You are on page 1of 39

SKENARIO A BLOK 18

Mrs. Lestaris Baby A male baby was born at Moh. Hoesin Hospital from a 16 years old women. Her mother, Mrs. Lestari was hospitalized at Moh. Hoesin Hospital due to uterine contraction. It was her first pregnancy. She forgot when her first day of last period, but she thought that her pregnancy was about 8 months. Six hours after admitted, she delivered her baby spontaneously. The labor process was 30 minutes, and ruptured of membrane was one hour before delivery. The baby was not cried spontaneously after birth, but grunting and his whole body was cyanosis. APGAR scoreat 1 minutes was 4 and 5 minutes was 8. On physical examination: Body weight was 1300 grams, body length was 40 cm, and head circumference was 30 sm. The muscle tone was decreased, he was poorly flexed at the limbs, he has thin skin, more lanugo over the body and plantar creases 1/3 anterior. At 10 minutesof age, he still had grunting, chest indrawing and cyanosis of the whole body.

Klarifikasi istilah
1. Uterine kontraksi : kontraksi uterus sebagai salah satu tanda persalinan / His 2. Ruptured of membrane : pecah ketuban 3. Grunting : suara seperti mendengkur 4. Cyanosis : discolorasi kebiruan dari kulit dan membrane mukosa akibat kontraksi Hb tereduksi yang berlebihan dalam darah 5. APGAR : pemeriksaan keadaan umum bayi segera setelah lahir pada menit 1 dan 5 6. Lanugo : rambut halus pada tubuh fetus 7. Chest indrawing : gambaran permukaan thorak yang terlihat pada dinding dada secara jelas

8. Plantar creases : alur normal yang menyebrangi telapak kaki yang membantu flexi telapak kaki dengan memisahkan lipatan antar jaringan 9. Muscle tone : kekuatan tonus / kontraksi otot

Identifikasi masalah
1. Ny lestari, 16thn melahirkan bayi laki-laki pertama saat usia gestasi 8 bulan 2. Bayi tidak menangis setelah dilahirkan tetapi terdapat grunting dan cyanosis di seluruh tubuhnya 3. APGAR score di 1 menit 4 dan 5 itu 8 4. Pemeriksaan fisik

Analisis masalah
1. Bagaimana pengaruh usia ibu dengan status kehamilan dan persalinan ? Pada ibu muda yang berumur ,20 tahun, fungsi organ-organ reproduksi belum berkembang dengan baik dan fungsi kejiwaan yag belum tersedia untuk menjadi seorang ibu. Selain itu usia ibu ektrem (16 tahun) meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan seperti disproporsi cepalopelvic, hipertensi, solusio uteri, atonia uteri dan perdarahan, BBLR, kematian, APGAR Score rendah. Hipoksia ini lah yang dapat menjadi Asphyxia Neonetorum pada janin. Usia ibu ekstrem organ-organ reproduksi belum berkembang sempurna >> factor resiko bayi premature BBLR Asphyxia neonatorum Adapun prevalesi terjadinya Asphyxia Neonatorum pada ibu yang melahirkan di umur <20tahun adalah sebesar 36,4%

2. Apa dampak melahirkan pada gestasi 8 bulan pada ibu dan bayi ? Dampak pada bayi ; - Sindrom kegawatan pernafasan - Dysplasia bronkopulmonal - Apnea

Duktus arteriosus paten Bradikardia Hiperbilirubinemia Perdarahn intraventrikular Hipotermia, hiperkalemia, hipokalsemia, hipoglikemia Dampak pada ibu : Trauma Infeksi sistemik Stress psikologik Perdarahan desidua Kelainan pada uterus atau serviks Inflamasi desidua - korioamnion

3. Apa saja etiologi dari bayi tidak menangis setelah lahir ? Bayi tidak menangis setelah lahir dikarenakan bayi tsb mengalami aspiksia. Aspiksia dapat disebakan karena factor ibu (hipoksia ibu & ggn aliran darah uterus shgg aliran drah plasenta berkurang), faktor plasenta (solusia plasenta,perdarahan plasenta,dll), faktor fetus (kompresi umbilicus), dan factor neonatus ( depresi pusat pernapasan krn obat anesthesia/analgeika, trauma lahir, kelainan congenital) Pernapasan bayi normal muncul dalam waktu 30 detik setelah kelahiran. Hal ini terjadi akibat aktivitas normal system saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan yaitu: Kemoreseptor carotid yang sangat peka terhadap kekurangan oksigen Stimulus hipoksemia Perubahan suhu di dalam dan di luar uterus Tekanan mekanis thorax sewaktu melalui jalan lahir pervagina

4. Apa etiologi grunting pada bayi ? Grunting atau suara seperti merintih merupakan tanda dari respiratory distress pada bayi baru lahir biasanya terjadi bersamaan dengan nasal flaring dan retraksi intercostal atau subcostal. Suara yang keluar terjadi karena tertutupnya glotis selama ekspirasi yang dapat meningkatkan tekanan akhir ekspirasi pada paru (end-expiratory pressure) sebagai usaha meningkatkan oksigenasi pada bayi. Pada kasus ini, grunting terjadi karena

terjadinya gangguan pada pengembangan paru akibat defisiensi pembentukan surfaktan. Hal ini mengakibatkan timbulnya suara merintih yang merupakan mekanisme mengembang. kompensasi untuk mempertahankan alveolus untuk tetap

Penyebab grunting : 1. Respiratory distress syndrome(RDS) 2. Pneumonia 3. Asma atau bronkiolitis pada bayi 4. Sepsis

