You are on page 1of 11

BAB 1 PENDAHULUAN Islam adalah Agama Rohmatal Lil Alamin, dimana agama Islam menerima adanya perbedaan, karena

bagi Islam perbedaan adalah Rohmat. Begitupun dengan perbedaan imam (Aliran) dibolehkan dalam Islam. Persoalan imam merupakan aspek utama dalam ajaran agama Islam. Perbedaan teologis dikalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dala bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yamg muncul tentang berbagai

persoalan.Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para Rasul, Malaikat, Hari Kiamat dan berbagai ajaran Nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Pada makalah ini akan dibahas tentang Aliran Kholaf atau yang lebih dikenal dengan Aliran ASWAJA, setelah bab ini Tim penyusun berharap kita mampu menerangkan dan berpendapat tentang Aliran Kholaf di antaranya adalah :

a) Penyebabkan timbulnya aliran Kholaf (Al- Asyariyah dan Al - Maturidiyah). b) Tokoh-Tokoh aliran Kholaf (Al- Asyariyah dan Al - Maturidiyah). c) Doktrin aliran Kholaf (Al- Asyariyah dan Al - Maturidiyah).. d) Parbedaan dan Persamaan aliran Al- Asyariyah dan aliran Al - Maturidiyah

Halaman => 1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KHOLAF Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf. Khalaf berasal dari kata yang artinya Masa yang akan datang1),

.Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan para ulama modern, walaupun tidak dapat dikatakan bahwa semua ulama modern mengikuti jalan ini.2) Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut dengan sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Dalam sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok syiah. Dalam pengertian ini, Mutazilah juga sebagaimana Asyariyah masuk dalam barisan sunni. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asyariyah atau Al Maturidiyah dan merupakan lawan Mutazilah. Pengertian kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan ini. Selanjutnya, Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asyariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaranajaran Mutazilah.

B. ALIRAN AL- ASYARIYAH 1. Sejarah Kemunculan Aliran Asyariyah Pendiri aliran Al-Asyariyah adalah Abu Al-Hasan Ali Ibn Ismail Al-Asyari yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau masih keturunan dari Abu Musa Al-Asyari, seorang duta perantara dalam perseteruan pasukan shohabat Ali dan Muawiyah.
2

Sejak kecil Abu Al-Hasan berguru pada

Syech Al-Jubbai seorang tokoh Mutazilah yang sangat terkenal. beliau adalah murid yang cerdas dan menjadi kebanggaan gurunya, beliau sering mewakili gurunya untuk acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan ilmu ke-mutazilahannya, ia gencar menyebar luaskan paham mutazilah dengan karya-karya tulisnya. Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap aliran Mutazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mutazilah selama 40 tahun, maka ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300 Hijriyah. _____________________________________________
1) 2)

Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al-Manar, FARIHA ILYAS Halaman => 2

Ketidak-puasan Al-Asyari terhadap aliran Mutazilah diantaranya adalah : a. Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asyari yang mendorongnya untuk keluar dari paham Mutazilah. Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu timbul karena ia menganut Madzhab Syafii yang mempunyai pendapat berbeda dengan aliran Mutazilah. misalnya Madzhab syafii berpendapat bahwa Al-Quran itu tidak diciptakan, tetapi bersifat Qadim dan Allah dapat dilihat di akhirat nanti. Sedangkan menurut paham Mutazilah, bahwa Al-Quran itu bukan Qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Allah dan Allah bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata. b. Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang diperoleh dari Al-Jubai, menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapatkan penyelesaian yang memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.

Puncak perselisihan antara Asyariyah dan Mutazilah dalam masalah keadilan Allah adalah ketika Mutazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asyariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta keterikatan tindakan Allah dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka

pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Allah (Tauhid fil Afal) bahkan bertentang dengan ke-Esaan Allah itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mutazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari Dzat-Nya. Dalam pandangan Asyariyah, Allah itu adil, sedangkan pandangan Mutazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi Allah, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib bagi Allah. Tetapi bagaimanapun Al-Asyari meninggalkan paham Mutazilah ketika golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah AlMutawakkil membatalkan putusan Al-Mamun tentang penerimaan aliran Mutazilah sebagai madzhab Negara, kedudukan kaum Mutazilah mulai menurun, apalagi setelah Al-Mutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap diri Ibn Hanbal, lawan Mutazilah terbesar waktu itu. Dalam suasana demikianlah Al-Asyari keluar dari golongan Mutazilah dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin bahwa Al-Asyari meninggalkan paham Mutazilah karena melihat bahwa aliran Mutazilah tidak dapat diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiranteratur sebagai
Halaman => 3

pemikiran? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain yang

gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain, tidaklah mungkin bahwa Al-Asyari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau mereka

ditinggalkan tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur. Rasanya hal inilah, ditambah dengan perasaan syak tersebut diatas yang mendorong Al-Asyari untuk meninggalkan ajaran-ajaran Mutazilah dan membentuk teologi baru setelah puluhan tahun ia menjadi penganut setia aliran Mutazilah.

