You are on page 1of 25

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Dalam kehidupan terkadang sakit adalah hal yang wajar saat tubuh sudah merasa

tidak nyaman. Akan tetapi setiap rasa sakit yang terjadi menimbulkan efek yang berbeda terhadap tubuh. Jika tubuh merespon dengan baik sakit itu dapat hilang dan tak kembali akan tetapi saat tubuh sedang tidak merespon baik maka komplikasi yang lebih parah akan dirasakan tubuh. Rasa sakit yang biasanya sering dikeluhkan adalah masalah pada lambung yang diindikasikan sebagai penyakit maag. Padahal banyak sekali komplikasi jika rasa sakit pada lambung sering diabaikan. Bisa saja yang awalnya terjadi kenaikan asam lambung dengan indikasi maag, bisa terjadi erosi mukosa lambung yang lama kelamaan akan menjadi ulkus gastritis. Ulkus ini sangat berdampak sekali bagi asupan makanan dan bisa menyebabkan hematemesis, selain itu dapat pula menimbulkan ulkus lainnya yaitu ulkus duodenum sehingga terjadilah ulkus peptikum. Komplikasi dari ulkus ini bukan hanya terjadinya hematemesis akan tetapi kan terjadi melena pada saat defekasi. Semua penyakit ini akan menimbulkan hipovolemia yang fatal dan sulitnya asupan makanan diterima. Patofisiologi terjadinya ulkus serta hematemesis melena akan dikaitkan dengan hipovolemia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diambil antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Apa itu hematemesis melena? Apa itu ulkus peptikum? Bagaimana terjadinya ulkus ? Apa hubungannya ulkus dengan hematemesis melena? Apa akibat dari hematemesis melena? Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus berhubungan dengan hematemesis? Bagaimana anatomi dan fisiologi pada lambung? Pengkajian apa saja yang didapat dari pasien hematemesis melena? Diagnose apa saja yang terkait dengan hematemesis melena? Bagaimana penatalaksanaan pasien hematemesis melena Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai anatomi dan fisiologi lambung, pengertian dan patofisiologi hematemesis melena dan ulkus peptikum, serta asuhan keperawatan terkait hematemesis melena.

C. Tujuan Penulisan

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA D. Metode Penulisan

Metode penulisan yang kami pergunakan adalah telusurpustaka, yaitu mengadakan tinjauan kepustakaan untuk memperoleh bahan-bahan yang berhubungan dengan judul makalah ini. Kami pun menggunakan internet sebagai sarana referensi yang lain serta dilengkapi dengan diskusi kelompok yang bertujuan untuk saling memberi masukan terkait materi. E. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Cover Kata pengantar Daftar isi BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III PEMBAHASAN BAB IV KESIMPULAN REFERENSI

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

BAB II ISI
A. Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung berbentuk J, dan pada saat terisi penuh berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 Liter. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus dan antumpilorikum atau pilorus. Sebaelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvactura mayor. Terdapat srtingfer pada kedua ujung lambung yang tugasnya mengatur pemasukan dan pengeluaran yang terjadi. Stringfer kardia atau stringfer esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah tempat beradanya stringfer kardia sering disebut dengan daerah kardia. Di saat pilorikum terminal berelaksasi, makanan makanan masuk ke duodenum dan ketika berkonstraksi stringfer ini akan mencegah terjadinya aliran baik di usus ke dalam lambung. Stringfer pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai lligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Muskularis tersusun atas tiga lapis; lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi yang diperlukan untuk memecah makanan enjadi partikel-artikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA Submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muscularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan

gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe. Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus. Kelnjar fundus atau gastrik terletak difundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe tiga utama sel. Sel-sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsindalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida. Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat penting karena vatogomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati ulkus duodenum. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus dan submukosa membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktifitas motorik dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limfa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvaturaminor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA pankreatikoduodenalis(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limfa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.

B. Pengaturan Sekresi Lambung


Sekresi lambung terjadi pada tiga fase: 1. 2. 3. Sefalik Lambung Usus

Karena fase ini interaktif dan tidak saling tergantung satu sama lain, gangguan pada salah satu fase dapat menjadi ulserogenik. 1. Fase Sefalik (psikis) Pada fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, pada makanan yang tidak menggugah nafsu makan, akan menghasilkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah sebab, mengapa makanan konvensional sering diberikan kepada pasien dengan ulkus peptikum. 2. Fase Lambung Pada fase lambung asam lambung dikeluarkan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks vegal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan. 3. Fase Usus Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin). Yang pada waktunya akan merangsang sekresi lambung. Barier mukosa lambung pada manusia, sekresi lambung adalah campuran mukopolisakarida dan mukoprotein yang disekresi secara continyu melalui kelenjar mukosal. Mukus ini mengarbsorbsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresi secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena adanya mekasisme neurogenik dan hormonal yang dimulai karena rangsangan

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA lambung an usus. Jika asam hidroklorida tidak di buffer dan dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perliindungan, asam hidroklorida bersamaan dengan pepsin, akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya sebagian kecil permukaan mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi mukosa lambung adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosal dan regenerasi epitel. Oleh sebab itu seseorang dapat mengalami ulkus peptikum karena satu atau dua sebab ini: (1) hipersekresi asam-pepsin (2) kelemahan barier mukosa lambung

C. Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ulkus, misal ulkus karena stress). Ulkus kronik berbeda dengan ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi ulkus peptikum terletak di setiap bagian saluran cerna yang terkena cairan asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.Walaupun faktor penyebab yang penting adalah aktifitas pencernaan peptik oleh getah lambung, namun banyak bukti yang menunjukkan bahwa banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H. Pylori dijumpai pada 90%penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus peptikum lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik dan stress. Banyak terdapat kemiripan dan perbedaan antara ulkus peptikum dan duodenum, sehingga beberapa aspek dalam kedua hal ini dipertimbangkan bersamaan untuk memudahkan dan masalah-masalah khusus yang berkaitan dengan setiap hal tersebut akan dibahas secara terpisah. Sedangkan Erosi atau usus lambung akan dijelaskan terpisah. 1. Patogenesis Getah lambung asam murni mampu mencerna semua jaringan hidup, sehingga salah satu pertanyaan utam yang timbul adalah Mengapa lambung tidak tercerna sendiri? Terdapat dua faktor yang tampaknya melindungi lambung dari autodigesti karena adanya mukus lambung dan sawar epitel.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 2. Sawar Mukosa Lambung Menurut teori dual-komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap autodigesti. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan agen kimia. Obat anti inflamasi nonsterod (NSAID), termasuk aspirin menyebabkan perubahan kuantitatif mukus lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mukus gastrik dan tampaknya berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung.

Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan duodenum. Walaupun sifat dari sawar ini tidak diketahui, namun sepertinya melibatkan peran lapisan mukus, lumen sel epitel toraks, dan persambungan yang erat pada apeks sel-sel ini. Dalam keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik ion hidrogen dan lumen ke dalam darah, walaupunterdapat selisish konsentrasi yang besar (pH asam lambung 1,0 versus pH darah 7,4). 3. Destruksi sawar mukosa lambung Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan , trauma pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.Kulosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sawar mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau airopin, tetapi difusi balik dihambat oleh gastrin Destruksi sawar lambung diduga merupakan faktor penting dalam patogenesis ulkus peptikum. Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih rentana terhadap difusi balik dibandingkan dengan fundus, yang menjelaskan mengapa ulkus peptikum sering terletak di antrum. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik, dan bukan disebabkan oleh produksi yang berkurang. Mekanisme patogenesis mungkin penting juga pada penderita gastritis hemoragik akut yang disebabkan oleh alkohol, aspirin dan stress berat.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum, diduga akibat

fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali (pH8) dan kental, untuk menetralkan kimus asam. Penderita ulkus duodenum sering mengalami sekresi asam berlebihan yang tampaknya merupakan faktor patogenetik terpenting. Sepertinya mekanisme pertahanan mukosa normal menjadi terkalahkan. Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus peptikum maupun duodenum, walaupun tampaknya lebih penting pada ulkus peptikum. Selain untuk sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi dengan sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari). Kegagalan mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 4. Faktor lain Walaupun insidensi ulkus duodenum menurun, baru-baru ini muncul 500.000 kasus baru dan mengenai 10 hingga 15% populasi. Ulkus duodenum umumnya terjadi pada kelompok usia yang jauh lebih muda dibandingkan dengan kelompok usia pada ulkus peptikum. Insidensi ulkus peptikum yang jauh lebih rendah dari pada perempuan tampaknya berkaitan dengan jenis kelamin. Beberapa obat tertentu seperti aspirin, alkohol, idometasin, fenilbutazon, dan kortikosteroid mungkin memiliki efek langsung dengan mukosa lambung dan menyebabkan terbentuknya ulkus. Bila benar demikian, maka mungkin disebabkan oleh rusaknya salah satu sawar pelindung dalam lambung. Minuman yang mengandung alkohol dan kafein dapat menyebabkan rangsangan pembentukan asam, oleh sebab itu sebaiknya dihindari. Kebanyakan ulkus peptikum terjadi menghilir dari sumber sekresi asam. Lebih dari 90% ulkus duodenum terletak pada dinding arterior atau posterior bagian pertama duodenum, dalam 3cm dari cincin pilorus, walaupun ulkus peptikum dapat terjadi di seluruh tempat di lambung, 90% terletak di kurvatura minor dan daerah kelenjar pilorus. Sekitar 40 hingga 60% penderita ulkus mengalami riwayat penyakit ulkus dalam keluarga. Alasan yang mungkin adalah faktor genetik atau penularan infeksi H. Pylori dalam keluarga. Individu dengan golongan darah O nampaknya lebih rentan untuk menderita ulkus duodenum. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA peningkatan H.pylori diperkuat oleh sel epitel yang membawa antigen golongan darah O (Cotran dkk.,1999)

Sejumlah penyakit rupanya dapat menyebabkan ulkus peptikum, yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronis, hiperparatiroidisme, dan sindrom zollinger-Ellison. Fungsi Stringfer pilorus yang abnormal dapat mengakibatkan terjadinya refluks empedu dan dianggap sebagai sewatu mekanisme patogenik dalam timbulnya ulkus peptikum. Empedu mengganggu sawar mukosa lambung menyebabkan terjadinya gastritis dan eningkatan kepekaan terhadap pembentukan ulkus. Mukosa yang rusak akhirnya menggalami erosi dan dicerna oleh asam dan pepsin.
D. Hematemesis Melena

1.

