You are on page 1of 29

TUGAS INDIVIDU

Nama : suherman Nim : 210 240 057

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran ALLAH swt atas limpah hidayah, rahmat dan lindungan-nya sehingga makalah yang berjudul PENYAKIT AIDS dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai tugas pada mata kuliah DASAR-DASAR EPIDEMIOLOGI, selain itu makalah ini disusun untuk menambah wawasan memahami tentang VIRUS HIV AIDS. Maka dari itu , saya menyampaikan terimakasih juga kepada dosen kami karena telah memberi waktu dan kesempatan dalam menyusun makalah ini. Kemudian apabila dalam pembahasan yang dijelaskan tentunya mungkin masih jauh dari kesempurnaan, maka kritikan dan saran sangat diharapkan dari semua pihak yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini selanjutnya. Demikianlah makalah yang saya susun dan jika ada tulisan atau perkataan yang kurang berkenan(sopan) saya mohon maaf sebesar-besarnya, semogamakalah ini bermanfaat buat pembaca.

Parepare, 16 januari 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGATAR................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................. BAB I LATAR BELAKANG ....................................................................... A. PENDAHULUAN ................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... A. PERKEMBANGAN TEORI TERJADINYA PENYAKIT AIDS......... 1. Hubungan Penyebab Dan Penyakit AIDS ............................................ 2. Hubungan Jaring sebab akibat ...................................................................... Proses terjadinya penyakit Bereaksi menyebabkan orang sakit. 1. Model Hubungan Kausal penyakit AIDS............................... Single cause ............................................................. Multipe cause ........................................................... Myltipe cause ........................................................... 2. Faktor Agent AIDS ............................................................... Biologis ..................................................................... Fisik .......................................................................... Kimiawi ..................................................................... Sosial ....................................................................... B. TAHAP-TAHAP RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT AIDS .............. 1. Prepatogenesis ............................................................................... 2. Patogenesis .................................................................................... C. UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT AIDS ................................... 1. Tingkat Pencegahan ............................................................ Primordial Prevention ............................................... Pramary Prevention .................................................. Secondary Prevention .............................................. 2. Bagaimana Besarnya Kemungkinan Pencegahannya Penyakit AIDS....................................................................

i ii 1 1 6 6 7

7 7 7 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 10 11 11 12 12

13

D. TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AIDS............................. E. ETIKA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AIDS................................... F. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AIDS................. 1. Segitiga Epidemiologi................................................... ........ a. Host.......................................................................... b. Agent....................................................................... c. Lingkungan............................................................. 2. Portal Of Entry and Exit............................................... G. APLIKASI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AIDS.................... BAB III PENUTUP............................................................................ A. KESIMPULAN........................................................................... B. SARAN.................................................................................... 23

14 15 20 20 20 21 21 21 22 23 23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 24

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (L) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu. o

Materi Genetik HIV HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical)

hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks. Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.

Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef). Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb. Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef). o

Siklus Hidup HIV Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan

memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa. Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel. Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia. DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA. Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.

Penularan Penyakit HIV HIV hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia yang hidup dan hanya

bertahan beberapa jam saja di luar tubuh. HIV tidak dapat menular melalui air ludah, air mata, muntahan, kotoran manusia dan air kencing, walaupun jumlah virus yang sangat kecil terdapat di cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat. HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar melalui sentuhan dengan orang yang terinfeksi HIV, atau sesuatu yang dipakai oleh orang terinfeksi HIV; saling penggunaan perabot makan atau minum; atau penggunaan toilet atau air mandi bergantian. HIV/AIDS hanya dapat ditularkan melalui beberapa cara sebagai berikut : o

Penularan Melalui Hubungan Seksual

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum

meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV. Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian

epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan. o Penularan Melalui Darah

Alur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO

memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan

kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi. o

Penularan Masa Perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. o Sistem Tahapan Infeksi

