You are on page 1of 19

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun 2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak. Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di Indonesia sebesar 4,6 . Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6.2 Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.3,4 Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama, ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit. Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma primer biasanya mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait dengan gangguan mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran aqueous. Penyakit yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris atau unilateral.3 Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik, yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3 Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul katarak matur atau hipermatur.3,5,6 Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular yang normal.4 Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya tinggi.3 Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput.7

Protein ini dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa, menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma sekunder.3,6,7,8 Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan penglihatan yang semakin memburuk. Pemeriksaan menunjukkan adanya tekanan intraokular yang meningkat secara nyata, edema kornea mikrosistik, sel menonjol dan reaksi flare tanpa adanya presipitat keratik dan sudut ruang anterior terbuka. Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan pseudohipopion mungkin terjadi. Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat dilihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan pelepasan bahan lensa.3 Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan sistemik. Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai operasi katarak dapat dijadwalkan.9 Meskipun obat untuk mengontrol tekanan intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.3,9 Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implant lensa intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai prosedur pilihan.9 Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai glaukoma fakolitik

1.2. Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah glaukoma fakolitik ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata di RSU Pirngadi Medan 2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca, terutama mengenai glaukoma fakolitik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Sekresi aqueous

2.1.1. Anatomi Mata adalah organ yang terdiri dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan fibrosa terluar membentuk kornea dan sklera lapisan vaskular medial (uvea) dan lapisan neural terdalam yaitu retina.10 Uvea terbagi atas 3 bagian yaitu iris, badan siliari, dan koroid (mulai dari depan hingga belakang).11 Badan siliari memanjang dari akar iris ke ora serata. Badan siliari terbagi atas dua bagian yaitu anterior pars plikata dan posterior pars plana.10,12 Pars plikata memiliki 70 prosesus siliari berorientasi radial yang berproyeksi ke dalam ruang posterior. Setiap prosesus siliari dilapisi oleh lapisan epitel yang berpigmen bersambung dengan epitel pigmen retina dan lapisan epitel tidak berpigmen bersambung dengan neuroretina. Setiap prosesus memiliki arteriol sentral yang berakhir dalam jaringan kapiler yang kaya. Kapiler dari stroma dan prosesus siliari berlubang, sehingga memungkinkan mudahnya aliran cairan dan makromolekul. Tight junction antara sel epitel tidak berpigmen merupakan blood aqueous barrier.12

2.1.2. Fisiologi Aqueous humor merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior (0,25ml) dan kamera okuli posterior (0,06ml) bola mata. Fungsi aqueous humor adalah untuk mempertahankan tekanan intraokular yang memadai, peran metabolik penting (menyediakan substrat dan memindahkan metabolit dari kornea avaskular dan lensa), mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan limfe yang tidak ditemukan dalam bola mata.10,13 Komposisi aqueous humor normal sebagai berikut Air 99,9% dan solid 0,1%, yang termasuk o Protein (kandungan koloid). Karena blood aqueous barrier, kandungan protein dalam aqueous humor (5-16mg%) lebih sedikit dibandingkan di plasma (6-7 gm%). Namun, pada inflamasi uvea (iridosiklitis),

blood aqueous barrier rusak dan kandungan protein aqueous meningkat (plasmoid aqueous) o Asam amino ditemukan sebanyak 5mg/kg air o Non-koloid yaitu glukosa (6 milimol/kg air), urea (7 milimol/kg air), askorbat (0,9 milimol/kg air), asam laktat (7,4 milimol/kg air), inositol (0,1 milimol/kg air), Na+ (144 milimol/kg air), K+ (4,5 milimol/kg air), Cl- (10 milimol/kg air) dan HCO3- (34 milimol/kg air) o Oksigen ditemukan dalam aqueous pada kondisi dissolved. Catatan Kandungan aqueous serupa dengan plasma kecuali di aqueous terdapat konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang tinggi, sedangkan protein, urea, dan glukosa yang rendah.13 Komposisi aqueous humor di kamera okuli anterior berbeda dengan di posterior karena adanya pertukaran metabolik. Perbedaan utama adalah HCO3 (kadar di kamera okuli posterior lebih tinggi), Cl- (di posterior lebih rendah), Askorbat (di posterior sedikit lebih tinggi).13 Aqueous humor berasal dari plasma dalam jaringan kapiler prosesus siliari. Kecepatan produksi normal adalah 2,3 l/menit.13 Aqueous humor diproduksi melalui dua tahap, yaitu11,12 Pembentukan filtrat plasma dalam stroma badan siliar. Pembentukan aqueous dari filtrat ini melewati blood-aqueous barrier. ada tiga mekanisme, yaitu ultrafiltrasi, difusi, dan sekresi berperan