Hematemesis Hematemesis adalah muntah darah, biasanya perdarahan ini berasal dari saluran makanan bagian atas (esophagus hingga ligamnentum treitz (sekitar duodenum)). Hematemesis biasanya disebabkan oleh lesi yang berada di proksimal sambungan duodenum-jejenum. Warna darah pada hematemesis tergantung pada lamanya kontak antara darah dengan asam lambung, konsentrasi asam lambung yang bercampur darah dilambung, serta besar kecilnya perdarahan. Perdarahan yang dimuntahkan segera berwarna kemerahan, sedangkan darah yang dimuntahkan agak lama didalam lambung maka warnanya menjadi merah tua, abuabu atau hitam. Darah yang telah lama didalam lambung saat dimuntahkan berbentuk endapan bekuan darah yang terlihat sebagai ampas kopi. Gambaran Diagnostik pada hematemesis : a. Trauma selama muntah (sindrom Mallory-Weiss), merupakan muntah darah berwarna merah terang yang biasanya didahului dengan muntah yang normal tetapi sangat kuat. b. Ulkus gaster Ulkus gaster sering kali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan perdarahan dalam kecil, disertai darah, dan terdapat riwayat penyakit ulkus peptikum.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA c. Fistula aortoduodenum Fistula aortoduodenum berupa hematemesis masif serta perdarahan per nektal. Dari ketiga gambaran tersebut 30-40% hematemesis adalah akibat adanya ulkus peptikum. 2. Melena Melena merupakan bentuk feses yang berwarna hitam seperti ter. Pada

10

keadaan hematemesis dapat juga terjadi melena, akan tetapi pada keadaan melena tidak menyertai hematemesis. Perdarahan pada melena berasal dari esophagus, lambung atau duodenum, tetapi karena perjalanan isi usus lama, maka perdarahan dari jejunum, ileum bahkan kolon asenden dapat juga menyebabkan melena. Untuk terjadi melena, perdarahan yang terjadi diperlukan sekitar 60 ml. Warna hitam pada feses berasal dari kontak darah dengan asam lambung yang membentuk hematin. Feses akan berbentuk seperti ter, agak lengket dan berbau khas. Untuk terjadi melena darah harus berada di dalam usus selama 8 jam. 3. Hipovolemia Hipovolemia merupakan kehilangan cairan tubuh isotonic, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah relative sama (Sylvia & Lorraine , 2003). Penurunan volume cairan lebih cepat terjadi jika kehilangan cairan tubuh yang abnormal disertai dengan penurunan asupan oleh sebab apapun. Penyebab kekurangan volume cairan isotonic paling sering adalah kehilangan sebagian dari cairan sekresi harian saluran cerna (total 8 L/ hari). Kehilangan sekresi saluran cerna dalam jumlah yang bermakna dapat terjadi pada muntah berkepanjangan, penyedotan nasogastrik, diare berat, fistula, atau perdarahan. Konsentrasi natrium pada cairan ini tinggi, sehingga kehilangan cairan ini akan menyebabkan terjadinya kombinasi kekurangan natrium dan air. Sekresi lambung juga mengandung ion kalium dan hydrogen dalam jumlah besar, maka kekurangan volume seperti ini sering disertai alkalosis metabolic dan hipokalemia. Keluarnya sekresi dari saluran cerna bawah, yang mengandung banyak bikarbonat selain natrium dan kalium, sering mengakibatkan terjadinya deficit volume cairan yang disertai dengan asidosis metabolic dan hipokalemia. E. Penatalaksanaan Medis Peptic Ulcer Tujuan dari penatalaksaan medis yang diberikan kepada pasien dengan peptic ulcer yaitu untuk menetralisir asam, menghambat sekresi asam, mengurangi aktivitas pepsin

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA dan HCl, membasmi H. Pylory dari saluran pencernaan, dan untuk melindungi barier mukosa. Kriteria keberhasilan dari terapi medis yang diberikan yaitu penurunan rasa sakit, klien mengkonsumsi makanan yang telah disarankan dan melaporkan intoleransi

11

terhadap beberapa makanan, mengikuti jadwal pengobatan, dan dapat mengidentifikasi stressor dan memiliki cara untuk mengatasinya. Terdapat beberapa penatalaksanaan medis yang dapat diberikan kepada pasien dengan peptic ulcer, yaitu obat antibacterial, agen hyposecretory, mucosal barrier fortifiers, dietary management. Berikut penjelasan dari masing-masing terapi medis yang akan dilakukan. 1. Obat Antibacterial Obat ini berfungsi untuk membunuh H.pylory dari saluran pencernaan yang menggunakan regimen. Regimen tersebut mengandung clarithromycin 250 mg, metronidazole 250 mg, dan omeprazole 20 mg. Obat ini digunakan dalam jangka waktu 1 mingggu, namun terdapat beberapa orang yang menggunakannya lebih dari 1 minggu. 2. Agen Hyposecretory a. H2 receptor antagonist Agen ini mencegah sekresi histamin di lambung. H2 receptor antagonis memiliki beberapa macam jenis, yaitu cimetidine yang berfungsi untuk menghambat asam lambung dengan menghalangi histamin reseptor pada sel parietal. Efek sampingnya adalah demam ruam, sakit kepala, pusing, mengantuk, kebingungan, hipotensi, diare, neutropenia, ginecomastia, impoten. Hal yang harus diperhatikan perawat yaitu monitor status mental, dalam waktu 1 jam setelah mengkonsumsi cimetidine tidak boleh mengkonsumsi antasida, minum sebelum tidur, lanjutkan pengobatan paling tidak 8 minggu. Kedua, ranitidine yang berfungsi sama dengan cimetidine. Efek samping dari agen ini yaitu mual, konstipasi, bradycardia, peningkatan enzim liver, dan sakit kepala. Implikasi keperawatannya adalah berikan antacid 1 jam sebelum atau 2 jam setelah raniditine, dan hati-hati jika digunakan pada klien dengan gangguan ginjal. Ketiga, famotidine, aksi yang ditimbulkan sama dengan cimetidine. Efek samping yang ditimbulkan yaitu sakit kepala, diare, konstipasi, mual, flatus, peningkatan urea nitrogen dan kreatinin di dalam darah, dan ruam. Implikasi keperawatannya yaitu tidak boleh