Pada bulan September tahun 2005 World Health Organization (WHO) mengelompokkan tahapan infeksi dan kondisi AIDS untuk pasien dengan HIV-1 sebagai berikut :

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

PEMBAHASAN

A. Perkembangan teori terjadinya penyakit AIDS 1. Hubungan penyebab dan penyakit AIDS Kejadian ini berawal pada musim panas di Amerika Serikat tahun 1981, ketika itu untuk pertama kalinya oleh Centers for Disease Control and Prevention dilaporkan bahwa ditemukannya suatu peristiwa yang tidak dapat dijelaskan sebelumnya dimana ditemukan adanya pneumonia pneumosistis (sekarang masih di klasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh pneumocystis jirovecii) yang mengenai 5 orang homosexual di Los Angeles, kemudian berlanjut ditemukannnya penyakit Sarkoma Kaposi yang menyerang sejumlah 26 orang homosexsual di New York dan Los Angeles. Beberapa bulan kemudian penyakit tersebut ditemukan pada pengguna narkoba suntik, segera hal itu juga menimpa para penerima transfusi darah.Sesuai perkembangan pola epidemiologi penyakit ini, semakin jelaslah bahwa penyebab proses penularan yang paling sering adalah melalui kontak sexual, darah dan produk darah serta cairan tubuh lainnya. Pada tahun 1983, ditemukan virus HIV pada penderita dan selanjutnya pada tahun 1984 HIV dinyatakan sebagai faktor penyebab terjadinya Aquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS). Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS. Menyatakan bahwa epidemik AIDS di mulai pada akhir tahun 1950-an di kongo belgia sebagai akibat dari penelitian hilary koprowski terhadap vaksin polio. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV didunia, sementara HIV-2 sulit dimasukkan dan kebanyakan berada diafrika barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse pan troglodytes troglodytes yang ditemukan dikamerun selatan. HIV-2 berasal dari sooty mangabey (cercocebus atys), monyet dari guinea bissau, gabon, dan kamerun. Banyaknya ahli berpendapat bahwa HIV masuk kedalam

tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. HIV/AIDS adalah penyakit yang relatif baru ditemukan. Infeksi lainnya seperti malaria, wabah, kusta, tuberkulosis, campak, dan kolera telah mempengaruhi luas mayoritas umat manusia selama berabad-abad. 2. Hubungan penyebab penyakit AIDS a) jaring-jaring sebab akibat Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome(disingkat AIDS) adalah penyakit yang disebabkan sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus Hiv. Penyakit ini dapat di tularkan melalui hubungan sex dengan seseorang yang sebelumnya telah terjangkit virus HIV, dapat pula di tularkan melalui alat suntik, alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) bekas dipakai orang yang mengidap HIV. b) proses terjadinya penyakit AIDS HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (L) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

3. model hubungan kausal pnykt a) Single cause =

AIDS (acquired immune Deficiency Syndrome) disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) . Penemuan kasus AIDS untuk pertama kalinya di Amerika Serikat pada tahun 1981, ternyata hanya sedikit memberi informasi tentang sumber penyakit ini. Sekarang sudah terbukti bahwa AIDS disebabkan oleh virus yang dikenal dengan HIV(Human Immunodeficiency Virus). b) multiple cause = virus HIV yang mengakibatkan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga terjadi penyakit AIDS pelayanan kesehatan prilaku melakukan seks bebas dan tidak setia pada pasangan lebih rentan terjangkit penyakit AIDS, karna bisa saja salah satu dari pasangan seksnya sudah terlebih dahulu

terjangkit penyakit AIDS tersebut pengguna narkoba juga akan dengan mudah terjangkit penyakit AIDS, karna bisa saja jarum suntik yang di gunakan secara bergiliran telah di gunakan sebelumnya oleh penderita AIDS, sehingga virus HIV AIDS akan tertular kepadanya c) myltiple cause= penyebab yang secara bersamaan untuk menyebabkan penyakit hiv aids yaitu : Virus Human Immunodeficiency

