You are on page 1of 7

Barang sederhana itu ternyata membukajalan bagi penemuan besar.

Andre Geim dan Konstantin Novoselov sedang mencari akal bagaimana mengambil contoh material dari grafit, bahan yang biasa dipakai untuk pensil. Kedua ilmuwan kelahiran Rusia itu sedang berupaya menengok lapisan paling tipis dari grafit sampai pada ikatan atom-atom karbonnya. Mereka pun mencoba memakai selotip buatan pabrik 3M (Scotch tape) yang sudah terkenal daya lekatnya itu. Selotip besar itu ditempelkan di grafit untuk mengambil sampel serbuk-serbuk karbonnya. Dengan metode sederhana itu, keduanya kemudian menulis hasil penelitian atas lapisan ikatan atom karbon di grafit, yang dikenal dengan nama graphene, dalam jurnal Nature Materials tahun 2007. Tiga tahun kemudian, Geim dan Novoselov diganjar hadiah nobel bidang fisika karena berhasil mengambil sampel graphene dan mempelajarinya, berkat sebuah selotip. Apa istimewanya selotip Scotch? Perangkat itu sebelumnya telah banyak membantu berbagai penelitian di laboratorium. Atas jasanya, manusia kini menemukan graphene, materi dalam bentuk lembaran paling tipis yang pernah ditemukan manusia. Tersusun atas atom karbon dalam kerangka segi enam yang berbentuk seperti sarang lebah, bila diperbesar graphene akan tampak seperti kawat kasa. Grafit sebagai bahan graphene adalah salah satu bentuk alami karbon. Satu milimeter grafit terdiri atas tiga juta lapisan graphene yang berdiri satu sama lain, tapi dalam susunan yang lemah. Itulah mengapa bahan pensil lemah, papar James Tour dari Rice Univers ity, Selasa (5/10). Namun, bila grafit itu diiris tipis-tipis menggunakan selotip hingga tersisa satu lapisan tunggal atom saja dengan metode chemical exfoliation (pengelupasan kimiawi) yang ditemukan Geim dan Novoselov enam tahun lalu, akan menjadi material yang sangat kuat. Tak ada yang lebih kuat dari selapis graphene ini, kata Tour. Meski tak lebih tebal dari sebuah atom, kekuatan graphene memang 100 kali lebih kenyal daripada baja. Sifat tipis dan kuat saja tak cukup untuk menggambarkan kelebihan material ini. Graphene memiliki sifat penghantar (konduktivitas) listrik yang tinggi, seperti halnya tembaga. Massa efektif elektronnya bernilai nol dengan pita celah energi (band gap) juga nol. Elektron-elektron di dalamnya pun bersifat relativistik, yang berarti kecepatannya tinggi. Tiga sifat elektron graphene ini membuatnya sangat cocok dipakai dalam aplikasi elektronika. Graphene juga hampir transparan, dengan persentase cahaya yang diserap hanya sekitar 2,3 persen. Ini berarti graphene bisa dipakai sebagai lapisan konduktor transparan, seperti panel sel surya. Maka, aplikasi graphene di masa datang bisa dimanfaatkan untuk membuat komputer berkecepatan tinggi, pesawat terbang dengan berat superringan, dan layar sentuh transparan.

Andre Geim (51 tahun) menyebutnya material yang bisa mengubah kehidupan manusia, seperti halnya penemuan polimer (plastik) 100 tahun lalu. Dia memiliki semua potensi untuk mengubah kehidupan Anda seperti halnya yang telah dilakukan oleh plastik. Ini benar-benar sangat menarik, kata ilmuwan yang kini mengajar di Universitas Manchester, Inggris, ini. Jadi, akankah graphene akan menggantikan peran yang telah diemban plastik di masa mendatang, mengingat ketipisan dan kekuatannya itu? Menurut Michael Strano, kimiawan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), mencoba untuk memprediksi penggunaan graphene bukan hal mudah. Kita tidak dapat membayangkan pemanfaatannya yang kini sedang dicari, ujarnya. Akan tetapi, dia dan ilmuwan lain punya beberapa harapan. Barang elektronik yang berbahan graphene membuat kerja transistor makin cepat. Transistor merupakan komponen kunci sirkuit elektronik. Ini akan menjadikan kinerja komputer menjadi lebih baik. Rangkaian elektronik yang terbuat dari graphene, bahkan dikabarkan dapat mencapai kecepatan satu terahertz (THz) atau 300400 kali kecepatan prosesor komputer Pentium 4 saat ini. Dengan sifatnya yang transparan, graphene berpotensi menggantikan bahan film oksida logam berbasis indium yang selama ini dipakai untuk layar LCD televisi dan telepon seluler. Padahal, bahan indium semakin mahal karena jumlahnya terbatas. Ini bisa menjadi solusi baru teknologi layar sentuh atau panel surya. Kekuatannya yang luar biasa dapat pula untuk membuat material komposit baru yang superkuat sekaligus superringan, yang bisa digunakan untuk bahan rancang bangun pesawat, mobil, dan satelit, tambah Komite Nobel. Belum diproduksi massal

