You are on page 1of 68

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Apabila kita ingin mengetahui rugi/laba suatu perusahaan pada suatu tahun maka kita dapat melihat dari Laporan Rugi Laba (Income Statement) perusahaan tersebut. Tetapi jika kita ingin mengetahui surplus atau deficit suatu Negara akibat dari transaksi ekonomi yang dilakukan dengan Negara lain maka kita dapat melihatnya dari Neraca Pembayaran (Balance of Payments) Selain perkembangan ekspor dan impor barang/jasa serta transaksi berjalan (current account), perkembangan saldo neraca lalu lintas modal juga sangat berpengaruh terhadap neraca pembayaran (balance of payment). Selanjutnya, perubahan neraca pembayaran mempengaruhi langsung jumlah cadangan devisa asing (valas). Banyak Negara berkembang mengalami defisit neraca pembayaran atau kekurangan cadangan valas,

mengkompensasikannya dengan utang luar negeri. Sudah merupakan salah satu karkateristik umum negara sedang berkembang, terutama yang tingkat pembangunan ekonominya masih pada tahap awal, bahwa negara tersebut akan mengalami defisit neraca perdagangan yang pada akhirnya berpengaruh juga pada neraca

pembayaran. Dikarenakan ekspor utama sebagian besar negara berkembang adalah komoditas-komoditas primer yang harganya relative menurun di pasar dunia jika dibandingkan dengan harga barang-barang industri yang merupakan impor utama negara tersebut. Sedangkan arus modal asing atau biasa disebut penanaman modal asing relatif kecil bahkan banyak negara yang neto neraca modalnya selalu negatif. Terutama negara-negara yang beriklim tidak kondusif bagi investor-investor asing karena berbagai hal seperti konflik negara, kondisi politik dan ekonomi yang tidak stabil. Hal ini dirasakan Indonesia setelah berakhirnya masa orde baru. Akibatnya negara mengalami defisit dan kekeurangan devisa yang sangat dibutuhkan untuk

membiayai

pembangunan ekonomi

dalam negeri.

Namun,

setelah

mengalami masa transisi keadaan ekonomi negara Indonesia mulai menunjukan perbaikan sehingga saat ini mulai banyak investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.

1.2

Rumusan Masalah berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana perkembangan neraca pembayaran di Indonesia ? 1.2.2 Apa saja faktor yang mempengaruhi neraca pembayaran Indonesia ? 1.2.3 Bagaimana dampak dari perkembangan neraca pembayaran ? 1.2.4 Langkah-langkah apa yang harus diambil pemerintah dalam menghadapi perkembangan neraca pembayaran ? 1.2.5 Bagaimana perkembangan arus modal asing di Indonesia ? 1.2.6 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi arus modal asing ? 1.2.7 Bagaimana dampak dari arus modal asing bagi pembangunan Indonesia ? 1.2.8 Langkah-langkah apa yang harus diambil pemerintah dalam menghadapi perkembangan arus modal asing ?

1.3

Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Melalui makalah ini, berdasarkan rumusan masalah maka diketahuilah tujuan dari makalah ini dibuat antara lain : 1.3.1 Menjelaskan perkembangan neraca pembayaran di Indonesia 1.3.2 menjelaskan faktor faktor yang dapat mempengaruhi neraca pembayaran 1.3.3 Memberikan dampak positif maupun negatif dari perkembangan neraca pembayaran 1.3.4 Memberikan solusi ataupun langkah-langkah yang tepat terhadap hasil perkembangan neraca pembayaran oleh pemerintah

1.3.5 Menjelaskan perkembangan arus modal asing di Indonesia 1.3.6 Menjelaskan faktor-faktor yang terkait dalam arus modal asing 1.3.7 Menjelaskan dampak yang terjadi akan arus modal asing 1.3.8 Memberikan solusi ataupun langkah-langkah yang terpat terhadap hasil perkembangan arus modal asing

1.3.2

Manfaat

1.3.2.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu ekonomi khususnya dalam neraca pembayaran dan arus modal asing sebagai bahan kajian bagi peneliti berikutnya dalam mengembangkan penelitian ini lebih lanjut menegnai pengaruh transaksi berjalan dan neraca modal terhadap neraca pembayaran dan arus modal asing Indonesia. 1.3.2.2 Manfaat Praktis `Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan gambaran mengenai perkembangan neraca pembayaran dan arus modal asing sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik masyarakat umum, pengusaha, investor dan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan kebijakan selanjutnya bagi pemerintah.

1.4

Metode Pemecahan Masalah Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode analisis deskritif untuk menjawab pertanyaan yang dijelaskan pada rumusan masalah, dimana data subjek dan data dokumenter yang didapatkan secara tidak langsung mampu dianalisis berdasarkan teori dari berbagai sumber pustaka dan media elektronik melalui pendekatan teoritis.

1.5

Sistematika Makalah 1.1 1.2 1.3 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan 1.3.2 Manfaat 1.3.2.1 1.3.2.2 1.4 1.5 Manfaat Teoritis Manfaat Praktis

Prosedur Pemecahan Masalah Sistematika Makalah

2.1 Kajian Teoritis 2.1.1Pengertian Neraca Pembayaran 2.1.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran 2.1.3 Komponen Neraca Pembayaran 2.1.4 Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Perekonomian negara 2.1.5 Pengertian Modal Asing 2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing 2.1.7 Motif Arus Modal Internasional 2.2 Temuan Empirik dan Pembahasan 2.2.1 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia 2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Neraca Pembayaran Indonesia 2.2.3 Dampak Terhadap Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia 2.2.4 Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia 2.2.5 Perkembangan Arus Modal Asing di Indonesia 2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing 2.2.7 Dampak Dari Perkembangan Arus Modal Asing Bagi Pembangunan di Indonesia 2.2.7.1 Bentuk-bentuk Arus Modal Asing 2.2.7.2 Jenis-Jenis Arus Modal Asing

2.2.7.3 Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Foreign Direct Investment 2.2.8 Langkah-langkah yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Menghadapi Perkembangan Arus Modal Asing 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Kajian Teoritis

2.1.1Pengertian Neraca Pembayaran Neraca pembayaran adalah catatan yang sistematik tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk Negara itu dengan penduduk Negara lain (Nopirin, 1996). Menurut Balance of Payment Manual (BPM) yang diterbitkan IMF (1993) definisi neraca pembayaran internasional (Balance of Payment) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan baran jasa, transfer keuangan dan moneter antarapenduduk (resident) suatu Negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode tertentu,biasanya satu tahun (Hady, 2001). Dari definisi di atas, dapat dilemukakan bahwa BOP merupakan suatu catatan sistematis yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang dikenal sebagaidouble-entry book-keeping sehingga setiap transaksi

intrnasional yang terjadi akan tercatan dua kali, yaitu sebagai transaksi kredit dan debit. Berdasarkan konvensi yang biasanya digunakan dlam sistem doubleentry book-keeping, transakasi yang tercatat dalam BOP terdiri atas hal-hal berikut : (Hady, 2001:60 ) 1. Transaksi kredit a. b. c. d. e. Ekspor barang dan jasa. Penerimaan dari hasil investasi. Offset to real or financial resources received (Transfer). Increase in liabilities. Decrease in financial assets.

2. Transaksi debit a. b. Impor barang dan jasa. Pembayaran atas hasil investasi.

c. d. e.

Offset to real or financial resources provide (Transfer). Decrease in liabilities. Increase in financial assers.

2.1.2 Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran 1. Mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian suatu Negara. Peranan sektor eksternal tercermin antara lain dari besarnya jumlah permintaan produk domestik oleh bukan penduduk, atau sebaliknya. Semakin besar permintaan terhadap produk domestik oleh bukan penduduk, yang tercermin dari nilai ekspor Negara bersangkutan, semakin besar pula peranan sektor eksternal dalam pembentukan produk domestik. 2. Mengetahui aliran sumber daya antar Negara. Berdasarkan Neraca Pembayaran dapat diketahui seberapa besar aliran sumber daya antara suatu Negara dengan Negara-negara lainnya sehingga terlihat apakah Negara tersebut merupakan pengekspor barang dan atau modal, atau sebaliknya sebagai pengimpor barang atau modal 3. Mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan suatu Negara Dengan mengamati perkembangan Neraca Pembayaran, dapat diketahui pola umum kegiatan perekonomian suatu Negara dalam berinteraksi dengan Negara lain, seperti ketergantungan sumber pendapatan nasional dari hasil ekspor produk petanian dan ketergantungan sumber pembiayaan investasi dari Negara lain. 4. Mengetahui permasalahan utang luar negeri suatu Negara Berdasarkan catatan transaksi modal dan keuangan di Neraca Pembayaran, dapat diketahui seberapa jauh suatu Negara dapat memenuhi kewajibannya terhadap Negara lain. 5. Mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu Negara. Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan devisa terkait dengan surplus atau defisit Neraca Pembayaran. Apabila terjadi surplus Neraca Pembayaran maka posisi cadangan devisa akan bertambah sebesar surplus tersebut. Dan sebaliknya.

6. Dipergunakan sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan anggaran devisa (foreign exchange budget). Dengan memperhatikan surplus atau defisit Neraca Pembayaran pada tahun tertentu, dapat diperlukan besarnya kebutuhan devisa untuk anggaran tahun berikutnya, sekaligus dapat ditentukan besarnya pinjaman yang diperlukan. 7. Dipergunakan sebagai sumber data penyusunan statistik pendapatan nasional (national account). Statistic Neraca Pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan nasional mengingat salah satu variabel pendapatan nasional adalah nilai ekspor-impor barang dan jasa yang tercatat dalam Neraca Pembayaran.

2.1.3 Komponen Neraca Pembayaran Neraca pembayaran dapat dipecah ke dalam beberapa kategori yaitu; transaksi berjalan (current account), neraca modal (capital account), dan cadangan devisa negara (official reserves account). 1. Transaksi berjalan (current account). Merupakan bagian dari neraca pembayaran yang berisi arus pembayaran jangka pendek (mencatat transaksi ekspor-impor barang dan jasa), yang meliputi : a. ekspor dan impor barang-barang dan jasa ekspor barang-barang dan jasa yang diperlakukan sebagai kredit impor barang-barang dan jasa diperlakukan kembali sebagai debit. b. net investment income tingkat bunga dan dividen diperlakukan sebagai jasa karena merepresentasikan pembayaran untuk

penggunaan modal. c. net transfer (transfer unilateral), meliputi bantuan luar negeri, pemberian-pemberian dan pembayaran lain antar pemerintah dan antar pihak swasta. Net transfer bukan merupakan perdagangan barang dan jasa. Atau dengan kata lain transaksi berjalan merangkum aliran dana antara satu Negara tertentu dengan seluruh negara lain sebagai akibat dari pembelian barang-barang atau jasa,

provisiincome atas aset finansial, atau transfer unilateral (misalnya bantuan bantuan antar pemerintah dan antar pihak swasta). Transaksi berjalan merupakan ukuran posisi perdagangan intenasional yang luas. Defisit transaksi berjalan menjelaskan arus dana yang keluar suatu negara lebih besar dari dana-dana yang diterimanya. Komponen transaksi berjalan meliputineraca perdagangan dan neraca barang dan jasa. Transaksi berjalan umumnya digunakan untuk menilai neraca perdagangan. Neraca Perdagangan secara sederhana merupakan selisih/perbedaan antara ekspor dan impor. Jika impor lebih tinggi dari ekspor, maka yang terjadi adalah defisit neraca perdagangan. Sebaliknya, jika ekspor lebih tinggi dari impor, yang terjadi adalah surplus. Sedangkan Neraca Jasa adalah neraca perdagangan ditambah jumlah pembayaran bunga kepada para investor luar negeri dan penerimaan dividen dari investasi di luar negeri, serta penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan pariwisata dan transaksitransaksi ekonomi lainnya. 2. Neraca Modal (Capital Account) Merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahanperubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham, obligasi dan real estate) suatu negara, Yang meliputi : a. Arus modal masuk tercatat sebagai kredit karena suatu Negara menjual aset berharga kepada pihak asing untuk memperoleh uang tunai. b. Arus modal keluar tercatat sebagai debit karena suatu Negara membeli asset berharga dari pihak asing (luar negeri). c. Transaksi-transaksi neraca modal diklasifikasi sebagai investasi portfolio, langsung atau jangka pendek. Untuk dapat membeli aset luar negeri diperlukan valuta asing, dengan demikian arus modal neto menggambarkan demand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing ditentukan oleh demand valas untuk membeli barangbarang dan jasa dandemand terhadap valas untuk membeli aset. Neraca Modal adalah ukuran investasi jangka pendek dan jangka panjang suatu

10

negara, termasuk investasi langsung luar negeri dan investasi dalam sekuritas. 3. Cadangan Devisa Negara (Official Reserves Account) Mengukur perubahan-perubahan dalam cadangan internasional yang dimiliki oleh otoritas keuangan suatu negara. Hal ini mencerminkan surplus atau defisit transaksi-transaksi ekonomi neraca berjalan dan meraca modal suatu negara yang dihasilkan dengan cara mencari nilai selisih (netting) dari cadangan aset dan cadangan hutang. Cadangan devisa terdiri dari : 1. Cadangan internasional yang terdiri dari emas dan aset luar negeri yang dapat diperdagangkan. 2. Peningkatan dalam tiap aset tercatat sebagai debit 3. Penurunan cadangan aset tercatat sebagai kredit

2.1.4 Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadapa Perekonomian negara Sebagaimana yang diketahui, bahwa neraca pembayaran suatu negara mencatat semua transaksi negara tersebut dengan luar negeri. Adapun dampak neraca pembayaran terhadap perekonomian adalah sebagai berikut : a. Perubahan Kurs Devisa Jika neraca pembayaran defisit, maka kurs valuta asing mengalami kenaikan dan kurs rupiah mengalami penurunan. Dan bila terjadi surplus, maka kurs valuta asing mengalami penurunan dan kurs rupiah mengalami kenaikan. b. Perubahan Harga Jika ekspor lebih besar daripada impor berarti barang yang ada di dalam negeri sangat laku terjual di luar negeri, maka harga barang dalam negeri menjadi meningkat. c. Perubahan Tingkat Pendapatan Ekspor merupakan komponen pendapatan nasional, sehingga berubahnya nilai ekspor akan mengakibatkan berubahnya pendapatan nasional.

