You are on page 1of 10

Pertemuan Konsolidasi Lanjutan Caleg Perempuan dan CSOs & Pertemuan Koordinasi dengan Penyelenggara Pemilu, Pemantau dan

Media dalam Rangka Peningkatan Keterwakilan Perempuan pada Pemilu 2009 Jumat, 13 Maret 2009 Sesi I, Pukul 15.00 18.04

Pembukaan
Acara dibuka oleh Agung Wasono dari Panitia Lokal Kemitraan pada pukul 15.00 waktu setempat.Dilanjutkan dengan sambutan dari Yuda Irlang, yang kemudian menyilakan peserta untuk memperkenalkan diri. Berikut daftar nama peserta yang hadir pada sesi I : NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 15. 16. 17 18 19 20 21 22 NAMA Made Adnyana Putu Ari S. Ni Putu Dian Nyoman Desi Budi Harjo Elly Ariesyuni Anggraini Indrawati Yuyun Wahyu Anna Sri Handayani San Edison Lilis Indrawati Prof. Ramlan Surbakti Agung Wasono Yuda Irlang Titik Sukayana Riniti Rahayu PERWAKILAN Harian Warta Bali Calon Legislatif Demokrat Calon Legislatif Gianyar Radio Menara Denpasar TVRI Bali Dewata TV RRI Calon Legislatif Gerindra Calon Legislatif PDI P Calon Legislatif Hanura Calon Legislatif PDP Calon Legislatif PPP Calon Legislatif Calon Legislatif PDI P Klungkung Fajar Bali Calon Legislatif Hanura Mantan Ketua KPU Pusat Panitia Lokal Kemitraan Pokja Perempuan Kemitraan Panitia Lokal Kemitraan Patroli Post Bali Sruti

Yuda Irlang
Ini adalah pertemuan kita yang keempat. Banyak hal berkembang dengan sangat cepat. Sejauh ini ada berbagai macam informasi dari pelbagai wilayah yang masuk ke kami. Beberapa info yang sering terdengar ialah mengenai kondisi dapil yang sudah berdarahdarah dan becek. Para calon legislatif mulai kehabisan dana untuk kampanye. Dari teman-teman artis bahkan sudah ada yang menghabiskan dana sejumlah 2 milyar. Mereka pun akhirnya mengakui bahwa popularitas tidak menjadi jaminan seorang calon legislatif

bisa terpilih. Kondisi dapil, sebagaimana yang saya ungkapkan secara tersirat tadi, banyak masyarakat yang mulai memanfaatkan situasi kampanye untuk menguras dana para calon legislatif. Pada kesempatan ini, kami dari Kemitraan, ingin mengetahui perkembangan terkini dari dapil. Untuk itu mohon kiranya kawan-kawan sekalian, baik dari media maupun para caleg perempuan untuk angkat bicara membagikan informasi dan tanggapan mengenai perkembangan situasi kampanye di Bali.

Titik
Saya tidak tahu apakah Uundang-Undang tentang money politik sudah ada atau tidak. Ada salah satu dapil di sebuah kecamatan yang tak ingin saya sebut namanya, dengan antusias mereka mencoba mengajukan kontrak politik dengan para calon legislatif. Apa kiranya solusi untuk mencegah money politik seperti ini dalam pemilu?

Srihandayani
Saya adalah praktisi dari UKM, saya seorang pengusaha. Menjelang Galungan saya mendapatkan SMS yang dikirim entah oleh siapa. Orang tersebut meminta saya untuk memotong babi guna dibagikan saat hari raya. Sementara saat ini dana saya sudah melorot sekali.

Anggraini
Ketika hendak mengadakan sosialisasi di dapil, ada salah satu banjar yang secara terus terang mengatakan sudah memperoleh uang dari banyak partai. Saya kaget juga mendengarnya, lantas saya katakan bahwa saya tak ingin ikut money politik. Saya tidak ingin membeli suara masyarakat.

Yuyun
Seringkali uang transpor yang dianggarkan oleh Partai itu macet di tengah jalan. Bila demikian, terpaksa ditalang caleg.

