You are on page 1of 36

1.

JUDUL : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KESEDIAAN MEMBAYAR PENGUNJUNG WISATA ALAM SALIPER
ATE, (STUDI KASUS DI DESA LABUAN KECAMATAN LABUAN
BADAS KABUPATEN SUMBAWA BESAR )

2. Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu kegiatan yang menyeluruh terpadu dan

berkesinambungan yang dilakukan dengan serangkaian program. Titik berat program

pembangunan adalah bidang ekonomi dengan sasaran utama mencapai keseimbangan

antara sektor pertanian dan sektor industri serta terpenuhinya kebutuhan pokok

rakyat.

Pembangunan Ekonomi yang menitik beratkan pada pertumbuhan sering

bertentangan dengan prinsip pelestarian linkungan, sehingga sering dikatakan bahwa

antara pembangunan ekonomi dan lingkungan terkesan kontradiktif (berlawanan).

Tetapi hal ini tidaklah selalu benar karena antara dua kepentingan ini bisa saling

berinteraksi atau diintegrasikan sehingga kepentingan ekonomi dan lingkungan bisa

sama-sama tercapai. Kuatnya saling interaksi dan ketergantungan antara dua faktor

tersebut maka diperlukan pendekatan yang cocok bagi kepentingan pembangunan

kerkelanjutan dan pembangunan berwawasan lingkungan (sustainable development).

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang tidak ada

henti-hentinya dalam pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa merugikan

kebutuhan generasi yang akan datang. Dengan kata lain pembangunan berkelanjutan

berarti memasukan linkungan kedalam sistim ekonomi. Dalam hal ini lingkungan

1
dipandang sebabagai aset utama yang menyediakan kebutuhan umat manusia.

Lingkungan menyediakan sistim pendukung kehidupan untuk mengatasi proses

depresiasi (pengurangan) dari aset lingkungan dan untuk kepentingan aktivitas

ekonomi jangka panjang dalam memenuhi kebutuhan manusia.

Aktivitas ekonomi meliputi dua aspek yaitu aspek produksi dan aspek

konsumsi barang-barang dan jasa. Produksi merupakan aktivitas yang mengahasilkan

barang dan jasa, sedangkan konsumsi merupakan kegiatan menggunakan barang-

barang dan jasa tersebut. Pada sisi lain lingkungan menyediakan tiga fungsi utama;

(1) sebagai tempat kembalinya limbah (sink). Aktivitas produksi dan konsumsi

barang-barang dan jasa menghasilkan limbah atau produk sisa (waste products) yang

semuanya akan bermuara ke lingkungan alam; (2) sebagai sumberdaya (resaurces)

alam lingkungan menyediakan bahan-bahan mentah (raw materials) yang di

transformasi menggunakan energi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa

melalui proses produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; (3) sebagai sumber

hiburan atau kesenangan (estetic). Dalam hal ini lingkungan memberikan jasa secara

langsung kepada konsumen seperti pemandangan dan panorama yang indah, serta

jasa lain yang tidak terhitung, (Addinulyakin, 1-4;2004 dalam Miranti).

Dalam pemanfaatan fungsi lingkungan sebagai sumber kesenangan (estetic)

diatas perlu adanya pengelolaan lingkungan seperti halnya usaha-usaha atau kegiatan

lain tentu memerlukan dana untuk membiayai kegiatan tersebut. Dalam kehidupan ini

tidak ada sesuatu yang sifatnya bebas tanpa biaya atau pengorbanan; demikian pula

dengan pengelolaan lingkungan. Untuk mengelola lingkungan dengan baik

2
diperlukan sumberdaya tidak hanya sumberdaya manusia, tetapi juga sarana dan

prasarana yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan tersebut. Misalnya untuk

mengelola taman rekreasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadai yang

semua itu memerlukan biaya dalam pengelolaannya dimana diperlukan suatu nilai

atau rasio yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar nilai guna atau

manfaat terhadap lingkungan dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan sumber daya

tersebut,(suparmoko, 101;2000).

Sebelum memberikan penilaian terhadap lingkungan perlu dipahami terlebih

dahulu, “nilai apakah yang dapat diberikan kepada suatu sumber daya alam atau

lingkungan tersebut?”. Pada dasarnya nilai lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu

nilai atas dasar penggunaan (instrumental value) dan nilai yang terkandung di

dalamnya (intrinsic value). Nilai atas dasar penggunaan menunjukan kemampuan

lingkungan apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan; sedangkan nilai yang

terkandung dalam lingkungan adalah nilai yang menempel pada lingkungan tersebut.

Atas dasar penggunaannya (instrumental value/use value), nilai lingkungan

dibedakan atas dasar penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak

langsung (indirect use value), nilai atas dasar pilihan penggunaan (option use value),

dan nilai yang diwariskan (bequest value). Sebagai contoh dalam penelitian ini adalah

taman narmada, dimana air dan hasil perkebunan mempunyai penggunaan secara

langsung, kawasan taman untuk kegiatan rekreasi serta udara yang bersih untuk

kesehatan merupakan penggunaan secara tidak langsung; pemenuhan kebutuhan

rekreasi individual dimasa datang merupakan contoh yang memiliki nilai pilihan;

3
selanjutnya pemenuhan kebutuhan rekreasi, dan pelestarian pemenuhan kebutuhan

dimasa datang yang merupakan warisan dari generasi sebelumnya yang mempunyai

nilai warisan.

Nilai atas dasar tanpa penggunaan (intrinsic value / non-use value), nilai

lingkungan juga dibedakan menjadi nilai atas dasar warisan dari generasi yang

sebelumnya (bequest value) dan nilai karena keberadaannya saja (existence value).

