Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian Bilas lambung, atau disebut juga pompa perut dan irigasi lambung merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk membersihkan isi perut dengan cara mengurasnya.
Prosedur Bilas Lambung (Gastric Lavage) 2. Indikasi Prosedur ini sudah dilakukan selama 200 tahun dengan indikasi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Keracunan obat oral kurang dari 1 jam Overdosis obat/narkotik Terjadi perdarahan lama (hematemesis Melena) pada saluran pencernaan atas. Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis lebih lanjut. Dekompresi lambung Sebelum operasi perut atau biasanya sebelum dilakukan endoskopi Tindakan ini dapat dilakukan dengan tujuan hanya untuk mengambil contoh racun dari dalam tubuh, sampai dengan menguras isi lambung sampai bersih. Untuk mengetes benar tidaknya tube dimasukkan ke lambung, harus didengarkan dengan menginjeksekan udara dan kemudian mendengarkannya. Hal ini untuk memastikan bahwa tube tidak masuk ke paru-paru. 3. Cairan yang digunakan Pada anak-anak, jika menggunakan air biasa untuk membilas lambung akan berpotensi hiponatremi karena merangsang muntah. Pada umumnya digunakan air hangat (tap water) atau cairan isotonis seperti Nacl 0,9 %. Pada orang dewasa menggunakan 100300 cc sekali memasukkan, sedangkan pada anak-anak 10 cc/kg dalam sekali memasukkan ke lambung pasien. 4. Persiapan pelaksanaan Pada keadaan darurat, misalnya pada pasien yang keracunan, tidak ada persiapan khusus yang dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan bilas lambung, akan tetapi pada waktu tindakan dilakukan untuk mengambil specimen lambung sebagai persiapan operasi, biasanya dokter akan menyarankan akan pasien puasa terlebih dahulu atau berhenti dalam meminum obat sementara.
5. Prosedur Tindakan Sebuah pipa dimasukkan kedalam lambung melalui mulut atau hidung lalu ke esophagus. Dan berakhir di lambung. Kadang-kadang obat anti nyeri/anastesi harus diberikan untuk mengurangi rasa sakit dan iritasi pada pasien. Dan mencegah pasien untuk memuntahkan kembali tube/pipa yang sedang di masukkan. Peralatan suction di siapkan apabila terjadi aspirasi isi perut. Bilas lambung terus diulangi pada pasien yang keracunan sampai perutnya bersih. Pada pasien yang tidak sadar dan tidak dapat menjaga jalan nafas mereka, sebelum dilakukan bilas lambung/ menginseresikan tube untuk bilas lambung, terlebih dahulu pada pasien dipasang intubasi. 6. Kontra Indikasi Pada pasien yang mengalami cedera/injuri pada system pencernaan bagian atas, menelan racun yang bersifat keras/korosif pada kulit, daln mengalami cedera pada jalan nafasnya, serta mengalami perforasi pada saluran cerna bagian atas. komplikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Aspirasi Bradikardi Hiponatremia Epistaksis Spasme laring Hipoksia dan hiperkapnia Injuri mekanik pada leher, eksofagus dan saluran percernaan atas Ketidakseimbangan antara cairan dan elektrolit Pasien yang berontak memperbesar resiko komplikasi
Pertimbangan umum : Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka. Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat. Tetap selalu menjaga privacy pasien Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
A. Inspeksi jantung Tanda-tanda yang diamati : (1) bentuk prekordium (2) Denyut pada apeks jantung (3) Denyut nadi pada dada (4) Denyut vena
1. bentuk prekordium Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
2. Denyut apeks jantung (iktus kordis) Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV Sifat iktus : Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.
3. Denyutan nadi pada dada Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden
4. Denyutan vena Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
B. Palpasi jantung Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut : Pemeriksaan iktus cordis Pemeriksaan getaran / thrill Pemeriksaan gerakan trachea
1. Pemeriksaan iktus cordis Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri. 2. Pemeriksaan getaran / thrill Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan : Lokalisasi dari getaran Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
3. Pemeriksaan gerakan trachea Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba
C. Perkusi jantung Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung 1. Batas kiri jantung 2. Batas kanan jantung Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta
Batas kiri jantung Atas Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri Normal (pinggang jantung)
Batas kanan jantung Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak Normal : Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
D. Auskultasi Jantung. Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai bergantian. Corong pertama berbentuk kerucut (bell)yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi (apeks) Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah
1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I 2. Bising jantung / cardiac murmur
BUNYI JANTUNG I Daerah auskultasi untuk BJ I : Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini. Pada ruang interkostal IV V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar disini Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral.
Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada: stenosis mitral interval PR (pada EKG) yang begitu pendek pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada : shock hebat interval PR yang memanjang decompensasi hebat.
BUNYI JANTUNG II Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada : hipertensi arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada : kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
BJ I dan II akan melemah pada : orang yang gemuk emfisema paru-paru perikarditis eksudatif penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
BISING JANTUNG Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole. Tentukan lokasi bising yang terkeras. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
(1)Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising. (2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera. (3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga intensitas diantara (2) dan (5). (5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila tidak diletakkan pada dinding dada. (6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan mempunyai stetoskop stetoskop.
Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu
Tambahan : Pemeriksaan Fisik Jantung (Cor) Inspeksi Ictus Cordis (IC) Kesan
Tidak tampak
Tampak
Palpasi
Letak IC Pada orang dewasa normal, IC ada pada Septum intercostal (SIC) V di sebelah medial linea midklavikularis sinistra. Letak IC Kesan
Ke lateral Ke kaudolateral
Kuat angkat
Perkusi
Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra Kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra Kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
Ke lateral Ke kaudolateral
RVE LVE
Auskultasi
Bunyi jantung (BJ) I-II Interval Normal Jantung terkompensasi Tidak normal Atrial fibrillation (AF)[1] Keteraturan Reguler Jantung terkompensasi Ireguler AF Bising Pansistolik Kelainan katup Mitral stenosis (MS) Mitral regurgitasi (MR) Diagnosis banding Hipertension heart disease (HHD) Penyakit jantung rematik (PJR)
Gambar 1. Pemeriksaan JVP. Pasien berbaring supinasi 45, pulsasi jugularis terlihat tepat di atas klavikula Perbedaan antara denyut vena jugularis dengan arteri karotis Venous Berdenyut ke dalam Dua puncak dalam satu siklus (pada irama sinus) Dipengaruhi oleh kompresi abdomen Dapat menggeser earlobes (bila tekanan vena meningkat) Arterial
Berdenyut keluar Satu puncak dalam satu siklus Tidak dipengaruhi oleh kompresi abdomen Tidak menggeser earlobes Tujuan Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain: 1. Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD) 2. Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure) Kompetensi Dasar Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di atas sudut manubriosternal (Gambar 2). Tinggi sudut manubriosternal di atas midright atrium selalu konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal. (Waskito, 2008)
Pada pasien dengan JVP yang sangat tinggi (mis. pada pericardial tamponade atau constrictive pericarditis), vena jugularis interna dapat terisi penuh saat pasien berbaring 45, sehingga pasien perlu didudukkan untuk dapat melihat ujung pulsasi. Bila JVP terlihat di atas klavikula pada saat pasien duduk tegak, maka artinya tekanan JVP meningkat. Pada saat pasien duduk tegak, kadang-kadang tidak adekuat untuk memeriksa tekanan vena yang sangat tinggi. Maka pasien diminta untuk menaikkan tangan sampai vena di belakang tangan kolaps dan periksalah perbedaan tinggi tangan dengan atrium kanan atau sudut sternum. Contoh bentuk gelombang tekanan jugular dapat dilihat pada Gambar 3. (Waskito, 2008) Bentuk gelombang yang abnormal terjadi pada tricuspid regurgitation, yaitu gelombang sistoliknya besar sehingga dapat teraba dan tidak dapat hilang bila ditekan dengan jari. Penyebab peningkatan tekanan JVP adalah payah jantung kongestif, dimana peningkatan tekanan vena menunjukkan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan JVP yang tidak pulsatif, menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi vena kava superior. (Waskito, 2008) Penyebab dan ciri-ciri peningkatan JVP Sering Payah jantung kongestif Tricuspid reflux Bentuk gelombang normal Gelombang V yang besar Agak jarang
Pericardial tamponade Massive pulmonary embolism Peningkatan tekanan vena, pola gelombang sulit ditentukan karena pasien menjadi hipotensi bila duduk Jarang Superior caval obstruction Constrictive pericarditis Tricuspid stenosis Alat dan Bahan 2 buah penggaris (skala sentimeter) Senter Prosedur 1. Atur klien pada posisi supine dan relaks. 2. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan: o 15 - 30 (Luckman & Sorensen, 1993, p 1112; Lanros & Barber, 1997, p. 141), atau o 30 - 45 (LeMone & Burke, 2000, p. 1188), atau o 45 - 90 pada klien yang mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang cukup bermakna (Luckman & Sorensen, 1993, p 1112). 3. Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang tajam. 4. Anjurkan kepala klien menengok menjauhi arah pemeriksa. 5. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas. 6. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows) vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna (bedakan denyutan ini dengan denyutan dari arteri karotis interna di sebelahnya), jika tidak tampak gunakan vena jugularis eksterna. 7. Tentukan titik tertinggi dimana pulsasi vena jugularis interna/eksterna dapat dilihat (Meniscus). 8. Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur tinggi pulsasi vena. Titik ini 4 5 cm di atas pusat dari atrium kanan. 9. Gunakan penggaris. o Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya menempel pada sudut sternum. o Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat di titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan pada penggaris ke-1. 10. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi vena (meniscus). 11. Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi tempat tidur bagian kepala ditinggikan 30 - 45 (Luckman & Sorensen, 1993, p. 1113). 12. Catat hasilnya.
Menulis dan Membaca Hasil Misal = 5+2 5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium, dan ini adalah konstanta +2: hasilnyameniscus Hasil Pengukuran dan Interpretasinya
1. Nilai lebih dari normal, mengindikasikan peningkatan tekanan atrium/ventrikel kanan, misalnya terjadi pada: a. Gagal jantung kanan b. Regurgitasi trikuspid c. Perikardial tamponade 2. Nilai kurang dari normal, mengindikasikan deplesi volume ekstrasel. 3. Distensi unilateral, mengindikasikan obstruksi pembuluh pada salah satu sisi.