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

12

digunakan lebih dari 8 minggu tanpa order dari dokter, diberikan bersamaan dengan antasida, dan diminum sebelum tidur. Keempat, nizatidine. Aksi yang ditimbulkannya sama dengan cimetidine. Efek samping yang ditimbulkan yaitu diaare, ruam, bronkospasme, mengantuk, nyeri sendi, berkeringat. Implikasi keperawatan yang harus diperhatikan yaitu diminum 1 kali sebelum tidur, boleh diminm 2 kali, monitor tinja yang dikeluarkan, dan jangan berikan antacids dalam waktu 1 jam setelah mengkonsumsi nizatidine. Agen ini diberikan dalam waktu 4-8 minggu. b. Prostaglandin analogs Prostaglandin adalah hormon jaringan lokal yang dibentuk dari asam lemak esensial. Jenis prostagladin, yaitu E1 dan E2 dapat menghambat sekresi lambung. Salah satu obat yang termasuk prostaglandin analogs yaitu misoprostol. Fungsinya yaitu untuk menurunkan sekresi asam lambung, dan menstimulasi produksi mukosa cytoprotective. Efek samping yang ditimbulkan adalah diare, mual, ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala, pusing. Obat ini tidak bisa digunakan pada ibu hamil karena dapat menstimulasi kontraksi uterus. obat ini dianjurkan diberikan pada klien dengan peptic ulcer dan sedang menjalani pengobatan aspirin atau obat nonsteroid anti inflamasi. c. Anticholinergic Sekresi asam lambung dan motilitas lambung yang meningkat dapat dicegah dengan pengurangan stimulasi vagal. Anticholinergic akan mneghambat kerja dari asetilkolin pada otot, sehingga terjadi pengurangan motilitas lambung dan menghambat sekresi lambung. Selain itu Anticholinergic juga memperlama waktu pengosongan lambung sehingga memperpanjang efek dari makanan dan antasida. Hal ini menimbulkan rasa kenyang pada pasien. Fungsi lainnya yaitu untuk meredakan rasa nyeri dengan meredakan penyebab distress lambung oleh kejang lambung dan hiperperistaltis. Obat ini diberikan 1 jam setelah makan, dan efeknya akan terasa 4-5 jam setelahnya. Kontra indikasi dari Anticholinergic yaitu klien dengan perdarahan, pyloric obstruksi, glaucoma, urinary retention, achalasia/asthma. Salah satu jenis obat dari Anticholinergic yaitu dicyclomine hydrochloride. Obat ini akan

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA mencegah sekresi asam lambung dalam jumlah tingggi. Efek sampingnya yaitu sakit kepala, palpitasi, pusing, konstipasi, paralisis ileus, retensi urin, mulut kering. Berikan setengah jam sebelum makan dan saat waktu tidur. d. Proton Pump Inhibitor Proton pump inhibitor berfungsi untuk menurunkan sekresi asal

13

lambung. Dosis yang diberikan yaitu 20 mg sehari dalam waktu 4-8 minggu., paling baik diminum pada waktu sarapan. Didalam lambung, proton pump inhibitor akan bereaksi yang menyebabkan terhalangnya sifat ireversible dari H+, K+ -Atase. Salah satu jenis proton pump inhibitors yaitu omeprazole (prilosec). Efek samping dari omeprazole yaitu sakit kepala, diare, mual, muntah. Pada pemakaian dalam jangka waktu panjang berpotensi menyebabkan kanker lambung. e. Antasida Antasida digunakan untuk mengurangi kesaman. Antasida efektif digunakan untuk waktu yang panjang. Obat ini diminum secara oral 1 jam setelah makan, dan sebelum tidur dengan tujuan menjaga pH lambung antara 3-3,5. Saat meminm antasida, disarankan untuk dihansurkan dengan air untuk memastikan antasida masuk kedalam lambung dan tidak mudah larut saat di kerongkongan. Terdapat beberpa jenis dari antasida, yaitu: 1) Alumunium hidrosida: berfungsi sebagai penetralisir asam di saluran pencernaan. Efek samping yang ditimbulkan yaitu konstipasi, anorexia, obstruksi usus halus, dan hypophosphatemia. Berikan alumunium hydroxida 1 jam atau 2 jam setelah makan dan jangan berikan H2 reseptor antagonis dalam jangka waktu 1-2 jam setelah konsumsi alumunium hidroksida atau tertracy cline. Kocok suspensi sebelum diminum, dan jika berbentuk tablet minum dengan air. Kontraindikasinya yaitu digunakan dalam jumlah yang besar pada pasien dengan sodium restricted diets karena mengandung garam. 2) Magnesium oksida: beerfungsi untuk meningkatkan pH lambung untuk mengurangi aktivitas pepsin, serta memperkuat barier mukosa lambung dan esophageal sphyncter tone. Efek samping yang ditimbulkan dari obat ini yaitu diare, mual, dan hypermagnesema. Kontra indikasi dari obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi diare, hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan alumunium

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA atau produk kombinasinya. Selama 1-2 jam, pasien tidak boleh