Menurut

dalam produksi aqueous humor pada tingkat yang berbeda. Ultrafiltrasi yaitu proses dimana kebanyakan substansi plasma keluar dari epitel pigmen prosesus siliari. Filtrat plasma berakumulasi di epitel prosesus siliari.13 Ada dua mekanisme terlibat, sebagai berikut12 1. Sekresi aktif kebanyakan oleh epitel siliar yang tidak berpigmen. Ini adalah hasil proses metabolik yang bergantung pada beberapa sistem enzim, terutama pompa Na+/K+/ATPase yang menyekresi ion Na+ ke dalam ruang posterior. Ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik di sel epitel siliar sehingga air dapat lewat secara pasif mengikuti gradien osmotik. Sekresi Cl- pada permukaan sel tidak berpigmen mungkin merupakan faktor

yang menghammbat. Karbonik anhidrase juga memainkan peran, tetapi mekanisme pastinya tidak jelas. Sekresi aqueous berkurang akibat faktor yang menghambat metabolisme aktif seperti hipoksia dan hipotermia tetapi tidak bergantung pada kadar tekanan intraokular.12 2. Sekresi pasif oleh ultrafiltrasi dan difusi (yang tergantung pada tingkat tekanan hidrostatik kapiler. Tekanan onkotik dan tekanan intraokular diperkirakan memainkan peranan kecil dalam kondisi normal.12

2.2. Aliran Aqueous 2.2.1.Anatomi 1. Anyaman trabekular merupakan saringan seperti struktur di sudut kamera okuli anterior dimana sekitar 90% aqueous humor melalui anyaman ini untuk meninggalkan mata. Ini terbagi atas tiga yaitu a. Anyaman uveal merupakan bagian terdalam yang terdiri dari anyaman seperti kabel yang membentang dari akar iris ke garis Schwalbe. Rongga intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap aliran aqueous.12 b. Anyaman korneosklera membentuk bagian medial yang memanjang dari taji sklera ke garis Schwalbe. Anyamannya seperti lembaran dan rongga intertrabekular lebih kecil dibanding pada anyaman uvea.12 c. Anyaman endotel (jukstakanalikular) merupakan bagian terluar trabekulum yang menghubungkan anyaman korneosklera dengan endotel dinding dalam kanal Schlemm. Jaringan jukstakanalikula memberikan kontribusi besar resistensi terhadap aliran aqueous.12

Gambar 2.1. Iris dan Lensa.14

2. Kanal Schlemm merupakan saluran melingkar di sklera perilimbus yang dijembatani oleh septa.12 Kanal ini terletak di luar anyaman trabekula dan anterior taji sklera.15 Dinding dalam kanal dilapisi oleh sel endotel berbentuk gelendong tidak beraturan yang mengandung vakuola besar.12 Lubang-lubang dan vesikel pinositik di membran sel dapat menjadi jalan dari aliran aqueous humor. Area yang memisahkan lapisan sel endotel kanal dari anyaman trabekula disebut lapisan kribriform atau jaringan jukstakanalikular.15 Dinding luar kanal dilapisi oleh sel datar licin dan mengandung bukaan saluran kolektor yang terhubung secara langsung atau tidak langsung dengan vena episklera.12

Gambar 2.2 Anatomi aliran aqueous. (a) anyaman uveal (b) anyaman korneosklera (c) garis Schwalbe (d) kanal Schlemm (e) saluran penghubung (f) otot longitudinal badan siliar (g) taji sklera.12