Misal untuk taman narmada, keberadaan taman narmada yang dilestarikan dapat

memenuhi kebutuhan rekreasi dan kesenangan yang lain (warisan) dan

keberadaannya itu sendiri memelihara sumberdaya hayati (biodiversity). Dari

berbagai macam penggunaan dan keberadaan itu ekonom berusaha memberikan nilai

dalam rupiah sehingga semua dampak akan dapat dievaluasi secara lebih jelas dan

pasti apabila ada kegiatan atau bencana. Jadi dalam menentukan nilai lingkungan

secara keseluruhan atau nilai totalnya, kita dapat menjumlahkan nilai penggunaan

langsung, nilai penggunaan tidak langsung dan nilai keberadaannya.

4
Berikut ini adalah diagram konsep nilai suatu sumberdaya alam atau lingkungan.

Sumberdaya
lingkungan

Nilai penggunaan Nilai Tanpa Penggunaan

Nilai Nilai Nilai


Nilai Nilai
penggunaan penggunaan penggunaan
warisan keberadaan
langsung tak langsung alternatif

MISALKAN

Hasil Rekreasi dan Rekreasi Pelestarian


Rekreasi yang
penjualan udara yang generasi sumberdaya
akan datang
perkebunan bersih berikutnya hayati

Gambar1. Diagram nilai sumberdaya alam dan lingkungan (Suparmoko,103-

10;2000).

Pada umumnya untuk taman-taman rekreasi pengunjung hanya dipungut biaya

masuk. Hasil keseluruhan biaya masuk tersebut digunakan untuk mengelola taman-

taman rekreasi. Besarnya biaya masuk yang dibebankan kepada pengunjung

mencerminkan nilai lingkungan dan kesediaan membayar oleh para pengunjung yang

memanfaatkan taman-taman rekreasi tersebut.

5
Berikut ini adalah data jumlah kunjungan ke wisatawan ke Sumbawa Besar

2002-2006.

Tabel 1. Jumlah Kunjungan wisatawan tersebar ke obyek-obyek rekreasi ada di


Sumbawa Besar Tahun 2002-2006.

Wisatawan Wisatawan
No Tahun Domestik Mancanegara Jumlah
1 2002 11236 1856 13092
2 2003 17183 1876 19059
3 2004 28614 4471 33085
4 2005 25204 2595 27799
5 2006 20510 3559 24069
Jumlah
Total 102747 14357 117104
Sumber : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kab.Sumbawa Besar

Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung

wisatawan di Kabupaten Sumbawa dari tahun 2002-2004 mengalami peningkatan

yang cukup tinggi yaitu pada tahun 2002 sebanyak 13.092 pengunjung, tahun 2003

sebanyak 19.059 pengujung, tahun 2004 sebanyak 33.085. pengunjung, tahun 2005

mengalami fluktuasi kunjungan sebanyak 27.799 pengunjung dan tahun 2006

mengalami fluktuasi kunjungan terendah sebanyak 24.069 kunjungan.

Total jumlah pengunjung keseluruhan dari tahun 2002-2006 adalah 117.104

pengunjung.

Untuk lebih jelasnya garafik di bawah dapat memberikan informasi tentang

jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke obyek-obyek wisata di Kabupaten

Sumbawa :

6
Grafik 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara Ke obyek-obyek
wisata Di Sumbawa

Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan


Mancanegara Ke obyek-obyek Wisata di Sumbawa

140000
Jumlah Kunjungan

120000
Wisatawan Domestik
100000
80000
60000 Wisatawan
Mancanegara
40000
20000 Jumlah
0
2002 2003 2004 2005 2006 Jumlah
Total
Tahun

Sumber : Data primer di olah

Dari grafik di atas memperlihatkan fluktuasi jumlah kunjungan wisatawan

ke obyek-obyek wisata di Sumbawa besar dimana pada tahun 2005 dan 2006

mengalami fluktuasi kunjungan mencapai titik terendah masing masing dengan angka

sebesar 27.799 pengunjung dan 24.069 kunjungan, hal ini disebabkan kurangnya

perhatian Pemda setempat dalam memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki

obyek-obyek wisata di Sumbawa, kurangnya promosi pariwisata untuk

memperkenalkan potensi wisata di Sumbawa merupakan salah satu penyebabnya.

Terkait dengan potensi ekonomi obyek-obyek wisata alam yang ada di

Sumbawa, Saliper ate adalah salah satu obyek wisata alam yang memiliki potensi

ekonomi yang patut untuk di banggakan, akan tetapi dengan kian banyaknya obyek

wisata alam lainnya menyebabkan pengelolaan wisata alam ini sedikit terabaikan. Hal

ini terlihat dari tidak adanya data jumlah kunjungan wisatawan padahal jika di lihat

dari potensi kunjungan setiap harinya, obyek wisata ini selalu ramai dikunjungi oleh

7
wisatawan local, terutama pada saat hari-hari libur, potensi kunjungan selalu

melonjak tajam. Permasalahan ini menjadi menarik untuk menjadi bahan kajian

empiris oleh penulis.

Dalam Pengelolaan dan pengembangan kawasan Wisata Alam Saliper Ate

Kabupaten Sumbawa. lingkungan wisata alam Sumbawa membutuhkan dana yang

besar dimana, dana tersebut dapat berasal dari pemerintah maupun pendapatan yang

dihasilkan dari karcis masuk (entry fees) ke lokasi Wisata alam Saliper Ate. Namun

biaya masuk tersebut masih tergolong sangat rendah, sehingga pendapatan yang

diperoleh Obyek Wisata Saliper Ate belum dapat memenuhi untuk pengelolaan dan

pengembangannya. Dengan demikian harus dicari alternatif yang dapat digunakan

untuk menghasilkan pendapatan yang lebih baik dalam mengelola kawasan Wisata

Alam Saliper Ate. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah perlu dilakukan

suatu penelitian untuk mencoba menggali kesediaan membayar (willingness to pay)

pengunjung Wisata Alam Saliper Ate kecamatan Labuan Badas, Kabupaten Sumbawa

Besar.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

a. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kesediaan membayar tambahan biaya

masuk oleh pengunjung Wisata Alam Saliper Ate ?

b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi besarnya tambahan biaya masuk

pengunjung Wisata Alam Saliper Ate ?