14

mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric coated tablets. 3) Kombinasi alumunium-magnesium: aksi yang ditimbulkan sama dengan magnesium oksida. Efek sampingnya yaitu konstipasi ringan atau diare. Kontra indikasi dari obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi diare, hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan alumunium atau produk kombinasinya. Selama 12 jam, pasien tidak boleh mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric coated tablets. 4) Kalsium karbonat: fungsi yang dimilikinya sama dengan magnesium oksida, dan kombinasi alumunium-magnesium. Efek samping yang ditimbulkan yaitu konstipasi, distensi lambung, peningkatan hyperacidity, hypercalsemia, dan hypophosphatemia. Kontra indikasi dari obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi diare, hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan alumunium atau produk kombinasinya. Selama 1-2 jam, pasien tidak boleh mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric coated tablets. Obat ini juga tidak boleh dikonsumsi dengan susu. 3. Mucosa barrier fortifiers Mucosa barrier berfungsi mencegah ion hidrigen berdifusi kembali kedalam mukosa lambung. Selain itu, mucosa barrier fortifiers juga akan menstimulasi sekresi mukus ikut berperan dalam penyembuhan peptic ulcer. mucosa barrier fortifiers akan membentuk kompleks protein yang melapisi dan menjadi mantel pelindung. Fungsinya yaitu untuk mneghalangi aksi dari asam dan pepsin. mucosa barrier fortifiers dikonsumsi 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur. Dalam jangka waktu 30 menit pasien tidak boleh mengkonsumsi antasida. Contoh dari mucosa barrier fortifiers yaitu sulfacrate. Efek samping yang ditimbulkan yaitu pusing, konstipasi, mengantuk, mual, dan ketidaknyamanan lambung. Sulfacrate paling baik dikonsumsi saat perut masih kosong, yaitu 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur. 4. Manajemen Diet Pada pasien dengan peptic ulcer dan menyebabkan hematemesis melena, hindari makanan yang dapat meningkatkan keasaman lambung. Keasaman

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA lambung dapat memperparah kondisi peptic ulcer yang dimiliki pasien. Hindari makanan yang menyebabkan peningkatan keasaman lambung, seperti kopi, alkohol, dan susu. F. Penatalaksanaan Komplikasi Peptic Ulcer: Hemoragi Komplikasi dari peptic ulcer, yaitu hemoragi ditandai dengan timbulnya hematemesis (muntah yang mengandung darah) dan melena (terdapatnya darah pada

15

feses), seperti yang ditemui dalam kasus. Intervensi yang diberikan untuk pasien dengan komplikasi hemoragi bertujuan untuk mengobati syok hipovolemic, mencegah dehidrasi, dan keseimbangan eletrolit, dan menghentikan pendarahan. Berikut tindakan yang dilakukan kepada pasien dengan komplikasi dari peptic ulcer: hemoragi. 1. Pemasangan NGT NGT (Nastro Gastric Tube) adalah sebuah tabung fleksibel yang dimasukkan melalui hidung, kemudian melewati esophagus, menuju lambung dan usus halus. NGT memiliki beberapa lubang di bagian ujungnya yang berfungsi untuk menarik material yang ingin dikeluarkan dari dalam lambung. Pemasangan NGT yang dilakukan pada pasien ini bertujuan untuk mengkaji rentang perdarahan, untuk mencegah dilatasi lambung, dan menyalurkan cairan dengan suhu ruangan untuk mengeluarkan darah dari gastrointestinal atas. Selang nasogastrik atau selang pendek yang digunakan yaitu selang levin, selang gastrik sump, selang nuriflex, selang moss, dan selang sengstakenblakemore. a. Selang Levin Levin tube terbuat dari karet atau pun plastik dan hanya memiliki 1 lumen saja. Panjangnya yaitu 106,5-127 cm. Pada bagian ujung dari levin tube memiliki lubang. Selang ini digunakan pada orang dewasa untuk menghilangkan cairan dan gas dari saluran gastrointestinal atas. Fungsinya untuk mendapatkan spesimen isi lambung, memberikan obatobatan dan makanan secara langsung ke dalam saluran gastrointestinal.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

16

b.

Selang Gastrik Sump Tipe nasogastrik tube ini terbuat dari plastik dan merupakan selang nasogastrik radiopaque. Selang sump memiliki dua lumen, satu lumen berfungsi untuk suction dan drainase, sedangkan satu lumen yang lain berfungsi untuk ventilasi. Selang sump

memiliki lumen penghisap (blue pigtail). c. Selang Moss Selang Moss, memiliki panjang 90 cm. Selang ini memiliki tiga lumen. Selang moss akan dibenamkan dalam lambung dengan mengembangkan balon. Kateter dekompresi mengaspirasi esofagus dan lambung sebagai lavase. Lumen ketiga digunakan sebagai lumen pemberi makanan ke duodenal. d. Selang nuriflex Selang nuriflex memiliki panjang 76 cm dengan ujung pemberat air raksa untuk memudahkan pemasukkan. Selang nuriflex dilumasi dengan pelumas hidromer. e. Selang Sengtaken-Blakemore (S-B) Selang S-B mempunyai tiga lumen dengan dua balon. Satu lumen digunakan untuk mengembangkan balon esofagus. Selang harus di klem untuk menjamin tekanan yang telah diatur. Lumen ketiga digunakan untuk lavase lambung dan memantau perdarahan. Berdasarkan penjelasan tersebut, jenis selang nasogastrik yang dapat digunakan yaitu selang gastrik sump. Pemasangan NGT diindikasikan kepada pasien yang tidak sadar, dengan masalah saluran pencernaan atas, misalnya stenosis esofagus, tumor mulut/faring/esofagus, pasien dengan kesulitan menelan, pasien paska bedah mulut, faring atau esofagus, pasien yang mengalami hematemesis. Berlawanan dengan hal tersebut, pemasangan nasogastric tube tidak dianjurkan kepada pasien dengan beberapa kondisi, yaitu:

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA a. b. c.

17

Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa skull fracture. Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion yang juga beresiko esophageal penetration. Klien yang koma juga berpotensi mengalami vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan NGT. Pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT.

d.