Elly
Ini masalah pemasangan baliho. Selama ini, tanpa saya sadari, rupanya ada musuh dalam selimut. Setiap kali saya pasang baliho, caleg tersebut selalu ikut menempel baliho atau posternya di sekitar baliho saya. Awalnya saya tidak menggubris, namun selanjutnya saya curiga kalau ia hendak menggembosi suara saya. Bagaimana saya mesti menanggapi ini?

Lilis
Sebelum Januari 2009, saya sudah memasang baliho yang terbesar, dan itu aman. Setelah itu saya pasang lagi di sepanjang Jalan Imam Bonjol, Malboro, dan Teuku Umar, dua sampai tiga hari kemudian, ternyata banyak baliho saya hilang.

Adnyana
Demokrasi yang sekarang ini dapat dikata adalah demokrasi yang termahal. Menurut Anda, apakah pemilu 2009 ini merupakan suatu bentuk kemajuan dari pemilu-pemilu yang lalu? Seringkali aturan di pusat dan di daerah tidak sinkron. Terkait dengan sistem centang atau contreng, dalam tahap sosialisai benar-benar membingungkan masyarakat. Saya mengambil contoh, di dapil 1 itu ada 2 lembar surat suara, masyarakat banyak yang bingung. Akibatnya, akan banyak suara yang tidak sah. Pengalaman yang lain, ialah sosialisasi yang dilakukan masing-masing caleg di masingmasing banjar di Bali. Selalu saja setiap caleg datang untuk sosialisasi, masyarakat banjar gencar mengajukan permohonan dana dengan alasan untuk perbaikan bangunan, dan sebagainya. Hebatnya lagi ternyata ada salah satu caleg yang berani memberikan sumbangan minimal 50 juta ke setiap daerah yang dikunjungi.

Ari
Saya sependapat dengan Adnyana, pemilu tahun ini rasanya memang pemilu termahal. Untuk itu, guna menghindari pengeluaran dana yang besar, saya harus turun langsung untuk menyampaikan info ke ibu-ibu dan kalangan buta huruf. Pertanyaan saya bagaimana kiranya cara untuk mengungguli caleg laki-laki?

Budi Harjo
Sebagai lembaga penyiaran, kami sangat konsern mendukung pemilu 2009. Kami sudah melakukan beberapa hal, contohnya sosialisasi. Kami telah menyiarkan profil partai politik meski tidak diminta siapapun, dan kami tidak dibayar. Meski demikian kami tetap mengalami kendala, terutama menjelang tanggal 20 April 2009 ketika kampanye terbuka sudah dimulai. Kami di RRI sudah susun jadwal untuk partai politik di seluruh Bali. Hanya saja, ketika mau mencari alamat parpol untuk mengikuti program itu susah sekali. RRI juga menyediakan ruang bagi para caleg perempuan yang hendak melakukan sosialisasi. Kami menyediakan slot waktu untuk tiap parpol agar kiranya dapat dimanfaatkan caleg parempuan. Terkait besarnya dana kampanye, hendaknya para caleg menekan diri untuk tidak terlalu royal dan boros dalam memenuhi keinginan masyarakat. Bila saat ini caleg mengeluarkan cost yang sedikit, maka kita harap ketika menjabat ia cenderung akan bersih. Tentang baliho, di Solo tidak seruwet di Denpasar. Apakah seperti itu pendidikan politik yang benar? Padahal sejatinya kampanye itu gampang. Tidak harus mengobral uang, para caleg hanya perlu memiliki kecerdasan untuk mengidentifikasi masalah terkini yang kemudian akan dikemukakan dalam setiap pertemuan atau melalui ruang-ruang media sebagaimana yang RRI sediakan.