5. Meningitis 6. Kelainan jantung kongenital 7. Gagal jantung dengan penumpukan cairan 8. Meconium aspiration syndrome 5. Apa etiologi cyanosis pada bayi ? a. Cyanotic cardiac defect CHD Total Anomalous Pulmonary Venous Return Ebstein's Anomaly Tricuspid Atresia Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum Severe Pulmonary Stenosis Severe Tetralogy of Fallot Associated Congestive Heart Failure Causes Hypoplastic Left Heart Syndrome Truncus Arteriosus b. Gangguan paru-paru TTN RDS Aspirasi Mecanium aspiration Blood or amniotic fluid aspiration Pneumonia

Pneumothorax Efusi pleura Congenital Diaphragmatic Hernia Persistent Pulmonary Hypertension

c. Gangguan airway Choanal Atresia\ d. Miscellaneous Apnea or asphyxia Hemorrhage Seizure Hypothermia Electrolyte abnormality (hipoglikemia, hipokalsemia, hipermagnesemia) e. Sianosis dengan PO2 yang normal Polisitemia Vasokontriksi (suhu dingin) Pierre-Robin Syndrome Macroglossia Vascular Ring or Pulmonary Sling Neck mass (e.g. Cystic Hygroma)

6. Apa hubungan tidak menangis spontan dengan grunting dan cyanosis ? Pada saat bayi dilahirkan maka paru-paru bayi mengambil alih fungsi sebagai alat respiratori. Paru-paru bayi mengembang alami untuk memasukkan oksigen, secara otomatis mulut bayi terbuka untuk membantu oksigen masuk ke paru-paru dengan melewati pita suara sehingga timbul tangisan bayi. Secara singkat, tangisan merupakan bantuan untuk membuka paru-paru agar oksigen bisa masuk. Tidak menagis menandakan bayi mengalami asfiksia (kurang masukan oksigen dalamtubuh).

Grunting :Suara yang keluar terjadi karena tertutupnya glotis selama ekspirasi yang dapat meningkatkan tekanan akhir ekspirasi pada paru (end-expiratory pressure) sebagai usaha meningkatkan oksigenasi pada bayi.

Cyanosis adalah warna kebiruan pada kulit yang disebabkan desaturasi oksigen (>5g/dl). Terdapat dua jenis cyanosis, yaitu; cyanosis perifer dan sentral. Pada cyanosis perifer tampak kebiruan pada daerah kulit dan bibir tapi terbatas pada

konjungtiva, mukosa mulut, lidah yang mengindikasikan saturasi O2 yang normal. Sementara cyanosis sentral mengindikasikan desaturasi atau abnormal hemoglobin.
premature

Maturasi paru Blm sempurna

Surfaktan diperlukan u/ mempertahankan alveoli agar tdk kolaps

surfaktan Pada paru2 Blm mencukupi Alveoli kolaps setiap ekspirasi Rusaknya cel-cel ( membran hyallin) pd jalan nafas

Sedikitnya udara yg masuk ke paru Oksigenasi berkurang hipoksemia Oksigen yg diikat Hb ber< cyanosis

Bayi berusaha lebih keras u/ bernafas & mengembangkan paru

grunting Di otak << Tidak menangis spontan

Semakin mempengaru hi kemampuan bernafas

Bayi lahir Prematur Ukuran alveolus sangat kecil

Surfaktan (-) /sedikit

Mudah kolaps paru Bayi tidak menangis Sindrom gawat napas neonatorum Sulit bernapas

usaha untuk bernapas Grunting

Kadar O2 Perfusi ke jaringan Sianosis sentral

Bagan.1 . Hubungan prematur dan gejala yang dialami


Sumber: IDAI. Buku ajar respirologi anak edisi I. 2008. Jakarta: penerbit IDAI

7. Bagaimana interpretasi APGAR score dan cara kerja pemeriksaannya ? APGAR score 1 menit 4 APGAR score 5 menit 8 Berikut keterangan mengenai skor APGAR dan interpretasinya secara umum: Kriteria Activity (tonus otot) Pulse (denyut Tidak ada Lumpuh 0 1 Fleksi tungkai atas dan bawah < 100x/min > 100x/min 2 Gerakan aktif Asfiksia Sedang

jantung) Grimace (refleks iritabilitas) Tidak ada respon Meringis Bersin atau batuk, menjauh saat saluran napas distimulasi Appearance (warna kulit) Biru - abu-abu atau pucat di seluruh tubuh Respiration (pernapasan) Tidak bernapas Menangis lemah; terdengar seperti merengek atau mendengkur; Lambat, ireguler Badan merah, kaki dan tangan biru Seluruh tubuh dan anggota gerak merah Baik, menangis kuat

*Penilaian pada satu menit pertama: a. b. sedang c. total nilai < 4 : bayi asfiksia berat. total nilai 7 - 10 : bayi dalam kondisi baik (bugar) total nilai 4-6 : bayi mengalami sesak nafas (asfiksia) ringan -

*Penilaian 5 menit untuk menilai keberhasilan resusitasi terhadap bayi dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar). Nilai APGAR yang jelek pada lima menit akan menghasilkan kematian bayi atau komplikasi syaraf pada bayi seperti cerebral palsy.

