You are on page 1of 2

Cara Pengolahan Tempe Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar

matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe dengan prinsip bioteknologi , yakni fermentasi (temasuk dalam teknologi makro). Tempe kedelai terutama dibuat di Pulau Jawa dan sudah diproduksi sangat lama. Kacang kedelai direbus sekitar 2 jam dan dibiarkan dalam air perebus tanpa api kira-kira 24 jam. Kemudian kulit bijinya dibuang dalam air perebus lagi setengah jam, lalu ditiriskan untuk didinginkan. Setelah cukup dingin dicampur bibit tempe dan dibentuk menjadi lempengan-lempengan tipis, dibungkus daun pisang atau dalam kantung plastik. Kalau menggunakan kantung plastik, diberi lubang-lubang agar panas dapat keluar dengan uap air yang terjadi. Tempe dibiarkan mengalami fermentasi selama 24 jam lagi. Maka terjadilah hasil olah tempe yang diliputi benang-benang jamur secara merata dan telah siap untuk dipasarkan dan dikonsumsi. Jamur yang dipergunakan adalah Ryzopus oligoporus atau Ryzopus oryzae. Jamur ini mengadakan fermentasi yang mengolah atau memecah karbohidrat secara biokimiawi. Selain memberikan tekstur yang menyerupai spons, mikroba ini mengadakan juga perubahan pada berbagai zat gizi bahan makanan sehingga meningkatkan nilai gizinya. Terutama zat gizi karbohidrat mengalami perubahan, selain alkohol, juga gas CO2 yang membuat makanan berlubang-lubang yang memberikan tekstur menyerupai spons tersebut. Amilum mula-mula di hidrolisa menjadi monosakarida glukosa, untuk dipecah lebih lanjut, menghasilkan CO2 dan alkohol, serta energi yang diperlukan untuk mikroba tersebut hidup dan tumbuh. Amilum Glukosa Asam piruvat Alkohol, CO2 + Energi Proses fermentasi Campuran untuk pembuat tempe dapat ditambah tepung atau ampas tahu agar pertumbuhan jamur lebih baik. Tempe demikian bukan tempe murni. Jika tempe dipotong dapat terlihat pada penampang potongan, apakah tempe itu murni ataukah telah dicampur dengan bahan lain. Dalam proses fermentasi menjadi tempe, nilai gizi hasil olah inoi bertambah baik. Daya cerna bertambah baik karena protein dan lemak dihidrolisa parsial. Berbagai vitamin dari kelompok Bkompleks bertambah, bahkan terdapat vitamin B12, yang tidak terdapat dalam kacang kedele sebelum difermentasi. Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan dasar legum(Dalam dunia pertanian tumbuhan anggota suku ini seringkali disebut sebagai tanaman legum (legume) dan tempe berbahan dasar non-legum. Tempe bukan kedelai yang berbahan dasar legum mencakup tempe koro benguk (dari biji kara benguk, Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis, berasal dari sekitar Waduk kedungumbo), tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan),tempe kacang hijau (dari kacang hijau, terkenal di daerah Yogyakarta), tempe kacang kecipir (dari kecipir, Psophocarpus tetragonolobus), tempe kacang merah (dari kacag merah, Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe kara (dari kara katok, Phaseolus lunatus, banyak ditemukan di Amerika Utara), dan tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang). Tempe berbahan dasar non-legum mencakup tempe mungur (dari biji mungur, Enterolobium samon), tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, terkenal di daerah Banyumas), tempe garbanzo (dari ampas kacang atau ampas kelapa, banyak ditemukan di Jawa Tengah),

tempe biji karet (dari biji karet, ditemukan di daerah Sragen, jarang digunakan untuk makanan), dan tempe jamur merang (dari jamur merang). Hubungan dengan pemicu Pada pemicu dikatakan bahwa si ibu mempunyai pekerjaan sehari-hari sebagai penjual tempe den mengkonsumsinya. Tempe yang diproduksi tersebut bisa merupakan hasil bioteknologi dengan menggunakan fermentasi pada kacang kedelai. Namun, masih terdapat kemungkinan bahwa si ibu membuat tempe dengan cara tradisional dan tidak berasal dari kacang kedelai saja seperti yang telah dijelaskan di atas. Kesimpulan 1. Tempe dapat diproduksi dengan cara fermentasi dan tradisional(menggunakan tepung). 2. Fermentasi tergolong teknologi makro. 3. Fermentasi terbagi menjadi fermentasi aerob dan anaerob. 4. Tidak hanya kacang kedelai yang dapat dijadikan bahan pembuatan tempe. http://makhlukerdil.wordpress.com/2009/03/26/cara-pengolahan-tempe/

Perubahan Selama Fermentasi Selam proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asam-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dan dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang. Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64%. Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulance. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam. Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin. Sumber : Suliantari dan Winiati Pudji Rahayu. 1990. Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Biji-bijian. Bogor: IPB.

You might also like