11

d. Perubahan Tingkat Bunga Jika investasi dari luar negeri banyak mengalir ke dalam negeri, maka tingkat bunga yang berlaku rendah karena hubungan antara tingkat bunga dengan tingkat investasi adalah berbanding terbalik. Sebaliknya, jika investasi yang terjadi menurun, maka tingkat bunga yang berlaku tinggi.

2.1.5 Pengertian Modal Asing Pengertian Penanaman Modal Asing dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 adalah : 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat terse-but tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk

membiayai perusahaan di Indonesia. Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.

12

Sehubungan dengan arus modal, dapat kiranya dipahami bahwa untuk melakukan transaksi perdagangan barang internasional di satu pihak tertentu diperlukan modal internasional dan di lain pihak transaksi tersebut menghasilkan keuntungan yang akhirnya akan terakumulasi menjadi modal baru yang akan di investasikan lagi untuk meningkatkan keuntungan. Secara umum arus modal asing dapat bersifat hal berikut : (Hady, 2001:9293) 1. Portofolio Investment, yaitu arus modal internasional dalam bentuk investasi aset-aset finansial, seperti saham (stock), obligasi (bond), dancommercial papers. Arus portofolio inilah yang saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti New York, London, Paris, Frankfurt, Tokyo, Hongkong, Singapura. 2. Direct Investment, yaitu investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan di mana investor terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. Direct investment ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan. Dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNC) dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing Pada umumnya faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, skill dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang, pada dasarnya dipengaruhi oleh lima faktor-faktor utama. Adapun faktorfaktor yang dimaksud, yaitu meliputi :

13

1.

Adanya iklim penanaman modal dinegara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal.

2. 3. 4.

Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal. Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan. Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal.

5.

Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi. Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan ketidakseimbangan

antara negara maju sebagai pembawa modal dengan negara berkembang sebagai penerima modal. Hubungan tidak seimbang tersebut disebabkan oleh beberapa hal utama (Streeten, 1980 : 251), yaitu : 1. Pemodal asing selalu mencari keuntungan (profit oriented), sedangkan negara penerima modal mengharapkan bahwa modal asing tersebut dapat membantu tujuan pembangunan ekonomi nasional atau sebagai pelengkap dana pembangunan. 2. Pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang lebih baik. 3. Pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas, yaitu dalam bentuk Multinasional Corporation. Perusahaan ini pada dasarnya lebih mengutamakan melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal daripada kepentingan negara penerima modal. Tentunya ketidakseimbangan tersebut menjadi tantangan bagi negara-negara penerima modal asing termasuk Indonesia, yaitu bagaimana mengatasi ketidakseimbangan yang dimaksud dalam rangka usaha menarik investor asing. Dalam menghadapi tantangan yang dimaksud negara penerima modal

14

asing pada umumnya dan Indonesia khususnya harus dapat mengupayakan melalui hal-hal sebagai berikut : 1. Dapat mengakomodasi motif profit oriented dari pemodal asing

dengan sebaik-baiknya, sehingga filosofi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang PMA yang mengatakan bahwa masuknya modal asing hanyalah bersifat pelengkap dana pembangunan tidak menjadi suatu kendala yang menghambat arus masuknya investasi modal asing tersebut. 2. Mengupayakan agar hubungan antara pemodal asing dengan penerima

modal tetap diarahkan pada kemitraan yang dapat saling membangun, sehingga sumber luar negeri dari pinjaman luar negeri tetap dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi secara optimal. 3. Negara penerima modal harus dapat mengembangkan potensi

ekonominya secara akurat, serta mampu menjaring informasi mengenai kegiatan usaha penanaman modal dalam rangka peningkatan kemampuan dan posisi bargaining-nya dalam menghadapi pemilik modal asing.

2.1.7 Motif Arus Modal Internasional (Hady, 2001:93-94) 1. Portofolio Investment a. High Return Motif dasar dari International Portofolio Investment adalah untuk mencari tingkat hasil yang tinggi. Sesuai dengan model HeckserOhlin, maka penduduk suatu negara akan membeli saham ataupun obligasi dari perusahaan yang berada di negara lain bila

memberikan return yang lebih tinggi. b. Risk Diversification Motif lain International Portofolio Investment adalah untuk diversivikasi risiko. Hal ini dilakukan oleh para investor sesuai dengan portofolio theory yang mengatakan bahwa investasi di berbagai surat berharga dapat menghsilkanreturn tertentu dengan resiko yang lebih kecil atau return yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan resiko tertentu. Dalam hal ini, return dari investasi dalam surat berharga asing (foreign securities) akan

15

bergantung terutama pada perbedaan kondisi ekonomi di luar negeri. Kebanyakan akan berhubungan terbalik denganreturn dari investasi dalam surat berharga dalam negeri (domestic securities). Sehubungan dengan itu, tindakan investor untuk melakukan diversifikasi investasi, baik

dalam foreign maupun domestic securities, akan menghasilkanreturn yang rata-rata lebih tinggi dan/atau resiko yang lebih rendah daripada hanya melakukan investasi di dalam negeri (domestic securities). 2. a. Foreign Direct Investment Motif utama foreign direct investment pada dasarnya sama dengan portofolio investment, yaitu untuk mendapatkan return yang lebih tinggi melalui : 1. 2. 3. b. c. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi Perpajakan yang lebih menguntungkan Infrastruktur yang lebih baik

Untuk melakukan divesifikasi risiko (risk diversification) Untuk tetap memiliki comprtitive advantage melaui direct

control dengan melakukan hal-hal berikut : 1. Horizontal Integration Hal ini banyak dilakukan oleh perusahaan besar

atau multinational coorporatin (MNC) yang biasanya berada dalam posisi monopolistic atau oligipolistic dengan tujuan untuk

melakukan direct control, khususnya yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan managerial skill tertentu sehingga tetap memiliki competitive advantage atau keunggulan bersaing di setiap pasar luar negeri yang dimasuki. 2. Vetical Integration Competitve advantage melalui direct control juga dapat dilakukan dengan vertical integration, integration. baik Backward

secara backward maupun forward

integration dilakukan dengan jalan foregm direct investment di bidang pertambangan dan pertanian/perkebunan untuk memperoleh

16

jaminan supply bahan baku tertentu dengan harga semurah mungkin, sedangkan forward integration dilakukan dengan jalan membangun jaringan distribusi, misalnya untuk produk otomotif dan elektronik. Dewasa ini hampir di semua negara, khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing. Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing ini sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, penegakan hukum. Penanaman modal memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Pemerintah menetapkan bidang-bidang usaha yang memerlukan penanaman modal dengan berbagai peraturan. Selain itu, pemerintah juga menentukan besarnya modal dan perbandingan antara modal nasional dan modal asing. Hal ini dilakukan agar penanaman modal tersebut dapat diarahkan pada suatu tujuan yang hendak dicapai. Bukan hanya itu seringkali suatu negara tidak dapat menentukan politik ekonominya secara bebas, karena adanya pengaruh serta campur tangan dari pemerintah asing. Pada umumya aliran modal ini akan diikuti dengan mobilitas faktor produksi lainnya, seperti tenaga kerja, teknologi, dan manajemen yang secara keseluruhan akan memberikan efek positif bagi kedua negara berupa kenaikan output total dan pendapatan nasional. Namun, mobilitas beberapa faktor produksi secara internasional ini juga mempunyai dilema yang dapat merugikan dan menimbulkan kontroversi politik. Hal ini dapat dikatakan demikian karena dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mobilitas faktor-faktor produksi ini dapat mempunyai efek positif maupun negatif antara lain di bidang hal-hal berikut : 1. Redistribusi income. 2. Keseimbangan balance of payment.

17

3. Penerimaan pajak. 4. Term of trade. 5. Transfer teknologi dan lain-lain. Aliran modal asing ini dapat memberikan dampak positif berupa kenaikan produksi nasional di masing-masing negara. Di samping itu, khususnya bagi negara sedang berkembang yang memerlukan dana untuk pembangunan ekonominya seperti Indonesia, jelaslah bahwa foreign direct investmentmempunyai beberapa dampak positif dan negatif sebagai berikut : (Hady, 2001:97) 1. Dampak positif a. Sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal. b. Dalam foreign direct investment melekat transfer teknologi dan know-howdi bidang manajemen dan pemasaran. c. Foreign direct investment tidak akan memberatkan balance of paymentkarena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan foreign direct investment yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. d. e. Meningkatkan pembangunan regional dan sektoral. Meningkatkan persaingan dalam negeri yang sehat dan kewirausahaan. f. 2. Meningkatkan lapangan kerja.

Dampak negatif a. b. c. d. e. Munculnya dominasi industrial. Ketergantungan teknologi. Dapat terjadi perubahan budaya. Dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi. Dapat terjadi intervensi oleh home government dari MNC.

18

2.2

Temuan Empirik dan Pembahasan

2.2.1 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Perkembangan neraca pemabayaran Indonesia untuk tahun 2005, dimana kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bulan Oktober 2005, telah memberi dampak positif bagi kinerja neraca pembayaran tw IV-2005. Lonjakan harga minyak dunia yang mencapai puncaknya pada bulan Agustus 2005 sebesar USD69,82 per barel telah mendorong tingginya nilai impor minyak yang begitu membebani APBN karena kenaikan subsidi BBM. Namun kenaikkan harga BBM tersebut memberi dampak pada berkurangnya konsumsi BBM dan pada gilirannya juga mengurangi kebutuhan impor BBM. Selama tw IV-2005, impor minyak turun 27,3% seiring dengan menurunnya konsumsi BBM sebesar 12,4% dibanding kenaikan masing masing sebesar 37,4% dan 8,9% di tw III-2005. Sejalan dengan turunnya impor, pasokan valas yang dilakukan BI ke pasar domestik juga menjadi turun yang jumlahnya meningkat di sepanjang triwulan II-III 2005 sehingga dapat menahan penurunan cadangan devisa. Sebaliknya, selama tw IV-2005 cadangan devisa bahkan meningkat USD4,4 miliar karena penarikan pinjaman program pemerintah dan hasil global bond sehingga posisinya menjadi USD34,7 miliar di akhir 2005. Sementara itu, perkembangan yang relatif baik di sektor minyak tersebut menyebabkan defisit neraca perdagangan minyak hanya mencapai USD1,2 miliar dari defisit sebesar USD2,5 miliar di triwulan sebelumnya. Setelah digabung dengan transaksi gas maka neraca perdagangan migas mencapai surplus USD1,8 miliar, naik dari surplus USD0,3 miliar pada triwulan sebelumnya. Perbaikan di sisi eksternal yang tercermin dari surplus NPI di tw IV-2005, ketahanan fiskal pasca pengurangan subsidi BBM, dan kenaikan suku bunga domestik telah memantapkan kepercayaan pasar sehingga mendorong masuknya modal jangka pendek berupa portofolio investasi. Net pembelian asing atas SSB domestik berupa SUN dan SBI di tw IV mencapai USD4,7 miliar, meningkat dibandingkan tw III sebesar USD3,2 miliar. Hal ini ikut mendorong penguatan nilai tukar rupiah (apresiasi) sebesar 4,6% selama

19

triwulan IV-2005. Untuk memperbaiki kondisi permintaan - penawaran valas di bulan Oktober 2005, Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar yang bertujuan, membantu penyediaan sebagian kebutuhan valas impor Pertamina. Selain itu BI juga mengeluarkan kebijakan fasilitas swap hedging untuk menunjang sektor riil, kebijakan penerbitan instrument swap jangka pendek, dan kebijakan pengaturan posisi devisa netto. Sementara, untuk menjaga stabilitas kecukupan cadangan devisa, Pemerintah Indonesia dan BI telah menandatangani Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan China dan Jepang. Perkembangan yang relatif baik selama tw-IV 2005 mengakibatkan NPI keseluruhan tahun 2005 tidak seburuk seperti yang diperkirakan semula. Transaksi berjalan yang masih mencatat surplus 0,3% PDB diikuti transaksi modal dan keuangan yang defisit 0,7% PDB, mengakibatkan keseimbangan NPI keseluruhan tahun 2005 mencatat defisit yg relatif kecil. Untuk tahun 2006, NPI diperkirakan kembali mencatat surplus dengan cadangan devisa yang meningkat. Surplus transaksi berjalan tahun 2006 kurang lebih sama dengan tahun lalu (0,2% PDB) akibat turunnya impor, khususnya migas, sementara transaksi modal dan keuangan surplus (0,9% PDB) karena tingginya aliran modal masuk antara lain berbentuk portfolio investment. Transaksi berjalan di tahun 2005 mencatat surplus USD0,9 miliar, sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD1,6 miliar. Penurunan surplus transaksi berjalan di tahun 2005 terutama berasal dari laju pertumbuhan impor nonmigas 22,1% (y.o.y), yang melampaui laju ekspor-nya 21,6% (y.o.y). Selain itu, impor migas masih tinggi terkait dengan meningkatnya harga minyak dunia dan kenaikan konsumsi BBM di dalam negeri. Surplus transaksi berjalan tersebut terbantu oleh perbaikan kondisi eksternal di triwulan terakhir tahun 2005. Transaksi berjalan mencatat surplus USD1,2 miliar di tw.IV-2005 atau naik lebih dari dua ratus persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Nilai ekspor tw IV2005 meningkat 6,1%, sementara nilai impornya menurun 11,7%

20

dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan impor khususnya migas terjadi karena berkurangnya konsumsi BBM di triwulan terakhir tahun 2005. Neraca perdagangan di tahun 2005 mengalami surplus sebesar USD 22,4 miliar, meningkat cukup signifikan 10,9% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai surplus USD 20,2 miliar. Nilai total ekspor selama tahun 2005 tercatat USD86,2 miliar meningkat 21,8% (y.o.y). Ekspor migas dan nonmigas masing-masing mencatat sebesar USD20,0 miliar atau naik 22,6% (y.o.y) dan USD66,3 miliar atau naik 21,6% (y.o.y). Nilai impor mencapai USD63,9 miliar meningkat 26,2% (y.o.y) yang terdiri dari impor migas USD15,9 miliar atau naik 42,9% (y.o.y) dan nonmigas USD47,9 miliar atau naik 22,1% (y.o.y). Sementara itu, defisit neraca jasa di tahun 2005 meningkat tajam sebesar 34,6% (y.o.y) menjadi USD11,9 miliar terkait dengan kenaikan freight on impor dan menurunnya kedatangan turis.