2. Tokoh-tokoh Aliran Asariyah Tokoh-tokoh besar yang mempunyai andil dalam menyebarluaskan dan memperkuat aliran AsyAriyah sangatlah banyak sekali. Diantara pengikut yang terpenting adalah: 1. Muhammad Iba Al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakar Al- Baqillani (403 H) Abu Bakar Al-Baqillani adalah pengganti pertama dari Asyari, lahirnya beberapa tahun setelah Asyari dan wafat di Baghdad tahun 1013 M. Al-Baqillani tidak begitu saja menerima ajaran-ajaran Asyari. Dalam beberapa hal dia tidak sepaham dengan Asyari, namun Beliu juga sepaham dengan pendapatnya Asyari mengenai paham perbuatan manusia. Kalau bagi Asyari perbuatan Manusia diciptakan oleh Allah SAW. Menurut Baqillani sendiri, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan perbuatannya.

2. Imam Al-Haramain (478 H= 1058 M) Imam Al Haramain adalah Abdulmalik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdullah bin Hayuwiyah Al Juwaini An Naisaburi. Pada masa hidupnya beliau digelari sebagai Imamul Haramain. Gelar Imamul Haramain (Imam Haramain), karena beliau pernah tinggal di Makkah Al Mukaramah selama empat tahun. Di sana belajar yang selanjutnya bahkan mengajar dan melakukan rnunazharah (Perdebatan) unfuk pemantapan dan memperkokoh pendiriannya dalam ilmu yang diperolehnya. Oleh sebab keunggulannya, beliau mampu rneluruskan dan membela pandangan aqidah yang hak. Beliau tempatkan pandangan aqidah Ahlussunnah pada ternpatnya dengan

megenyampingkan pengaruh golongan yang sesat dan merusak. Sehingga beliau mendapat gelar Dliyauddin, yakni Penerang Agama. Sama dengan Al-baqillani, Al-jawaini juga tidak selamanya setuju dengan ajaran-ajaran Asyari. Mengenai anthropomurphisme ia berpendapat bahwa tangan Tuhan harus diartikan (tawil) kekuasaan Tuhan. Mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan wajah
Halaman => 4

Tuhan diartikan wujud Tuhan. Dan keadaan duduk di atas tahta kerajaan diartikan Tuhan berkuasa dan Maha Tinggi. Mengenai perbuatan manusia Al-Juwaini berbeda pendapat dengan Al-Baqillani. Daya yang ada pada manusia dalam pendapat Al-Juwaini juga mempunyai efek. Tetapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan musahab. Wujud tergantung pada daya yang ada pada manusia. Dengan demikian Al-juwaini berada jauh dari paham Al-Asyari dan lebih dekat dengan paham mutazillah tentang causahty.

3.

Abu Hamid Al-Gazali (505 H= 1111 M) Al-gazali adalah tokoh Islam yang beraliran Ahli sunnah wal jamaah paham teologi yang dimajukan boleh dikatakan tidak berbeda dengan paham-paham Asyari. Al-gazali mengakui bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan. Juga Al-quran dalam pendapatnya bersifat qadim dan tidak diciptakan. Mengenai perbuatan manusia ia juga berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan dan daya itu terdapat pada diri manusia. Al-Gazali mempunyai paham yang sama dengan Asyari tentang beautific vision yaitu Tuhan bisa dilihat karena tiap-tiap yang mempunyai wujud dapat dilihat. Menurut Al-Gazali, Allah adalah satu-satunya sebab bagi alam. Ia ciptakan dengan kehendak dan kekuasaannya, karena kehendak Allah adalah sebab bagi segala yang ada, sedangkan ilmunya meliputi segala sesuatu. Atas pengaruh Al-Gazali, ajaran Al-Asyari yang serupa inilah yang meluas dikalangan Islam ahli sunnah dan jamaah.

4. Al-Syahrastani (548 H= 1153 M) Al-Syahrastani benar-benar menguasai sejarah dan pendapat-pendapat dari berbagai aliran Islam. Itu ia paparkan secara obyektif di dalam bukunya, al-milal wa al-Nihal (agama dan kepercayaan) yang sudah di kenal para analisis sejak abad yang lampau sebelum mereka menemukan kembali Maqalat al-islamiyyin karya Al-Asyari itu. Buku ini mereka jadikan rujukan, bahkan sampai hari ini. Al-syarastani tidak hanya meemfokuskan diri pada kelompok-kelompok keagamaan, tetapi juga mengkaji par filosof klasik dan modern. Penguasaan filosofinya ternyata amat mendalam dan sempurna. Nampak bahwa Al-syahrastani banyak terpengaruh oleh ibnu Sina, walaupun ia juga mengritik dan menentangkan. Tokoh Aliran Al-Asyariah