Pelayanan kesehatan HIV AIDS yaitu direhabilitasi pergaulanbebas Lingkungan yang tidak sehat HIV AIDS

Perilaku seseorang yang melakukan

4. faktor agent peyakit AIDS a) Faktor biologI

Terjadinya infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV

Human Immunodeficiency Virus

b) Faktor kimia Obat-obatan (narkoba), alkohol

c) faktor fisik Melakukan seks atau hubungan intim dengan org yang telah terjangkit virus HIV AIDS d) faktor sosial Pemakai narkoba, jarum suntik yang dipakai bergantian dengan pengidap Seks bebas Melalui alat suntik, alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) bekas dipakai orang yang mengidap HIV.

B. tahap-tahap riwayat alamiah penyakit AIDS 1) Tahap Pre Patogenesis Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan. 2) Tahap Patogenesis Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem imun penderita dan penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama lebih dari satu bulan secara berulang-ulang maupun terus menerus. Gejala minornya yaitu batuk kronis selama lebih dari 1 bulan, munculnya

Herpes

zoster

secara

berulang-ulang,

infeksi

pada

mulut

dan

tenggorokan yang disebabkan oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi mudah terserang penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi penyakit yang mematikan di tubuh seorang penderita AIDS. a) Tahap Inkubasi Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejalagejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. b) Tahap Penyakit Dini Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/ lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang beresiko terkena virus HIV.

c) Tahap Penyakit Lanjut

Pada tahap ini penderita sudah tidak bisa melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada rongga mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central

mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent. Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (folliculities), kulit kering berbercakbercak. d) Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir) Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia.

C. Upaya pencegahan penyakit 1. - Primordial Prevention (Pencegahan Awal/Tingkat Dasar) dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan Penyakit tersebut tidak didukung dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Upaya ini cukup kompleks, karena tidak hanya membutuhkan kesadaran pribadi dari individu tetapi juga dukungan sosial

masyarakat. Maka dari itu penderita AIDS tidak boleh di kucilkan karna ia akan malu untuk mengakui penyakit yang sedang ia derita sehingga penyakit tersebut tidak mendapatkan penanganan yang lebih lanjut. - Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) seperti promosi kesehatan dan pencegahan khusus. Sasarannya ialah faktor

penyebab, lingkungan & pejamu. Langkah pencegahaan di faktor penyebab (desinfeksi, misalnya, menurunkan pasteurisasi, pengaruh serendah mungkin

strerilisasi,

penyemprotan

insektisida)

agar memutus rantai penularan. Langkah pencegahan di faktor lingkungan misalnya, perbaikan lingkungan fisik agar air, sanitasi lingkungan & perumahan menjadi bersih. Langkah pencegahan di faktor pejamu misalnya perbaikan status gizi, status kesehatan, pemberian imunisasi. Tujuan pencegahan primer adalah mencegah awitan suatu penyakit atau cedera selama masa prapatogenesis (sebelum proses suatu penyakit dimulai). Contoh pencegahan primer antara lain, progam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan, proyek rumah aman dan pengembangan personalitas dan pembentukan karakter.

Sayangnya penyakit atau cedera tidak dapat selalu dicegah.penyakit kronis khususnya,terkadang menyebabkan disabilitas

(ketidakmampuan) yang cukup parah sebelum akhirnya terdektesi dan akhirnya diobati.dalam hal ini, intervensi segera mencegah kematian atau membatasi disabilitas. - Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) seperti diagnosis dini serta pengobatan tepat. Sasarannya ialah pada penderita / seseorang yang dianggap menderita (suspect) & terancam

menderita. Tujuannya adalah untuk diagnosis dini & pengobatan tepat (mencegah meluasnya penyakit/ timbulnya wabah & proses penyakit lebih lanjut/ akibat samping ialah & komplikasi). Beberapa usaha