San Edison
Pemilu 2009 ini memang cukup mahal dan ruwet. Namun kalau saya melihat secara riil, sesungguhnya mahal atau tidaknya adalah hasil konstruksi cara pandang, baik dari masyarakat pemilih maupun para calon legislatif itu sendiri. Masyarakat pemilih dibagi menjadi beberapa karakter: Ada masyarakat yang benar-benar membutuhkan uang, adapula masyarakat yang dikonstruksi oleh caleg agar cenderung selalu memanfaatkan keadaan untuk meraup uang dari caleg. Sesungguhnya kita sedang berupaya membangun iklim demokrasi yang baik, namun ada baiknya kita tidak terlalu berharap pemilu kali ini akan sangat sempurna dan jauh melampaui pemilu 2004 lalu. Adanya kecenderungan masyarakat untuk memilih golput sangatlah mengkhawatirkan. Untuk itu para caleg mesti segera gencar turun ke lapangan, melakukan sosialisasi secara lebih intensif sehingga masyarakat semakin mantap menentukan pilihannya dan mengurangi jumlah golput. Para caleg perempuan, juga mesti gencar menjelaskan kepada khalayak mengenai riskannya pindah TPS karena cadangan surat kemungkinan tidak mencukupi, mengingat banyak masyarakat yang berniat untuk pindah TPS dengan berbagai alasan yang seringkali kurang rasional.

Sukayana
Ada beberapa hal yang hendak saya kritik, pertama yakni maraknya caleg perempuan yang naik bukanlah karena kemauan diri sendiri, namun karena dibujuk suami, rekan atau keluarga atau masuk karena tergiur kesempatan 30 % pembiaran. Hal ini mengesankan perempuan hanya sebagai pelengkap saja.. Gaya caleg perempuan kebanyakan mirip seperti caleg laki-laki. Bukankah mereka ingin menawarkan perubahan? Mestinya gaya kampanye beda!! Ini boleh jadi dipengaruhi oleh kultur dan sistem yang membentuk, kita sangat patriarkhi.

Ari
Memang banyak perempuan yang maju karena dorongan prang lain, atau karena berprestasi di partainya. Saya sendiri terus terang benar-benar berasal dari kemauan diri sendiri. Saya dipilh partai, karena berhasil merekrut saksi untuk pemilihan capres beberapa tahun lalu. Untuk dana kampanye saat ini, saya sama sekali tidak meminta dari suami. Caleg bukan lahan untuk mencari penghasilan. Perjuangan lapangan adalah investasi politik seorang kader. Saat ini rupanya ada beberapa caleg yang merekrut calon pemilih dengan menggunakan sistem jejaring, atau yang lebih kita kenal dengan sistem Multilevel Marketing dengan

memberikan upah kepada setiap anggota yang kemudian membentuk anggota baru dibawahnya yang dipastikan akan memilih caleg yang bersangkutan. Harus dibentuk suatu Undang-Undang di mana yang menerima dan yang memberi money politik, harus diberi sanksi. Sebab kalau terus dbiarkan, tidak akan ada demokrasi yang murni. Sekarang perilaku pemilih sudah sampai melorotin para caleg. Ada golput yang dilakukan secara sadar, ada yang karena bingung. Di mana kapasitas perempuan? Sementara jarang yang bertanya kapasitas laki-laki.

