak pernah diungkap secara serius dan tuntas. Maka tak salah jika ada yang menuding bahwa LSM-LSM itu sebenarnya adalah komprador asing. Mereka hanya bergerak sesuai dengan pesanan asing, apalagi sebagian dari pihak pemesan/ donor terkait dengan misi misionasi. Tugas mereka memastikan agar agama kristen terus berkembang dan bebas bergerak tanpa hambatan sekalipun harus menggunakan caracara licik dan kotor. Maka bagaimana sikap kita sebagai umat islam ?, Umat islam harus melawan bukan diam dan pasrah, jika permasalahannya terkait hukum maka harus dihadapi dengan hukum, jika berupa fitnah maka harus dihadapi dengan menjelaskan fakta yang sebenarnya dan mantap didukung bukti yang kuat. Jika serangannya berupa serangan fisik, maka harus dihadapi dengan fisik juga sebagai bentuk pembelaan diri. sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan Abu Dawud dan Annasaai, bahawa Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, maka ia

syahid. Dan barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid. Namun tentu saja untuk melakuan perlawanan itu diperlukan kekompakan seluruh komponen umat islam di Indonesia khususnya dan di Dunia umumnya. Sehingga kesatuan umat sangat penting di sini, dan disinilah pentingnya perjuangan bagi tegaknya Khilafah- karena hanya khilafah saja yang mampu mnyatukan umat islam di seluruh penjuru dunia sehingga umat memiliki kekuatan dan kemampuan untuk melindungi Kemuliaan Islam dan Umatnya sehingga semua bentuk penindasan dan ketidakadilan tidak akan terjadi lagi. Wallahu'alam.

You might also like