2.2.2.Fisiologi Aqueous mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior. Terdapat dua jalur utama untuk keluar dari mata, yaitu12 1. Sekitar 90% aliran aqueous melalui jalur trabekula (konvensional). Aliran aqueous melalui trabekulum ke dalam kanal Schlemm dan kemudian dialiri oleh pembuluh darah vena episklera. Ini adalah jalur yang sensitif terhadap tekanan sehingga dengan peningkatan tekanan kepala akan meningkatkan aliran.12 2. Jalur uveosklera (tidak konvensional) berperan untuk 10% aliran aqueous. Aqueous melewati tubuh siliari ke ruang suprakoroidal dan didrainase oleh sirkulasi vena dalam badan siliar, koroid dan sklera. Cairan ini bergerak ke dalam rongga suprakoroidalis dan diserap ke dalam vena siliari anterior dan vena vorteks. Sisa aqueous bergerak ke lubang anyaman korneosklera yang lebih sempit dan melalui jaringan jukstakanalikular dan lapisan endotel ke kanal Schlemm. Dalam bagian histologis, banyak sel-sel endotel yang melapisi dinding dalam kanal ditemukan mengandung vakuola besar.15 Aliran uveosklera berkurang dengan pemberian miotik dan ditingkatkan dengan atropine, simpatomimetik dan prostaglandin. Sebagian aqueous juga mengalir melalui iris.12

Gambar 2.3.Jalur aliran aqueous. (a)trabekula (b) uveosklera (c)iris.12

Gambar 2.4. Sistem aliran aqueous.13

Gambar 2.5. Bagan aliran aqueous humor.

13

2.3.

Glaukoma

2.3.1. Definisi Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama, ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.

Tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular adalah sebagai berikut3 Tingkat produksi aqueous humor oleh resistensi badan siliar terhadap aliran aqueous di trabecular meshwork Schlemms canal system Lokasi resistensi tertentu umumnya diduga berada di juxtacanalicular meshwork Kadar tekanan vena episklera

Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma primer biasanya mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait dengan gangguan mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran aqueous. Penyakit yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris atau unilateral.3 Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik, yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3 Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul katarak matur atau hipermatur.3,5,6

2.3.2. Epidemiologi Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun 2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak. Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di Indonesia sebesar 4,6 . Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6.2 Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang tua. Pasien termuda yang pernah dilaporkan berusia 35 tahun. Glaukoma ini juga tidak didapati adanya predileksi seksual.9

10

2.3.3. Etiologi Etiologi glaukoma fakolitik adalah9 Katarak matur (terjadi kekeruhan secara keseluruhan) Katarak hipermatur (korteks mencair dan nukleus mengambang secara bebas) Katarak imatur yang mencair secara fokal (jarang terjadi) Lens katarak yang dislokasi dalam vitreus.

2.3.4. Pafisiologi Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya tinggi.3 Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput.7 Protein ini dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa, menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma sekunder.3,6,7,8 2.3.5. Diagnosis Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular yang normal.4 Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan penglihatan yang semakin memburuk.3,16 Pemeriksaan slit lamp menunjukkan adanya edema kornea mikrosistik, kamera okuli anterior mengandung flare hebat tanpa adanya presipitat keratik, sel besar (makrofag), agregat material putih, dan partikel yang warna warni. Partikelpartikel ini mewakili adanya kalsium oksalat dan kristal kolesterol yang bebas dari lensa bersifat katarak yang mengalami degenerasi.9 Dari tonometri didapati adanya tekanan intraokular yang meningkat secara nyata.3,9,16 Selain itu, juga didapati adanya sel aqueous yang lebih besar dibandingkan limfosit yang tampak di uveitis. Sel-sel ini diperkirakan merupakan makrofag yang membengkak dengan material lentikular eosinofilik dimana mereka telah ditelan.3,16,17 Diagnosis dapat ditegakkan dengan

11

parasentesis cairan kamera okuli anterior dan pemeriksaan material untuk makrofag dengan material lensa.17

Gambar 2.6. Glaukoma fakolitik. A. menunjukkan adanya katarak Morgagni. B. Makrofag yang mengandung material lensa tampak di sudut kamera okuli anterior dan anyaman trabekula.17

Pada pemeriksaan gonioskopi didapati sudut terbuka.3,16 Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan pseudohipopion mungkin terjadi.3 Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat dilihat di ruang anterior.3,16 Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan pelepasan bahan lensa.3

Gambar 2.7. Glaukoma fakolitik. Manifestasi klinis berupa hyperemia konjungtiva, edema kornea mikrositik, katarak matur, dan reaksi ruang anterior yang menonjol, seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Perhatikan protein lensa berkumpul di endothelium dan berlapis di sudut, membentuk pseudohipopion.2