pencegahannya

seperti

pencarian

penderita,

pemberian chemoprophylaxis (Prepatogenesis / patogenesis penyakit tertentu). Tindakan pencegahan skunder yang paling penting adalah skrining kesehatan. Tujuannya bukan untuk mencegah terjadinya penyakit tetapi lebih untuk mendeteksi keberadaanya selama masa pathogenesis awal, sehingga intervensi(pengobatan) dini dan

pembatasan disabilitas sudah dapat dilakukan. Tujuan skrining kesehatan juga bukan untuk mendiagnosis penyakit, tujuannya adalah memilah secara ekonomi dan efisien mereka yang kemungkinan sehat dari mereka yang kemungkinan positif terjangkit penyakit. - Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) seperti pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Sasarannya adalah penderita penyakit tertentu. Tujuannya ialah mencegah jangan sampai mengalami cacat &

bertambah

parahnya

penyakit

juga

kematian

dan

rehabilitasi

(pengembalian kondisi fisik/ medis, mental/ psikologis & sosial, serta melatih kembali,mendidik kembali, dan merehabilitasi pasien yang mengalami disabilitas permanen. tindakan pencegahan tersier

mencakup tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya masa patogenesis. terapi untuk pasien jantung merupakan contoh

pencegahan tersier. 2. Besarnya kemungkinan pencegahan penyakit hiv aids Untuk mengurangi resiko kemungkinan virus HIV dapat dicegah dengan kondom pria dan wanita. Karna biasanya penyait AIDS akan di tularkan oleh seseorang yang terkena virus HIV Orang perlu menggunakan jarum suntik yang baru untuk menghindari virus HIV yang mungkin sudah mengontaminasi. Penggunaan narkoba juga bisa meningkatkan resiko penyakit AIDS karna bisa saja mereka saling bertukar jarum suntik yang telah terkontaminasi Selain menggunakan jarum suntik tidak steril bergantian dengan orang lain. Berlaku juga untuk tidak menggunakan alat tindik anting, tato secara bersama dengan orang lain. Dari ibu yang positif dapat menularkan kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat pesalinan atau pun pada masa menyusui. Konsumsi ARV secara teratur oleh ibu hamil yang telah terinfeksi ditemukan dapat mengurangi kemungkinan tertularnya bayi yang ada dalam kandungan Namun tetap saja, obat ini tidak akan menyembuhkan penyakit HIV - AIDS, melainkan meningkatkan daya tahan tubuh saja ada baiknya agar wanita yang positif terjangkit virus HIV AIDS disarankan agar tidak hamil. Jangan melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi

D. Transisi epidemiologi penyakit HIV AIDS

AS tercatat mempunyai kasus AIDS terbesar, estimasi kumulatif dan angka tahunan AIDS di negara-negara sub- Sahara Afrika ternyata jauh lebih tinggi. Di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 13 juta kasus (dan sekitar 2/3 nya di negara-negara sub-Sahara Afrika) terjadi pada tahun 1999. Di AS, distribusi kasus AIDS disebabkan oleh faktor risk behavior yang berubah pada dekade yang lalu. Walaupun wabah AIDS di AS terutama terjadi pada pria yang berhubungan sex dengan pria, angka pertambahan terbesar di laporkan pada pertengahan tahun 1990-an terjadi diantara wanita dan populasi minoritas. Pada tahun 1993 AIDS muncul sebagai penyebab kematian terbesar pada penduduk berusia 25 - 44 tahun, tetapi turun ke urutan kedua sesudah kematian yang disebabkan oleh kecelakaan pada tahun 1996. Namun, infeksi HIV tetap merupakan kasus tertinggi penyebab kematian pada pria dan wanita kulit hitam berusia 25 - 44 tahun. Penurunan insidens dan kematian karena AIDS di Amerika Utara sejak pertengahan tahun 1990 antara lain karena efektifnya pengobatan antiretroviral, disamping upaya pencegahan dan evolusi alamiah dari wabah juga berperan. HIV/AIDS yang dihubungkan dengan penggunaan jarum suntik terus berperan dalam wabah HIV terutama dikalangan kaum minoritas kulit berwarna di AS. Penularan heteroseksual dari HIV di AS meningkat secara bermakna dan menjadi pola predominan dalam penyebaran HIV di negara-negara berkembang. Kesenjangan besar dalam mendapatkan terapi antiretroviral antara negera berkembang dan negara maju di ilustrasikan dengan menurunnya kematian karena AIDS pertahun di semua negara maju sejak pertengahan tahun 1990-an dibandingkan dengan meningkatnya kematian karena AIDS pertahun di sebagian besar negara berkembang yang mempunyai prevalensi HIV yang tinggi. Di AS dan negara-negara barat, insidens HIV pertahunnya menurun secara bermakna sebelum pertengahan tahun 1980-an dan tetap relatif rendah sejak itu. Namun, di beberapa negara sub-Sahara Afrika yang sangat berat terkena penyakit ini, insidens HIV tahunan yang tetap tinggi hampir tidak teratasi sepanjang tahun 1980 dan 1990-an. Negara-negara di luar Sub-Sahara Afrika, tingginya prevalensi HIV (lebih dari 1%) pada populasi usia 15 - 49 tahun, ditemukan di negara-negara Karibia, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dari sekitar 33.4 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS pada tahun 1999 diseluruh

