You are on page 1of 7

Patofisiologi Stroke Hemoragik Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid.

Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).

STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL Definisi Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.(Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi,1999) Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000).

Epidemiologi Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999) Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan,2000) menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti AmerikaAfrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS. Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama (Broderick, 1999).

Patofisiologi Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi

lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma CharcotBouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005). Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy (Gilroy, 2000; Ropper, 2005; O'Donnel, 2000). Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM (Caplan,2000; Gilroy,2000; Ropper, 2005). Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai internationa! normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko PIS. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya (Caplan,2000;

Gilroy,2000;Ropper,2005).

Gejala Klinis

Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Caplan,2000; Gilroy,2000; Ropper,2005) Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarakhnoid.(Gilroy,2000) Tergantung dari bagian otak yang terkena, yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut: Tidak ada TIA Gejala awa biasanya pada waktu melakukan kegiatan Sakit kepala kadang-kadang hebat

Perubahan yang cepat dari deficit neurologi termasuk penurunan tingkat kesadaran sampai koma. Biasanya terdapat hipertensi dapat sedang atau berat Liquor serebrospinalis berdarah (80 90%) CT Scan Nampak jelas area perdarahan (area hiperdense)

Diagnosis

Computed Tomography (CT- scan) merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan.

Perubahan
IAGNOSIS

gambaran

MRI

tergantung

stadium

disolusi

hemoglobin-oksihemoglobinPENCITRAAN

deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin (Gilroy,2000)


DAN PEMERIKSAAN DENGAN

Terapi TERAPI 1. MEDIS Hari pertama atau waktu penderita datang

PENDERITA DALAM KEADAAN KOMA

Sedapat mungkin di ICU Hiperventilasi

Dengan intubasi untuk membuat pCO2 28 34 mmHg Difenilhidantoin (Dilantin)

Diberikan parenteral dengan dosis pertama 10 -15 mg/kgBB, selanjutnya diberikan sekali sehari dengan dosis yang sama. Pemberian pelan-pelan 1 cc/menit (perlu dievaluasi kadar dilantin dalam plasma) Tekanan darah

Bila tekanan sistolik diatas 200mmHg, diturunkan 10 20% dari tensi awal dengan pemberian: Lasix (hati2 dengan hemokonsentrasi Nitropusid

PENDERITA DENGAN KESADARAN BAIK Infus tidak boleh terlalu banyak, diberikan 1 liter/hari kecuali bila panas > 1,5 liter / hari

Cairan yang diberikan:

Ringer laktat Albumin 20% bila ada hipoalbumin dan dapat untuk mengurangi edema. Manitol 0,25 gr/kgBB/kali 6 kali sehari, sampai 7 hari sesudah itu tapering off:

4 x sehari 2 hari 3 x sehari 2 hari 2 x sehari 2 hari HENTIKAN Dilantin: bila kejang diberikan parenteral dengan dosis 10 15 mg/kgBB, selanjutnya diberikan sekali sehari dengan dosis yang sama. Pemberian pelan-pelan 1 cc/ menit 9perlu evaluasi kadar dilatin dalam plasma) Tekanan darah

Diturunkan dengan nifedipin 2 x 5 mg/hari, penurunan tidak boleh dibawah 165 mmHg. (10 20% dari tensi semula) Nimodipin diberikan bila:

Kesadaran baik, GCS 10 Tidakada kontraindikasi, seperti dekompresi kordis Tak ada edema otak Tidak diberikan jika perdarahan besar (volume darah lebih dari 60 cm pada CT Scan II. PEMBEDAHAN Tergantung dari kesadaran, lokalisasi dan besarnya hematom serta tidak adanya penyakit lain yang memperberat keadaan Kesadaran

Bila kesadaran menurun dan keadaan sudah dapat distabilkan antaralain dengan manitol serta keadaan tidak bertambah menurun, dapat dilakukan operasi. Lokalisasi hematom

Bila hematom letaknya tidak dalam (kapsula interna, serebelum) dapat dilakukan operasi. Lobar hematom tanpa disertai dengan kenaikan tekanan intracranial tidak dilakukan operasi. Pada hematom serebelar operasi dikerjakan dan memberikan hasil baik seblum batang otak mengalami kompresi. Besar hematom

Bila volume darah > 60 cc PERLU DIINGAT Pada kasus-kasus perdarahan intra serebral, waspada adanya bahaya DIC bila terjadi kasus hubungi supervisor.

You might also like