You are on page 1of 4

Majelis Ta’lim Sabtu Shubuh

Kajian Management Nubuwwah


(Pengelolaan Hidup Berbasis Keteladanan Nabi Muhammad SAW)
Oleh Ustadz H. Reza M. Syarief, MA, MBA
di Masjid Al-Fauzien Gema Pesona Depok
Kajian ke-16 tanggal 21-03-2009

- 7 Kebiasaan Penting Yang Harus Dibangun Dalam “Rumah Tangga Surgawi” -


Demi memudahkan kita memahami arti kata “Kebiasaan”, maka penting kita fahami bahwa
perubahan atau perbaikan yang kita lakukan pada akhirnya adalah mengarah kepada
perubahan (perbaikan) peradaban. Perubahan kebiasaan adalah salah satu anak tangga dalam
mencapai tujuan peradaban dimaksud.

Anak tangga perubahan adalah sebagai berikut :


Pertama adalah Perubahan Paradigma
Perubahan cara berfikir tentang Islam agar tepat dan benar. Sebagian besar
kondisi masyarakat masih memerlukan tahapan ini sehingga menjadi prioritas
tugas dai saat ini.
Contoh : Paradigma tentang ‘Dien’. Sebagian besar umat masih menganggap
artinya adalah agama (saja). Sebatas sholat, zakat dst; sebatas ritual
pernikahan, sebatas ritual tradisional (selamatan, upacara tujuh bulanan).
Padahal artinya jauh lebih luas dari itu, meliputi cara hidup, system
pemerintahan dsb.
Kedua adalah Perubahan Kebiasaan
Ketiga adalah Perubahan Karakter
Keempat adalah Perubahan Budaya
Kelimaadalah Perubahan Peradaban

Pembahasan sebelumnya adalah tentang perubahan paradigma. Pembahasan kita kali ini
memasuki anak tangga berikutnya Perubahan Kebiasaan.

Kebiasaan I : Kebiasaan Bertanggung Jawab


Allah mengajarkan melalui Al Quran bahwa semua orang adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Dalam konteks rumah tangga dimana
suami sebagai kepala rumah tangga maka suami akan dimintai pertanggungjawaban tentang
anggota keluarganya.
Adalah suatu kesalahan jika seorang istri berperilaku jelek kemudian suaminya berkata
bahwa istrinya-lah yang jelek, karena kejelekan istri tsb adalah karena kejelekan suami.

Istri juga harus bertanggung jawab sebagai kepada kepala rumah tangga :
a. Berpenampilan yang menyejukkan.
b. Wajib patuh kepada suami, asal tidak dalam rangka maksiat. Dalam menjalankan
ibadah sunnah saja perlu ijin suami, apalagi menjalankan hal-hal yang mubah.
c. Wajib menjaga harta dan kehormatan suami dan keluarga suaami.
 Jika menggunakan harta harus ijin dulu kepada suami. Misal istri ingin
berbelanja saat tidak ada suami maka perlu ijin terlebih dahulu.
 Jangan menerima tamu asing saat tidak ada suami. Tunggulah sampai suami
ada di rumah
d. Istri bertanggungjawab sebagai ibu terhadap anak. Jika anak nakal sesungguhnya
adalah kegagalan orang tua, bukan sekedar menyalahkan anak.

Dalam menerapkan kebiasaan ini ada 3 tahapan yang harus dilalui.


1. Tanggung jawab individu
Tanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya sendiri. Bentuk yang tidak
bertanggungjawab : melemparkan tanggung kepada orang lain. Suami menyalahkan
istri (atau sebaliknya), orang tua menyalahkan anak (atau sebaliknya).

2. Bertanggungjawab terhadap orang lain


Bertanggung jawab atas kesalahan orang lain. Atasan turut bertanggung jawab atas
kesalahan anak buah. Seorang menteri mau mundur jika di departemennya ada
masalah.
Jika kita sudah mampu melewati tugas utama kita (tanggung jawab individu) maka
sudah saatnya kita mengambil tanggung jawab (sosial) yang lebih luas. Misal jika kita
sudah beres dalam mendidik anak maka kita perlu memikirkan anak-anak yang lain,
bisa dalam bentuk anak asuh, sekolah untuk dhuafa, dll.

3. Bertanggungjawab kepada Allah


Jika semua orang telah bertanggungjawab kepada Allah maka mereka tidak perlu
diawasi, dijaga, dsb.

--o-o--
Tanya Jawab :
1. Bapak Bastian
Mohon dijelaskan tentang Surat Al Isra ayat 36 “dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” .
Jawab :
Penjelasan ayat dimaksud terkait dengan QS:39.18. Maksud kata ‘mendengar’ dalam ayat
QS:39.18 (yastami’u) adalah identik dengan ‘listen’ dalam bahasa Inggris, yakni
mendengar dengan proses berpikir, bukan hanya mendengar sambil lalu (hear dalam
bahasa Inggris). Jadi proses mendengar tsb akan terfilter dengan akal pikiran kita.
Jadi surat Al Isra ayat 36 mengajarkan kita harus kritis, jangan terpaku kepada siapa yang
berbicara tetapi perhatikanlah isinya.
Setelah kita tahu, maka kita wajib mengamalkan. Sesungguhnya Allah membenci orang
yang menganjurkan / mengajarkan / memerintahkan tapi dia sendiri tidak mengamalkan
(QS.2:44).

2. Ibu Tri
Manusia sesungguhnya tidak minta diciptakan. Manusia diciptakan dan dilengkapi
dengan nafsu, disamping itu diciptakan pula malaikat dan setan. Selain itu dibuatkan
iming-iming tentang dunia dan hal-hal yang bisa menyesatkan. Tetapi permasalahannya,
jika manusia salah (karena manusia punya nafsu yang kemudian terpengaruh oleh iming-
iming dan pengaruh setan), manusia kana dihukum. Mengapa Allah menetapkan seperti
itu?
Jawab :
Sesungguhnya lakon kehidupan itu seperti sandiwara. Dalam menjalani peran sandiwara
maka :
1. Ikuti skenario (Al Quran dan Hadits)
2. Pastikan apa tugas dan peran kita
3. Ikutilah aturan dari sutradara (Allah)
Peran dan tugas kita dapat dipelajari di Al Quran dan Hadits. Misal, jika terdapat musibah
maka harus sabar, mendapat nikmat harus bersyukur. Jika berperan sebagai orang miskin
harus tawakal, ulet, kreatif, inovatif agar ladang rejeki semakin terbuka.
Pertanyaan Ibu Tri menunjukkan manusia sebagi artis, merambah kewenangan sutradara
(Allah). Tetaplah kita sebagai artis yang baik, jangan ingin menjadi sutradara.
Semua isi kehidupan telah disajikan pilihan. Manusia bebas memilih, semua pilhan akan
mengandung konsekuensinya

--o--o--.

You might also like