Pasien dengan gastric bypass surgery, yaitu pasien memiliki kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan. Konstruksi bypass adalah memotong lambung ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang menyebabkan malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori dan nutrisi.

2.

Prosedur Pemasangan NGT Sebelum memasang NGT kepada pasien, persiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang dibutuhkan. alat dan bahan yang dibutuhkan, yaitu NGT dengan nomor tertentu sesuai dengan usia klien, jelly yang larut dalam air, tongue spatel, sarung tangan, spuit ukuran 50-100 cc, stetoskop, handuk, tisu, dan bengkok. Kemudian, prosedur pemasangan NGT dapat dilakukan mengikuti prosedur berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya Dekatkan alat-alat ke klien Cuci tangan Atur posisi klien dalam posisi high fowler Pasang handuk pada dada klien dan tisu Cek kondisi lubang hidung klien, perhatikan adanyasumbatan Kenakan sarung tangan Untuk mennetukan insersi NGT, instruksikan klien untuk rileks dan bernapas secara normal dengan menutup salah satu hidung. Kemudian ulangi pada lubang hidung lainnya. i. Ukur panjang tube yang akan dimasukkan dengan metode: 1) 2) Metode tradisional: ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga dan ke processus xipoideus di sternum. Metode hanson: tansai 50 cm pada tube, kemudia lakukan pengukuran dengan metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan antara 50 cm dengan tanda tradisional.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA j. k. l. Beri tanda pada panjang selang yang sudah diukur dengan plester. Olesi jelly pada NGT 10-20 cm.

18

Informasikan kepada klien bahwa selang akan dimasukkan dan instruksikan klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi. Lalu masukkan selang melalui lubang hidung yang telah ditentukan.

m. n.

Bila selang telah melewati nasofaring (kira-kira 3-4 cm), instruksikan klien untuk menekuk leher dan menelan. Jika sudah selesai memasang NGT, periksa letak selang dengan cara: 1) Pasang spuit, yang telah ditarik pendorongnya pada angka 10-20 ml udara, pada ujung NGT. Letakkan stetoskop pada daerah gaster. Kemudian suntikan spuit tersebut. jika pada auskultasi terdengar suara hentakan udara, berarti selang NGT masuk ke dalam lambung. 2) 3) Aspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung dengan menggunakan spuit. Masukkan ujung bagian luar selang NGT ke dalam mangkok yang berisi air. Jika ada gelembung udara berarti masuk ke dalam paru-paru. Jika tidak ada gelombang udara, berarti masuk kedalam lambung.

o. p. q. r. 3.

Fiksasi selang NGT dengan plester dan hindari penekanan pada hidung. Tutup ujung luar NGT. Bila tidak ada, penutup dapat di klem. Evaluasi klien detelah terpasang NGT Rapihkan alat-alat, cuci tangan. Dan dokumentasikan hasil tindakan ini pada catatan perawatan.

Pemberian Terapi Intravena Infus intravena adalah salah satu metode umum pemberian cairan, nutrisi, dan pengobatan untuk pasien serta intravena solution merupakan satu-satunya sumber makanan dan cairan untuk banyak pasien akut. (Kozier & Erb, 1982). Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi. Pada pasien dalam kasus ini, pasien mengalami kekurangan cairan dan elektrolit akibat hematemesis melena. Cara yang dapat dilakukan untuk mengganti cairan yang hilang yaitu dengan memberikan terapi intravena. Jenis infus set yang digunakan dalam pemasangan terapi intravena ada dua yaitu makro drip dan mikro

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

19

drip. Kedua jenis infus set ini memiliki jumlah tetes atau faktor tetes yang berbeda per ml. a. b. Makro drip: 20 tetes/cc Mikro drip: 60 tetes/cc

Rumus yang digunakan untuk mengitung jumlah tetesan cairan yang dibutuhkan pasien permenit yaitu: Volume cairan yang dibutuhkan (ml) x jumlah tetesan/ml (faktor tetes) Waktu pemberian infus yang diperlukan dalam menit Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh terus-menerus selama periode tertentu. Berikut jenis-jenis larutan infus: a. Cairan isotonis, yaitu cairan dengan osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau membengkak. Contohnya saline normal (0,9% natrium klorida), larutan ringer lactate. b. Cairan hipotonik, yaitu cairan yang bertujuan untuk menggantikan cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Pada saat-saat tertentu, larutan natrium hipotonik digunakan untuk mengatasi hipernatremia dan kondisi hiperosmolar yang lain. Contohnya salin berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%), salin 0,33%, atau dekstrosa 2,5% dalam air) c. Cairan hipertonik, yaitu dekstrosa 5% dalam salin 0,45%, dekstrosa 5% dalam salin normal, atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat yang diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia dalam konsentrasi osmolar yang lebih tinggi daripada CES. Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi. Pada terapi intravena awal, pasien ini dapat diberikan cairan isotonis ringer laktat. Tipe dan jumlah cairan infus selanjutnya akan ditentukan oleh jumlah kehilangan cairan, manifestasi klinis yang ditunjukkan klien, dan hasil

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

20

laboratorium tentang Hb, hematokrit, dan elektrolit. Infus cairan ditingkatkan jika tekanan darah gagal naik atau mengalami penurunan.
4.