Prof. Ramlan Surbakti


Jawab: Memang money politik sudah diperkirakan akan muncul, sebagai imbas dari pilkada dan makin merajalela seiring dengan keluarnya putusan MK untuk mencabut pasal 214. Pemilu 2004, para calon tidak bisa memperkirakan berapa jumlah suara yang akan memenangkan mereka, karena pemilihan akan ditetapkan menurut nomor urut. Tetapi dengan keputusan MK muncullah istilah tarung bebas, tidak hanya antarpartai tetapi bahkan antarcalon dalam suatu partai. Untunglah masih ada caleg yang rasional, dan tak hanya semata menghalalkan segala cara untuk meraih kursi di pemerintahan. Secara moral, vote buying adalah penghinaan terhadap kedaulatan rakat dan martabat manusia. Pemilih juga pada dasarnya telah menghina dirinya sendiri Secara hukum, telah ada pasal yang mengatur money politik terkait dengan pelaksanaan pemilu : partai, calon, dilarang memberikan uang atau jaminan lainnya untuk memengaruhi peserta kampanye atau pemilih. Sanksinya tidak hanya pidana tetapi juga didiskualivikasi. Namun demikian, pasal ini harus diperjelas, bukan hanya saat hari kampanye tetapi juga saat hari tenang. Di Bali, money politik dipelopori oleh Winasa. Ia ke banjar-banjar memberikan cek dan jaminan PNS, yang akan disahkan setelah ia terpilih. Di pilkada Jawatimur ada salah seorang calon yang juga membuat kontrak politik dengan masyarakat dapil. Caleg tersebut berjanji akan menyediakan anggaran tunjangan untuk pembangunan desa bila kelak ia terpilih. Media perlu membentuk opini agar para caleg dan pemilih tidak melakukan money politik. Sebab sekali lagi, money politik atau vote buying telah menghina kedaulatan rakyat, dan merendahkan diri sendiri bagi pemilih Ada tiga tingkatan moral dalam transaksi antara pemilih dan yang dipilih: 1. Peringkat tertinggi: masyarakat menerima uang lalu dikembalikan 2. Tengah-tengah : masyarakat menerima tetapi tetap memilih sesuai dengan hati nurani.

3. Peringkat terendah : Masyarakat meminta dan memilih pemberi Cara berkampanye caleg perempuan harus menggambarkan visi dan misi yang demokratis bukan dengan menghalalkan segala cara. Pemasangan baliho tidak begitu efektif, baliho paling-paling hanya membuat masyarakat tahu, tetapi tidak mungkin membuat orang-orang kenal, apalagi sayang. Saya punya seorang kenalan yang beberapa waktu lalu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Ia tidak pernah memasang baliho atau memajang namanya di jalan-jalan. Dia hanya mengirim surat pribadi untuk semua pemilih. Surat pertama berfungsi memperkenalkan dirinya, surat kedua mengutarakan visi dan misinya, surat ketiga menjelaskan langkah-langkah melakukan pencontrengan. Ini adalah salah satu cara yang dapat menarik pemilih, karena tidak lumrah, dan menyentuh masyarakat secara individu. Pemasangan baliho peraturannya jarak minimal 50 cm, bila ada pelanggaran dapat dilaporkan ke Panwaslu. Apakah pemilu 2009 ini lebih baik atau tidak. Ya, saya agak susah menjawabnya karena toh pemilu belum selesai. Ditilik dari segi kualitas peraturan, baik Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 dan Undang-Undang yang dibuat KPU, memang lebih jelek dari Undang-Undang pemilu pada tahun 2004. Dari segi kepastian hukum sendiri, ternyata Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 tersebut mengandung 28 kekosongan hukum (isu tidak diatur), 16 kontradiktif, 12 yang multitafsir. Namun peraturan tersebut belum juga diganti oleh KPU. Betul bahwa kekacauan timbul setelah dikeluarkannya putusan MK. Putusan ini seharusnya diadopsi setelah ada peraturan dan perundang-undangannya (perppu tidak disetujui DPR). Sementara putusan MK, yakni penetapan pasal 214 ,tidak jelas maunya apa karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, tidak konstitusional. Baru kali ini MK menyampaikan keputusan hingga mengadakan dua sampai tiga kali konferensi pers, hanya untuk memaksa KPU melaksanakan keputusan itu. Saya memprotes keras putusan MK, secara langsung ini telah menghina kecerdasan saya. Sejak awal KPU mestinya tegas, dan kritis terhadap segala putusan yang ada. Jangan terlalu gegabah, asal menyetujui dengan alasan yang tidak jelas, mesti ada pertimbangan! Kenyataannya, belakangan KPU baru menyadari dan mengklaim tidak akan menjalankan pasal 214 kalau belum ada PERPPU. Timingnya sudah tidak tepat Bila MK tetap memaksa KPU, maka ia tidak lagi disebut pelindung Undang-Undang tetapi perusak Undang-Undang. Pasal 55 ayat 1 dan pasal 55 ayat 2, tujuannya sudah putus sebelum pemungutan suara. Yakni daftar nama-nama calon disusun berdasarkan nomor urut. Kalau daftar calon