8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme nya ? a. Body weight, body length, head circumference Interpretasi Usia kehamilan 32 minggu BB = 1300 gram Berdasarkan berat lahir anak tsb Very low birth weight (< 1500 g) Berdasarkan ukuran untuk usia kehamilan berat antara persentil 10 & 25 : AGA (antara persentil 90 & 10) Panjang badan: 40 cm Berdasarkan panjang badan thdp usia kehamilan pada persentil 25 yaitu normal ( antara persentil 90 & 10) Lingkar kepala: 30 cm Berdasarkan lingkar kepala thdp usia kehamilan pada persentil 50`yaitu normal b. The muscle tone was decreased, he was poorly flexed at the limbs, he has thin skin, more lanugo over the body and plantar creases 1/3 anterior tonus otot menurun, sedikit flexi pada tungkai, kulit tipis 1. Tonus otot lemah normal: mampu melakukan gerakan aktif interpretasi: terdapat keterbatasan gerakan mekanisme: preterm paru belum sempurna bayi berusaha memenuhi kebutuhan oksigennya energy yg dibutuhkan banyak cadangan energy bayi akan makin berkurang tonus otot melemah. 2. Flexi ekstremitas kurang normal: mampu memflexikan sampai mencapai sudut terkecilnya interpretasi: menunjukan bahwa makin aterm, makin kecil sudut yang bisa dibentuk. mekanisme: perkembangan motorik terjadi dari proksimal ke distal karena bayi masih preterm Flexi extrimitas kurang 3. Kulit tipis normal: kulit halus, licin (pada usia 37-38 minggu)

interpretasi: tanda bayi premature banyak lanugo pada tubuhnya, garis pada plantar 1/3 dari anterior kaki banyaknya lanugo pada tubuh dan garis pada plantar 1/3 dari kaki merupakan standar yang dapat dinilai untuk mengetahui usia bayi berdasarkan physical maturity Ballards score. Pada kasus ini, berdasarkan kondisi bayi Mrs. Lestari adalah belum cukup bulan untuk lahir (preterm) berdasarkan penilaian Ballards score

c. Grunting, chest indrawing and cyanosis Usia ibu ekstrim, faktor lingkungan lahir preterm ketika plasenta dipotong, sebagian darah yg tersisa di plasenta digunakan, tapi hanya bertahan kira2 10 menit, kemudia bayi berusaha mengambil O2 sendiri dari lingkungan karena lahir preterm, perkembangan bayi belum sempurna, dilihat dari, BBLSR, kulit tipis dan lanugo, perkembangan paru belum sempurna defisiensi surfaktan zat aktif yang seharusnya keluar ke alveoli untuk mengurangi tegangan dan mempertahankan stabilitas ukuran alveoli tidak cukup memenuhi kebutuhan alveoli kolaps di akhir ekspirasi butuh usaha inspirasi yang lebih dalam dan kuat untuk mengisi alveoli di pernafasan berikutnya merintih (grunting) Alveoli kolaps di akhir ekspirasi sulit inspirasi oksigenasi ke jaringan menurun hipoksia jaringan sianosis Alveoli kolaps di akhir ekspirasi sulit inspirasi oksigenasi jaringan menurun metabolisme anaerob meningkat penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya asidosis metabolik pernafasan cepat dan kuat retraksi dinding dada (chest indrawing)

9. apa diagnosis banding pada kasus ini ?


Hialin membrane disease Grunting Cyanosis Breathing problem Premature baby + -/+ + + + + + + + + - (wheezing) + + + + TTN PDA Pneumonia aspiration Meconium aspiration

10. Apa saja pemeriksaan tambahan ? Rontgen dada x-ray dada paru-paru - sering menunjukkan a unique ground glass "tanah kaca unik" penampilan disebut pola

reticulogranular. Gas darah (tes untuk oksigen, karbon dioksida dan asam dalam darah arteri) - sering menunjukkan menurunkan jumlah oksigen dan

karbondioksida meningkat. Pemeriksaan darah ( Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, CRP ) Kadar gula darah (hypoglikemia ) Kultur darah ( sepsis, pneumonia ) Elektrokardiografi (EKG) kadang-kadang digunakan untuk

menyingkirkan masalah jantung yang mungkin menyebabkan gejala mirip RDS. Sebuah elektrokardiogram merupakan ujian yang mencatat aktivitas listrik jantung, menunjukkan irama yang abnormal (aritmia atau disritmia), dan mendeteksi kerusakan otot jantung.

11. Bagaimana working diagnosis dan cara mendiagnosis nya ?


a. Anamnesis Bayi baru lahir tidak menangis spontan serta mengalami grunting dan sianosis Anak pertama, Riwayat kelahiran tidak cukup bulan (prematuritas) dan lahir spontan, terdapat PROM 30 menit sebelum kelahiran. b. Pemeriksaan fisik Skor APGAR menit pertama 4, menit kelima 8 Berat lahir rendah (<1500 gram) Panjang badan 40 cm, lingkar kepala 30 cm Kulit tipis, banyak lanugo di seluruh tubuh Lipatan plantar 1/3 anterior Setelah 10 menit bayi tetap terdapat grunting dan sianosis c. Pemeriksaan penunjang Foto roentgen akan terlihat bercak difus berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya tabung-tabung udara bronkus (air bronhcogram). Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas. Pemeriksaan faal paru

12. Apa etiologi dan factor resiko pada kasus ini ? 13. Apa epidemiologi nya pada kasus ini? 14. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi pada kasus ini? 15. Apa saja manifestasi klinis pada kasus ini ? 16. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini ? Tatalaksana post natal care a. Perawatan awal Kontrol suhu tubuh (Cegah hipotermia) - Keringkan bayi terlebih dahulu - Ganti segera handuk yang telah basah dengan handuk kering - Pasang topi pada kepala bayi - Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 37C) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 80%.