12

Gambar 2.8. Karakteristik katarak hipermatur dengan kerutan kapsul lensa anterior, yang terjadi akibat hilangnya volume korteks. Sinekia posterior ekstensif terjadi, membuktikan adanya inflamasi sebelumnya.2

Gambar 2.9 Hipopion dalam glaukoma fakolitik.18

2.3.6. Diferensial Diagnosis Glaukoma fakolitik tidak memiliki presipitat keratik, yang tidak serupa dengan glaukoma uveitis (seperti yang terlihat di glaukoma fakoanafilaktik).3,9 Pada glaukoma fakolitik juga didapati adanya bercak berwarna putih di kapsul anterior lensa. Ini juga membedakannya dengan glaukoma yang diinduksi lensa lainnya (seperti lens particle glaucoma, glaukoma fakoanafilaktik), dimana kapsul lensanya intak.9 2.3.7. Penatalaksanaan Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan sistemik.9,19 Selain itu terapi juga diperlukan untuk meredakan reaksi inflamasi akut.19 Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai

13

operasi katarak dapat dijadwalkan. Beberapa penggunaan beta bloker topikal, alfaadrenergik 2 topikal, karbonik anhidrase inhibitor topikal, dan kortikosteroid topikal harus dimulai bila sudah terdapat gejala klinis. Tekanan intraokular harus diukur ulang 30 menit sampai 1 jam. Jika tekanan intraokular sangat tinggi atau tidak respon terhadap obat topikal awal, karbonik anhidrase inhibitor sistemik dan agen osmotik juga harus diberikan. Prostaglandin analog mungkin tidak terlalu berguna untuk pengobatan glaukoma fakolitik karena onset kerjanya lambat dan risiko eksaserbasi inflamasi intraokular.9 Beta bloker menurunkan produksi aqueous humor oleh epitel iliari, sehingga menurunkan tekanan intraokular. Beta bloker ini menurunkan pembentukan aqueous sebesar 24-48%. Selain itu, juga dapat menurunkan kardiak output, frekuensi jantug dan tekanan darah, menghambat reseptor beta adrenergik di bronkus dan bronkiolus, dan memiliki sedikit atau tidak ada efek pada ukuran pupil dan akomodasi.20 Contohnya timolol maleat 0,25-0,5%, levobunolol (beta bloker nonselektif), karteolol (nonselektif), dan betaxolol (selekif reseptor beta-1 adrenergik).9,20 Agen alfa2 adrenergik yang merupakan inhibitor poten produksi aqueous dengan menurunkan sebesar 35-40%. Selain itu, juga dapat meningkatkan aliran uveosklera.20 Contohnya brimonide tartrat 0,2% dan apraklonidin.9,20 Karbonik anhidrase merupakan sulfonamide nonbakteriostatik yang

menghambat enzim karbonik anhidrase (seperti dorzolamid, brinzolamid topikal, metazolamid sistemik, dan asetazolamid). Kerjanya adalah dengan menurunkan kecepatan produksi aqueous humor. Dorzolamide 2% diberikan secara topikal. Inhibisi karbonik anhidrase di prosesus siliari menurunkan sekresi aqueous humor, kemungkinan dengan menurunkan pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi transpor sodium dan cairan. Asetazolamid digunakan untuk pengobatan tambahan glaukoma. Obat ini dapat menurunkan produksi aqueous humor sebesar 20-40% tanva adanya perubahan signifikan pada fasilitas aliran. Efek maksimal tampak 2-4 jam setelah administrasi oral dan 10-15 menit setelah administrasi intravena.9,20 Meskipun obat untuk mengontrol tekanan intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.3,9,18 Ekstraksi katarak ekstrakapsular

14

(misalnya fakoemulsifikasi) dengan implan lensa intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai prosedur pilihan.9

2.3.8. Komplikasi Pasien dapat kehilangan penglihatannya bila tidak diobati dan/ atau terjadi edema kornea yang persisten. Komplikasi operasi, seperti perdarahan suprakoroid, ruptur kapsular dengan hilangnya material lensa ke dalam segmen posterior, luka di kornea, dan terjadi prolapsus vitreus.9