dunia, 22.5 juta diantaranya ada di negara-negara sub-Sahara Afrika dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta ada di Amerika Latin dan 665.000 di AS. Diseluruh dunia AIDS menyebabkan 14 juta kematian, termasuk 2,5 juta di tahun 1998. HIV-1 adalah yang paling tinggi; HIV-2 hanya ditemukan paling banyak di Afrika Barat dan di

negara lain yang secara epidemiologis berhubungan dengan Afrika Barat. E. Etika epidemiologi penyakit Contoh kasus : Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) berat badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali. Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan

laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat. Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan

kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi. Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan

pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson. Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut : 1) Mengkaji situasi Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut : a) Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya. b) Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang c) Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya. 2) Mendiagnosa Masalah Etik Moral Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi

kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya. 3) Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain : a) Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung.Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panik yang berlebihan ketika mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.

Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil

pemeriksaannya masih dalam proses tim medis. Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik keperawatan. b) Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung

menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter. `

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) merupakan aib yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut. 4) Melaksanakan Rencana Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang meliputi : a) Autonomy / Otonomi Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya. b) Benefesience / Kemurahan Hati c) Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik dan tidak merugikan Tn.A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A

d) Justice / Keadilan Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya. e) Nonmaleficience / Tidak merugikan Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya. f) Veracity / Kejujuran Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya. g) Fedelity / Menepati Janji Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya h) Confidentiality / Kerahasiaan Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan

pertimbangan

prinsip-prinsip

moral

tersebut

keputusan yang bisa diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun

kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik. 5) Mengevaluasi Hasil Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.

Adapun Prisip etika yang harus dipegang teguh oleh seluruh komponen baik itu seseorang, masyarakat, nasional maupun dunia internasional dalam menghadapai HIV/AIDS adalah : a) Empati, ikut merasakan penderitaan, sesama termasuk ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dengan penuh simpati, kasih sayang dan kesedihan saling menolong. b) Solidaritas, secara bersama-sama bahu membahu meringankan

penderitaan dan melawan ketidakadilan yang diakibatkan olah HIV/AIDS. c) Tanggung jawab, berarti setiap individu, masyarakat lembaga atau bangsa mempunyai tanggung jawab untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dan memberikan perawatan pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Nursalam, 2007).