Nutrisi dan cairan - Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. - Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi. - Monitor kadar glukosa serum dan segera koreksi jika menurun Atasi asidosis jika terjadi asidosis - cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1 - Jumlah bikarbonat = B.E X BB (kg) X 0,3

b. Tindakan khusus Oksigen : Intra nasal, head box, continous positive airway pressure (CPAV) atau bisa dengan ventilator - Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 100 mmHg - Oksigen intranasal 1-2 liter/menit dan rangsangan taktil dengan menepuk telapak kaki atau memijit tendo achilles atau mengusap punggung bayi - Pada PMH yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation (I.P.P.V.). I.P.P.V. ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan masih sering terjadi asphyxial attact Pemberian surfaktan - Dulu dapat diberikan Aminofilin dan kortikosteroid IV pada bayi untuk membantu pematangan paru. - Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3

- Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita. - Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea. Beberapa jenis surfaktan endogen yang dapat digunakan yaitu : ALEC (Pumactant) : 100 mg (1,2 ml) diulang setelah 1 dan 24 jam Curosurf (Poractant) : 100 mg/kg (1,25 ml/kg) bisa diulang setelah 12 dan 24 jam Exosurf (Colfosceril) : 67,5 mg/kg (5 ml/kg) diulang setelah 12 dan 24 jam Survanta (Beractant) : 100 mg/kg (4 ml/kg) diulang tiap 6 jam

c. Pencegahan perdarahan intrakranial Pemberian vitamin K

d. Pemberian antibiotik Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari). Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.

e. Perawatan bayi BBLR & Prematur Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu 36,5-37,5C Bila bayi <1500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam setelah lahir) Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia Jenis cairan:

BB <2000 gr : dekstrose 7,5% 500cc dan NaCl 15% 6cc Hari ketiga diberi protein 1gr/kgBB/hari Dinaikkan perlahan-lahan 1,5gr, 2gr, 2,5gr, 3gr. Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB<1500gr secara sonde dan dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu, secara bertahap 1x/hari dilanjutkan 2-3x/hari dan seterusnya akhirnya sampai penuh sampai bayi dipulangkan

17. Bagaimana prognosis pada kasus ini ? Tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan, penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada fungsi paru yang normal, prognosisnya sangat baik. Kelainan yang timbul dikemudian hari , disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Sekitar 75%, dgn BB < 1.000 g bertahan hidup, Lebih dari 95%,<2.500 gr bertahan hidup. Kasus dubia ad Bonam 18. Apa saja komplikasi pada kasus ini ? Komplikasi Jangka pendek Patent Ductus Arteriosus Hemorrhagic Pulmonary Edema Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE) Necrotizing Enterocolitis (NEC) Persistent Pulmonary Hipertension (PPHN) / Persistent Fetal Circulation

Komplikasi Kronik Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) Retinopathy of prematurity (ROP) Gangguan neurologis

19. Apa kompetensi dokter umum pada kasus ini ? Kompetensi dokter umum pada kasus ini adalah 3B. Berarti, dokter umum diharapkan dapat mendiagnosis dan memberikan tatalaksana awal pada pasien. Setelah itu, pasien dirujuk ke dokter yang lebih ahli

HIPOTESIS : bayi ny Lestari, laki laki mengalami asphyxia neonatorum et causa


RDS (suspect) dengan factor resiko premature

SINTESIS
BAYI PREMATUR

Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dalam usia gestasi kurang dari 37 minggu. Secara fisiologis, kondisi bayi prematur adalah sebagian masih sebagai janin dan sebagai bayi baru lahir. Bayi pematur yang dilahirkan dalam usia gestasi <37 minggu mempunyai resiko tinggi terhadap pernyakit-penyakit yang berhubungan dengan prematuritas, antara lain sindroma gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membran hialin), aspirasi pneumonia karena refleksi menelan dan batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum matang), hipotermia. Klasifikasi berat badan bayi baru lahir < 2500 g : low birthweight (LBW) < 1500 g : very birthweight (VLBW) < 1000 g : extremely birthweight (ELBW)

Klasifikasi umur kehamilan berdasarkan ukuran Berat antara 90th dan 10th sentil untuk gestasi : AGA Berat < 10th sentil untuk gestasi : SGA Berat > 90th dan 10th sentil untuk gestasi : LGA Komplikasi prematur a. Paru-paru Produksi surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah alveolar collapse dan atelektasis, yang dapat terjadi Respitarory Distress Syndrome. b. SSP ( Susunan syaraf pusat) Disebabkan tidak memadainya koordinasi refleks menghisap dan menelan, bayi yang lahir sebelum usia gestasi 34 minggu harus diberi makanan secara intravena