disusun berdasarkan nomor urut, artinya nomor urutlah yang digunakan untuk menentukan perolehan kursi partai. Dengan keputusan MK, nama-nama calon jadi banyak, masyarakat pun kian bingung. Ada survai mengatakan 70 % responden tidak mengenal calon. Akibatnya, tanda centang akan diberikan ke kolom nama partai. Nah, bila tak ada sosialisasi secara besar-besaran dari masing-masing caleg maka akan banyak pemilih yang mencentang nama partai. Bila hal ini terjadi, maka suara pemilih kedaulatannya hanya setengah saja. Bila satu partai mendapat tiga kursi, maka suara akan diberikan ke caleg yang memperoleh paling banyak suara, meski secara kuantitas, amat sedikit masyarakat memilihnya. Sistem pemerintah ada 4 unsur : 1. berapa kursi per daerah pemilihan 2. pola pencalonan 3. pola pemberian suara 4. formula penentuan caleg terpilih Poin 1 menentukan poin 2, poin 2 menentukan poin 3. Dan poin 1,2, dan 3 tersebutlah yang kemudian menentukan poin 4. Dengan adanya peraturan MK yang rancu tadi menyebabkan poin 4 berubah, akibatnya poin 1,2, dan 3 tidak ada artinya. Pemilu 2009 dari segi sistem lebih kacau dari 2004, karena antara poin 1 sampai 4 di atas tidak lagi sinkron. Selain itu perlu digaris bawahi, yakni potensi salah menghitung dalam sertifikat hasil suara dapat berdampak pada kesalahan penghitungan suara. Sebab ada pemilih yang mencentang kolom nama partai sekaligus kolom nama caleg. Kalau dikalkulasikan oleh petugas KPPS yang tidak terlatih, maka akan terjadinya ketidaksinkronan jumlah suara dengan jumlah pemilih, karena sistem dua centang itu tadi, suara jadi double. Untuk itu, sekarang ketika sosialisasi baik caleg atau partai, atau lembaga apapun, lebih baik mengimbau masyarakat untuk mencontreng hanya satu kali saja. Elly Masalah penggembosan suara, itu bagaimana ya Pak?

Prof. Ramlan Surbakti


Ketika saya masih di KPU, partai semestinya membuat aturan main internal, supaya antar caleg dalam satu partai tetap ada kompetisi tetapi tidak saling menjegal. Namun dengan adanya tarung bebas, yang bertarung bukan lagi partai tetapi calon. Ya, inilah, saya amat kecewa dengan putusan MK, bukankah ini membingungkan? Terus terang sekalig lagi, keputusan MK tak hanya menimbulkan ketersinggungan intelektual dalam diri saya tetapi juga emosional.

Adnyana
Dengan adanya perubahan sistem mencontreng, maka kita seyogyanya perlu melakukan proses sosialisasi yang intensif. Persoalannya, dari KPU sendiri merasa keteteran menghadapi masalah anggaran, padahal konon di KPU sendiri dana sudah mencapai 23

Milyar. Pemda pun kebingungan, apakah boleh memberikan dana untuk KPU. Pertanyaan saya, mengapa kiranya dari sistem coblos berubah menjadi sistem contreng?