Transaksi modal dan finansial selama tahun 2005 mencatat defisit tajam sebesar USD1,9 miliar, berkebalikan dari tahun 2004 yang mencatat surplus sebesar USD1,9 miliar. Tingginya inflow penanaman modal asing langsung dan investasi portofolio tidak mampu menutupi lonjakan defisit yang terjadi di investasi lainnya, terutama berupa kenaikan investasi penduduk di LN. Transaksi modal mencatat surplus sebesar USD334 juta utamanya didorong oleh meningkatnya bantuan hibah untuk investasi. Dari

21

total hibah tersebut, 91,9% merupakan hibah investasi sektor swasta dan sisanya di sektor publik. Berkebalikan dari surplus yang terjadi pada tahun 2004, transaksi finansial selama tahun 2005 mencatat defisit tajam sebesar USD2,3 miliar utamanya dikarenakan tingginya pencatatan penempatan aset (aliran outflow) currency and deposit bank di LN terutama dalam tw II dan III-2005.

Posisi cadangan devisa selama tahun 2005 mencapai USD34,7 miliar, turun signifikan dibandingkan posisi tahun 2004 yang mencapai USD36,3 miliar. Penurunan tersebut seiring dengan tekanan yang dihadapi NPI selama tahun 2005, terutama pada tw II dan III. Tekanan terhadap neraca pembayaran pada tw II-2005 terkait adanya peningkatan harga minyak global sehingga menyebabkan kebutuhan devisa impor khususnya minyak meningkat tajam yang diiringi oleh kenaikan penempatan investasi penduduk di LN yang cukup besar. Penanaman investasi penduduk tersebut membuat transaksi finansial neto mengalami peningkatan defisit, di sisi lain peningkatan defisit tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan surplus di transaksii berjalan sehingga pada tw II, posisi cadangan devisa turun menjadi USD33,9 miliar dari USD36,0 miliar pada tw I. Pada triwulan III tekanan pada neraca pembayaran menjadi semakin besar dengan semakin meningkatnya harga minyak global yang mencapai level tertinggi pada akhir

22

Agustus 2005. Rendahnya produksi minyak mentah domestik dan meningkatnya laju kebutuhan BBM, memaksa Pemerintah untuk

mengimpor BBM lebih banyak. Impor BBM yang tinggi ditengah tengah harga minyak dunia yang melambung mengakibatkan transaksi berjalan pada tw III-2005 menjadi defisit tajam yang pada gilirannya berdampak pada penurunan tajam posisi cadangan devisa menjadi USD30,3 miliar dari USD36,9 miliar pada tw II. Penurunan yang tajam cadangan devisa tersebut juga terkait dengan penjualan valas Bank Indonesia untuk membantu tingginya kebutuhan devisa untuk mengimpor minyak. Namun demikian, pada tw IV-2005, posisi cadangan devisa mengalami pembaikan yang signifikan dengan peningkatan sebesar USD4,4 miliar dari tw III sehingga menjadi USD34,7 miliar. Tertahannya penurunan cadangan devisa tersebut sebagai hasil dari kebijakan fiskal dan moneter seperti kenaikan BI rate dengan kontrol moneter yang ketat dan pengurangan subsidi BBM dengan kenaikan tajam harga BBM. Hal tersebut berhasil memberikan sentimen positif terhadap pasar sehingga intervensi BI untuk peneyediaan valas impor Pertamina dan stabilisasi nilai tukar rupiah menurun drastis.

Kemudian untuk perkembangan neraca pembayaran Indonesia tahun 2006, kinerja NPI yang terus membaik sampai dengan akhir tw IV mendorong NPI keseluruhan tahun 2006 mencapai surplus sebesar USD15,0 miliar, tertinggi sepanjang sejarah. Surplus yang tinggi tersebut didukung oleh masih berlanjutnya kenaikan pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya

23

di negara-negara emerging seperti Cina dan India, kenaikan harga komoditi dunia yang lebih tinggi dari prakiraan semula, dan tingginya likuiditas pasar keuangan internasional. Kondisi tersebut didukung pula oleh terjaganya stabilitas makroekonomi di dalam negeri meskipun permintaan domestik sedikit melemah. Secara keseluruhan ekspor nonmigas tumbuh 20,7% lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya sebesar 19%. Harga minyak yang sempat menyentuh level tertinggi sebesar USD77,0/bl telah mendorong peningkatan ekspor migas sebesar 9,4% meskipun produksi cenderung menurun. Perkembangan tersebut telah mendongkrak kinerja ekspor 2006 hingga menembus level USD100 miliar. Laju kenaikan nilai ekspor migas tidak setajam kenaikan harga minyak karena volume ekspor cenderung turun terkait dengan produksi minyak yang menurun dan pengalihan sebagian produksi gas dari yang semula untuk ekspor menjadi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Lonjakan harga BBM yang terjadi pada Oktober 2005 yang kemudian diikuti oleh kenaikan laju inflasi dan suku bunga telah menyebabkan melemahnya permintaan impor baik migas maupun nonmigas. Selama 2006, impor nonmigas hanya tumbuh 7%, sedikit lebih tinggi daripada prakiraan semula sebesar 4%, namun jauh lebih rendah daripada 36% pada 2005. Kinerja ekspor yang menguat di tengah impor yang melemah mengakibatkan neraca perdagangan meningkat tajam mencapai USD29,7 miliar, lebih tinggi daripada level rata-ratanya setelah krisis keuangan 1997/1998 sebesar USD22 miliar. Tingginya surplus neraca perdagangan dapat menutup kenaikan defisit neraca jasa dan neraca pendapatan sehingga transaksi berjalan mencatat surplus USD9,6 miliar atau 2,6% PDB, jauh meningkat dari surplus tahun sebelumnya sebesar USD0,3 miliar atau 0,1% PDB. Dalam periode yang sama, likuiditas global yang melimpah mendorong masuknya aliran dana ke negara emerging, khususnya di kawasan Asia. Perbedaan tingkat suku bunga, stabilitas ekonomi, serta nilai tukar yang cenderung menguat dan relatif stabil telah memberikan pengaruh positif bagi masuknya aliran dana, khususnya investasi portofolio. Sepanjang 2006, hampir setengah dari total aliran dana berbentuk investasi

24

portofolio mengingat imbal hasil penempatan dalam bentuk rupiah masih relatif menarik. Di tengah berlanjutnya penurunan suku bunga SBI, investasi portofolio dalam bentuk saham meningkat secara signifikan sehingga mendorong IHSG mencapai level tertinggi dalam sejarah sebesar 1.800 pada akhir tahun. Namun, besarnya aliran dana jangka pendek tersebut juga meningkatkan kerentanan NPI terhadap risiko perubahan sentimen pasar. Sementara itu, aliran dana jangka panjang berupa FDI masih tumbuh terbatas dikarenakan perbaikan iklim investasi yang masih bergerak lambat, realisasi infrastruktur summit I dan II yang masih dalam proses, sedangkan investor baru masih menunjukkan sikap wait & see. Kinerja NPI yang membaik mendorong peningkatan cadangan devisa dan memungkinkan percepatan pelunasan pembayaran utang IMF sebesar USD7,6 miliar. Secara keseluruhan cadangan devisa meningkat dari USD34,7 miliar pada 2005 menjadi USD42,6 miliar pada 2006. Cadangan devisa tersebut mampu membiayai 4,5 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Transaksi berjalan pada 2006 mencatat surplus sebesar USD9,6 miliar, melonjak tinggi dibanding 2005 yang hanya mencapai USD278 juta. Angka surplus transaksi berjalan ini sedikit lebih kecil dibanding prakiraan semula (NPI publikasi November 2006) sebesar USD9,7 miliar. Hal ini terkait dengan pertumbuhan impor nonmigas yang mencapai 7%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 4%. tingginya surplus transaksi berjalan didukung oleh surplus neraca perdagangan, baik migas maupun nonmigas, yang secara keseluruhan meningkat dari USD17,5 miliar pada 2005 menjadi USD29,7 miliar pada 2006. Kenaikan surplus juga terjadi pada neraca current transfer. Sementara itu, neraca jasa dan neraca pendapatan (income) mengalami kenaikan defisit.

25

Transaksi modal dan finansial selama 2006 mengalami surplus USD2.451 juta, meningkat sangat tajam dari surplus yang terjadi di 2005 sebesar USD345 juta. Angka tersebut juga jauh lebih tinggi dari prakiraan semula, yaitu defisit USD 855 juta (NPI exe. Nov 2006). Tingginya surplus tersebut akibat meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, terutama dalam bentuk pembelian saham, serta realisasi penarikan program loan yang lebih besar daripada perkiraan semula. Surplus tersebut juga bersumber dari berkurangnya aset penduduk di luar negeri berupa rekening giro dan deposito yang cukup signifikan.

Sejalan dengan kenaikan surplus neraca pembayaran Indonesia, pada akhir 2006

26

cadangan devisa mencapai USD42,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan posisi akhir tahun 2005 yang mencapai USD34,7 miliar, dan dari prakiraan semula sebesar USD40,4 miliar (NPI exe. Nov 2006). Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 4,5 bulan. Peningkatan tersebut terutama berasal dari kenaikan penerimaan devisa hasil ekspor migas akibat kenaikan harga minyak yang rata-rata mencapai USD62,7/bl, lebih tinggi dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar USD52/bl. Kenaikan cadangan devisa sebagian juga terkait dengan langkah Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar yang cenderung menguat, terutama pada triwulan pertama, sebagai akibat terus meningkatnya arus masuk dana jangka pendek.

Surplus neraca pembayaran, baik yang terjadi di sisi transaksi berjalan maupun transaksi modal & keuangan, serta tingginya posisi cadangan devisa telah mendukung kestabilan nilai tukar rupiah selama periode laporan. Meskipun Bank Sentral Amerika Serikat masih mengadopsi kebijakan moneter ketat sementara Bank Indonesia cenderung memperlonggar kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga BI rate, nilai tukar rupiah tetap stabil, bahkan cenderung menguat, dan inflasi semakin menurun. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mempercepat pelunasan utang pada IMF, tahap pertama

27

pada akhir Juni 2006 sebesar USD3,7 miliar dan tahap kedua pada Oktober 2006 sebesar USD3,0 miliar, sehingga secara total percepatan pelunasan utang IMF mencapai USD7,6 miliar. Pada 2007 NPI mengalami surplus yang cukup besar (USD12,5 miliar), namun lebih rendah dari 2006 (USD14,5 miliar). Penurunan surplus NPI tersebut terkait dengan surplus transaksi modal dan keuangan yang sedikit lebih rendah (USD2,8 miliar) dari 2006 (USD2,9 miliar). Dari sisi liabilities, kinerja transaksi modal dan keuangan sebenarnya lebih baik dari tahun sebelumnya seperti tercermin pada kenaikan arus masuk modal asing dalam jumlah yang signifikan, baik berupa PMA, modal portofolio, maupun penarikan ULN swasta. Peningkatan arus masuk modal asing tersebut sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi domestik, membaiknya iklim investasi, yield yang menarik, dan kestabilan makroekonomi yang terjaga. Namun, dari sisi lain terjadi kenaikan penempatan aset di luar negeri oleh swasta domestik dalam jumlah yang juga signifikan, baik berupa investasi langsung maupun pembelian surat berharga. Hal ini adalah implikasi dari meningkatnya minat investor domestik untuk melakukan ekspansi usaha di luar negeri dan meningkatnya surplus transaksi berjalan, yaitu dari USD10,8 miliar pada 2006 menjadi USD11,0 miliar pada 2007. Kenaikan surplus transaksi berjalan didukung oleh kenaikan ekspor nonmigas yang--kendati tumbuh melambat seiring menurunnya pertumbuhan ekonomi duniamasih dapat mengimbangi kenaikan impor nonmigas yang mengalami akselerasi seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Sementara itu, kenaikan harga minyak belum mampu meningkatkan sumbangan sektor migas terhadap surplus transaksi berjalan karena selama 2007 terjadi penurunan produksi minyak dan gas disertai kenaikan volume impor minyak untuk konsumsi BBM domestik. Transaksi berjalan pada 2007 mencatat surplus sebesar USD11,0 miliar, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD10,8 miliar. Perkembangan tersebut terutama didorong oleh ekspor barang khususnya nonmigas yang tumbuh lebih tinggi dibanding impor

28

nonmigas meskipun relatif lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan impor mengalami peningkatan cukup signifikan sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Sementara itu, neraca jasa dan neraca pendapatan pada 2007 mengalami kenaikan defisit masing-masing menjadi sebesar USD11,1 miliar dan USD15,9 miliar dari tahun sebelumnya (USD9,9 miliar dan USD13,8 miliar). Defisit pada neraca jasa terutama disumbangkan dari jasa tranportasi dan jasa lainnya. Sedangkan defisit neraca pendapatan meningkat terutama akibat bertambahnya repatriasi keuntungan perusahaan yang melakukan penanaman modal asing di Indonesia. Adapun transfer berjalan pada 2007 masih mengalami surplus sebesar USD4,9 miliar, relatif sama dibandingkan tahun sebelumnya terutama disumbangkan dari pengiriman gaji TKI kepada keluarganya di tanah air (WR-TKI).