atau melalui sonde lambung. Immaturitas pusat pernafasan di batang otak mengakibatkan apneic spells (apnea sentral). c. Infeksi Sepsis atau meningitis kira-kira 4X lebih berisiko pada bayi premature dari pada bayi normal. d. Pengaturan suhu Bayi prematur mempunyai luas permukaan tubuh yang besar dibanding rasio masa tubuh, oleh karena itu ketika terpapar dengan suhu lingkungan di bawah netral, dengan cepat akan kehilangan panas dan sulit untuk mempertahankan suhu tubuhnya karena efek shivering pada prematur tidak ada e. Saluran pencernaan (Gastrointestinal tract). f. Volume perut yang kecil dan reflek menghisap dan menelan yang masih immatur pada bayi prematur, pemberian makanan melalui nasogastrik tube dapat terjadi risiko aspirasi. g. Ginja Fungsi ginjal pada bayi prematur masih immatur, sehingga batas konsentrasi dan dilusi cairan urine kurang memadai seperti pada bayi normal. h. Hiperbilirubinemia Pada bayi prematur bisa berkembang hiperbilirubinemia lebih sering daripada pada bayi aterm, dan kernicterus bisa terjadi pada level bilirubin serum paling sedikit 10mg/dl (170 umol/L) pada bayi kecil, bayi prematur yang sakit. i. Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan penyebab utama kerusakan otak pada periode perinatal. Kadar glukosa darah kurang dari 20 mg/100cc pada bayi kurang bulan atau bayi prematur dianggap menderita hipoglikemia. j. Mata Retrolental fibroplasia, kelainan ini timbul sebagai akibat pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi prematur yang umur kehamilannya kurang dari 34 minggu. Tekanan oksigen yang tinggi dalam arteri akan merusak pembuluh darah retina yang masih belum matang (immatur).

Mekanisme imunologi kelahiran prematur Telah disebutkan bahwa banyak faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran prematur, yaitu : nutrisi yang buruk, pecandu alkohol, perokok, infeksi, ketuban pecah prematur, multipel gestasi, gangguan koagulasi, solusio plasenta. Faktor-faktor tersebut terjadi karena adanya inflamasi pada plasenta yang diinduksi oleh proinflamatory cytokines sehingga terjadi gangguan pada fetus yang disebabkan innate immune system Suatu mekanisme imunologi yang menjaga agar fetus dalam keadaan aman adalah dengan meregulasi kadar cytokine pada plasenta. Beberapa literatur menyebutkan bahwa produksi proinflamatory cytokines yang berlebihan pada plasenta , seperti Interleukin (IL)-1 , Tumor Necrosis Factor (TNF)-a , dan Interferon (IFN)-g sangat berbahaya pada kehamilan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa IL-10 yang terdapat pada plasenta merupakan cytokine yang penting karena dapat menekan produksi proinflamatory cytokines yang diproduksi sel lain. Imunomodulator yang berperan pada pertahanan fetus adalah progesterone yang terdapat pada plasenta dengan cara menghambat mitogen-stimulated lymphocyte proliferation , meningkatkan survival time, mengatur produksi antibodi, menurunkan produksi monosit yang berlebihan, mengurangi produksi proinflamatory cytokines oleh makrofag yang merupakan hasil produksi bakteri dan perubahan sekresi cytokines dari T-cell ke IL-10. Mekanisme tentang peran progesterone sebagai imunomodulator pada jaringan reproduksi masih belum jelas tapi terlibat secara langsung dan tidak langsung pada proses immune cell.

Gambar.1. Alur biokimia terjadinya kelahiran prematur. ( Dikutip dari Peltier.RM. Immunology of term and preterm labor. In: Reproductive Biology and Endocrinology 2003)

Perkembangan Paru Normal Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap. Selama tahap awal embryonik paru-paru berkembang diluar dinding ventral dari primitive foregut endoderm. Sel epithel dari foregut endoderm bergerak di sekitar mesoderm yang merupakan struktur teratas dari saluran napas. Selama tahap canalicular yang terjadi antara 16 dan 26 minggu di uterus, terjadi perkembangan lanjut dari saluran napas bagian bawah dan terjadi pembentukan acini primer. Struktur acinar terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli rudimenter. Perkembangan intracinar capillaries yang berada disekeliling mesenchyme, bergabung dengan perkembangan acinus. Lamellar bodies mengandung protein surfaktan dan fosfolipid dalam pneumocyte

type II ,dapat ditemui dalam acinar tubulus pada stadium ini. Perbedaan antara pneumocyte tipe I terjadi bersama dengan barier alveolar-capillary. Fase saccular dimulai dengan ditandai adanya pelebaran jalan napas perifer yang merupakan dilatasi tubulus acinar dan penebalan dinding yang menghasilkan peningkatan pertukaran gas pada area permukaan. Lamellar bodies pada sel type II meningkat dan maturasi lebih lanjut terjadi dalam sel tipe I. Kapiler-kapiler sangat berhubungan dengan sel tipe I , sehingga akan terjadi penurunan jarak antara permukaan darah dan udara. Selama tahap alveolar dibentuk septa alveolar sekunder yang terjadi dari gestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah lahir. Septa sekunder terdiri dari penonjolan jaringan penghubung dan double capillary loop. Terjadi perubahan bentuk dan maturasi alveoli yang ditandai dengan penebalan dinding alveoli dan dengan cara apoptosis mengubah bentuk dari double capillary loop menjadi single capillary loop . Selama fase ini terjadi proliferasi pada semua tipe sel . Sel-sel mesenchym berproliferasi dan menyimpan matrix ekstraseluler yang diperlukan. Sel sel epithel khususnya pneumocytes tipe I dan II, jumlahnya meningkat pada dinding alveoli dan sel-sel endothel tumbuh dengan cepat dalam septa sekunder dengan cara pembentukan berulang secara berkelanjutan dari double capillary loop menjadi single capillary loop. Perkiraan jumlah alveolus pada saat lahir dengan menggunakan rentang antara 20 juta 50 juta sudah mencukupi. Pada dewasa jumlahnya akan bertambah sampai sekitar 300 juta

Aspiksia Neonatorium Defenisi Suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Etiologi : pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur.