8
4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar

tambahan biaya masuk oleh pengunjung Wisata Alam Saliper Ate.

2. Untuk mengetahui seberapa besar tambahan biaya masuk yang bersedia dibayar

oleh pengunjung Wisata Alam Saliper Ate.

4.2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademik untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai kebulatan

program study strata satu ( S-1 ) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan

penelitian yang sama.

c. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi pihak-pihak

yang terkait dalam pengembangan sumber daya lingkungan.

5. Tinjauan Pustaka

5.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang kesediaan membayar (willegness to pay) dilakukan oleh

Abdul Manan, mahasiswa STIE Pariwisata API Yogyakarta pada Tahun 2006. “

9
Obyek wisata Pantai Tanjung Belandang sangat potensial untuk memberikan

kontribusi pendapatan bagi daerah (PAD) dari sektor pariwisata. Hal ini tidak

berlebihan bila dilihat dari jumlah kunjungan setiap bulannya. Walaupun jumlah

pengunjung ke pantai ini belum dapat diketahui secara pasti karena penerapan tiket

masuk belum secara kontinyu, tetapi secara umum pengunjung yang datang

khususnya pada setiap akhir pekan dapat dikatakan cukup sifnifikan untuk ukuran

Kabupaten Ketapang. Dilihat dari perkembangan kepariwisataan di Kabupaten

Ketapang, segmen pasar Pantai Tanjung Belandang saat ini adalah wisatawan lokal.

Tetapi untuk masa yang akan datang sangat mungkin obyek ini dan obyek wisata

lainnya mentargetkan wisatawan luar termasuk wisatawan mancanegara.

Pengembangan kawasan wisata pantai Tanjung Belandang membutuhkan dana yang

besar, dimana dana tersebut dapat berasal dari pemerintah maupun pendapatan yang

dihasilkan dari biaya masuk (entry fees) ke lokasi wisata. Masalahnya adalah

Pemerintah Kabupaten Ketapang sendiri belum mempunyai dana yang cukup untuk

pengembangan kawasan, di sisi lain kawasan pantai ini belum menerapkan tiket

masuk sehingga belum ada alternatif pembiayaan. Dengan demikian harus dicari

alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan yang lebih baik

dalam mengelola kawasan ini. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah perlu

dilakukan suatu penelitian untuk mencoba menggali kemungkinan diterapkan biaya

masuksecara kontinyu. Selain mencoba menggali kemungkinan diterapkannya tiket

masuk secara kontinyu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui nilai manfaat

ekonomi kawasan serta bagaimana strategi pengembangan Pantai Tanjung Belandang.

10
Sampel dari penelitian ini adalah pengunjung pantai, masyarakat dan berbagai pihak

seperti pemerintah, DPRD, LSM serta tokoh masyarakat. Sedangkan metode yang

digunakan dalam penelitian adalah teknik penilaian kontingensi (contingency

valuation method).

Contingency valuation method merupakan teknik untuk mengukur nilai

manfaat ekonomi kawasan Pantai Tanjung Belandang dengan berusaha menggali

kesediaan responden untuk membayar (willingnes to pay) secara individu dibawah

skenario pasar hipotesis. Sedangkan travel cost method (metode biaya perjalanan)

digunakan untuk penilaian menggunakan perkiraan secara ekonomi yang

dihubungkan dengan ekosistem atau lokasi yang digunakan untuk rekreasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 83 % responden setuju diterapkannya

tiket masuk dengan catatan bahwa kawasan ini perlu dilengkapi dengan fasilitas yang

memadai. Besarnya kesediaan untuk membayar biaya masuk ke Pantai Tanjung

Belandang adalah Rp. 5.000,- sebanyak 47,5 % Rp. 10.000,- sebanyak 23% Rp.

15.000,- sebanyak 20% Rp. 20.000 sebesar 5% dan Rp. 25.000,- sebanyak 4,5%,

(www: kipde-ketapang.go.id/ 01-03-06).”

Penelitian lain Menggunakan metode kontingensi sudah banyak dilakukan,

diantaranya Analisis Tarif Gas Bumi berdasarkan Willingness To Pay oleh Talhah

Tamia Shahab (2007), Penelitian ini dimaksudakn untuk mengetahui seberapa besar

keinginanan para langganan gas bumi untuk membayar jasa yang telah diterimanya

dalam hal-hal yang perlu diperhatikan bagi perusahaan untuk meningkatkan atau

memperbaiki layanan. Sebagai pertimbangan dalam menentukan tarif gas bumi.

11
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa WTP pelanggan terhadap

kenaikan tariff gas bumi sangat rendah, antara 0-2,9 persen. Survey juga

menunjukkan bahwa kualitas gas bumi yang disalurkan serta pelayanan penyaluran

gas bumi masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan.

Samilles Godlief Marthin (2007) melakukan Studi Kemampuan-Kemauan

Membayar konsumen Jasa Angkutan Umum Bus Damri-Patas AC di Kota Surabaya.