2.3.9. Prognosis Prognosisnya baik pada kebanyakan pasien yang mengalami perbaikan penglihatan setelah dilakukan ekstraksi katarak. Namun, pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan prognosis yang buruk. Pasien dengan glaukoma fakolitik memiliki prognosis buruk dibandingkan pasien dengan glaukoma fakomorfik.9

15

BAB 3 KESIMPULAN

Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama, ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit. Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik, yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa. Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul katarak matur atau hipermatur. Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular yang normal. Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya tinggi. Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput. Protein ini dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa, menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma sekunder. Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan penglihatan yang semakin memburuk. Pemeriksaan menunjukkan adanya tekanan intraokular yang meningkat secara nyata, edema kornea mikrosistik, sel menonjol dan reaksi flare tanpa adanya presipitat keratik dan sudut ruang anterior terbuka. Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan pseudohipopion mungkin terjadi. Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat dilihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering

16

dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan pelepasan bahan lensa. Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan sistemik. Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai operasi katarak dapat dijadwalkan. Meskipun obat untuk mengontrol tekanan intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implant lensa intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai prosedur pilihan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Kingman, S. 2004. Glaucoma is Second Leading Cause of Blindness Globally. Bulletin of the World Health Organization 82(11) 811-90. 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional 2007 Riset Kesehatan Dasar 2007. Depkes RI. pXIV-V 117-8. 3. American Academy of Opthalmology. 2012. Basic and Clinical Science Course Section 10 Glaucoma. p3-5,108-9. 4. Eva, P.R., Whitcher, J.P. 2007. Chapter 11 Glaucoma. In Vaughn & Asburys General Ophthalmology 17th Edition. Mc Graw Hill- Lange. 5. Forster, D.J. 2009. Part 7 Uveitis and Other Intraocular Inflammations Section 7 Traumatic Uveitis 7.18 Phacogenic Uveitis. In Yanoff, M., Duker, J.S. Opthalmology 3rd Edition. China Mosby Elsevier. p857. 6. Wagner, P. Lang, G.K. 2000. Chapter 10 Glaucoma. In: Lang,G.K. Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p271 7. Lang, G.K. 2000. Chapter 7 Lens. In: Lang,G.K. Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p165-8,79. 8. Howes, F.W. Part 5 The Lens 5.4. Indications for Lens Surgery/ Indications for Application of Different Lens Surgery Techniques. In Yanoff, M., Duker, J.S. Opthalmology 3rd Edition. China Mosby Elsevier. p424-5. 9. Yi,
K. 2011.

Phacolytic

Glaucoma.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/1204814-overview#showall. [Accessed 4th November 2012]. 10. Remington, A. 2005. Chapter 1 Visual System. In: Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p1. 11. Remington, A. 2005. Chapter 3 Uvea. In: Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p34-49.

18

12. Kanski, J.J. 2007. Chapter 13 Glaucoma. In Clinical Ophthalmology A Systematic Approach 6th Edition. Philadelphia Butterworth Heinemann Elsevier. P372-4. 13. Khurana, A.K. 2003. Chapter 9 Glaucoma. In Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi New Age International (P) Ltd. p206-8. 14. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 1 Anatomy. In Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p7. 15. Remington, A. 2005. Chapter 6 Aqueous and Vitreus Chambers. In: Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p103-9. 16. Papaconstantinou, D. et al. 2009. Lens-induced Glaucoma in the Elderly. Clinical Interventions in Aging 4 331-6. 17. Rao, N.A., See, R.F. 2006. Chapter 41 Lens-Induced Uveitis and Related Intraocular Inflammations. In Duanes Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott Williams & Wilkins. Available from

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v4/v4c041. html#phacot. [Accessed 8th November 2012]. 18. Gressel, M.G. 2006. Chapter 54A Lens-Related Glaucomas. In Duanes Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott Williams & Wilkins. Available from http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3 /v3c054a.html. [Accessed 8th November 2012]. 19. Anonimous. 2004. Phacolytic Glaucoma. In Handbook on Ocular Disease Management. Available from http://cms.revoptom.com/handbook

/March_2004/sec4_2.htm. [Accessed 8th November 2012]. 20. Graham, R.H. 2012. Phacoanaphylaxis. Available from http://emedicine .medscape.com/article/1211403-overview#showall. November 2012]. [Accessed 8th

19

You might also like