Penatalaksanaan lainnya Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan kepada pasien peptic ulcer dengan komplikasi hemoragi, yaitu menambahkan kekurangan volume darah. Tujuannya untuk mencapai kadar hemoglobin dan trombosit yang hilang karena pendarahan pada hematesis melena. Indikasi dilakukannya transfusi darah yaitu Hb menunjukkan kurang dari 7 g/dl atau trombosit kurang dari 30.000/mm , transfusi tidak diberikan walaupun angka trombosit telah menunjukkan 5.000/mm asal tidak terjadi perdarahan atau pada penyait lain, misalnya pada purpura trombositopenik idiopatik (ITP) trombost akan meningkat dengan steroid. Transfusi darah dapat diberikan melalui intravena (dibuat dua jalur, satu untuk cairan, satu untuk darah). Selain itu, jaga waktu istirahat pasien. Pasien harus beristirahat beberapa hari setelah perdarahan. Tindakan lainnya yaitu jaga pH lambung antara 5,5 sampai 7. Untuk menjaga pH pada rentang tersebut, berikan H2 reseptor natagonis melalui intravena selama 4 hari. Jangan berikan antikolinergik, berikan antasida selama 1 minggu sebagai komplemen H2 reseptor antagonis. Berikan antasida 1 jam sebelum atau 2 jam setelah H2 reseptor antagonis sehingga antasida tidak mengganngu penyerapan obat. Jika perdarahan telah berlangsung selama 24 jam, ini berarti telah terjadi perforasi atau obstruksi. Pada kondisi ini, tindakan pembedahan direkomendasikan untuk dilakukan. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati perdarahan dapat dilakukan dengan Multipolar Electrocoagulation (MPEC) atau Heater Probe Therapy. MPEC adalah suatu terapi pengobatan lesi yang mengalami perdarahan dengan menggunakan bipolar electric. Sedangkan Heater Probe adalah terapi dengan meghantarkan panas secara langsung ke area lesi.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA BAB III PEMBAHASAN

21

Kasus
Pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnose medis hematemesis melena ec peptic ulcer. Saat ini pasien masih terpasang Nasogastric Tube (NGT) dengan drainage darah sejumlah 400cc/5 jam. TTV= TD= 90/60 mmHg. Kesadaran compos mentis. Infuse terpasang di tangan kiri sejak 2 hari yang lalu. Pasien ada perencanaan pemeriksaan lab untuk evaluasi masalah cairan terkait perdarahan yang muncul. Pasien juga mendapatkan terapi pengobatan untuk masalah perdarahannya.

Pembahasan Kasus
Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa di mana saja di sepanjang saluran gastrointestinal. Biasanya terdapat di lambung yang dikenal sebagai ulkus gaster dan di duodenum yaitu ulkus duodenum. Lebih sering ulkus ini 90% terdapat di kurvaturo minor dan kelenjar pylorus. Penyebab ulkus peptikum ada dua yaitu: 1. Penurunan produksi mucus Lapisan mucus lambung yang tebal dan liat merupakan pertahanan terhadap autodigesti. Dalam keadaan normal, mukosa ini mengalami sedikit difusi ion [H+] dari lumen ke dalam darah. Padahal terdapat selisih konsentrasinya sangat besar (pH asam lambung 1,0 sedangkan pH darah 7,4). Penyebab utama penurunan produksi mucus karena adanya infeksi bakteri H.pylori yang membuat koloni pada sel-sel penghasil mucus di lambung dan duodenum. Bakteri ini 90% terdapat pada ulkus duodenum dan 70% pada ulkus gaster. Penyebab penurunan mucus yang lain adalah adanya destruksi sawar mukosa, hal ini disebabkan penggunaan obat anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), alcohol, dan aspirin yang menyebabkan iritasi dinding mukosa. Iritasi ini menghambat perlindungan prostaglandin, sehingga dapat merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik HCL yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Histamine yang dikeluarkan oleh prostaglandin yang tidak terlindungi merangsang sekresi asam dan pepsin lebih banyak dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan protein plasma bisa hilang. Lalu mukosa kapiler rusak mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan. 2. Peningkatan produksi asam di lambung dan yang disalurkan ke usus

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

22

Pada duodenum pertahanannya terletak pada kelenjar brunner. Kelenjar brunner adalah kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus yang memproduksi secret mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan kental yang berfungsi untuk menetralkan kimus asam. Perpindahan kimus dari lambung ke usus yang sangat cepat mengakibatkan rusaknya kelenjar brunner ini, sehingga kelenjar ini tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai buffer. Cepatnya perpindahan isi lambung menuju usus akibat peningkatan sekresi gastrin. Gastrin merupakan hormone lambung yang mempengaruhi stimulasi asam. Pengkonsumsian obat anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), aspirin, alcohol dan lain-lain yang berhubungan dapat meningkatkan sekresi gastrin juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi asam yang berlebih. Setelah terjadinya ulkus pada lapisan mukosa lambung dan duodenum asam yang berlebih pada lambung merangsang mual melalui saraf parasimpatis yang melalui saraf vagus menuju ke otak dan merangsang medulla oblongata untuk mereaksikan muntah. Pada saat terjadinya hematemesis tersebut dapat berbarengan dengan melena (feses berwarna hitam). Melena ini terjadi karena adanya perdarahan di bagian duodenum, jejunum, ileum, bahkan kolon asendens. Untuk terjadinya melena minimal diperlukan perdarahan dalam usus sebesar 60 ml, dan darah tersebut harus berada dalam darah selama 8 jam. Warna hitam yang dihasilkan berasal dari kontak darah dengan asam lambung yang membentuk hematin. Feses ini akan berbentuk seperti te, agak lengket dan berbau khas. Ringkasan Secara singkat hubungan diantara hematemesis melena dengan hipovolemia adalah disaat terjadi ulkus peptikum di gastrointestinal yaitu di lambung dan di duodenum yang mengakibatkan perdarahan dan terdapat erosi arteri atau vena maka dapat menyebabkan terjadinya mual akibat asam lambung yang meningkat karena jaringan mukosa yang rusak dan teriritasi sehingga asam lambung bercampur dengan darah sehingga menimbulkan kontraksi otot diafragma yang mengirim impuls rasa ingin muntah ke pusat muntah pada otak yaitu di medulla oblongata. Setelah itu, muntahan akibat adanya ulkus berupa hematemesis (muntah darah), terjadinya hematemesis dapat berbarengan dengan melena (feses berwarna hitam). Apabila perdarahannya yang dialami lambat maka akan menimbulkan anemia hipokromik-mikrositik, sedangkan apabila perdarahannya hebat dapat menimbulkan gejala syok. Syok yang berkaitan dengan komplikasi hematemesis adalah syok hipovolemik.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