United States Geological Survey Mineral Resources Program mencatat, pada tahun 2007 produksi grafit (sebagai bahan graphene) dunia mencapai 1,11 juta ton. Sayangnya, produksi bahan graphene secara massal belum ada sehingga belum digunakan untuk membuat produk konsumen. Kebanyakan ilmuwan mempelajarinya untuk mengetahui dasar fisikanya, kata Strano. Joseph Stros cio, fisikawan di Natio nal Institute of Standards and Technology, mem perkira kan, butuh waktu 5-10 tahun sebe lum graphene diproduksi massal. Para peneliti masih tetap mencoba mencari cara prak tis membuat graphene murni dalam jumlah banyak, seperti halnya membuat selotip. Yang jelas, produksi massal graphene tentu tak lagi memakai selotip Scotch 3M. Tapi, metode sederhana yang diganjar Nobel ini telah membuat Paolo Radaelli, profesor fisika di Universitas Oxford, heran bukan main. Dalam kondisi serba kompleks ini, dengan mesin pembentur

super, mereka bisa meraih Nobel dengan (mengelupas tipis-tipis grafit) memakai selotip, ujarnya. Selotip telah membantu Novoselov (kini 36 tahun) menjadi peraih Nobel termuda sejak 1973. ap/reuters ed: rahmad budi harto.

Penelitian Baru Menegaskan Sifat-sifat Kelistrikan yang Eksotis dari Graphene

Pertama, molekul berbentuk seperti bola soker yang dijuluki buckyball. Kemudian nanotube berbentuk silindris. Sekarang ini, materi paling menarik di dunia fisika dan nanoteknologi adalah graphene : suatu molekul datar yang luar biasa yang terbuat dari atom-atom karbon, tertata dalam cincin-cincin hexagonal yang lebih mirip dengan chicken wire (kawat kandang ayam) molekuler. Tidak hanya ini merupakan material tertipis yang dimungkinkan, tetapi ini juga 10 kali lebih kuat dari baja dan menghantarkan listrik lebih baik pada suhu kamar daripada material lain yang telah dikenal sebelumnya. Sifat-sifat ini dan sifat-sifat lain graphene yang eksotis telah menarik perhatian para ahli fisika yang ingin menelitinya, dan ahli nanoteknologi yang ingin mengeksploitasinya untuk membuat peralatan-peralatan mekanik dan elektrik baru. Terdapat dua gambaran yang membuat graphene luarbiasa, kata Kirill Bolotin, yang baru saja bergabung dengan Vanderbilt Department of Physics and Astronomy sebagai asisten profesor. Pertama, stuktur molekulnya sangat tahan terhadap kerusakan. Para peneliti harus membuatnya dengan buatan tangan untuk meneliti efek-efek yang dimilikinya. Kedua, elektron-elektron yang membawa muatan listrik berjalan jauh lebih cepat dan umumnya berperilaku seolah-olah mereka mempunyai massa yang jauh lebih kecil daripada jika mereka melewati logam-logam atau superkonduktor biasa.

Bolotin telah secara langsung terlibat dalam usaha-usaha untuk memproduksi dan mengkarakterisasi material baru yang eksotis ini sebagai mahasiswa post doktoral di laboratorium Philip Kim di Columbia University. Di dalam paper yang dipublikasikan minggu lalu di jurnal Nature, dia dan koleganya di Columbia melaporkan bahwa mereka telah mengolah untuk membersihkan graphene sehingga menunjukkan suatu fenomena elektrik yang aneh yang disebut f ractional Quantum Hall effect, dimana elektron-elektron bersama-sama beraksi menciptakan partikel-partikel baru dengan muatan listrik yang merupakan suatu fraksi dari elektron-elektron secara individual. Meskipun graphene benar-benar merupakan material kristal dimensi dua pertama yang telah ditemukan, selama bertahun-tahun para ilmuwan telah memprediksi bagaimana gas dan benda padat berdimensi dua seharusnya berperilaku. Mereka juga berhasil dalam menciptakan suatu pendekatan tertutup terhadap gas elektron berdimensi dua dengan mengikat dua semikonduktor tipis bersama-sama. Elektron-elektron membatasi di antara keduanya dan gerakan mereka