Penelitian ini berutjuan untuk mengetahui berapa kemampuan-kemauan membayar

konsumen, kondisi masyarakat konsumen angkutan umum bus DAMRI, sehingga

nantinya dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan didalam pemerintah menentukan

kebijakan tarif yang berujung pada besarnya subsidi yang diterima DAMRI.

Tidak Jauh berbeda dengan Samiles, I Gede Made Oka Aryawan (2007), juga

menggunakan model kontingensi untuk melakukan penelitian tentang Valuasi Tarif

Angkutan Kota Dengan Analisis Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)

pada Trayek Ubung-Krereng Di Kota Denapsar. Penelitian tersebut bertunjuan untuk

mengetahuai kemampuan dan kemauan membayar masyarakat atas jasa angkutan

kota yang ditawarkan. Hasil studi menunjukkan bahwa 1) Tarif yang berlaku sudah

diatas tariff yang semestinya berlaku berdasarkan pendekatan biaya pokok produksi.

2) Kelompokdengan pendapatan sampai RP. 1.000.000,- perbulan dalamkondisi

trayek Rp/Trayek, 62 persen, 42 persen dan 17perse, mempunyai ATP lebih besar dari

tariff Biaya Pokok Produksi (BPP), tariff resmi dan tariff nyata. 28 persen, 12 persen

dan 2,5 prsen responden mempunyai WTP lebih besar dari tariff BPP, tariff resmi dan

tariff nyata. Kelompok responden yang mempunyai pendapatan diatas Rp.

12
1.000.000,- per bulan dalam Rp/Trayek, 90 persen, 72 persen, dan 40 persen

mempunyai ATP lebih besar dari tariff BPP, tariff resmi dan tariff nyata. 19 persen, 9

persen dan 3 persen responden mempunyai WTP lebih besar dari tariff BPP, tariff

resmi dan tariff nyata. Hasil akhir dari studi ini adalah dengan adanya ATP dan WTP

dapat dijadikanpembanding dalam menganalisa tariff angkutankota yang optimal

yang didasarkan atas Biaya Pokok Produksi.

5.2. Kajian Teoritis

5.2.1. Penentuan Nilai ( Valuation ) Lingkungan Terhadap Penggunaan

Dalam analisa ekonomi lingkungan, penilaian lingkungan dari perubahan

lingkungan itu sangat komplek karena nilai keuntungan itu bukan hanya nilai moneter

(berupa uang) dari konsumen yang menikmati langsung (users) jasa perbaikan

kualitas lingkungan tetapi juga nilai yang berasal dari konsumen potensial dan orang

lain karena alasan tertentu (non-users) jasa tersebut mungkin juga memperoleh

keuntungan dari penyediaan barang lingkungan tersebut. Beberapa sumber benefit

yang diperoleh pengguna langsung jasa lingkungan :

1. Penetuan Nilai Lingkungan Terhadap Pengguna Langsung

Metode ini mendasarkan diri secara langsung pada harga pasar dan

produktivitas. Hal ini dimungkinkan bila perubahan dalam kondisi lingkungan

mempengaruhi kemampuan berproduksi. Ada tiga pendekatan yaitu pertama yang

menyangkut produktivitas yang berubah dalam kaitannya dengan perubahan kondisi

lingkungan, pendekatan ini disebut juga dengan metode dosis-respon; kedua yang

13
menggambarkan hilangnya pendapatan dengan perubahan kondisi lingkungan; dan

yang ketiga pengeluaran untuk mencegah.

a. Metode Dosis-Respon (The Dose Response Method)

Metode ini adalah suatu metode yang menganggap kualitas lingkungan sebagai

suatu faktor produksi. Misalnya kualitas air bagi industri yang menggunakan air

untuk tujuan proses produksi. Kegiatan-kegiatan itu perlu adanya peningkatan

kualitas lingkungan yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya suatu perubahan

dalam biaya produksi dan mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap harga,

tingkat pengembalian modalnya dengan menganggap bahwa tidak ada kesempurnaan

pasar yang mengaggu harga pasar, benefit dari peningkatan kualitas lingkungan itu

bisa diukur dari perubahan pasar yang bisa diselediki tersebut.

b. Metode Perilaku Mencegah (The Averting Behavior method)

Metode ini menilai kualitas lingkungan berdasarkan pada pengeluaran untuk

mengurangi atau mengatasi efek negatif dari polusi. Contoh kasus pencemaran udara

yang mengakibatkan terganggunnya pernafasan sehingga mengharuskan pasien

berkunjung ke dokter. Biaya berkunjung kedokter ini dianggap sebagai nilai dari

benefit untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

c. Metode Pengeluaran untuk mempertahankan (Defensive Expenditure

Method)

Individu, perusahan maupun pemerintah banyak melakukan pengeluaran atau

belanja demi menghindari dampak negatif dari pencemaran lingkuntgan. Rusaknya

14
lingkungan seringkali sulit untuk dihitung, namun informasi mengenai pengeluaran

yang ditujukan untuk mengurangi dampak yang berupa memburuknya lingkungan

dapat diketahui lebih pasti. Pendekatan ini akan memberikan nilai yang lebih rendah

bagi kondisi lingkungan yang baik.

2. Penetuan Nilai Lingkungan Terhadap Pengguna Tidak Langsung

Penetuan nilai lingkungan ini menggunakan informasi pasar secara tidak

langsung. Beberapa metode yang digunakan dalam penentuan nilai lingkungan tidak

langsung ini antara lain :

a. Metode Evaluasi Kontigensi (Contigency Valuation Method)

Metode evaluasi kontigensi (MVC) adalah suatu metode survey untuk

menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap

komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Secara prinsip metode

ini memiliki kemampuan untuk diterapkan dalam menilai keuntungan dari

penyediaan barang lingkungan dan juga mampu menetukan pilihan estimasi pada

kondisi yang tidak menentu.

Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa bagi orang yang memiliki

preferensi yang benar tetapi tersembunyai terhadap seluruh jenis barang lingkungan,

kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan

mentransformasi preferensi kedalam bentuk nilai moneter/ uang. Dalam hal

ini,diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dikatakan ketika

situasi hipotesis yang disodorkan akan menjadi kenyataan pada masa yang akan

15
datang. Dengan dasar asumsi ini,maka pada dasarnya metode MVC ini menilai

barang lingkungan dengan menanyakan pertanyaan berikut :

 Berapakah jumlah tambahan uang yang ingin dibayar oleh seseorang atau

rumah tangga (willingness to pay) untuk memperoleh peningkatan kualitas

lingkungan.

Pertanyaan diatas di gunakan untuk menentukan suatu pasar hipotesis

terhadap perubahan lingkungan yang diinginkan.

Menurut Anwar (1994) dalam Safri et.al (1996) pendekatan ini dilakukan

dengan cara menentukan kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen.

Pendekatan ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan kesenangan

(estetic) seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang

unik serta situasi yang data harganya tidak ada.

Penilaian kontigensi atau teknik survey dilakukan untuk menemukan nilai

hipotensi konsumen atau rekreasi (Hufschmidt et.al, 1987). Metode ini lebih fleksibel

dan diakui bersifat judgment value, sebab pertanyaan diperoleh dari pertanyaan

hipotesis.

Asumsi yang digunakan dalam metode kontigensi menurut Davis dan Johnson

(1987) dalam Safri et.al (1996) :

a. Responden harus representative dan comparable untuk semua survey

b. Pada survey pertama, pengunjung harus mempunyai kemampuan cukup

untuk mengembangkan nilai kreatif.

16
c. Wawancara dan kuisioner secara obyektif dapat menentukan nilai manfaat

tanpa ada keadaan interpretasi dari masing-masing responden.

b. Metode nilai kekayaan (Hedonic Pricing Method)

Lingkup penerapan metode nilai hedonic-MHH relatif terbatas misalnya

keuntungan adanya fasilitas rekreasi atau kesenangan yang diperoleh penghuni lokasi

tertentu karena peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya. Metode ini didasrkan

pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang

beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan. Misalnya pembangunan

rumah dengan kualitas udara segar disekitarnya, pembelinya akan menerima senagai

pelengkap, mereka mau membayar lebih untuk rumah yang berada diarea dengan

kualitas lingkungan yang baik, dibandingkan dengan rumah kualitas yang sama pada

tempat lain yang kualitas lingkungannya jelek. Dengan anggapan bahwa orang akan

membuat pilihan seperti itu, misalnya membeli rumah sesuai persis seperti rumah

yang diingininya informasi tentang kualitas lingkungan akan diperhitungkan dalam

harga dari rumah itu.

c. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)

Metode Biaya Perjalanan-MBP (Travel Cost Method) ini dilakukan dengan

menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang

digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai

benefit dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang

dikunjungi

d. Metode Perbedaan Tingkat Upah

17
Metode ini didasarkan pada teori dalam pasar persaingan sempurna dimana

tingkat upah tenaga kerja akan sama dengan nilai produktivitas marginal tenaga kerja

tersebut, sedangkan penawaran tenaga kerja akan sesuai dengan kondisi kerja dan

taraf hidup disuatu daerah. Oleh karena tingkat upah yang tinggi diperlukan untuk

menarik tenaga kerja agar mau bekerja didaerah yang tercemar. Perbedaan tingkat

upoah dianggap sebagai biaya dari adanya pencemaran tersebut.

5.2.2. Penentuan Nilai (Valuation) Lingkungan Tanpa Penggunaan

1. Nilai pilihan (Option Value)

Meskipun seseorang tidak mempunyai rencana untuk menggunakan jasa

lingkungan (estetic) itu, mereka kadang-kadang mau membayar sebagi pilihan untuk

memanfaatkannya dimasa yang akan datang, sebagai contoh seorang yang memiliki

mobil meskipun tidak ada rencana untuk memanfaatkan transportasi umum,

berkeinginan untuk membayar sesuatu untuk mempertahankan operasi transportasi

tersebut sebagai pilihan lain kalau suatu saat mobil itu mogok dan rusak.

2. Nilai Eksistensi / Keberadaan (Existence Value)

Nilai atau harga yang diberikan oleh seorang terhadap eksistensi barang

lingkungan tertentu, spesies atau alam dengan didasarkan pada etika dan norma

tertentu, misalnya orang yang mau membayar ikan paus dilautan tetap ada atau hidup,

meskipun mereka tidak mempunyai niat untuk pergi melihat.

3. Nilai Masa Depan (Biquest Value)

18
Orang bisa jadi membayar bagi ketersediaan barang-barang tertentu seperti

obyek wisata alam untuk generasi yang akan datang, (Adinulyakin,99-224;2004).