Prof. Ramlan Surbakti


Perubahan itu dimaksudkan supaya masyarakat Indonesia menjadi lebih terpelajar. Karena di dunia ini hanya Indonesia yang menggunakan sistem coblos. Mengubah ini bagi saya bukan masalah, yang masalah ialah sosialisasi. KPU sudah merundingkan soal tanda ini. Pada juni 2008, sudah diputuskan menggunakan sistem contreng, namun belum disosialisasikan. Untuk membiasakan ini perlu waktu. Dari KPU sendiri kurang ada tindakan untuk mensosialisasikan dengan masyarakat mengenai perubahan sistem pencoblosan. Ya, paling tidak setiap pemilih harus sudah pernah memegang dan membaca surat suara. Saya sempat membaca di salah satu media masa, bahwa kualitas surat suara saat ini tidak bagus. Saya khawatir juga, bila ternyata nanti ada surat suara yang berlubang sehingga menjadi tidak sah. Pemilih harus diingatkan untuk memeriksa ulang surat suara, apakah ada lubang atau coretan, sebelum mencontreng. Dalam surat suara sekarang, calon yang namanya pendek, ukuran hurufnya harus besar. Sementara untuk caleg bernama panjang ukuran namanya mesti kecil. Riniti Rahayu: Sebetulnya peran media sangat penting. Media berharap ada uang dari para caleg, caleg pun berharap tidak mahal dari media. Perempuan jelas memiiki potensi finansial yang lebih kecil dari laki-laki. Untuk itu kami berharap forum perempuan lintas parpol dan aktivis, berusaha audiensi kepada media-media baik media cetak maupun elektronik agar kiranya bisa mempromosikan caleg perempuan. Namun ya memang seringkali jawaban dari media: ada uang ada tayangan. Karena itulah dalam kesempatan sekarang, kami meminta pada media untuk berempati kepada caleg perempuan untuk perubahan. Dalam tarung bebas, perempuan bisa kalah telak, minimal tidak turun dari 4,5 persen, mohon media membantu. Sri Handayani Saya ada usul, penyebaran informasi dapat dilakukan dengan memakai jasa loper koran.

Sukayana
Dari kaum perempuan sendiri, kalau memang ingin menarik media, harus punya kegiatan yang memiliki nilai berita, sehingga bisa diberitakan di media.

Yuda Irlang
Sebagai hasil dari pertemuan kita pada siang hari ini, maka mari kita tuliskan bersamasama komitmen yang hendak kita berikan guna menyukseskan keterwakilan perempuan dalam anggota legislatif di pemilu 2008 ini.

Berikut Tabel Rincian Komitmen dari pihak media: NO 1. LEMBAGA RRI KOMITMEN KETERANGAN -Menyediakan ruang untuk setiap parpol -Rri sudah menyampaikan profil masing-masing membuka ruang kampanye melalui dialog. Namun hanya sampai tingkat provinsi. -perlu pendekatan internal parpol Berupaya melakukan terobosan, misal dialog interaktif bekerja sama dengan KPU, membuka celah atau ruang bagi caleg untuk berdiskusi, menyampaikan visi-misinya kepada voters. Dan program SMS Pojok Pemilu. Sudah melakukan program dialog interaktif, sosialisasi pemilu kerjasama dengan KPU; Kamis, Sabtu, Minggu. Meski beum ada kepastian anggaran. Slot waktu 1 jam dijual. Saat kosong dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi bebas biaya Sudah ada ruang sosialisasi, tetapi untuk calon tetap ada di panggung pemilu. Telah memuat seruan untuk memilih perempuan dalam pemilu Bebas Biaya

2.

Menara

3.

TVRI

4. 5.

Warta Bali Patroli

6.

Dewata

-Slot utuk promosi Dialog interaktif -Dalam seminggu ada 2 kali slot panggung pemilu -Iklan KPU 10 kali per hari -KPU on TV

7.

Fajar Bali

Ada komitmen, perlu dibicarakan dengan perusahaan

Prof. Ramlan Surbakti


Satu poin untuk media, yang perlu digarap dalam setiap pemberitaan ialah : -Upaya melindungi suara pemilih -Komitmen untuk mendukung keterwakilan perempuan dalam legislatif, dengan menekankan nilai lebih calon perempuan dari laki-laki. -Anggota legislatif perempuan lebih mampu mewakili seluruh segmen masyarakat tidak hanya untuk kelompok perempuan -Perempuan yang memiliki kualitas sebagai pemimpin harus ada di legisatif Semua poin di atas harus ditonjolkan dalam setiap pemberitaan. Acara ditutup oleh Agung Wasono pada pukul 18.04 waktu setempat.

You might also like