Halaman => 5

3. Doktrin - Doktrin Aliran Asyariyah Pemikiran Al-Asyari yang terpenting adalah : Tuhan dan sifat-sifat-Nya, Al-Asyari menyatakan Allah mempunyai sifat-sifat seperti Tangan dan Kaki tapi tidak bisa diartikan secara harfiah melainkan secara simbolis, dan ia mengatakan sifat Tuhan itu tidak dapat dibandingkan dengan sifat manusia yang tampaknya mirip. Kebebasan Dalam Berkehendak, Al-Asyari membedakan antara Khaliq dan Kasab, menurutnya Allah adalah pencipta perbuatan manusia dan manusia

sendirilah yang mengupayakannya. Akal dan Wahyu serta Kriteria Baik dan Buruk Al-Asyari mengatakatan bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu Qodimnya Al-Quran Al-Asyari mengatakan bahwa Al-Quran terdiri atas katakata, huruf dan bunyinya, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidakqodim. Melihat Allah SWT, Al-Asyari mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat tetapi tidak dapat digambarkan. Keadilan Al-Asyari mengatakan bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun karenaiaa dalah PenguasaMutlak. Kedudukan Orang Berdosa Al-Asyari mengatakan bahwa Mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur. C. ALIRAN AL MATHURIDIYAH 1. Sejarah Aliran Al Maturidiyah Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran AlAsyariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mutazilah, walaupun sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan pandangan Mutazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya. Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan pahampahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-Maturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.3)
_______________________________________________ 3).

Al-Maturidi, Kitab Syarh al-Akbar, Hyderabad: Darirah al-Maarif al-Nizamiah, 1321 H Halaman => 6

2. Tokoh-tokoh aliran Al Maturidiyah Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi. Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqadal Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya

sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat

dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi. 3. Doktrin-doktrin Aliran Al Maturidiyah Akal dan Wahyu, dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada AlQur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asyari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut. sesuai dengan ayat-ayat AlQur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha

memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-Kewajiban lainnya. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing. Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu: Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.

Halaman => 7

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asyari. Perbuatan Manusia, menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, AlMaturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkannya sendiri. Sifat Tuhan dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat sifat Tuhan. Melihat Tuhan Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia. Kalam Tuhan Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Perbuatan Manusia menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan ga ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Pengutusan Rasul Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda

dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengahtengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya. Pelaku dosa besar Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.

Halaman => 8

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ASYARIYAH DAN AL MATURIDIYAH 1. Persamaan Asyariyah dan Al Maturidiyah Kedua aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mutazilah. Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua aliran ini menyatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat dan Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya. Keduanya menentang ajaran Mutazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan beranggapan bahwa al-Quran adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim. Al-Asyari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa manusia dapat melihat Allah pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan tahu bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya. Persamaan dari kedua aliran ini adalah karena keduanya sering menggunakan istilah ahlu sunnah wal jamaah. Dan dikalangan mereka kebanyakan mengatakan bahwa madzhab salaf ahlu sunnah wal jamaah adalah apa yang dikatakan oleh Al-Asyari an Al-Maturidi. 2. Perbedaan Asyariyah dan Al Maturidiyah Tentang perbuatan manusia. Al-Asyari menganut paham Jabariyah hanya Allah pula yang

sedangkan Al-Maturidi menganut paham Qodariyah Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asyariyah tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban Maturidiyah akal dapat manusia sedangkan menurut pendapat

mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk

berterima kasih kepada Tuhan. Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asyari berkeyakinan bahwa Allah bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka, sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat akan mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa, karena Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.

Halaman => 9

BAB III KESIMPULAN 1. Aliran Al-Asyariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan Ali Ibn Ismail Al-Asyari yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau masih

keturunan Abu Musa Al-Asyari, seorang duta perantara dalam perseteruan pasukan Ali dan Muawiyah. Sedangkan Aliran Maturidiyah didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama AlMaturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi. 2. Adapun Aliran Al-Asyariyah dan Al- Maturidiyah memiliki beberapa persamaan

dan perbedaan dalam beberapa fahamnya. Persamaannya adalah mengenai hal - hal sebagai berikut : Aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mutazilah. Sifat-sifat Tuhan. Keduanya menentang ajaran Mutazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan beranggapan bahwa al-Quran adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim. Al-Asyari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa Manusia dapat melihat Allah pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan hanya Allah pula yang tahu bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya. Perbedaannya antara lain : Tentang perbuatan manusia. Al-Asyari menganut paham Jabariyah

Sedangkan Al-Maturidi menganut paham Qodariyah Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asyariyah tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat

Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk berterima kasih kepada Tuhan. Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asyari berkeyakinan bahwa Allah

bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka, sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat akan mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa, karena Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Halaman => 10

DAFTAR PUSTAKA

Fariha Ilyas Blog


IIM Tarbiyah Blog

http://farihailyas.blogspot.com/2010/08/salaf-dan-khalaf-dalam-tawil-ayatayat.html http://immtarbiyahpwt.blogspot.com/2011/09/aliran-asyariyah-danmaturidiyah.html

Maha Santri Blog

http://matakedip1315.wordpress.com/2013/01/19/asyariyah-danmaturidiyah/

Halaman => 11

You might also like