Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tengah adalah 252 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dua kali lipat lebih tinggi dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup (Erlina, 2008). Menurut Manuaba (1998), penyebab kematian maternitas terbanyak adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%). Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 40% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Perdarahan postpartum merupakan penyebab perdarahan bidang obstetrik yang paling sering. Sebagai penyebab langsung kematian maternal, perdarahan postpartum merupakan penyebab kematian akibat perdarahan. Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Page 1
Page 2
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas adalah : Etiologi perdarahan postpartum dini : 1. Atonia uteri Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
Umur yang terlalu muda / tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Partus lama dan partus terlantar Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Laserasi Jalan lahir Laserasi jalan lahir disebabkan oleh robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. 3. Hematoma Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum. 4. Lain-lain
Page 3
Etiologi perdarahan postpartum lambat : 1. Tertinggalnya sebagian plasenta 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta 3. Dari luka bekas seksio sesaria
Frekuensi
perdarahan
postpartum
dari
seluruh
persalinan
berdasarkan
penyebabnya : 1. Atoni uteri ( 50 60% ). 2. Retensio plasenta ( 16 17% ). 3. Sisa plasenta ( 23 24% ). 4. Laserasi jalan lahir ( 4 5% ). 5. Kelainan darah ( 0,5 0,8% ).
Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Predisposisi atonia uteri :
Grandemultipara Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)
Page 4
Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) Partus lama (exhausted mother) Partus precipitatus Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Infeksi uterus Anemi berat Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas
IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam. Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera
setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ). Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama, pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar , persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek. Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
Page 5
Retensio Plasenta (16-17 % ) Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah
bayi lahir. Gejala yang selalu ada : plasenta belu lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang kadang timbul : tali pusat putus akibat raksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Penyebab retensio plasenta : 1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya di bagi menjadi : a. Plasenta adhesive lebih dalam. b. Plasenta inkerta c. Plasenta akreta ke serosa. d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim. : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai desidua endometrium sampai ke miometrium. : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
Page 6
Inversio Uteri Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan. Pembagian inversio uteri : a. Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim. b. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina. c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. Penyebab inversio uteri : a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ). b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri : a. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya. b. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Page 7
Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit. Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang cabang arteria uterine.
Perdarahan postpartum karena sisa plasenta (23-24 % ) Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus
dilakukan ekksplorasi dari kavum uteri. Potongan -potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui, biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat. Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa sisa plasenta ini segera dikeluarkan walaupun ada demam.
Page 8
Robekan Jalan Lahir (4-5 % ) Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang kadang kadang timbul : pucat, lemah, menggigil. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. a. Robekan serviks Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. b. Robekan Vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam. Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum. c. Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa,
Page 9
A.
DEFENISI Plasenta rest merupakan tertinggalnya bagian plasenta (satu atau lebih lobus), sehingga
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. Plasenta Rest adalah adanya sisa plasenta di dalam rahim yang sudah lepas tapi belum keluar sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Plasenta rest dapat disebabkan oleh karena atonia uteri, adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat
Page 10
B.
FISIOLOGI & TIPE PLASENTA Plasenta berbentuk bundar atau oval, diameter 15-20cm, tebal 2-3cm, berat 500-600
gram, biasanya plasenta akan berbentuk lengkap pada kehamilan kira-kira 16 minggu, dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim. Letak plasenta yang normal umumnya pada corpus uteri bagian depan atau belakang agak kearah fundus uteri. Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu : Bagian janin (fetal portion) Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari uri yang matang terdiri atas : Vili korialis Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole, darah dipompa dengan tekanan 70-80mmHg kedalam ruang interviler sampai lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari kotiledon-kotiledon.Darah tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan ke pembuluh darah balik (vena-vena) didesidua dengan tekanan 8mmHg. Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin, dibawah lapisan amnion ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada uri bagian permukaan janin Bagian maternal (maternal portion)
Page 11
Tipe tipe plasenta Menurut bentuknya Plasenta normal Plasenta menbranasea (tipis) Plasenta suksenturiata (satu lobus terpisah) Plasenta spuria Plasenta bilobus ( 2 lobus) Plasenta trilobus (3 lobus)
Menurut pelekatan pada dinding rahim Plasenta adhesiva (melekat) Plasenta akreta(lebih melekat) Plasenta inkreta (sampai ke otot polos) Plasenta perkreta (sampai keserosa)
Page 12
C. ETIOLOGI
Plasenta belum lepas dari dinding uterus Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena : Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium
Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh: Karena atonia uteri Kesalahan penanganan pada kala III sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran konstriksi pada segmen bagian bawah uterus yang dapat menghalangi keluarnya plasenta. Keadaan umum yang menambah risiko terjadinya perdarahan postpartum menurut buku Sinopsis Obstetri Fisiologi & Patologi, Prof.Dr. Rustam Mochtar ialah : Regangan uterus yang berlebihan misalnya pada hydramnion dan kehamilan ganda.