Towell ( 1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan bayi sbb : 1. Faktor Ibu a. Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin degan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anesthesia dalam. b. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen pada ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan : - Gangguan kontraksi uterus Misalnya hipertoni,hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit dan obat. - Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan - Hipertensi pada peyakit eklamsia dan lain lain. 2. Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain lain. 3. Faktor Fetus Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain lain. 4. Faktor neonatus Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal a. Pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan pada bayi. b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intracranial c. Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diagfragmatika, atresia/stenosis saluran pernafasan, hypoplasia paru dan lain lain.

Insiden 1- 1,5% dari total kelahiran hidup. 9% pada usia gestasi kurang dari 36 minggu dan 0,5% pada usia gestali lebh dari 36 minggu. Aspeksia neonatorum merupakan penyebab dari 20% kematian perinatal.

Faktor Resiko Faktor resiko ibu - Prematur / ketuban pecah dini yang lama - Perdarahan trimester II dan III - Hipertensi dalam kehamilan - Hipertensi kronik - Penyalahgunaan obat - Terapi farmakologik (litium, magnesium) - DM - Penyakit kronik (anemia, penyakit jantung) - Infeksi ibu - Sedasi berat - Kematian fetus atau neonatus sebelumnya - Tidak pernah ANC

Faktor risiko fetus - Gemelli - Kehamilan preterm (tu kurang 35 minggu) - Kehamilan post term (lebih 42 minggu) - BBL tak sesuai masa kehamilan - Pertumbuhan terhambat intrauterin - Hidrops fetalis - Polihidramnion, oligohidramnion - Gerakan fetus berkurang sebelum persalinan - Kelainan bawaan - Infeksi intrauterin

Faktor risiko intrapartum (pada waktu lahir) - Fetal distress - Prolaps tali pusat - Ketuban pecah dini lama - Persalinan kala II lama - Persalinan presipitatus - Perdarahan antepartum (PP, SP) - Mekoneum kental dalam cairan amnion - Pola denyut janin abnormal - Pemakaian obat narkotik 4 jam sebelum melahirkan (Nalokson hidroklorid) - Seksio sesarea, Eks forsep, Eks vakum

Manifestasi Klinis Tanda asfiksia pada janin biasanya ditemukan beberapa menit sampai beberapa hari sebelum persalinan. 1. IUGR dengan kenaikan tahanan vascular. 2. Frekuensi denyut jantung janin melambat dan variabilitas dari denyut ke denyut menurun. 3. Perekaman denyut jantung terus menerus dapat menunjukan pola perlambatan yang berfariasi atau terlambat. 4. Analisis darah kulit kepala janin dapat menunjukan pH kurang dari 7,20. 5. Pada kelahiran cairan amnion berwarna kuning dn bercampur meconium 6. Pada saat ahir bayi mengalami depresi dan gagal napas secara spontan 7. Selama beberapa jam berikutnya dapat terjadi hipotonia, atau berubah dari hipotonia ke hipotonia ekstrim atau tonusnya Nampak tidak normal. 8. Pucat 9. Sianosis 10. Apnea 11. Frekuensi jantung ambat dan tidak memberika respon pada ransangan

Patofisiologi Aspiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apneu ( prmary apnue) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan menunjukan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita aspiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode kedua ( secondary apnue). Pada tingkat ini disamping bradikardi ditemukan pula penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan klinis akan terjadi pula gangguan metabolism dan perubahan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran zat mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolism anaerob yang berupa glikolisis glukogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organic yang terjadi akibat metabolism ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolic. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. b. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung. c. Pengisian udara alveoulus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru,sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula ke system sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskular yag terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. (cari skema maclaurin vivi ya : skema perubahan perubahan yang terjadi selama proses aspiksia) Pada skema tersebut secara sederhana disimpulkan keadaan keadaan pada aspiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya,yaitu

- Menurunnya tekanan O2 darah darah - Meninggikan tekanan CO2 darah (PaCO2) - Menurunkan pH (akibat asidosis respiratorik dan metabolic) - Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolism anaerob - Terjadinya perubahan system kardiovaskuler Tatalaksana Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari,tindakan yang dilakukan adalah tindakan resusitasi. 1. Pengawasan suhu 2. Pembersihan jalan nafas 3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME Definisi Penyakit membran hialin juga dikenal sebagai sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome / RDS). Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi premature. Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar. Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya

sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS . Epidemiologi 30% kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasinya. RDS terutama terjadi pada bayi premature, 60-80 % pada usia kehamilan <28 minggu, 15-30 % pada usia kehamilan antara 32-36 minggu, 5% pada usia kehamilan > 37 minggu. Jarang terjadi pada bayi aterm Frekuensinya meningkat pada ibu yang DM, persalinan cepat,persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan seksio sesaria, asfiksia, stress dingin

Etiologi dan Faktor Risiko Risiko meningkat apabila ada: Prematuritas Jenis kelamin laki-laki Neonatus dari ibu dengan diabetes

Risiko berkurang apabila ada: Stres intrauterin kronis Ketuban Pecah Dini dalam waktu lama Hipertensi ibu Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) Kortikosteroid Prenatal

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan

berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat Gejala Klinis : Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Kesulitan bernapas yang terlihat mencakup: Takipnea yang meningkat (> 60/menit) Retraksi dada Sianosis pada udara kamar yang menetap atau progresif, lebih dari 24-48 jam pertama kehidupan Foto rontgen yang khas menunjukkan adanya pola retikulogranular seragam dan bronkogram udara. Menurunnya udara yang masuk Grunting

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam

pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi

Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air bronchogram .