23

Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan, serta dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Karena menurunnya volume intraventrikel sehingga aliran balik vena juga menurun dan mempengaruhi cardiac output. Cardiac output ini dipengaruhi oleh kecepatan denyut jantung dan isi sekuncup, penurunan aliran balik vena menurunkan volume isi sekuncup sehingga pada saat preload tekanan darah menjadi rendah. Syok ini mengindikasi terjadinya hipovolemik pada kasus hematemesis. Saat perdarahan hebat yang menimbulkan syok dan mual lalu memutahkan hasilnya yaitu hematemesis, terjadi penurunan asupan dari proses pencernaan. Seperti yang telah disebabkan bahwa hipovolemik terjadi paling sering karena kehilangan volume isotonic dari saluran cerna seperti salah satu contohnya muntah berkepanjangan dan perdarahan. Hal ini dapat mengakibatkan hipovolemik karena adanya kandungan natrium yang banyak pada ekskresi cerna. Oleh karena tidak adanya asupan yang baik dari luar maka seorang penderita hematemesis melena diberikan infuse intravena sebagai sumber makanan dan cairan, dimana pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi. Drainage darah yang dikeluarkan pasien adalah 400cc/5jam, kurang lebih sekitar 1,3 cc/menit. Dari perhitungan rumus yang ada, per menitnya pasien membutuhkan 78 tetes cairan, sehingga pasien dipasang jenis infuse mikrodrip dan cairan infusnya berupa cairan isotonic karena cairan yang keluar juga berupa cairan isotonic, dan juga konsentrasi natrium didalamnya 0,9 % dan cairan ini osmolalitasnya mendekati cairan ekstraseluluer. Pemberian terapi intavena ini adalah tahap awal untuk pemberian asupan. Selain itu, pada kasus dijelaskan pasien direncanakan untuk pemeriksaan lab untuk mengevaluasi masalah cairan. Hasil laboratorium tentang Hb, hematokrit, dan elektrolit mempengaruhi untuk pergantian tipe dan jumlah cairan infus. Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan kepada pasien peptic ulcer dengan komplikasi hemoragi, yaitu menambahkan kekurangan volume darah. Tujuannya untuk mencapai kadar hemoglobin dan trombosit yang hilang karena pendarahan pada hematesis melena. Indikasi dilakukannya transfusi darah yaitu ketika hasil lab yang akan direncanakan memperlihatkan Hb kurang dari 7 g/dl atau trombosit kurang dari 30.000/mm , transfusi tidak diberikan walaupun angka trombosit telah menunjukkan 5.000/mm. pada transfuse darah ini dapat

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA

24

diberikan secara intavena, dan dibuat dua jalur, yang satu untuk cairan dan yang satu lagi untuk darah. Selain itu, pada kasus juga disebutkan bahwa pasien terpasan Nasogastric Tube (NGT), pemasangan NGT pada pasien, karena adanya indikasi syok hipovolemik, dan perdarahan. Pemasangan NGT ini bertujuan untuk mengkaji rentang perdarahan, untuk mencegah dilatasi lambung, dan menyalurkan cairan dengan suhu ruangan untuk mengeluarkan darah dari gastrointestinal atas.

HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Hematemesis melena adalah salah satu kondisi yang dialami oleh klien dengan peptic ulcer. Peptic ulcer atau ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai bawah epitel. Ulkus peptikum terbagi menjadi dua yaitu ulkus gastrik dan ulkus duodenum. Ulkus gastrik terjadi di lambung, sedangkan ulkus

25

duodenum terjadi di usus halus bagian usus dua belas jari. Penyebab dari ulkus peptikum adalah aktifitas pencernaan peptik oleh getah lambung. Selain itu terdapat penyebab lainnya, yaitu akibat bakteri H. Pylori, penyebab sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik, serta stress. Pada klien dengan ulkus peptikum, terjadi penurunan produksi mukus yang disertai dengan peningkatan produksi asam. Dengan begitu permukaan lambung tidak lagi terlindungi dan asam lambung akan mencerna lapisan lambung. Jika sudah sampai memecah pembuluh darah akan terjadi perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan hematemesis melena. Hemastemesis adalah muntah darah, sedangkan melena adalah pembuangan fekal yang berwarna hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah berubah bentuk. Kondisi klien dengan hematemesis melena dapat mengakibatkan klien mengalami syok hipovolemik. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian terapi intravena, pemasangan NGT, serta pemberian obat-obatan, seperti H2 reseptor antagonis dan antasida. B. Saran Hematemesis melena adalah suatu tanda seseorang sedang mengalami suatu gangguan pada sistem pencernaannya. Perawat harus memperhatikan hal tersebut untuk segera menetapkan diagnosis yang mendukung, memberikan intervensi keperawatan dan penatalaksanaan medis yang akan memperbaiki kondisi klien. kondisi hematemesis melena, klien akan mengalami syok hipovolemik. Perawat harus memperhatikan keadekuatan jumlah cairan yang harus diberikan untuk memulihkan kembali kondisi klien.

You might also like