mengendalikan dimensi dua. Ketika sistem tersebut mendingin sampai kurang dari 1 derajat diatas nol absolut dan suatu medan magnetik yang kuat diaplikasikan, maka fractional quantum Hall effect muncul. Sejak para ilmuwan mengetahui bagaimana membuat graphene lima tahu lalu, mereka telah berusaha untuk mendapatkan material ini menunjukkan efek ini dan hanya sedikit sukses. Menurut Bolotin, tim Columbia mengetahui bahwa interferensi permukaan graphene adalah sumber masalahnya. Maka mereka menggunakan teknik litografi semikonduktor untuk menyingkirkan lembaran-lembaran graphene yang amat bersih antara pos-pos mikroskopis diatas permukaan chip semikonduktor. Ketika mereka mendinginkan konfigurasi ini dalam 6 derajat nol absolut dan menggunakan suatu medan magnet, graphene membangkitkan suatu quantum Hall effect yang sempurna sebagaimana diprediksi dalam teori. Cara terbaik untuk memahami efek melawan intuisi ini adalah untuk berpikir bahwa elektron-elektron di dalam graphene sebagai suatu bentukan lautan muatan yang sangat tipis. Ketika medan magnet diaplikasikan, ini membangkitkan suatu pusaran air di dalam cairan elektron. Karena elektron-elektron membawa muatan negatif, vortice ini mempunyai muatan positif. Mereka dibentuk dari muatan fraksional seperti sepertiga, setengah dan dua pertiga suatu elektron. Pembawa-pembawa muatan positif ini tertarik pada dan melekat pada elektron-elektron penghantar, menciptakan partikel quasi dengan muatan-muatan fraksional.. Memahami sifat-sifat elektrik graphene adalah penting karena tidak seperti material lainnya yang digunakan dalam industri elektronik, tetap stabil dan menghantarkan dalam skala molekuler. Sebagai akibatnya, ketika teknologi silikon terbaru mencapai batas miniaturnya yang fundamental pada tahuntahun mendatang, graphene dapat sangat baik menggantikannya.

Sementara, beberapa ahli fisika teori tertarik pada graphene untuk suatu alasan yang sangat berbeda : graphene memberikan suatu cara baru untuk menguji teori mereka. Ketika elektron-elektron bergerak melewati logam-logam biasa, mereka berinteraksi dengan medan listrik yang dihasilkan oleh pola atom-atom logam tersebut yang mendorong dan menarik mereka dengan suatu cara yang kompleks. Graphene menyebabkan elektron-elektron beraksi seolah-olah mereka mempunyai massa yang berbeda dengan elektron biasa sehingga ahli fisika menyebut ini sebagai suatu massa efektif dan menetapkannya sebagai partikel quasi, tetapi mereka berperilaku seolah-olah mereka bermassa nol. Graphene merubah elektodinamik, persamaan relativitas yang sama yang oleh para ahli fisika digunakan untuk menjelaskan perilaku partikel-partikel di dalam black hole dan aselerator partikel berenergi tinggi. Sebagai akibatnya, material baru ini mungkin memberikan peluang bagi para ahli fisika untuk melakukan eksperimen diatas meja yang menguji kebenaran model teori mereka tentang beberapa lingkungan paling ekstrim di jagat raya. __._,_.___ More information: http://www.nature.com/nature/journal/v462/n7270/full/nature08582.html

Graphene Sebagai Pengganti Teflon


30th Desember 2010, 21:57

Graphene sebagai Pengganti Teflon "Pada dasarnya ini adalah kristal sempurna setebal satu-molekul dan, mirip dengan induknya, fluorographene juga kuat secara mekanis." Para ilmuwan di Universitas Manchester telah menciptakan sebuah material baru yang dapat menggantikan atau bersaing dengan Teflon bagi ribuan aplikasi sehari-hari. Profesor Andre Geim, yang bersama dengan rekannya Profesor Kostya Novoselov telah memenangkan Hadiah Nobel 2010 untuk graphene bahan paling tipis di dunia, kini telah memodifikasinya menjadi fluorographene bahan setebal satu molekul yang secara kimia mirip dengan Teflon. Fluorographene merupakan graphene berflorinisasi dan pada dasarnya merupakan versi dua dimensi Teflon, menunjukkan sifat yang mirip termasuk kimia pasif dan stabilitas termalnya. Hasilnya dilaporkan dalam edisi online jurnal Small. Karya ini merupakan upaya besar internasional dan melibatkan pula kelompok penelitian dari China, Belanda, Polandia dan Rusia. Tim peneliti berharap bahwa fluorographene ini versi kristal yang datar dari Teflon dan secara mekanis sekuat graphene dapat digunakan sebagai versi Teflon yang tipis, ringan, dan juga berharap menemukan aplikasinya dalam elektronik, seperti untuk jenis baru perangkat LED .