Page 13
D. PATOGENESIS Kala tiga dapat dibagi ke dalam 4 fase yaitu : 1. Fase laten Fase laten ditandai dengan menebalnya dinding uterus yang bebas tempat palsenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis. 2. Fase kontraksi Fase kontraksi ditandai dengan menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat ( dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm ). 3. Fase pelepasan plasenta Pada fase ini plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematon yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta. Akibatnya terjadi robekan di lapisan spongiosa. 4. Fase pengeluaran Pada fase ini plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Page 14
Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan terjadi karena uterus tidak bisa berkontraksi secara efektif.
Tinggi fundus uterus tidak berkurang walaupun uterus berkontraksi Pemerikasan tanda tanda vital Pemeriksaan suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia. Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat. Tekanan darah Tekanan darah biasanya turun, memperingan hipovolemia.
Page 15
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hitung darah lengkap Untuk melihat nilai hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Ht ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit, pada keadaan yang disertai dengan infeksi 2. Menentukan adanya gangguan koagulasi Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhana dengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua. 3. Pemeriksaan USG Pada pemeriksaan USG akan terlihat adanya sisa plasenta (stoll cell)
G . DIAGNOSIS Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa lengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta maka untuk memastikannnya dengan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau alat bantu diagnostik ultrasonografi. Diagnosis perdarahan pasca persalinan : Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
Page 16
Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah Pemeriksaan laboratorium : Periksa darah (Hb, COT (Clot Observation Test ). Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.
I. PENATALAKSANAAN Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
Page 17
Page 18
dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal di dalam rahim setelah plasenta lahir.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
Indikasi Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam. Teknik Pelaksanaan Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual.
Page 19
Dilakukan bila plasenta tidak lahir setelah 1 jam bayi lahir disertai managemen aktif kala III Kaji ulang indikasi Persetujan tindaka medis Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus Berikan sedativa dan analgetik Berikan antibiotik dosis tunggal (profilaksis), Ampisilin 2 g iv ditambah metronidazol 500mg iv Pasang sarung DTT Jepit tali pusat dengan krokher dan tegangan sejajar lantai Masukan tangan secara obstetrik dengan menelusuri bagian bawah tali pusat (gambar 43.1) Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk kedalam kavum uteri,sementara itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri,sekaligus untuk mencegah inversio uteri (gambar 43.2) Dengan baguan lateral jari-jari tangan dicari insersi pingggir plasenta Buka tangan obstetri menjadi seperti memberi salam,jari-jari dirapatkan Tentukan implantasi plasenta ,temukan tepi plasenta yang paling bawah Gerakkan tangan kanan ke kri dan kanan sambil menggeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus,kemungkinan plasenta akreta,dan siapkan laparatomi untuk histerektomi spravaginal
Page 20
Kuretase Pilihan utama bagi evakuasi uterus adalah aspirasi vakum manual, dilatasi dan kuretase dianjurkan apabila aspirasi vakum manual tidak tersedia. Cara kerja kuretase adalah : Kaji ulang indikasi Lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis Persiapkan alat,pasien dan pencegahan infeksi sebelim tindakan Berikan dukungan emosional.beri petidin 1-2 mg/kg BB IM atau IV sebelum prosedur Suntikan 10 IU oksitosin IM atau 0.2 mg ergometrin IM sebelim tindakan agar uterus berkontraksi dan mengurangi resiko perforasi
Page 21
servik,besar,srah.konsistensi uterus dan kondisi fornises Lakukan tindakan aseptik / antiseptik pada vagina dan servik Periksa apakah ada robekan servik atau hasil konsepsi dikanalis servikalsi.jika ada,keluarkan dengan cunam ovum Jepit servik dengan tenakulum pada pukul 11.00-13.00.dapat pula menggunakan cunam ovum untuk menjepit servik (gambar 34.1) Jika menggunakan tenakulum,suntikan lignokain 0.5% 1 ml pada bibir depan atau belakang servik Dilatasi hanya diperlukan pada missed abortion atau jika sisa hasil konsepsi tertahan di kavum uteri untu beberapa hari o Masukkan sendok kuret melalui kanalis servikalis o Jika diperlukan dilatasi (gambar 34.2) mulai dengan dilator terkecil sampai kanalis servikalis cukup untuk dilalui sendok kuret (biasanya 10-12mm) o Hati-hati jangan merobek serviks atau membuat perforasi uterus Lakukan pemeriksaan kedalaman dan kelengkungan uterus dengan penera kavum uteri Lakukan kerokkan dinding uterus secara sistematik hingga bersih (terasa seperti mengenai bagian bersabut) (gambar 34.3) Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai basar dan konsistensi uterus Hasil evakuasi diperiksa dulu dan dikirim kelabor PA
Page 22
J. KOMPLIKASI Perdarahan karena sisa plasenta dapat menyebabkan : Syok Hipovolemik Infeksi
Page 23
Page 24