Surfaktan Suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif. Surfaktan pada paru manusia merupakan senyawa lipoprotein dengan komposisi yang kompleks dengan variasi berbeda sedikit diantara spesies mamalia. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid (hampir 90% bagian), berupa Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga disebut lesitin, dan protein surfaktan sebagai SPA, SPB, SPC dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan baik sebagai surfaktan pada suhu normal badan 37C, diperlukan fosfolipid lain (mis. fosfatidilgliserol) dan juga memerlukan protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk penyebarannya keseluruh permukaan.

Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan. Karena paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru-paru. Jumlah lesitin meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila radius alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus, dengan demikian mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah penyebab terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya distres pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir.

Fungsi Surfaktan

Pada tahun 1929 Von Neegard menyatakan bahwa tegangan permukaan paru lebih rendah dari cairan biologi normal karena menemukan adanya perbedaan elastisitas pada paru-paru yang terisi udara dan terisi larutan garam ( saline ). Disebutkan juga bahwa tegangan permukaan adalah lebih penting dari kekuatan elastisitas jaringan untuk kekuatan penarikan paru pada saat mengembang. Tegangan permukaan antara air-udara alveoli memberikan kekuatan penarikan melawan pengembangan paru. Hukum Laplace menyatakan bahwa perbedaan tekanan antara ruang udara dan lapisan (D P) tergantung hanya pada tegangan permukaan (T) dan jarak dari alveoli (D P = 2T /r). Kekuatan sebesar 70 dynes/cm2menghasilkan hubungan antara cairan udara dalam alveoli dan dengan cepat akan menyebabkan kolapsnya alveoli dan kegagalan nafas jika tidak berlawanan. Pada tahun 1950, Clements dan Pattle secara independen mendemonstrasikan adanya ekstrak paru yang dapat menurunkan atau mengurangi tegangan permukaan fosfolipid paru. Beberapa tahun berikutnya yaitu pada tahun 1959 Avery dan Mead menyatakan bahwa RDS pada bayi prematur disebabkan adanya defisiensi bahan aktif permukaan paru yang disebut surfaktan paru.

Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan alveoli paru, yang mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan harga mendekati nol, memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan mempertahankan volume residual paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan permukaan juga memastikan bahwa jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan particulate dari paru.

Setelah beberapa percobaan dengan pemberian surfaktan aerosol pada bayi-bayi RDS tidak berhasil , dilakukan percobaan pemberian surfaktan secara intratrakeal pada bayi hewan prematur. Pada tahun 1980 Fujiwara dkk melakukan uji klinik pemberian preparat surfaktan dari ekstrak paru sapi (Surfaktan TA) pada 10 bayi dengan RDS berat. Penelitian secara randomized controlled trials dengan sampel kecil pada tahun 1985 dengan memberikan preparat surfaktan

dari lavas alveoli sapi atau cairan amnion manusia memberikan hasil yang signifikan terhadap penurunan angka kejadian pneumothorax dan angka kematian . Penelitian-penelitian yang dilakukan di berbagai pusat penelitian pada tahun 1989 menyatakan tentang keberhasilan tentang menurunnya angka kematian dan komplikasi dari RDS di amerika. Pada tahun 1990 telah disetujui penggunaan surfaktan sintetik untukterapi RDS di amerika, dan tahun 1991 disetujui penggunaan terapi surfaktan daribinatang. Komposisi Surfaktan Paru Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epithel. Surfaktan paru merupakan senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10% protein. Secara keseluruhan komposisi lipid dan fosfolipid dari surfaktan diisolasi dari bermacam-macam spesies binatang yang komposisinya hampir sama. Pada manusia phosphatidylcholine mengandung hampir 80% total lipid, yang separuhnya adalah

dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), 8% lipid netral, dan 12% protein dimana sekitar separuhnya merupakan protein spesifik surfaktan dan sisanya protein dari plasma atau jaringan paru. Fosfolipid surfaktan terdiri dari 60% campuran saturated phosphatidylcholine yang 80% mengandung dipalmitoylphosphatidylcholine, 25% campuran unsaturated phosphatidylcholine, dan 15% phosphatidylglycerol dan phosphatidylinositol dan sejumlah kecil phosphatidylserine, phosphatidylethanolamine ,sphingomyeline, dan glycolipid.(dikutip dari Dobbs, 1989; Van Golde, 1988; Wright and Clements, 1987). Fosfolipid saturasi ini merupakan komponen penting untuk menurunkan tegangan permukaan antara udara dan cairan pada alveolus untuk mencegah kolaps saluran napas pada waktu ekspirasi. Pada tahun 1973 menurut King dkk,dan Possmayer, 1988 terdapat 4 macam protein spesifik surfaktan dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Keempat macam protein tersebut adalah SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D. Protein tersebut didapat dari cairan lavage bronkoalveoli ( BALF) dan dengan tehnik ultrasentrifugasi serta pemberian pelarut organik kaya lemak, dapat dipisahkan dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu hydrofobik dengan berat molekul rendah SPB dan SP-C, sedangkan SP-A dan SP-D merupakan hidrofilik dengan berat molekul tinggi. Sintesa dan Sekresi Surfaktan

