You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus.

Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. 1 Sampai saat ini sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu. Terdapat membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidung melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. Sinus yang sehat tidak mengandung bakteri yang belum steril. 1 Sinus maksila mulai berkembang pada usia tiga bulan kehamilan, yang merupakan bagian dari ektoderm. Ukurannya pada saat lahir 7x4x4 mm, namun setelah lahir sampai dewasa sinus maksila mengalami pertumbuhan kearah vertikal sepanjang 2 mm dan kearah anteroposterior sepanjang 3 mm. Pertumbuhan cepat sinus maksila terjadi pada usia 3 tahun pertama dan mengalami perlambatan sampai usia 7 tahun. Pertumbuhan cepat kedua terjadi pada usia 7-12 tahun, kemudian tumbuh lambat sampai dewasa. Pada usia 12 tahun dasar sinus maksila sejajar dengan dasar hidung kemudian dasar sinus semakin ke inferior mendekati alveolus saat erupsi gigi permanen. 1 Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai sinusitis maksilaris akut. Umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor presdiposisinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya ialah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dining inferiornya ialah prosesua alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. 1

Sinus paranasal dan ostiumnya 2.2. Sinusitis Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. 2

2.2.1. Definisi

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang. Sinus maksila merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena: merupakan sinus paranasal yang terbesar letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semi lunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis maksilaris akut berlangsung kurang dari empat minggu. Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis subakut berlangsung antara 4 minggu hingga 3 bulan. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari. 1,2 2.2.2. Epidemiologi Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran napas atas pada dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. Di US dilaporkan bahwa lebih dari 30 juta pasien menderita sinusitis. 1,2 2.2.3. Etiologi Penyebab sinusitis akut ialah2,3:

rinitis akut infeksi faring, seperti faringitis adenoiditis, tonsilitis akut infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P28 (dentogen) berenang dan menyelam trauma dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal, barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.

Sinusitis maksilaris dengan asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi setelah gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat.

2.2.4. Patofisiologi Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: 2,4 sebagai pengatur kondisi udara sebagai penahan suhu membantu keseimbangan kepala membantu resonansi suara peredam perubahan tekanan udara membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.

Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertahanan mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik lokal maupun sistemik. Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan selaput lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

Perubahan silia pada sinusitis Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. 4 Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob jarang ditemukan. Selanjutnya

terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
4

Perubahan mukosa pada sinusitis yang terinfeksi Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi bila mana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi mukopus. 4 2.2.5. Gejala klinis Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadangkadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan.Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan. 5,6

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). 5,7

Pus pada meatus medius

Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis

2.2.6. Diagnosis Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal. 7,8 Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. 7,8

Gambaran sinus maksilaris yang opak Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal atau kuman patogen, seperti Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus dan Haemofilus influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur. 7,8

2.2.9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum 1. Istirahat Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap. 7,8 2. Higiene Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung. Perlu diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga setiap selesai makan dianjurkan menggosok gigi. 7,8 3. Medikamentosa Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari,meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. 7,8 Penatalaksanaan lokal 1. Inhalasi Inhalasi banyak menolong penderita dewasa karena mukosa hidung dapat istirahat dengan menghirup udara yang sudah dihangatkan dan lembab. 7,8 2. Pungsi percobaan dan pencucian Apabila cara diatas tak banyak menolong mengurangi gejala dan menyembuhkan penyakitnya dengan cepat, mungkin karena drainase sinus kurang baik atau adanya kuman yang resisten. Kedua hal tersebut dapat diketahui dengan pungsi percobaan dan pencucian. Dengan anestesi lokal, trokar dan kanula dimasukkan melalui meatus inferior dan ditusukkan menembus dinding naso-antral. Kemudian dimasukkan cairan garam faal

10

steril ke dalam antrum dan selanjutnya isi antrum dihisap kembali ke dalam tabung suntikan. Apabila setelah dua sampai tiga kali pencucian infeksi belum sirna, maka mungkin diperlukan tindakan antrostomi intranasal. 7,8

Pungsi dan irigasi sinus maksila Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. 7,8

2.2.10. Komplikasi Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi orbita. Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini. 7,8, a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan b. Selulitis orbita

11

Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. c. Abses subperiosteal Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Trombosis sinus kavernosus Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Komplikasi penyakit sinus pada orbita Komplikasi Intrakranial Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.

12

Kelainan Paru Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronkitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial. 7,8

13

BAB 3 KESIMPULAN Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Pada hidung dijumpai ingus kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian. Komplikasi dari sinusitis dapat berupa komplikasi orbita, intrakranial dan kelainan paru.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Bull P. Lecture Notes On The Diseases of Ear, Nose and Throat. Ninth Edition. Blackwell Publishing, 2002. p 88-91. 2. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Othorhinolaryngology A Step By Step Learning Guide. 1st Edition, Thieme Publishing, 2006.p 4-7. 3. Kennedy E. Sinusitis. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm 4. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis. Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p 8-95. 5. Ludman H, Bradley P. ABC of Ear, Nose and Throat. 5th Edition. Blackwell Publishing, 2007.p 37.
6.

Sobol A.

E.

Sinusitis, Sinusitis,

Acute, Chronic,

Medical Medical

Treatment. Treatment.

Available Available

from: from:

http://www.emedicine.com/ent/topic337.htm 7. Razek http://www.emidicine.com/ent/topic338.htm 8. JKR. Toronto Notes Otolaryngology. 2009. p 27-28.

15

You might also like