Transaksi modal dan finansial pada 2007 mencatat surplus sekitar USD2,8 miliar, sedikit lebih rendah dari surplus pada tahun sebelumnya sebesar USD2,9 miliar. Penurunan berasal dari transaksi finansial sebagai dampak krisis subprime mortgage di AS khususnya investasi portofolio pada semester II-2007.

29

Sejalan dengan kenaikan surplus neraca pembayaran Indonesia, cadangan devisa pada akhir tahun 2007 mencapai USD56,9 miliar, meningkat cukup signifikan sekitar USD14,3 miliar (34%) dibandingkan posisi pada akhir tahun sebelumnya sebesar USD42,6 miliar. Kenaikan cadangan devisa terbesar terjadi pada triwulan IV sekitar USD4,0 miliar sejalan dengan meningkatnya penerimaan devisa hasil ekspor migas akibat kenaikan harga minyak dunia dan tingginya realisasi pinjaman luar negeri pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 5,7 bulan. Komposisi cadangan devisa terbesar berupa surat-surat berharga (securities) yang tercatat sebesar USD32,69 miliar (57,4% dari total cadangan devisa), meningkat dari tahun sebelumnya sebesar USD25,58 miliar. Komponen terbesar lainnya adalah currency & deposits sebesar USD21,87 miliar (38,4%), juga meningkat dari USD15,12 miliar pada tahun sebelumnya.

Kinerja transaksi berjalan pada triwulan IV 2008 mengalami perbaikan dengan mencatat defisit yang lebih kecil (defisit USD0,2 miliar) daripada yang terjadi pada triwulan III 2008 (defisit USD0,9 miliar).

30

Namun, secara umum Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) masih mengalami tekanan, terutama pada sisi neraca perdagangan dan transaksi modal dan finansial, sebagai dampak dari krisis ekonomi dan keuangan dunia yang semakin meluas. Sejalan dengan itu, jumlah cadangan devisa berkurang dari USD57,1 miliar pada akhir triwulan III 2008 menjadi USD51,6 miliar pada akhir triwulan IV 2008. Walaupun menurun, jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 4 bulan. Kontributor utama dari perbaikan transaksi berjalan adalah penurunan pada defisit neraca pendapatan akibat berkurangnya pembayaran bagi hasil kepada kontraktor migas asing. Beberapa kontributor lain adalah impor minyak yang mengecil karena berkurangnya volume konsumsi bahan bakar minyak serta masih stabilnya penerimaan devisa dari turis asing dan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Berbagai faktor positif tersebut mampu mengimbangi kinerja neraca perdagangan nonmigas yang menurun karena nilai ekspor nonmigas turun lebih tajam daripada nilai impor nonmigas. Resesi ekonomi yang melanda banyak negara berdampak pada melemahnya permintaan ekspor selama triwulan IV 2008 sehingga nilai ekspor nonmigas turun 14,8% dibandingkan triwulan III 2008 dan hanya naik 0,2% dibandingkan triwulan IV 2007. Dalam periode yang sama, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik, nilai impor nonmigas turun 12,4% dibandingkan triwulan III 2008 tetapi masih naik 27,9% dibandingkan triwulan IV 2007. Krisis keuangan global yang semakin dalam sejak September 2008 mengakibatkan transaksi modal dan finansial pada triwulan IV 2008 mengalami defisit sekitar USD3,8 miliar. Proses deleveraging dan repricing di pasar keuangan internasional menyebabkan terjadinya arus keluar modal asing dalam bentuk penjualan surat utang negara, sertifikat Bank Indonesia, dan saham, terutama selama Oktober hingga awal November 2008. Arus keluar modal asing mulai berhenti sejak pertengahan November 2008 setelah pemerintah di negara-negara maju meningkatkan komitmennya untuk membantu lembaga-lembaga keuangan

31

yang bermasalah dan mengatasi resesi ekonomi melalui stimulus fiskal. Kinerja transaksi modal dan finansial juga terbantu oleh meningkatnya arus masuk modal dalam bentuk investasi langsung dan pinjaman luar negeri, baik pemerintah maupun swasta. Hal ini sejalan dengan permintaan domestik, khususnya investasi, yang masih tumbuh positif. Sejalan dengan perkembangan NPI triwulan IV di atas, secara keseluruhan 2008 NPI mengalami defisit. Namun demikian, transaksi berjalan masih mampu mencatat surplus meskipun kecil (USD0,6 miliar), turun dibandingkan surplus pada 2007 (USD10,5 miliar). Sementara itu, transaksi modal dan finansial mengalami defisit USD1,7 miliar, setelah pada tahun 2007 mencatat surplus sebesar USD3,6 miliar.

32

NPI 2008 diwarnai oleh kondisi ekonomi dan keuangan internasional yang tidak sebaik tahun sebelumnya dan permintaan domestik yang sedikitmelambat meski masih pada level tinggi. Pada semester pertama permintaan dunia masih relatif tinggi meskipun melemah dibandingkan tahun sebelumnya. Permintaan dunia yang masih tinggi tersebut ditopang oleh harga komoditas yang masih juga tinggi dipengaruhi oleh harga minyak yang terus memuncak. Namun pada semester kedua, khususnya triwulan empat, permintaan dunia terus melemah yang diikuti oleh turunnya harga komoditas internasional, khususnya migas, sehingga mendorong kinerja transaksi berjalan menurun. Perekonomian dunia pada 2008 tumbuh 3,4%, melambat dibandingkan 2007 (5,2%) meski masih dalam level yang cukup tinggi. Pelemahan tersebut merupakan dampak negatif kondisi di pasar keuangan internasional, terkait dengan krisis subprime mortgage di AS yang telah berdampak luas ke sektor industri, tenaga kerja, dan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi negara maju diperkirakan mengalami perlambatan dari 2,7% di 2007 menjadi 1,0% pada 2008. Perekonomian negara berkembang diperkirakan tumbuh masih cukup tinggi di 2008 (6,3%), meskipun turun dari tahun sebelumnya (8,3%), khususnya didorong oleh pertumbuhan ekonomi Cina dan India. Hal ini tidak terlepas dari masih kuatnya permintaan domestik di kedua negara tersebut meskipun ekonomi dunia cenderung berada dalam tekanan resesi. Selain itu, perkembangan intratrade regional yang semakin meningkat akibat diversifikasi tujuan ekspor, mengakibatkan berkurangnya ketergantungan perdagangan negara regional Asia terhadap negara maju khususnya AS. Dampak perlambatan ekonomi global diperkirakan sebagian dapat dikompensasi oleh tingginya pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Permintaan dunia yang masih kuat didorong oleh harga komodiotas yang juga masih tinggi, ikut mempengaruhi kinerja ekspor sampai dengan tiga triwulan pertama 2008 yang masih tumbuh cukup tinggi. Dengan perkembangan tersebut, meskipun terjadi penurunan pada triwulan IV, realisasi ekspor untuk keseluruhan 2008 masih tumbuh cukup tinggi. Meskipun kondisi

33

perekonomian dunia yang kurang menggembirakan tersebut berdampak terhadap perekonomian domestik, namun ekonomi Indonesia pada 2008 masih tumbuh sekitar 6,1%, sedikit menurun dari tahun sebelumnya (6,3%). Permintaan domestik masih berperan cukup tinggi meskipun melemah sejalan dengan realisasi PDB sampai dengan triwulan III sebesar 6,3%. Permintaan domestik yang masih tumbuh tinggi telah mendorong impor yang tumbuh cukup signifikan pada tiga triwulan pertama 2008. Namun kondisi mulai menurun pada triwulan IV, permintaan domestik melemah, disertai dengan nilai tukar yang melemah dan sumber pembiayaan eksternal yang berkurang, sedikit memperlambat laju pertumbuhan impor pada Tw.IV dan keseluruhan 2008. Krisis finansial yang berdampak besar pada kontraksi ekonomi khususnya negara maju, merambat pada penurunan

permintaan atas ekspor negara berkembang. Akibatnya, kinerja neraca berjalan negara kawasan Asia menurun dan memicu melambatnya laju pertumbuhan ekonomi di kawasan. Pengaruh ekonomi global pada kinerja sektor eksternal diperkirakan cukup signifikan, tercermin dari perkiraan volume perdagangan dunia 2008 yang mencapai 4,1%, melambat dari 2007 sebesar 7,2%. Menurunnya volume perdagangan dunia tersebut didorong oleh rata-rata harga komoditas nonmigas di pasar internasional yang diperkirakan mulai menurun meskipun masih tumbuh positif sebesar 7,4%. Melemahnya harga komoditas nonmigas internasional tersebut terkait dengan turunnya harga minyak dunia dan berkurangnya permintaan dunia. Perkembangan harga komoditas tersebut memberi dampak negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Harga minyak dunia diperkirakan akan menurun meskipun masih akan berada pada level cukup tinggi. Menurunnya harga minyak dunia tersebut didorong oleh permintaan dunia yang menurun akibat kekhawatiran krisis ekonomi global. Rata-rata harga ekspor minyak mentah domestik berada pada level USD93,5 per barel, masih lebih tinggi dibandingkan angka APBN-P2008 USD80 per barel. Produksi minyak ratarata 2008 sekitar 0,977 mbpd, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 0,952 mbpd. Angka tersebut sama dengan angka lifting asumsi

34

produksi yang ditetapkan di APBNP 2008. Peningkatan produksi minyak tersebut didukung oleh mulai berproduksinya lapangan Kerisi (Conoco Philips, Natuna) pada awal Januari 2008 dan lapangan Banyu Urip dan North Duri juga dapat mulai berproduksi pada triwulan empat . Sementara itu, perkembangan sektor gas di 2008 mengalami peningkatan , terutama disebabkan oleh harga gas yang masih tetap tinggi meskipun ada kecenderungan menurun pada Tw.IV mengikuti harga minyak. Sedangkan ekspor LPG sejak Tw.II-2008. Dihentikan sebagai dampak dari kebijakan pemerintah untuk lebih memprioritaskan pemanfaatan gas bagi kebutuhan domestik, terutama dalam rangka mendukung program konversi minyak tanah dengan LPG. Pertumbuhan konsumsi BBM mengalami penurunan dari sekitar 2,8% ditahun 2007 menjadi sekitar -0,02% di 2008. Penurunan pertumbuhan konsumsi BBM tersebut sejalan dengan kecenderungan perlambatan pertumbuhan ekonomi khususnya pada triwulan IV 2008. Konsumsi BBM masih tetap tumbuh positif pada tiga triwulan pertama 2008, namun pelemahan ekonomi dunia berdampak pada pelemahan permintaan konsumsi energi khususnya sektor industri di triwulan terakhir 2008. Di sektor jasa khususnya transportasi, penurunan harga minyak meskipun mulai terjadi sejak bulan Agustus namun baru direspon oleh perusahaan maskapai dengan menurunkan biaya bahan bakar (fuel surcharge) pada akhir tahun 2008. Demikian juga perusahaan pelayaran nasional baru menurunkan tarif angkut (freight) pada akhir tahun sehubungan dengan penurunan harga bahan bakar (bunker) kapal.Kegiatan sektor pariwisata nasional 2008 terus berjalan positif terkait dengan Visit Indonesian Year (VIY) 2008. Meskipun target 7 juta wisman tidak tercapai sampai dengan akhir 2008, namun dengan strategi menjadikan event sebagai tujuan wisata pemerintah telah banyak melakukan event MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) khususnya di Bali di triwulan akhir 2008. Sementara itu penempatan TKI di LN pada 2008 mencatat peningkatan, khususnya dalam memenuhi peluang pasar formal yang masih belum dapat dipenuhi, seperti Jepang yang memerlukan tenaga perawat dan