5.3. Kerangka Konseptual

Pengunjung

19
Wisata Alam Saliper ate

Kesediaan Membayar
Tambahan Biaya
Masuk

Bersedia Tidak Bersedia

Faktor Faktor Yang


Mempengaruhi

1. Jenis Kelamin
2. Umur
3. Tingkat
Pendidikan
4. Tingkat
Pendapatan
5. Kepuasan
6. Model kunjungan
7. Lama Kunjungan
8. Jarak Lokasi
9. Anggota Assosiasi

Penjelasan kerangka konseptual

Dari kerangka konseptual diatas dapat dipaparkan sebagai berikut :

20
Pengunjung Wisata alam Saliper Ate adalah orang-orang yang berada didalam

kawasan Wisata alam Saliper Ate. Setiap pengunjung Saliper Ate wajib dikenakan

biaya masuk kawasan taman. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis pengunjung

Wisata Alam Saliper Ate untuk mendapatkan pengunjung yang bersedia membayar

tambahan biaya masuk dan besarnya tambahan biaya masuk yang pengunjung Wisata

Alam Saliper Ate bersedia membayar. Analisis ini ada dua kemungkinan respon atau

jawaban dari pengunjung Wisata Alam Saliper Ate yaitu “ bersedia “ atau “tidak

bersedia”. Jawaban atau respon pengunjung Wisata Alam Saliper Ate tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : jenis kelamin, umur, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, kepuasan, model kunjungan, lama kunjungan , jarak

lokasi, dan anggota assosiasi kelompok lingkungan. Dalam penelitian ini penelitian

hanya menganalisis respon atau jawaban “ bersedia ” dari pengunjung taman

narmada.

6. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan uraian dan perumusan masalah diatas, maka dapat diambil

sebuah hipotesis: “diduga bahwa faktor-faktor seperti jenis kelamin, umur, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, kepuasan, model kunjungan, lama kunjungan, jarak

lokasi dan anggota assosiasi kelompok lingkungan berpengaruh terhadap kesediaan

membayar tambahan biaya masuk dan besarnya tambahan biaya masuk yang

pengunjung Wisata Alam Saliper Ate”.

7. Metode Penelitian

7.1. Jenis Penelitian

21
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian diskriptif. Penelitian

diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari suatu variabel,

baik satu variabel (dependent) atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan

atau menghubungkan dengan variabel lain, (iqbal hasan,7;2004).

Penggunaan jenis penelitian ini didasarkan pada masalah yang dihadapi yaitu

berusaha untuk menampilkan gambaran dan kesimpulan tentang kesediaan

pengunjung membayar Wisata Alam Saliper Ate. Dengan cara mengumpulkan data

data yang bekaitan dengan masalah tersebut kemudian data data tersebut diolah dan

ditarik kesimpulan.

7.2. Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan dikawasan Wisata Alam Saliper Ate Kecamatan

Labuan Badas Kabupaten Sumbawa Besar secara proposive sampling (pengambilan

sampel secara tidak acak), dengan pertimbangan bahwa kawasan Wisata Alam Saliper

Ate merupakan kawasan Wisata yang ramai dikunjungi oleh seluruh lapisan

masyarakat. Selain itu sarana transportasi ke Saliper Ate sangat mudah.

7.2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wisata Alam Saliper Ate terletak didesa Labuan kecamatan Labuan Badas

kabupaten Sumbawa Besar .Berjarak lebih kurang 15 km dari pusat kota Sumbawa

Besar, terletak pada ketinngian lebih kurang 50m diatas permukaan laut. Wisata

Saliper Ate berada di tepi jalan raya yang menghubungkan Desa Saliper denga desa-

desa lainnya di bagian Kota Sumbawa.

22
7.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survei dimana metode survei merupakan penyelidikan yang diadakan untuk

memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan menjadi keterangan-

keterangan secara faktual baik tentang institusi sosial, ekonomi, politik dari suatu

kelompok ataupun suatu daerah, (M. Nazir, 86;2005 ).

Metode survei ini dilakukan secara langsung untuk mengetahui kesediaan

konsumen untuk memabayar atau kesediaan untuk memilih sejumlah barang dan jasa.

Penilaian yang berdasar survei ini telah diterapkan terhadap sumber daya milik

bersama atau barang yang tidak dapat dipisahkan, seperti kualitas udara dan air, juga

diterapkan pada sumber daya menimbulkan kesenangan seperti pemandangan alam,

kebudayaan, ekologi dimana harga pasar tidak ada, ( John A. Dixon, 330;1993 ).

7.4. Penentuan Responden

Dalam penelitian ini, yang dikatagorikan sebagai populasi adalah seluruh

pengunjung yang berada didalam kawasan Wisata Alam Saliper Ate dengan kreteria

umur 17 th keatas (dewasa), dimana dari populasi tersebut akan diambil sampel 100

responden. Penentuan responden yang akan digunakan dalam penelitian ialah

Nonprobality sampling. Nonprobability sampling merupakan teknik yang tidak

memberi peluang / kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel yang meliputi purposive sampling yaitu teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu ( sugiono, 60-61;2005 ).

23
7.5. Tehnik Dan Alat Pengumpulan Data

7.5.1. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang akan digunakan adalah

dengan cara:

1. Metode Dokumentasi, merupakan tehnik pengumpulan data dengan berkaitan

dengan permasalahan yang sedang diteliti dari hasil publikasi, lembaga-lembaga

atau instansi pemerintah, organisasi lain seperti dinas pariwisata seni dan budaya.

2. Wawancara yaitu cara mengumpulkan data dengan cara mewawancarai responden

yang akan dijadikan sampel untuk memperoleh data yang dibutuhkan dengan

bantuan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

7.5.2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

quisioner. Quisioner merupakan suatu daftar yang berisi angka-angka, tabel-tabel,

analisa statistic dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian.

Tujuan pokok pembuatan Quisioner antara lain untuk memperoleh informasi

yang relevan dengan tujuan survey, dan memperoleh informasi dengan reabilitas dan

validitas setinggi mungkin,( sofyan effendi,175;1995 ).

7.6. Jenis Dan Sumber Data

7.6.1. Jenis Data

24
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden. Dalam data

primer ini terdapat data kuantitatif dan data kualitatif.

Data kuantitatif, yaitu data berbentuk angka-angka. Seperti data yang

mengenai umur, tingkat pendapatan, model kunjungan, lama kunjungan, dan jarak

lokasi.