F. Konsep dasar epidemiologi penyakit 1. Segitiga epidemiologi (host ,agent, evironmen) Agent : faktor pembawa dari penyakit AIDS adalah virus HIV (Immunodeficiency Virus). Virus ini dapat di tularkan melalui hubungan seksual dengan seseorang yang telah positif terjangki virus HIV sebelumnya, dapat pula ditularkan melalui jarum suntik yang tidak steril. Host : a) Jenis kelamin : dalam kasus ini, virus HIV tidak menentu akan menyerang wanita maupun laki-laki, Wanita lebih rentan terhadap penularan PMS dan HIV dibandingkan dengan laki-laki, akibat faktor anatomis-biologis dan faktor sosiologis-gender. Kondisi

anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul wanita dalam posisi menampung, dan alat reproduksi wanita sifatnya masuk kedalam dibandingkan pria yang sifatnya menonjol keluar. Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi infeksi khronik tanpa diketahui oleh yang bersangkutan . Adanya infeksi khronik akan memudahkan masuknya virus HIV. Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus dan mudah mengalami perlukaan pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga memudahkan terjadinya infeksi virus HIV. Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan rendahnya status sosial wanita (pendidikan, ekonomi, ketrampilan). Akibatnya kaum wanita dalam keadaan rawan yang menyebabkan terjadinya pelecehan dan penggunaan kekerasan seksual, dan akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi survival. b) Usia : dari segi usia biasanya remaja lebih rentan terjangkit virus HIV AIDS Karna disebabkan oleh pergaulan bebas Environment, Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwayat ulkus genitalis, Herpes Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan prevalensi HIV karena lukaluka ini menjadi tempat masuknya HIV. Faktor biologis lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada para WTS di Nairobi terbukti bahwa kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih tinggi 2. Portal of entry and exit portal of exit : HIV dapat keluar dari tubuh reservoir dalam hal ini adalah manusia melalui membran mukosa yang terletak di dalam vagina, diujung penis dan anus serta berupa cairan tubuh, termasuk ASI. portal of entry : pada kasus HIV/AIDS portal of exit sama dengan portal of entry. Virus HIV tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui membran mukosa dan darah (termasuk perinatal).

G. Aplikasi epidemiologi penyakit Aplikasi epidemiologi penyakit AIDS yaitu bagaimana cara pengaplikasian penyakit AIDS itu sendiri dengan pencegahannya serta penerapannya untuk mencari penyembuhannya dalam hal kesling dan kliniknya.dalam hal ini bagaimana perilaku atau gaya hidup manusia dalam menjaga kesehatan dan dan gaya hidupnya agar virus HIV AIDS tidak menyebar melalui seks bebas maupun penggunaan jarum suntik yang bergiliran terhadap pengguna narkoba, sehingga mencegah penyakit termasuk penyakit kolera.tertular ke manusianya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. \ HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV didunia. portal of exit HIV dapat keluar dari tubuh reservoir dalam hal ini adalah manusia melalui membran mukosa yang terletak di dalam vagina, diujung penis dan anus serta berupa cairan tubuh, termasuk ASI, sedangkan portal of entry pada kasus HIV/AIDS hampir sama dengan portal of exit. Virus HIV tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui membran mukosa dan darah (termasuk perinatal). B. Saran Saya suka dengan cara mengajar ibu, singkat namun mudah di mengerti. Ada pun saran saya, kalo bisa yah bu jangan terlalu banyak kasih tugas atau teori saja. Ada baiknya ketika kami di amanatkan untuk mengerjakan sebuah tugas, alangkah baiknya ketika tugas itu di diskusikan melalui kelompok masing masing yang telah di bagikan. Karna dengan adanya diskusi kelompok, pembahasannya akan semakin meluas sehingga banyak yang tidak kami ketahui akan menjadi sedikit tahu.

wassalam

DAFTAR PUSTAKA ml.scribd.com/doc/5150513/makalah-HIV-aids www.masbied.com.ensiklopedi.makalah infokesehatan101.blogspot.com.kesehatan www.aidsresearch.org/

Ditjen PPM & PL Depkes RI. Data Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2010 Avaiable from :http://www.aidsindonesia.or.id/repo/LT1Menkes2010.pdf

You might also like