35

pengasuh kaum jompo di negaranya. Selain itu, kebutuhan TKI juga meningkat di beberapa negara yang masih memerlukan tenaga kerja asing seperti Australia, Eropa dan beberapa negara Timur Tengah. Namun demikian dampak krisis global telah menahan laju penambahan permintaan penempatan TKI tersebut. Di sektor finansial, dampak lanjutan pelemahan ekonomi dunia terhadap likuiditas global berpengaruh pada arus masuk modal, terutama jangka pendek. Iklim investasi Indonesia didukung stabilitas ekonomi makro dipandang masih kondusif sehingga dapat menarik lebih banyak investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi jangka panjang di Indonesia. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa peringkat kemudahan berusaha di Indonesia berpeluang naik dari urutan ke-123 menjadi urutan ke-82 di 2008, dengan syarat pemerintah memperbaiki mekanisme memulai usaha, pendaftaran kepemilikan, dan mendapatkan kredit. Meskipun dalam lingkup terbatas, perbaikan iklim investasi diperkirakan akan didukung oleh implementasi beberapa proyek

infrastruktur yang telah dimulai di tahun-tahun sebelumnya. Beberapa proyek telah dimulai pada tahun 2008 antara lain pembangkit listrik Paiton 3-4 dan beberapa PLTU seperti PLTU Serang dan Tanjung Jati A; transmisi gas melalui pipa jalur Kaltim-Jawa dan Duri-Dumai-Medan fase I dan II; pembangunan bandara baru Kualanamu di Medan dan Selaparang di Lombok, pengembangan kawasan berikat industri dan pemrosesan kargo di Bandara Sukarno Hatta; serta beberapa ruas jalan tol seperti jalan tol Cikampek-Palimanan dan Cikarang-Tanjung Priok. Sejalan dengan semakin kompetitifnya perusahaan domestik di kancah internasional, penanaman modal langsung oleh penduduk di luar negeri juga semakin meningkat. Investasi penduduk tersebut antara lain didukung oleh penemuan cadangan minyak di Libya oleh anak perusahaan PT Medco Energi dan investasi PT Bumi Resources pada tambang batubara di Australia. Pada arus lalu lintas modal jangka pendek, intensitas gejolak pasar keuangan dunia meningkat danmenyebar ke berbagai kawasan termasuk Indonesia. Memburuknya

36

persepsi risiko investor terhadap asetaset beresiko tinggi mendorong terjadinya perilaku flight to quality yang menimbulkan gejolak di pasar keuangan. US T-bill yang terus diburu menyebabkan imbal hasil (yield) surat berharga domestik menjadi terus meningkat. Bursa saham negara maju yang mengalami penurunan cukup tajam, memicu gejolak di pasar keuangan khususnya di negara berkembang. Hal ini tercermin dari terdepresiasinya nilai tukar, menurunnya bursa saham serta ketatnya likuiditas di pasar antarbank. Gejolak pasar finansial global masih akan mempengaruhi dinamika lalu lintas modal portofolio asing akibat masih tingginya ketidakpastian pada kondisi ekonomi dan sektor keuangan di AS. Proses deleveraging dan repricing yang terjadi di pasar keuangan global diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya arus keluar modal asing dalam bentuk SUN, SBI, dan saham, terutama selama Oktober hingga awal November 2008. Namun, defisit yang lebih besar diperkirakan dapat dihindari karena tekanan arus keluar modal portofolio mulai mereda sejak pertengahan November 2008. Berbagai tekanan yang terjadi di pasar keuangan regional, memicu persepsi tingginya default obligasi negara berkembang meski cenderung mereda pada akhir Oktober. Dalam jangka pendek, aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia relatif masih minimal. Masih belum stabilnya pasar finansial dunia, membuat investor asing secara umum cenderung bersikap hati-hati terhadap aset negara berkembang. Perilaku risk aversion terhadap aset berisiko tinggi serta kawasan emerging market masih mewarnai dalam beberapa waktu sampai akhir 2008. Di sisi domestik, relatif tingginya imbal hasil penempatan aset rupiah saat ini masih belum mampu menahan arus keluar modal asing. Arus dana asing ke SBI dan SUN pada 2008 menurun karena perubahan persepsi investor kepada kualitas surat berharga meskipun spread suku bunga dalam dan luar negeri yang semakin melebar. Sementara itu, arus dana asing ke pasar saham masih tetap terbatas sejalan dengan ketatnya likuiditas finansial global.

37

Sejalan dengan perkembangan asumsi makro di atas, kinerja NPI untuk keseluruhan 2008 menurun dibandingkan 2007. Gambaran NPI untuk keseluruhan 2008 secara ringkas menjadi sebagai berikut: 1. Transaksi berjalan masih mampu mencatat surplus, meskipun sangat kecil, yaitu USD0,6 miliar. Perkiraan surplus ini turun tajam dibandingkan tahun 2007 (surplus USD10,5 miliar). 2. Transaksi modal dan finansial mencatat defisit USD1,7 miliar. Defisit ini menurun dibanding tahun 2007 (surplus USD3,6 miliar). 3. Overall balance NPI diperkirakan defisit USD1,9 miliar, lebih buruk daripada tahun 2007 (surplus USD12,7 miliar). 4. Cadangan devisa pada akhir 2008 mencapai posisi USD51,6 miliar (4,0 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah), menurun dibandingkan posisi pada akhir 2007 (USD56,9 miliar). Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada Tw.IV-2009 mencatat surplus USD4,0 miliar. Surplus NPI tersebut disumbang oleh surplus baik pada transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial masingmasing sebesar USD3,4 miliar dan USD1,4 miliar. Kinerja transaksi berjalan mencatat surplus yang lebih besar dari triwulan sebelumnya karena kenaikan ekspor nonmigas melampaui kenaikan impor nonmigas, seiring dengan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta membaiknya harga sejumlah komoditas ekspor unggulan. Bertambahnya surplus neraca migas ditopang oleh kenaikan harga minyak dan produksi gas. Sementara itu, transaksi modal dan keuangan mengalami surplus yang disumbang oleh surplus pada komponen investasi langsung dan investasi portofolio. Meningkatnya arus masuk modal investasi langsung dan investasi portofolio pada Tw.IV-2009 tersebut didukung oleh kondisi makroekonomi yang relatif stabil dan membaiknya likuiditas global. Sejalan

38

dengan perkembangan NPI dimaksud, jumlah cadangan devisa pada akhir periode naik menjadi USD66,1 miliar atau setara dengan kebutuhan pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 6,5 bulan. Transaksi berjalan pada Tw.IV-2009 mencatat surplus USD3,4 miliar, lebih tinggi dari surplus USD2,2 miliar pada triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja transaksi berjalan tersebut bersumber dari

bertambahnya suplus neraca perdagangan nonmigas, neraca migas dan neraca transfer berjalan. Kenaikan surplus pada ketiga neraca tersebut lebih besar daripada peningkatan defisit neraca jasa dan neraca pendapatan. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas terkait dengan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dunia serta membaiknya harga beberapa komoditas ekspor. Pada saat yang sama, membaiknya ekonomi domestik ikut mendorong peningkatan impor nonmigas walaupun pertumbuhannya masih lebih rendah dari ekspor nonmigas. Sementara itu, kenaikan produksi minyak berdampak pada berkurangnya defisit neraca minyak. Sedangkan penambahan volume ekspor gas, sejalan dengan beroperasinya Train 1 dan 2 lapangan gas Tangguh, berpengaruh terhadap naiknya suplus neraca gas. Di sisi lain, impor minyak baik nilai maupun volume berkurang pada periode laporan. Pemanfaatan stok dalam negeri yang tersedia di saat konsumsi BBM meningkat dan berlanjutnya program konversi minyak merupakan faktor pendukung turunnya impor minyak tersebut. Peningkatan defisit neraca jasa terutama bersumber dari naiknya pengeluaran jasa transportasi barang impor. Defisit neraca pendapatan turut pula meningkat disebabkan bertambahnya pembayaran dividen/hasil keuntungan perusahaan PMA serta pembayaran bunga utang luar negeri, terutama sektor pemerintah.

39

Transaksi modal dan finansial pada Tw.IV-2009 mencatat surplus USD1,4 miliar, disumbang oleh surplus pada kelompok investasi langsung dan investasi portofolio. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi domestik disertai dengan kondisi likuiditas global yang semakin baik telah mendorong arus masuk modal jangka pendek maupun jangka panjang. Suku bunga internasional yang relatif rendah mendorong mendorong beberapa perusahaan nasional akhir-akhir ini meminjam dana dengan menerbitkan obligasi di luar negeri yang dilakukan sendiri secara langsung (portfolio investment, liabilities) maupun melalui anak perusahaannya (special purpose vehicle) di luar negeri. Penerbitan obligasi melalui anak perusahaan di luar negeri yang kemudian disalurkan sebagai pinjaman dari anak perusahaan ke induknya di dalam negeri, mendorong terjadinya surplus investasi langsung ke luar negeri (direct investment abroad), setelah mencatat defisit pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, arus masuk PMA (direct investment sisi liabilities) pada Tw.IV-2009 juga bertambah seiring membaiknya ekonomi domestik. Perbaikan ekonomi di dalam negeri tersebut turut mendorong kinerja impor yang pada gilirannya memicu kenaikan arus masuk investasi portofolio berupa bankers acceptances.

40

Sejalan dengan surplus neraca pembayaran Indonesia selama Tw.IV2009, cadangan devisa pada akhir triwulan tersebut meningkat menjadi USD66,1 miliar, dari posisi pada akhir triwulan sebelumnya sebesar USD62,3 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri selama 6,5 bulan. Adapun komponen cadangan devisa terdiri dari securities (surat-surat berharga) sebesar USD57,1 miliar (86,4% dari total cadangan devisa), currency & deposits sebesar USD3,3 miliar (4.9%), special drawing rights sebesar USD2,8 miliar (4,2%) dan monetary gold sebesar USD2,6 miliar (3,9%).

41

Dengan perkembangan pada Tw.IV-2009 seperti tersebut di atas, kinierja NPI untuk keseluruhan 2009 mengalami perbaikan tajam dibandingkan 2008. Perkembangan perdagangan dan investasi luar negeri menunjukkan kemajuan di berbagai sektor neraca pembayaran. Bedasarkan data yang diperoleh, Indonesia surplus pada tahun 2010. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada Tw.IV-2010 mencatat surplus USD11,3 miliar. Baik transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial memberikan kontribusi positif dengan mencatat surplus masing masing sebesar USD1,2 miliar dan USD9,9 miliar. Kinerja transaksi berjalan ditopang oleh kenaikan ekspor nonmigas yang melampaui kenaikan impor nonmigas, seiring dengan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta membaiknya harga sejumlah komoditas ekspor unggulan. Sementara itu, transaksi modal dan keuangan mengalami kenaikan surplus yang sangat signifikan, terutama berasal dari surplus pada komponen investasi langsung dan investasi lainnya. Sejalan dengan perkembangan NPI dimaksud, jumlah cadangan devisa pada akhir periode naik dan mencapai posisi tertinggi selama ini, yakni sebesar USD96,2 miliar. Transaksi berjalan Tw. IV-2010 mencatat surplus USD1,2 miliar, lebih rendah dari surplus USD1,4 miliar pada triwulan sebelumnya. Surplus transaksi berjalan didukung oleh kinerja positif pada neraca perdagangan nonmigas, neraca perdagangan gas, dan neraca transfer berjalan. Namun, surplus transaksi berjalan tersebut menurun dari triwulan sebelumnya karena lebih tingginya pembayaran jasa transportasi dan imbal hasil kepada investor asing, mengikuti kenaikan impor dan arus masuk modal asing yang signifikan. Neraca perdagangan nonmigas membaik dengan kenaikan surplus yang ditopang oleh kuatnya kinerja ekspor nonmigas, terutama ekspor komoditi berbasis sumber daya alam, seiring kenaikan permintaan dunia dan tingginya harga di pasar internasional. Kenaikan ekspor nonmigas tersebut mampu mengimbangi akselerasi pertumbuhan impor nonmigas yang dipacu oleh tingginya permintaan domestik. Neraca gas juga mencatat

42

surplus yang besar terutama akibat kenaikan harga ekspor gas (LNG dan natural gas) yang sejalan dengan kenaikan harga minyak. Tingginya aktivitas ekonomi domestik berimplikasi pada peningkatan permintaan impor minyak di tengah tren kenaikan harga minyak, sementara produksi minyak di dalam negeri menurun, sehingga menambah besarnya defisit neraca perdagangan minyak. Neraca jasa dan neraca pendapatan mengalami defisit yang meningkat terkait dengan tingginya pertumbuhan impor dan arus modal masuk. Peningkatan defisit neraca jasa terutama bersumber dari naiknya pengeluaran jasa transportasi barang impor serta tingginya pengeluaran travel sehubungan dengan perjalanan haji. Peningkatan defisit juga terjadi pada neraca pendapatan yang disebabkan bertambahnya pembayaran hasil keuntungan perusahaan PMA dan imbal hasil kepada investor asing.

Kemudian dilihat dari transaksi modal dan financial Surplus transaksi modal dan finansial Tw. IV-2010 mencatat rekor tertinggi sebesar USD9,9 miliar dibandingkan USD6,6 miliar pada triwulan sebelumnya. Peningkatan surplus terutama ditopang oleh arus masuk investasi langsung yang tinggi sejalan dengan iklim investasi yang terus membaik dan kondisi makroekonomi yang stabil. Di sisi lain, investasi portofolio masih berkontribusi pada surplus transaksi modal dan finansial walaupun dalam jumlah yang lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya antara lain akibat gejolak krisis utang di Eropa. Di tengah berkurangnya pasokan valas dari

43

investasi portofolio asing, untuk memenuhi pembayaran kewajiban luar negeri yang meningkat, perbankan domestik menarik simpanan mereka di luar negeri sehingga ikut menambah surplus transaksi modal dan finansial.