Data kualitatif, yaitu data yang digunakan untuk melengkapi untuk

menjelaskan serta memperkuat data kuantitatif sehingga dapat memberikan

kemudahan dalam menganalisa data yang diteliti meliputi jenis kelamin, tingkat

pendidikan, kepuasan dan Anggota Assosiasi lingkungan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari terbitan atau publikasi dari lembaga-

lembaga terkait.

7.6.2. Sumber Data

Berdasarkan sumber data, maka data yang akan digunakan dalam penelitian

ini dapat dikelompokkan menjadi :

1. Data primer, diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang

akan dijadikan sampel, dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang

telah dipersiapkan terlebih dahulu.

2. Data sekunder, diperoleh dari hasil pengolahan fihak kedua atau data yang

diperoleh dari hasil publikasi fihak lain seperti : Dinas Pariwisata seni dan

Budaya Kabupaten Sumbawa Besar.

25
7.7. Identifikasi Dan Klasifikasi Variabel

7.7.1. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini variable-variabel yang digunakan dapat diidentifikasi,

guna menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Beberapa variable

pokok adalah sebagai berikut :

1. Kesediaan membayar tambahan biaya masuk

2. Besarnya tambahan biaya masuk

3. Jenis Kelamin

4. Umur

5. Tingkat Pendidikan

6. Tingkat Pendapatan

7. Kepuasan

8. Model Kunjungan

9. Lama Kunjungan

10. Jarak Lokasi

11. Anggota assosiasi kelompok lingkungan

7.7.2. Klasifikasi Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat di klasifikasikan

sebagai berikut :

26
1. Variabel bebas ( Independent Varaible ) merupakan variabel yang berubah ubah

tanpa adanya pengaruh dari variabel variabel lain meliputi Jenis Kelamin, Umur,

Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Kepuasan, Lama kunjungan, Model

Kunjungan, jarak lokasi, dan Anggota assosiasi kelompok lingkungan.

2. Variabel terikat ( dependent varieble ) merupakan variabel yang hanya akan

berubah karena adanya pengaruh dari variabel-variabel bebas, seperti kesediaan

membayar tambahan biaya masuk dan besarnya tambahan biaya masuk.

8. Definisi Operasional Variabel

Untuk memperoleh proses penelitian variabel-variabel yang telah

diklasifikasikan diatas dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Kesediaan membayar tambahan biaya masuk, merupakan kesediaan pengunjung

untuk membayar tambahan biaya masuk.

2. Besarnya tambahan biaya masuk, merupakan besarnya biaya yang ditambahkan

dan sanggup dibayarkan oleh pengunjung.

3. Jenis kelamin, dalam penelitian ini responden yang digunakan sebagai sampel

adalah pria dan wanita.

4. Umur adalah tingkat usia dari seluruh pengunjung kawasan taman narmada yang

meliputi usia anak-anak, remaja/dewasa, orang tua. Dalam penelitian ini penulis

mengambil sampel pengunjung Taman Narmada dengan umur 17 th keatas.

5. Pendidikan, dalam penelitian ini pendidikan yang ditamatkan oleh responden.

6. Pendapatan adalah pendapatan responden yang diterima selama satu bulan.

27
7. Kepuasan adalah nilai (value) yang diberikan oleh pengunjung atas barang atau

jasa yang dinikmati. Dalam penelitian ini penulis mengukur tingkat kepuasan

pengunjung terhadap fasilitas yang dimiliki taman narmada.

8. Model Kunjungan adalah bentuk kunjungan ke Taman Narmada. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan model kunjungan individu dan kelompok.

9. Lama Kunjungan adalah waktu yang dipakai pengunjung selama berada di dalam

taman Narmada (Jam).

10. Jarak lokasi adalah jarak tempuh dari tempat tinggal pengunjung sampai ke lokasi

Taman Narmada (Km).

11. Anggota Assosiasi, dalam penelitian ini penulis mendefinisikan apakah

pengunjung termasuk kedalam anggota pecinta lingkungan atau tidak.

9. Prosedur Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi

Logistik dan Analisis Linear Berganda.

9.1 Analisis Regresi Logistik

Untuk menganalisis kesediaan membayar tambahan harga ais di desa Sakra

digunakan analisis regresi logistic. Analisis ini digunakan untuk menganalisis

pengaruh variable bebas terhadap variable terikat dimana nilai variable bersifat binary

yaitu 1 dan 0.

1
Pi = , (Gujarati,288;2003)
1 + e −w

28
1w
Pi =
1 + e −w

Probabilitas (w=1)=pi

Probabilitas (w=0)=1-pi

Pi = Probabilitas pengunjung yang bersedia membayar tambahan

1-Pi= Probabilitas pengunjung yang tidak bersedia membayar tambahan

ew ew
Pi ew 1+ ew
= 1 + ew = 1 + e =
w w
x = ew = w
1 − Pi e 1 1+ ew 1
1−
1+ ew 1+ e
w

Pi
=w
1 − Pi

w=b0+b1X1+e, dimana i={1,2,3,4,5)

w= b0+b1X1+b2X2+ b3X3+b4X4+b5X5+e

w=1 →e=1-b0-biXi

w=0→e=0-b0-biXi

e= - b0-biXi

Keterangan : w = Willingness (kesediaan) membayar tambahan

e = error

9.2 Analisis Regresi Linear Berganda (multiple regression),

Analisis regresi linier berganda ini digunakan jika parameter dari hubungan

fungsional antara satu variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independent.

29
Adapun rumus dibawah ini digunakan untuk menganalisis besarnya tambahan harga

karcis Pengunjung Saliper Ate.