Surfaktan paru disintesa dalam sel alveoli type II, satu dari dua sel yang ada dalam epithel alveoli. Surfaktan fosfolipid terbugkus dengan surfaktan protein B dan C dalam lamelar bodies yang disekresi dalam rongga udara dengan cara eksositosis. Secara ekstraseluler, fosfolipid dan lamelar bodies berinteraksi dengan SP-A dan kalsium untuk membentuk tubular myelin yang merupakan bentukan suatu bahan kaya lemak dari lapisan tipis fosfolipid yang terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan ganda yang dihasilkan antara permukaan udaraair. Lapisan tipis monomolekuler menurunkan kekuatan tegangan permukaan yang cenderung mambuat kolapnya paru. Dalam kondisi normal, sebagian besar surfaktan berada dalam rongga alveoli yang merupakan bentuk fungsional aktif dalam jumlah besar ( large aggregates (LA), dengan sisa yang ditemukan dalam bentuk kantong surfaktan kecil atau dalam jumlah kecil (small aggregrates (LA) yang mengandung bahan degradasi. Surfaktan dibersihkan dengan pengambilan kembali oleh sel type II, kemudian keduanya akan mengalami degradasi oleh marofag alveoli dan sebagian kecil berada dalam saluran pernapasan dan melintasi barier epithel endothel. Gejala defisiensi surfaktan ditandai adanya atelektasis, kolaps alveoli, dan hipoksemia. Pemberian secara intratrakeal surfaktan eksogen yang merupakan campuran SP-B, SP-C, dan fosfolipid merupakan kriteria standard untuk terapi bayi dengan RDS . Campuran surfaktan ini bekerja dengan cepat untuk meningkatkan pengembangan dan volume paru, dengan hasil menurunnya kebutuhan oksigen dan ventilasi tekanan positip. Keefektifan terapi surfaktan kemungkinan disebabkan karena menurunnya tegangan permukaan dan pengambilan kembali partikel surfaktan dari epitel saluran napas. Penggunaan terapi surfaktan dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi kurang signifikan untuk barotrauma dan penyakit paru kronik.

Jenis Surfaktan Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu : 1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan 2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat

dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama di pasarkan di amerika dan eropa.2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute), belum pernah ada penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi premature Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya Surfactant TA, Survanta Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf Saat ini ada 2 jenis surfaktan di indonesia yaitu : 1. Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol. 2. Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi dibanding sintetik terletak di protein.

Patofisiologi pada kasus

Prematuritas(faktor risiko)

Kematangan paru belum sempurna

Pembentukan substansi surfaktan berkurang

atelektasis

Kolaps paru setelah akhir ekspirasi

grunting

hipoksia

Kerusakan endotel kapiler & epitel duktus alveolaris

Oksigenasi jaringan menurun

Penimbunan as.laktat & as.organik lain

Transudasi ke dalam alveoli & terbentuk fibrin

Asidosis metabolik

Terbentuk membrane hialin

Ggn sirkulasi darah dari & ke jantung

Aliran darah ke paru menurun

sianosis

BBLR BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang nasa gestasi. Klasifikasi BB < 2500 gram Low Birth Weight (LBW) BB < 1500 gram Very Low Birth Weight (VLBW) BB < 1000 gram Extremely Low Birth Weight (ELBW) Etiologi Faktor ibu Penyakit malaria, anemia, sifilis, infeksi TORCH, dll. Komplikasi pada kehamilan perdarahan antepartum, preeklamsia berat, dan kelahiran preterm. Usia ibu dan paritas resiko meningkat pada usia yang terlalu tinggi atau rendah Faktor kebiasaan ibu perokok, pecandu alcohol, pengguna narkotika.

Faktor janin premature, hidramnion, gemeli, kelainan kromosom. Faktor lingkungan tinggal di dataran tinggi, radiasi, sosio-ekonomi, paparan zat toksik.

Manifestasi klinis Kulit : kemerahan, kulit tipis, pembuluh darah mudah terlihat Lanugo : lanugo banyak Ekstremitas : ekstremitas kecil dan tonus otot kurang, kedua paha dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan pergelangan kaki dalam fleksi atau lurus Kepala : proporsi kepala lebih besar daripada badan, fontanella lembut dan datar, posisi kepada pada satu sisi

Genital : pada laki-laki testis bisa saja tidak turun dan skrotum kecil, pada perempuan, klitoris dan labia mayora besat Terlapak kaki : creases hanya ada pada anterior

KOMPLIKASI DAN TATALAKSANA Beberapa komplikasi yang menyertai BBLR dan tatalaksananya adalah a. Suhu tubuh yang abnormal : kangoroo mother care. Metode ini baiknya digunakan pada bayi yang tidak mempunyai penyakit yang berat dan pada bayi dengan berat <1800g. b. RDS : dengan tatalaksana seperti di analisis c. Anemia : berikan preparat Fe 2mg/kg 1 x sehari selama 2 bulan. Cara pemberian makan dan cairan pada BBLR: Mereka tidak dapat makan dengan normal karena organ pencernaannya tidak berkembang cukup baik Berikan ASI. Bila berat bayi 1.25-2.5kg berikan 8 x 24jam (tiap 3 jam). Bila berat bayi <1.25kg, berikan 12 x 24 jam (tiap 2 jam) Bila berat bayi tidak meningkat selama 3 hari (<15g/kg). meminta ibu untuk mengisi ASI pada 2 mangkok yg berbeda dengan salah satu mangkok ditambahkan bubur dan mangkok lain ditambahkan multivitamin. Jika bayi muntah, maka hentikan ASIselama 12 jam

You might also like