Sejalan dengan kenaikan surplus neraca pembayaran Indonesia selama Tw.IV-2010, cadangan devisa pada akhir triwulan tersebut meningkat menjadi USD96,2 miliar, dari posisi pada akhir triwulan sebelumnya sebesar USD86,1 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri selama 7,0 bulan. Adapun komponen cadangan devisa terdiri dari securities (surat-surat berharga) sebesar USD83,0 miliar (86,3% dari total cadangan devisa), currency & deposits sebesar USD6,8 miliar (7.0%), monetary gold sebesar USD3,3 miliar (3,4%), dan special drawing rights (SDR) sebesar USD2,7 miliar (2,8%).

44

Dengan perkembangan pada Tw.IV-2010 seperti tersebut di atas, kinerja NPI untuk keseluruhan 2010 mengalami perbaikan tajam dibandingkan 2009.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Neraca Pembayaran Indonesia Beberapa faktor indikator eksternal dan internal selama periode laporan secara signifikan telah mempengaruhi perkembangan NPI tw. IV-2005 dan keseluruhan th. 2005. Meningkatnya permintaan

beberapa komoditi nonmigas terutama produk primer dari beberapa negara telah mendorong peningkatan harga di pasar dunia. Hal ini memberi dampak pada meningkatnya kinerja ekspor nonmigas

tw IV-2005, yang tumbuh 17,3% (y.o.y). Namun demikian secara keseluruhan 2005, pertumbuhan ekspor non migas relatif masih lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan impornya. Tingginya harga

minyak dunia yang direspon dengan kenaikan harga BBM di dalam negeri telah menyebabkan yang pada berkurangnya konsumsi BBM domestik mengurangi kebutuhan impor BBM

gilirannya telah

sehingga mengurangi defisit trade balance migas. Di samping itu, kenaikan harga BBM di dalam negeri tersebut telah memicu kenaikan harga barang dan jasa sehingga laju inflasi melonjak tinggi mencapai 17,1%. Pelemahan laju pertumbuhan ekonomi dunia dan faktor-faktor

45

tersebut pada gilirannya telah menekan laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri khususnya di tw.IV-2005. Terbatasnya pertumbuhan

PDB yang hanya mencapai 4,9% di tw.IV-2005 telah mempengaruhi kinerja impor nonmigas yang dibanding triwulan tumbuh yang melambat 7,2%, menurun Namun

sebelumnya

mencapai 21,5%.

demikian secara keseluruhan 2005, permintaan domestik terhadap impor non migas masih tumbuh tinggi sebesar 22,1% mendorong pertumbuhan PDB hingga mencapai 5,6%. Terbatasnya pertumbuhan PDB, juga telah mempengaruhi masuknya modal asing utamanya FDI. FDI sektor migas di tw IV-2005 mencapai nilai terendah seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dibandingkan triwulan lainnya di 2005. Namun demikian, FDI sektor nonmigas positif di tw IV-2005. Secara keseluruhan menunjukkan kinerja 2005, FDI mengalami

peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya terutama di sektor nonmigas. telah mengembalikan Seiring dengan perbaikan sehingga internal,

kepercayaan pasar

mendorong

peningkatan arus modal jangka pendek berupa portfolio investasi. Selain itu, sektor pariwisata di tw IV-2005 juga mengalami penurunan jumlah turis masuk akibat faktor keamanan terkait bom Bali II. Selama tahun 2005, jumlah turis masuk relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Membaiknya indikator eksternal dan internal tersebut telah mempengaruhi kinerja NPI secara keseluruhan, sehingga

cadangan devisa meningkat tajam di tw IV-2005 hingga mencapai USD 34,7 miliar, atau naik sekitar Namun USD 3,4 miliar secara

dibandingkan keseluruhan

triwulan

sebelumnya.

demikian,

tahun 2005 cadangan devisa relatif masih menurun

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi neraca pembayaran tahun 2006 mencapai surplus sebesar USD15,0 miliar. Ekspansi ekonomi dunia yang masih meningkat hingga mencapai 5,1% dan melambungnya harga minyak dunia yang memicu kenaikan harga komoditi di sektor energi dan

46

nonenergi telah menjadi faktor utama yang mendorong lonjakan ekspor Indonesia. Secara rata-rata harga komoditi primer nonmigas di pasar dunia meningkat tajam sebesar 22,1%, sementara harga

minyak meningkat hingga sempat menyentuh level USD77,0/bl dan keseluruhan tahun mencapai USD62,3/bl. Rendahnya kegiatan

investasi di sektor migas dan pengalihan sebagian produksi gas untuk konsumsi domestik mengakibatkan produksi minyak dan volume ekspor gas menurun. Sebaliknya, di dalam negeri daya beli masyarakat mengalami penurunan yang signifikan sebagaimana tercermin pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dari 5,6% pada 2005 menjadi 5,5% 2006. Kondisi ini adalah Oktober 2005 yang dampak dari kenaikan pada

harga BBM pada laju inflasi dan

mengakibatkan tingginya sejak Tw.IV- 2005

meningkatnya suku bunga 2006. Kenaikan harga

hingga pertengahan energi

BBM dan diversifikasi sumber

menyebabkan

konsumsi BBM menurun impor

6,8%. Faktor-faktor di atas menurun tajam. Di sektor

mengakibatkan pertumbuhan pariwisata

masalah keamanan, bencana alam dan wabah flu burung

masih menjadi faktor yang menurunkan minat wisman (wisatawan mancanegara) berkunjung ke Indonesia. Keberhasilan dalam menekan inflasi dari 17,1% pada 2005 menjadi 6,6% pada 2006 yang

kemudian

memungkinkan terjadinya penurunan suku bunga memberi yang

dampak pada peningkatan volume transaksi di pasar saham memicu indeks naik ke level tertinggi suku bunga domestik terus menurun dalam sejarah.

Sekalipun

tetapi perbedaannya dengan

suku bunga luar negeri masih menarik. Kondisi tersebut menjadi faktor pendorong derasnya aliran dana jangka pendek dalam bentuk SUN, SBI, dan pembelian obligasi korporasi. Namun iklim investasi yang belum membaik menjadi faktor penghambat masuknya aliran dana jangka

panjang dalam bentuk FDI.

47

Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan neraca pembayaran Indonesia tahun 2007, diantaranya : Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2007 relatif masih cukup tinggi mencapai 5,2%. Pelemahan ekonomi terjadi khususnya di negara paruh kedua

maju akibat dampak krisis subprime mortgage pada sehingga pertumbuhan ekonomi dunia relatif

lebih lambat

dibandingkan tahun

sebelumnya

(5,4%).

Meskipun mengalami emerging

pelambatan, pertumbuhan ekonomi di beberapa negara

market, khususnya China pada 2007 masih cukup kuat sehingga dapat menahan pelemahan ekonomi di negara maju. Harga-harga batubara, komoditas ekspor nonmigas (seperti CPO, karet, dunia masih cenderung

dan tembaga)

di pasar

meningkat, didorong oleh masih kuatnya permintaan terkait dengan pertumbuhan ekonomi China dan India serta terbatasnya kenaikan pasokan. Harga CPO maupun batubara cenderung mengikuti tren harga minyak dunia yang terus meningkat penggunaan alternatif. Harga rata-rata ekspor minyak mentah Indonesia mulai meningkat sejak awal tahun 2007 dan mencapai rata-rata sebesar USD70,1 per barel selama tahun 2007, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar USD62,5 per barel. Beberapa faktor pendorong tingginya minyak pada 2007, antara lain: ketatnya harga kedua komoditas tersebut mengingat pesatnya

sebagai sumber energi

suplai minyak dunia,

menurunnya cadangan minyak AS, masih berlanjutnya ketegangan di beberapa negara Pertumbuhan produsen minyak seperti Iran dan Nigeria,

dan meningkatnya cadangan minyak untuk tujuan non komersial. ekonomi Indonesia terus meningkat pada 2007

hingga mencapai 6,3%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya (5,5%). Ekspansi pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini didukung oleh

pertumbuhan konsumsi sektor rumah tangga 5,0% (pangsa 63,5%), investasi 9,2% (pangsa 24,9%), dan tingginya kinerja ekspor 8,0%

48

(pangsa 29,4%). Laju inflasi pada 6,59% dibanding kenaikan tekanan tahun

2007

relatif konstan

pada

sebelumnya (6,6%), meskipun terdapat naiknya harga minyak yang

inflasi terkait

berdampak pada kenaikan barang impor (imported inflation). Selama 2007 nilai tukar bergerak relatif stabil pada kisaran Rp9.140 per USD. Kondisi tersebut memberikan untuk ruang bagi Bank Indonesia

menurunkan suku bunga BI rate menjadi 8,0% pada akhir

tahun 2007. Produksi minyak pada 2007 mencapai 0,952 juta barel per hari

(bph), lebih rendah daripada tahun sebelumnya (1,005 juta bph). Rendahnya masalah produksi minyak tersebut selain natural declining juga dipengaruhi disebabkan oleh oleh eksplorasi

lapangan baru yang masih belum berproduksi pada 2007. Konsumsi BBM pada tahun 2007 tumbuh 1,6 % mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang justru mengalami penurunan (-6,8%). Peningkatan konsumsi BBM sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi, khususnya sector transportasi dan listrik serta lambatnya proses konversi energy minyak tanah dengan LPG. Untuk tahun 2008, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan neraca pembayaran Indoenesia Neraca Pembayaran mencatat defisit sekitar Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2008 terutama

USD4,2 miliar. Defisit tersebut

disumbangkan oleh transaksi modal dan finansial yang mengalami defisit sekitar USD3,8 miliar. Sementara transaksi berjalan hanya mengalami defisit sekitar USD0,2 miliar, mengecil dari defisit pada Defisit pada transaksi modal dan oleh derasnya arus triwulan

sebelumnya. terutama portofolio

finansial tersebut investasi

disebabkan dan

keluar pada

investasi lainnya yang tidak dapat

diimbangi oleh

meningkatnya arus masuk

pada investasi langsung. Sementara itu,

perbaikan kinerja transaksi berjalan terutama berasal penurunan defisit neraca perdagangan minyak dan defisit neraca pendapatan. Dampak

49

positif dari penurunan defisit neraca pendapatan tersebut dari turunnya relatif dapat

perdagangan minyak

dan negatif neraca jumlah

mengimbangi dampak dan

surplus

neraca perdagangan nonmigas

perdagangan gas. cadangan devisa miliar atau setara

Sejalan dengan perkembangan di atas, pada akhir periode turun menjadi

USD51,6

kebutuhan pembiayaan impor dan pembayaran

utang luar negeri pemerintah selama 4,0 bulan. Perkembangan neraca pembayaran Indonesia selama triwulan IV 2008 tersebut tidak lepas dari beberapa faktor fundamental baik dalam dan luar negeri. Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi perkembangan

tersebut antara lain: Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara mitra dagang utama, seperti Amerika, Jepang, Uni Eropa, Singapura, bahkan penurunan sebagai akibat dari krisis keuangan Pelemahan permintaan Cina menunjukkan

global yang terjadi. ikut

domestik di beberapa negara tersebut

mempengaruhi tekanan inflasi yang memulihkan

cenderung turun. Sebagai upaya moneter

kondisi perekonomiannya, mayoritas otoritas

melanjutkan kebijakan penurunan suku bunganya ke level yang cukup rendah. Pelemahan permintaan beberapa komoditas dunia ikut mendorong penurunan harga

ekspor

nonmigas unggulan, seperti CPO,

batubara, tembaga, dan karet. Kondisi yang sama juga terjadi pada komoditas minyak yang turun drastis setelah mengalami puncaknya pada pertengahan tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan selama Tw. IV-2008 atau tumbuh 5,2%, lebih rendah dari 6,4% pada triwulan III. Perlambatan yang terjadi sejalan dengan perkembangan perekonomian di berbagai negara, bahkan negara utama dunia mengalami

perlambatan yang cukup tajam. Kemudian, dengan perkembangan pada t r i w u l a n I V t a h u n 2 0 1 0 , kinerja NPI untuk keseluruhan 2010 mengalami perbaikan

50

tajam dibandingkan 2009. Perkembangan NPI 2010

beserta

faktor-

faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut: Proses pemulihan perekonomian global yang terus berlangsung menyebabkan ekspor nonmigas 2010 naik sebesar 31,1%. Peningkatan ekspor nonmigas tersebut terutama terjadi pada produk berbasis sumber daya alam yang didorong oleh kenaikan volume ekspor dan kenaikan harga. Di sisi lain, permintaan domestik yang tinggi mendorong peningkatan impor nonmigas sehingga impor nonmigas tumbuh tinggi mencapai 38,6%, lebih cepat daripada peningkatan ekspor. Dalam periode yang sama, relatif lebih baiknya perekonomian Indonesia dan negara berkembang lainnya dibandingkan negara maju, imbal hasil investasi domestik yang menarik, rating investasi yang membaik, dan besarnya likuiditas global menyebabkan arus masuk modal dalam bentuk investasi portofolio mengalir sangat deras. Meningkatnya kepercayaan dunia usaha terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan dan perbaikan iklim investasi juga memperkuat aliran masuk investasi langsung (PMA) sehingga

memperbaiki komposisi aliran modal asing ke arah yang lebih berjangka panjang. Penarikan pinjaman luar negeri, baik

pemerintah dan swasta, serta penarikan simpanan penduduk di luar negeri turut juga menyebabkan transaksi modal dan

keuangan 2010 mencatat surplus yang tinggi hingga mencapai USD26,2 miliar, meningkat tajam dari surplus di tahun sebelumnya (USD5,0 miliar). Berdasarkan perkembangan tersebut di atas, secara keseluruhan NPI tahun 2010 mencatat surplus USD30,3 miliar, jauh lebih baik dibanding tahun sebelumnya (surplus USD12,5 miliar). Sejalan

dengan surplus NPI tersebut, jumlah cadangan devisa bertambah dari USD66,1 miliar pada akhir 2009 menjadi USD96,2 miliar pada akhir tahun 2010 (setara dengan 7,0 bulan impor dan

51

pembayaran utang luar negeri pemerintah).