Y2 = β0+β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6+ β7X7+ β8 X8+ β9 X9+ e

Keterangan :

Y2 = Besarnya tambahan harga karcis yang bersedia dibayar oleh pengunjung

wisata alam Saliper Ate.

β0 = Konstanta

β1, β2, β3, β4, β5, β6, β7, β8, β9 = koefisien regresi

X1 = Jenis Kelamin

X2 = Umur

X3 = Tingkat Pendidikan

X4 = Tingkat Pendapatan

X5 = Kepuasan

X6 = Model Kunjungan

X7 = Lama Kunjungan

X8 = Jarak/Lokasi

X9 = Anggota Asosiasi Pencinta Lingkungan

e = Erorr

30
9.3 Uji Karakteristik (First Order Test)

Untuk menguji ketepatan model dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat secara parsial dan simultan digunakan uji statistic yaitu uji t dan uji f dengan

formulasi sebagai berikut :

3.9.1. Uji Parsial (uji secara individu)

Pengujian signifikasi koefisiensi regresi secara parsial (individual)

digunakan uji t (test). Prosedur pengujiannya sebagai berikut:

1. Menentukan formulasi hipótesis.

Ho : βo = 0 (masing-masing variable X (X1, X2, X3, X4, X5,

X6, X7, X8, X9 ) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

variable Y)

2. Menentukal level of significant ά = 5%

3. Kriteria pengajian

Ho Diterima

Ha Ha

-tά /2,Diterima
(n-k) tά /2, (n-k) Diterima

Ho diterima apabila : -tά /2, (n-k) ≤ t hitung ≤ tά /2, (n-k)

Ho ditolak apabila : t hitung > tά /2, (n-k) dan –t hitung tά /2, (n-k)

4. Formulasi perhitungan uji t (test) adalah :

31
b1
t hitung =
se(b1 )

5. Kesimpulan

Apabila t hitung berada pada daerah terima Ho berarti variabel X

tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y dan

sebaliknya apabila t hitung berada pada daerah tolak Ho berarti variabel X

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.

3.9.2. Uji Simultan (uji bersama-sama)

Untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap variabel Y secara

simultan, maka digunakan uji f test dengan tahapan-tahapan sebagai

berikut:

Langkah-langkah pengujian

1. Formulasi hipotesis Ho dan Ha

Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = β8 = β9 = 0, diduga secara

simultan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y

Ha : Other Wise, diduga secara simultan X1, X2 ,X3 ,X4 ,X5, X6, X7,

X8, X9 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable Y.

2. Menentukan level of significance, ά = 5% dengan degree of freedom

95%.

32
3. Kriteria pegujian

Ho

Ditolak

Ho diterima
f tab ( f ά : k-l. n-k)

Ho diterima apabila F hitung < F table

Ha diterima apabila F hitung > F table

4. Uji ststistic

R 2 /( k − l )
F hitung =
(1 − R 2 ) /( n − k )

Dimana

R2 = Koefisien determinasi

K = Jumlah variable bebas

N = jumlah sampel

33
5. Kesimpulan

1. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima, artinya bahwa secara

bersama-sama variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9 tidak

mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel Y

2. Jika F hitung > F tabel maka Ho diterima, artinya bahwa secara

bersama-sama variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9

mempunyai pengaruh signifikan terhadapa variabel Y.

9.4 Uji Koefisien Determinasi (R 2 )

Koefisien Determinasi berganda (R 2 ) berguna untuk mengukur besarnya

sumbangan variable independent secara keseluruhan terhadap variable dependennya.

R 2 memiliki nilai antara 0 dan 1 (0<R 2 <1), dimana bila semakin tinggi nilai R 2

suatu regresi tersebut semakin baik.Yang brarti bahwa keseluruhan variabel bebas

secara bersama-sama mampu menerangkan variabel dependennya.

9.5 Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk melihat apakah model yang diteliti

mengalami penyimpangan klasik atau tidak, sehingga pemeriksaan penyimpangan

terhadap asumsi klasik ini perlu dilakukan. Asumsi klasik yang dipakai untuk

membentuk model adalah uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji

heteroskedastisitas.

34
9.5.1 Multikolinearitas

Salah satu asumsi yang digunakan dalam metode OLS adalah tidak ada hubungan

linear antara variabel independen. Adanya hubungan antara variabel independen

dalam satu regresi disebut multikolinearitas. Hubungan linear antara variabel

independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linear yang sempurna dan hubungan

linear yang kurang sempurna. Konsekuensinya terhadap estimator OLS jika terjadi

hubungan antara variabel independen di dalam satu model yaitu estimator masih

bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator = tidak bias, linear dan mempunyai

varian yang minimum). Namun, estimator mempunyai varian dan kovarian yang

besar sehingga sulit mendapatkan estimasi yang tepat.

9.5.2 Heteroskedastisitas

Suatu asumsi kritis dari model regresi linear klasik adalah bahwa gangguan

semuanya mempunyai varian yang sama, jika asumsi ini tidak terpenuhi akan terjadi

heteroskedastisitas atau dengan kata lain salah satu penyimpangan dalam asumsi

klasik, di mana kondisi tertentu (disturbance) mengandung varian yang tidak konstan.

Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji Park, di mana

lne2 menjadi dependen dan LnX1…LnXn menjadi variable independent yang

menjadi acuannya adalah nilai t hitung dari LnX terhadap t tabelnya.

9.5.3 Autokorelasi

35
Autokorelasi adalah gejala adanya korelasi (hubungan) antara residual satu

observasi dengan observasi yang lain yang berlainan watu. Salah satu asumsi penting

metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual

satu dengan residual yang lain .

36

You might also like