Graphene, bahan setebal atom yang menunjukkan sejumlah besar sifat-sifat tidak biasa dan unik, telah menjadi pusat perhatian sejak terobosan penelitian yang dilakukan di Universitas Manchester enam tahun yang lalu. Potensinya hampir tak ada habisnya dari transistor ultra-cepat setebal satu atom untuk sensor yang dapat mendeteksi satu molekul gas beracun, dan bahkan untuk menggantikan serat karbon dalam bahan berkinerja tinggi yang digunakan untuk membangun pesawat. Profesor Geim beserta timnya telah mengeksploitasi perspektif baru tentang graphene dengan mempertimbangkannya sebagai molekul raksasa yang, seperti molekul lainnya, dapat dimodifikasi dalam reaksi kimia. Teflon merupakan rantai atom karbon berflorinisasi. Molekul-molekul panjang ini diikat bersama membentuk bahan polimer yang digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk panci memasak anti-lengket. Tim Manchester berhasil melampirkan florin untuk setiap atom karbon graphene.Untuk menjadikan fluorographene, para peneliti Manchester terlebih dahulu menjadikan kristal graphene sebagai individu dan kemudian diflorinisasi dengan menggunakan florin atom. Untuk menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk mendapatkan fluorographene dalam jumlah industri, para peneliti juga memflorinisasi bubuk graphene dan menghasilkan kertas fluorographene. Fluorographene berubah menjadi insulator berkualitas tinggi yang tidak bereaksi dengan bahan kimia lainnya dan dapat mempertahankan suhu tinggi bahkan di udara. Salah satu arah yang paling kuat dalam penelitian graphene ini telah membuka celah dalam spektrum elektronik graphene, yaitu, untuk membuat semikonduktor dari graphene metalik. Hal ini seharusnya memungkinkan banyak aplikasi dalam elektronik. Fluorographene, diketahui bisa menjadi semikonduktor bercelah luas dan secara optik bersifat transparan bagi cahaya tampak, tidak seperti graphene yang merupakan semimetal. Profesor Geim mengatakan, Kualitas elektronik fluorographene harus diperbaiki sebelum menyinggung soal aplikasinya dalam elektronik, tetapi aplikasi untuk yang lainnya siap digapai. Rahul Nair, yang memimpin penelitian ini selama dua tahun terakhir dan merupakan mahasiswa PhD yang bekerja dengan Profesor Geim, menambahkan, Sifat fluorographene sangat mirip dengan Teflon tetapi ini bukan plastik. Pada dasarnya ini adalah kristal sempurna setebal satu-molekul dan, mirip dengan induknya, fluorographene juga kuat secara mekanis. Hal ini membuat perbedaan besar bagi berbagai aplikasi. Kami berencana menggunakan fluorographene suatu penghalang terowongan ultra-tipis untuk pengembangan perangkat dan dioda pemancar cahaya. Untuk penggunaan yang lebih biasa, bisa diterapkan seperti halnya Teflon saat ini biasa digunakan, sebagai lapisan pelindung ultra-tipis, atau sebagai pengisi bahan-bahan komposit jika salah satunya perlu mempertahankan kekuatan mekanik graphene tetapi menghindari konduktivitas listrik atau opasitas optik dari suatu komposit. Produksi fluorographene dalam skala industri tidak terlihat sebagai suatu masalah selama industri bersedia terlibat mengikuti langkah-langkah yang sama dengan produksi massal graphene. Para peneliti Manchester percaya bahwa langkah penting berikutnya adalah membuat alat proof-of-concept dan mendemonstrasikan berbagai aplikasi dari fluorographene. Profesor Geim menambahkan, Tidak ada poin dalam penggunaannya jika hanya sebagai pengganti teflon. Campuran sifat graphene dan Teflon yang luar biasa ini begitu mengundang bahwa Anda tidak perlu meregangkan imajinasi dalam memikirkan aplikasi untuk dua

dimensi Teflon. Tantangannya adalah mengeksploitasi keunikan ini. Sumber Artikel: Graphene gets a Teflon makeover (manchester.ac.uk) Kredit: Universitas Manchester Referensi Jurnal: Rahul R. Nair, Wencai Ren, Rashid Jalil, Ibtsam Riaz, Vasyl G. Kravets, Liam Britnell, Peter Blake, Fredrik Schedin, Alexander S. Mayorov, Shengjun Yuan, Mikhail I. Katsnelson, HuiMing Cheng, Wlodek Strupinski, Lyubov G. Bulusheva, Alexander V. Okotrub, Irina V. Grigorieva, Alexander N. Grigorenko, Kostya S. Novoselov, Andre K. Geim. Fluorographene: A Two-Dimensional Counterpart of Teflon. Small, 2010; DOI: [list=][/list][list=][img][/img][code]

You might also like