2.2.3 Dampak Terhadap Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Surplus terjadi jika jumlah pembayaran luar negeri atau transaksi debit lebih kecil daripada penerimaan dari luar negeri atau transaksi kredit. Neraca pembayaran surplus menunjukan bahwa negara tersebut memiliki cadangan kekayaan dan dana lebih di luar negeri. Hal ini berakibat pada bertambhanya cadangan devisa negara sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan. Selain itu, dengan banyaknya aliran pembayaran dari luar negeri menyebabkan permintaan terhadap mata uang dalam negeri bertambah sehingga nilainya akan menguat. Untuk tahun 2005 hingga 2010 kecuali tahun 2008, Indonesia mengalami surplus dari tiap tahunnya. Seperti pada data di atas di sebutkan bahwa pada triwulan ke-IV tahun 2010 Indonesia mengalami surplus sebesar USD 11,3 Miiliar. Hal ini bisa berdampak pada meningkatnya pengapresiasian terhadap nilai tukar rupiah. Seperti saat ini yang terjadi, Bank Indonesia mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus menguat seiring dengan perkiraan neraca pembayaran Indonesia yang mencatat surplus, kemudian

memproyeksikan nilai dollar AS rata-rata akan berada di posisi Rp 8.650/US$ atau berada dibawah asumsi APBN 2011 sebesar Rp 9.250/US$ kemudian dengan meningkatnya neraca pembayaran ini mampu

memperkuat aliran modal asing. Selain itu surplus ini mempengaruhi terhadap kenaikan harga (inflasi). Selain itu dampak dari defisit yang dihadapi Indonesia pada tahun 2008 sangat memepengaruhi posisi ekspor dan impor dari dalam luar negeri. Dengan meningkatknya tingkat bunga, investasi dalam negeri akan menurun, yang berarti peluang modal asing cendrung masuk mengalir ke dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan investasi dalam negeri, kalau ini terjadi maka mengakibatkan dampak yang berkaitan, yaitu : pertama, defisit anggaran akan meningkatkan defisit neraca pembayaran dan yang kedua dengan membengkaknya defisit neraca pembayran dapat menurunkan nilai

52

tukar dalam negeri terhadapa mata uang asing. Sehingga menurunnya nilai rupiah terhadap valuta asing disebabkan oleh faktor teknis.

2.2.4 Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Perkembangan Neraca Pembayaran Apabila melihat dari hasil neraca pembayaran pada tahun 2008, maka negara harus menutupi defisit ini dengan cara meminjam ke luar negeri dibanding dengan menambah pajak karena dengan meminjam ke luar negeri penerimaan pajak bisa diprioritaskan untuk keperluan lain yang lebih produktif, kemudian dengan pemungutan pajak sangat memberatkan masyarakat yang pendapatannya sudah sangat rendah dan juga melalui peminjaman ke luar negeri dapat meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana yang mempunyai dampak tumbuhnya investasi swasta dan yang berakibat pada peningkatan penerimaan pajak.

2.2.5 Perkembangan Arus Modal Asing di Indonesia Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah dilakukan. Hal ini didukung oleh arah kebijakan ekonomi dalam TAP MPR RI Nomor IV/MPR/1999 salah satu peranan kebijakan ekonomi tersebut dalam adalah : mengoptimalkan pemerintah mengoreksi

ketidaksempurnaan pasar dengan menghilangkan seluruh hambatan yang mengganggu mekanisme pasar, melalui regulasi, layanan publik, subsidi dan insentif yang dilakukan secara transparan dan diatur dengan undangundang. Kebijakan mengundang modal asing adalah untuk meningkatkan potensi ekspor dan substitusi impor, sehingga Indonesia dapat meningkatkan penghasilan devisa dan mampu menghemat devisa, oleh karena itu usahausaha di bidang tersebut diberi prioritas dan fasilitas. Alasan kebijakan yang lain yaitu agar terjadi alih teknologi yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia.

53

Upaya pemerintah untuk mencari modal asing agar mau kembali menanamkan modalnya di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ditambah lagi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, penanaman modal di Indonesia semakin menurun. Jangan menarik investor, menjaga investor yang sudah ada saja belum maksimal, misalnya dengan tutupnya perusahaan asing seperti PT. Sony Electronics Indonesia pada 27 November 2002. Terlebih lagi pada tahun 2003 yang lalu, hal ini dikarenakan adanya invasi Amerika ke Irak serta mewabahnya penyakit sindrom pernafasan akut. Hal ini menimbulkan ketidakpastian perekonomian dunia dan berdampak buruk bagi

perekonomian Indonesia terutama terhadap penanam modal, padahal pemerintah telah mencanangkan tahun 2003 ini sebagai tahun investasi. Untuk bisa memenuhi harapan tersebut, pemerintah, aparat hukum dan komponen masyarakat dituntut untuk segara menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia menciptakan suatu iklim penanaman modal yang dapat menarik modal asing masuk ke Indonesia. Sehubungan dengan daya usaha Pemerintah untuk menarik modal asing ke Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan setiap peraturan peraturan yang berkaitan dengan PMA, pada intinya harus berorientasi pada hal hal yang mendasar yang umumnya diinginkan oleh semua pihak pemilik modal asing, yaitu : 1. Adanya peraturan-peraturan kebijaksanaan mengenai penanam modal asing yang konsisten dan yang tidak terlalu cepat berubah dan dapat menjamin kepastian hukum. Ketidakpastian hukum dan cepat berubah akan meyulitkan perencanaan usaha mereka di dalam jangka panjang. 2. Prosedur perizinan yang jelas dan tidak berbelit yang dapat mengakibatkan high cost economy (tidak dapat berproduksi secara efisiensi ekonomis). 3. Jaminan terhadap investasi mereka serta adanya perlindungan hukum terhadap hak milik investor.

54

Selain hal diatas, faktor lain yang harus diperhatikan dan atau disiapkan oleh pemerintah, yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan investasi mereka dengan baik (komunikasi, transportasi, perbankan dan perasuransian). Pada akhirnya harus tetap diingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan swadaya masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing yang akan menimbulkan dampak buruk bagi negara ini dikemudian hari. Perkembangan realisasi investasi di Indonesia sejak munculnya krisis politik pada pertengahan tahun 1997 dan kemudian menjadi krisis ekonomi yang berkepenjangan sampai saat ini, serta masalah faktor lainnya seperti masalah teroris, birokrasi pemerintahan, korupsi dan lain-lain membawa dampak yang tidak menggembirakan terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di Indonesia. Indikator akibat hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan antara rencana investasi yang telah disetujui sejak tahun 1997 dengan realisasi dari tahun ketahun sampai dengan Oktober 2007. Untuk Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, besarnya arus modal asing yang masuk (capital inflow) memungkinkan dapat menjadi suatu kesempatan yang bagus untuk memperoleh pembiayaan

pembangunan ekonomi. Terlebih lagi setelah terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008, arus modal asing yang masuk di negara-negara berkembang meningkat secara pesat didorong baik oleh ekses likuiditas global dan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju maupun laju pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, perbedaan suku bunga yang besar, dan ekspektasi apresiasi nilai tukar.

55

Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal (Zulkarnaen Djamin, 1996: 26). Cadangan devisa Indonesia pun sampai pertengahan Juni 2011 akan segera menembus angka 100 miliar dollar AS. Jumlah ini dianggap sangat aman dan bahkan lebih dari memadai untuk kebutuhan menjaga diri perekonomian dan menjaga stabilitas rupiah. Kenaikan cadangan devisa sebesar 25 miliar dollar AS tahun 2011 ini disebabkan surplus neraca pembayaran yang cukup besar dan mayoritas berasal dari aliran modal asing dalam bentuk portofolio. Derasnya arus modal asing ke Indonesia jelas membawa banyak manfaat bagi Negara kita. Modal tersebut dapat digunakan untuk mendukung program pembangunan nasional pemerintah, sehingga target pertumbuhan ekonomi nasional dan pendapatan per kapita Indonesia meningkat. Dengan meningkatnya pasokan devisa, rupiah menguat dan akan menurunkan inflasi, sumber pembiayaan anggaran pemerintah lebih murah, dan tersedianya sumber pembiayaan untuk investasi di dalam negeri. Tapi, di sisi lain, penerimaan arus modal asing tersebut dapat menimbulkan bebagai masalah dalam jangka panjang, baik ekonomi maupun politik, bahkan pada beberapa negara berkembang justru menyebabkan berkurangnya tingkat kesejahteraan rakyatnya. Penanaman modal asing dapat menimbulkan resiko lain yang diterima seperti penggelembungan aset, mengurangi daya saing, dan meningkatnya kerentanan terhadap krisis ekonomi. Arus modal saat ini juga terlalu besar

56

dibandingkan

kemampuan

pasar

keuangan

domestik

untuk

dapat

menyerapnya. Untuk itu, diperlukan kebijakan di sektor riil, khususnya investasi dan perdagangan, untuk menyerapnya. 2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing Pada umumnya faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, skill dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang, pada dasarnya dipengaruhi oleh lima (5) faktor-faktor utama. Adapun faktor-faktor yang dimaksud, yaitu meliputi : 1. Adanya iklim penanaman modal dinegara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal. 2. Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal. 3. Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan. 4. Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal. 5. Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi. Arus modal asing yang masuk ke Indonesia sampai dengan Agustus 2011 ini terus mengalami kenaikan. Derasnya arus modal asing ini sedikit banyak dipengaruhi oleh krisis utang yang sedang terjadi di Amerika dan Eropa. Kondusifnya perekonomian Indonesia, dan krisis utang tersebut

memicu pergerakkan arus modal asing secara besar-besaran ke kawasan Asia termasuk Indonesia. Namun, derasnya capital inflow ini membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap guncangan dari luar. Indonesia perlu sekali jaring pengaman keuangan, karena dengan adanya integrasi, keterbukaan, dan konektivitas antarnegara di bidang keuangan memungkinkan satu krisis di negara tertentu menjalar secara cepat ke dalam negeri, menurut Ahmad

57

Erani Mustika, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan ketidakseimbangan antara negara maju sebagai pembawa modal dengan negara berkembang sebagai penerima modal. Hubungan tidak seimbang tersebut disebabkan oleh beberapa hal utama (Streeten, 1980 : 251), yaitu : 1. Pemodal asing selalu mencari keuntungan (profit oriented), sedangkan negara penerima modal mengharapkan bahwa modal asing tersebut dapat membantu tujuan pembangunan ekonomi nasional atau sebagai pelengkap dana pembangunan. 2. Pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang lebih baik. 3. Pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas, yaitu dalam bentuk Multinasional Corporation. Perusahaan ini pada dasarnya lebih mengutamakan melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal daripada kepentingan negara penerima modal. Tentunya ketidakseimbangan tersebut menjadi tantangan bagi negaranegara penerima modal asing termasuk Indonesia, yaitu bagaimana mengatasi ketidakseimbangan yang dimaksud dalam rangka usaha menarik investor asing. Dalam menghadapi tantangan yang dimaksud negara penerima modal asing pada umumnya dan Indonesia khususnya harus dapat mengupayakan melalui hal-hal sebagai berikut : 1. Dapat mengakomodasi motif profit oriented dari pemodal asing dengan sebaik-baiknya, sehingga filosofi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang PMA yang mengatakan bahwa masuknya modal asing hanyalah bersifat pelengkap dana pembangunan tidak menjadi suatu kendala yang menghambat arus masuknya investasi modal asing tersebut.

58

2.

Mengupayakan agar hubungan antara pemodal asing dengan penerima modal tetap diarahkan pada kemitraan yang dapat saling membangun, sehingga sumber luar negeri dari pinjaman luar negeri tetap dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi secara optimal.

3.

Negara penerima modal harus dapat mengembangkan potensi ekonominya mengenai peningkatan secara akurat, serta mampu menjaring informasi kegiatan usaha penanaman dan posisi modal dalam rangka dalam

kemampuan

bargaining-nya

menghadapi pemilik modal asing.

2.2.7 Dampak Dari Perkembangan Arus Modal Asing Bagi Pembangunan Di Indonesia 2.2.7.1 Bentuk-bentuk Arus Modal Asing Penanaman Modal Asing dapat dilakukan dalam bentuk: 1. Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment, FDI), dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga Negara dan atau badan hukum asing, dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersial, sebagian saham asing harus dijual kepada warga Negara dan atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan langsung atau pasar modal. 2. Penanaman Modal Asing Tidak Langsung (Foreign Indirect Investment, FII) adalah usaha patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga Negara atau badan hukum Indonesia, dengan ketentuan peserta Indonesia harus memiliki paling sedikit 5% dari modal disetor sejak pendirian perusahaan penanaman modal asing. Ketentuan usaha patungan ini bersifat wajib bagi kegiatan investasi yang dilakukan dalam sembilan sektor publik,yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom, dan mass media. Kementrian Keuangan mencatat kepemilikan asing di SBN (Surat Berharga Negara) telah mencapai 35% dari 30% pada awal tahun 2011.

59

Sepanjang Maret 2011, capital inflow SUN (Surat Utang Negara) mencapai 11,7 triliun rupiah dan SBI (Surat Bank Indonesia) mencapai 15,4 triliun rupiah.

2.2.7.2 Jenis-Jenis Arus Modal Asing Menurut Bapak Sadono Sukirno dalam bukunya Makro Ekonomi Teori Pengantar yang mengungkapkan bahwa arus modal masuk itu meliputi : a. Aliran modal resmi yaitu pinjaman diantara badan-badan pemerintah disesuatu negara dengan negara-negara lain. b. Modal swasta yaitu aliran-aliran modal dalam bentuk tabungantabungan atau investasi keuangan yang dapat dengan cepat ditukarkan kembali kepada valuta yang asal ke valuta yang lainnya. Aliran keuangan ini selalu dinamakan hot Money karena dana tersebut dapat mengalir dari satu negara ke negara lanilla dengan mudah dalam waktu yang cepat. Uang tersebut biasanya meliputi uang yang di investasi di pasaran uang dan pasaran modal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Peningkatan arus modal masuk, baik dalam bentuk investasi asing jangka panjang dan jangka pendek maupun utang luar negeri, terbukti sangat penting bagi Indonesia, terutama pada masa krisis ekonomi. Modal asing diperlukan selain untuk meningkatkan investasi (capital formation) di dalam negeri, selama tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pembentukan atau pertumbuhan tabungan domestik, juga untuk membiayai dfisit transaksi berjalan (impor) atau untuk menutupi kekurangan cadangan devisa.

2.2.7.3 Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Foreign Direct Investment Bagi negara yang sedang berkembang yang memerlukan dana untuk pembangunan ekonominya, termasuk Indonesia, jelaslah bahwa foreign

60

direct investment mempunyai beberapa dampak positf dan dampak negatif sebagai berikut: 1) Dampak Positif Sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal (capital formation). Dalam foreign direct investment melekat transfer teknologi dan know-how di bidang manajemen dan pemasaran. Foreign direct investment tidak akan memberikan balance of payment karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan lepada keberhasilan foreign direct investment yang dilakukan oleh preusan asing tersebut. Meningkatkan pembangunan regional dan sektoral. Meningkatkan persaingan dalam negeri yang sehat dan kewirausahaan. Meningkatkan lapangan kerja.

2) Dampak Negatif Munculnya dominasi industrial. Ketergantungan teknologi. Dapat terjadi perubahan budaya. Dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi. Dapat terjadi intervensi oleh home government dari MNC. Di samping itu, secara sektoral mungkin aliran modal asing ini akan ditentang oleh kelompok faktor produksi tertentu karena terjadi

redistribution income dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja,tanah/bangunan) ke pemilik modal. Dalam hal ini, misalnya kelompok tenaga kerja dan pemilik tanah atau bangunan di negara pengekspor modal yang merasa akan dirugikan dengan adanya aliran modal ke negara pengimpor modal karena hasil yang diterima akan menurun. Pada umumnya aliran modal asing ini akan diikuti dengan mobilitas faktor produksi lainnya, seperti tenaga kerja, teknologi dan manajemen, yang

61

secara keseluruhan akan memberikan efek positif bagi kedua negara berupa kenaikan output total dan pendapatan nasional. Namun, mobilitas beberapa faktor produksi secara internasional ini juga mempunyai dilema yang dapat merugikan dan menimbulkan kontroversi politik. Hal ini dapat dikatakan demikian karena dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mobilitas faktor-faktor produksi ini dapat mempunyai beberapa efek positif maupun negatif antara lain di bidang hal-hal berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Redistribusi income. Keseimbangan balance of payment. Penerimaan pajak. Term of trade. Transfer teknologi dan lain-lain.

Data Statistik Penanaman Modal Asing dalam tahun 2003 2008

Penanaman Modal Asing


24,621.50 25,000.00 20,000.00 15,000.00 10,000.00 5,000.00 0.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 3,041.50 6,637.80 7,284.60 7,251.40 3,062

Penanaman Modal Asing

Penanaman Modal Asing dari Tahun 2003 Sampai Tahun 2008 Dari grafik diatas terlihat bahwa adanya peningkatan penanaman modal asing ke Indonesia. Pada tahun 2003 nilai penanaman modal asing yang disetujui pemerintah sebesar $ 3,041,500,000.00. dimana pada tahun 2004 meningkat menjadi $ 6,637,800,000.00. PMA terus mengalami

62

peningkatan hingga tahu 2005 yaitu menjadi $ 7,284,600,000.00. pada tahun 2006 PMA mengalami penurunan menjadi $ 7,251,400,000.00. namun pada tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu PMA menjadi $ 24,621,500,000.00. Penanaman modal asing tahun 2008, mulai dari bulan januari sampai maret terhitung senilai $ 3,062,000,000.00. salah satu indikator peningkatan penanaman modal asing berdasarkan negara asal yang terjadi pada tahun 2007 yaitu karena investasi yang cukup besar yang di lakukan oleh Amerika serikat yaitu senilai $ 13,319,000,000.00. dan penanaman modal asing menurut negara asal pada tahun 2007 di tunjukan oleh grafik Komposisi Penanaman Modal Asing Berdasarkan Negara Asal Pada Tahun 2007. Demikian besarnya pengaruh modal asing yang masuk sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang regulasi mengenai modal asing ini. Pergerakannya akan semakin deras dengan digulirkan perdagangan global. Para investor asing tentunya akan mulai melirik Indonesia sebagai pasar yang besar dengan sumber daya alam yang melimpah. Para investor bisa mendapat bahan baku murah dan ongkos produksi rendah karena rendahnya standar upah di Indonesia serta menjualnya langsung bagi pemenuhan konsumsi masyarakat Indonesia yang kecenderungannya suka mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan produsen asing. Belum lagi tantangan ASEAN Free Trade plus China (ACFTA) yang gencar memasarkan barang serta berinvestasi terutama dalam bisnis properti dan komunikasi. Tantangan ini perlu diwaspadai oleh pemerintah karena arus modal asing yang terlalu deras dapat melemahkan pelaku usaha domestik. Bila saja pemerintah belum meiliki rencana untuk mencegah kemungkinan tersebut berkembang sebagai konsekuensi logisnya para pengusaha asing akan menjadi raja di negeri ini dan pengusaha lokal hanya gigit jari karena akses pada faktor-faktor produksi dikuasai oleh konglomerasi asing yang tentunya kapitalistik.

63

Seperti yang baru-baru ini berkembang yaitu wacana mengenai akan masuknya investasi otomotif dari jepang karena bencana alam tsunami beberapa waktu yang lalu, seperti yang dilansir okezone.com bulan mei lalu Menko Perekonomian hatta Rajasa mengungkapkan bahwa akan ada relokasi otomotif dan pendukung otomotif, atau suku cadang ke Indonesia, ini tentunya akan menambah nilai investasi Daihatsu di Indonesia yang notabenenya modal asing. Pemerintah perlu lebih seksama mengkaji fenomena ini dan jangan hanya menunggu situasi berada di zona merah, selagi pergerakan arus modal asing masih dapat diikuti, ada baiknya pemerintah dibantu kelompok bisnis dan masyarakat secara luas secara sadar dan bertanggung jawab merancang sebuah komitmen untuk merancang grand design investasi yang tak hanya menggairahkan perekonomian Indonesia secara makro tetapi memberi manfaat riil bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

2.2.8 Langkah-langkah yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Menghadapi Perkembangan Arus Modal Asing Beberapa bulan terkahir arus modal masuk makin besar karena banyak investor memandang Indonesia sebagai salah satu negara berpotensi. Dalam menghadapi gejolak ekonomi akibat pembalikan arus modal asing yang masuk ke Indonesia, pemerintah dalam hal ini ialah Bank Indonesia menetapkan kebijakan untuk menahan kepemilikin SBI lebih dari satu bulan atau lebih lama dibandingkan kebijakan yang berlangsung atau

memperlambat arus modal asing masuk ke Indonesia yang mengarahkan agar arus modal asing yang masuk Indonesia tidak bersertifikat Bank Indonesia. Saat ini Bank Indonesia mencatat modal asing masuk ke SBI jumlahnya sudah mencapai US$ 16 milyar (10 % dari total SBI). Tantangan yang berbahaya saat arus modal bergejolak ialah kalau pelaku usaha dalam negeri tidak bisa menangkap dan modal masuk ini mampir di Sertifikat Bank Indonesia atau Surat Berharga Negara (SBN). Menurut data BI dengan kebijakan memperlambat itu, kini sebagian investor asing telah mulai

64

menanamkan uangnya k SBN. Catatan BI adalah jumlah modal asing yang masuk ke SUN diperkirakan mencapai US$ 9,091 milyar, naik dibanding tahun 2009 yang sekitar US$ 2,175 milyar. Sedangkan untuk SBI, tahun 2009 sebesar US$ 3,40 milyar naik menjadi US$ 1,5 milyar. Dan untuk stock market dari US$ 1,379 milyar menjadi sebesar US$ 2,011 milyar pada tahun 2010.

65

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Neraca pembayaran adalah transaksi Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Melihat perkembangan neraca pembayarann Indonesia selama tahun 2005-2010 menunjukan hasil yang baik tiap tahunnya. Indonesia mencapai surplus terbaik pada tahun 2010. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada Tw.IV-2010 mencatat surplus USD11,3 miliar. Baik transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial memberikan kontribusi positif dengan mencatat surplus masing masing sebesar USD1,2 miliar dan USD9,9 miliar. Kinerja transaksi berjalan ditopang oleh kenaikan ekspor nonmigas yang melampaui kenaikan impor nonmigas, seiring dengan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta membaiknya harga sejumlah komoditas ekspor unggulan. Namun pada tahun 2008, Indonesia mengalami defisit US$ 0,2 milyar. NPI 2008 diwarnai oleh kondisi ekonomi dan keuangan internasional yang tidak sebaik tahun sebelumnya dan permintaan domestik yang sedikit melambat meski masih pada level tinggi. Apabila melihat dari hasil neraca pembayaran pada tahun 2008, maka negara harus menutupi defisit ini dengan cara meminjam ke luar negeri dibanding dengan menambah pajak karena dengan meminjam ke luar negeri penerimaan pajak bisa diprioritaskan untuk keperluan lain yang lebih produktif. Kemudian untuk arus modal asing memiliki perkembangan yang baik. Untuk Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, besarnya arus modal asing yang masuk (capital inflow) memungkinkan dapat menjadi suatu

66

kesempatan yang bagus untuk

memperoleh pembiayaan pembangunan

ekonomi. Terlebih lagi setelah terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008, arus modal asing yang masuk di negara-negara berkembang meningkat secara pesat didorong baik oleh ekses likuiditas global dan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju maupun laju pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, perbedaan suku bunga yang besar, dan ekspektasi apresiasi nilai tukar. Arus modal asing yang masuk ke Indonesia sampai dengan Agustus 2011 ini terus mengalami kenaikan. Derasnya arus modal asing ini sedikit banyak dipengaruhi oleh krisis utang yang sedang terjadi di Amerika dan Eropa. Kondusifnya perekonomian Indonesia, dan krisis utang tersebut memicu pergerakkan arus modal asing secara besarbesaran ke kawasan Asia termasuk Indonesia. . Dalam menghadapi gejolak ekonomi akibat pembalikan arus modal asing yang masuk ke Indonesia, pemerintah dalam hal ini ialah Bank Indonesia menetapkan kebijakan untuk menahan kepemilikin SBI lebih dari satu bulan atau lebih lama dibandingkan kebijakan yang berlangsung atau memperlambat arus modal asing masuk ke Indonesia yang mengarahkan agar arus modal asing yang masuk Indonesia tidak bersertifikat Bank Indonesia.

3.2

Saran Dalam menanggapi perkembangan neraca pembayaran dan pergerakan arus modal asing di Indonesia ini, pemerintah telah melakukan pekerjaan yang baik untuk negara. Setiap tahun mengalami surplus walaupun pada tahun 2007-2008 mengalami defisit, namun defisit tidak memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Untuk perkembangan neraca pembayaran, lebih ditingkatkan pada transaksi berjalan karena merupakan arus pembayaran jangka pendek yang berisikan tentang ekspor impor, yang sangat menguntungkan negara di masa yang akan dating. Sedangkan untuk arus modal asing, perkembangannya cukup baik, tetapi jangan sampai banyak investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Semakin banyak investor selain bisa memberikan manfaat namunn juga sebagai tantangan

67

terbesar Indonesia Demikian besarnya pengaruh modal asing yang masuk sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang regulasi mengenai modal asing ini. Pergerakannya akan semakin deras dengan digulirkan perdagangan global. Tantangan ini perlu diwaspadai oleh pemerintah karena arus modal asing yang terlalu deras dapat melemahkan pelaku usaha domestik. Sebaiknya, penanaman modal asing dibatasi dan membuat peraturan ketentuan mengenai arus modal asing.

68

DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, Tulus (2001) . Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Jakarta : Pustaka LP3S Indonesia Nazir, Drs., (1988) Ekonomi Internasional : Pengantar pembayaran Internasional. Jakarta : P2LPTK Samuelson, Paul. A., Nordhaus, William A., (2004). Ilmu Makro Ekonomi. Edisi Tujuh Belas Bahasa Indonesia. Jakarta : Media Global Edukasi
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Neraca+Pembayaran+Indonesia/ http://prastianinc.wordpress.com/2011/02/27/arus-modal-asing/

http://bisnis.vivanews.com/news/read/230900-2011--surplus-neracapembayaran-capai-us-25http://agusfasis.blogspot.com/2011/02/perkembangan-neracapembayaran.html

You might also like