You are on page 1of 18

TAFSIR QS.

AL-ANFAL [8]: 58-61


(Pendekatan Tahlili) Oleh: Wahyuddin I. PENDAHULUAN Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Albaqarah (2): 120) .1 Kutipan terjemah ayat di atas menginformasikan akan kebencian kaum Yahudi dan Nasrani kepada kaum muslimin sepanjang sejarahnya. kata millah pada ayat diatas cukup menarik perhatian Para pemerharti tafsir Alquran, pada umumnya mereka memahami bahwa kata millah tersebut berarti agama, namun tidak jarang ditemukan ada yang berani berpendapat bahwa kata tersebut bukan agama tetapi kata tersebut berarti keinginan, kecenderungan dan lain-lain. Terlepas dari perbedaan penafsiran pada ayat diatas yang pasti adalah ayat ini mengindikasikan akan kebencian mereka kepada kaum muslimin. Rekaman historis telah mengabadikan sikap-sikap bengis kedua golongan tersebut kepada kaum muslimin. Kasus paling nyata yang dapat dikedepankan disini adalah perampasan tanah Palestina yang dilakukan Israil (Yahudi) yang secara terang-terangan di dukung oleh Amerika
Semuah terjemahan Alquran yang ada dalam makalah ini dikutip dari CD Al-Quran (Govthu Collectioan).
1

Serikat (Nasrani). Fenomena ini memberikan gambaran akan kedengkian mereka terhadap kaum muslimin. Ironisnya negara-negara muslim tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan yang paling menyakitkan dan menyanyat hati adalah ketika negara kafir (Amerika Serikat bersama sekutusekutumya) membumi hanguskan Irak dengan cara membantai masyarakat yang tidak berdosa, justru didukung oleh negara-negara muslim, yaitu dengan menyerahkan negerinya sebagai pangkalan negarara kafir tersebut serta sejumlah dukungan-dukungan lain. Bagaimana sikap yang semestinya ditempuh oleh kaum muslimin dalam menghadapi musuh-musuh Allah itu ? apakah mereka harus pasrah tanpa mengadakan perlawanan karena Islam adalah agama perdamain ataukah mereka harus melawan dengan terlebih dahulu menyiapkan kekutan ?. Tilisan ini akan mencoba menemukan solusi permasalahanpermasalahan tersebut dengan mengacuh pada QS. al-Anfal (8): 58-61. dengan pendekatan tahlili.

II. PEMBAHASAN

) ) (58) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) (59) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) (60) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) (61) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )


Terjemahnya: (58). Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berkhianat. (59). Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). (60). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (61). Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui A. Analisis Kosa Kata (Syarh al-Mufradat) 1. ) ) ) lafal ini berbentuk fiil mudhari yang mendapat sisipan huruf nun yang berpungsi sebagai taukid (penegasan). Lafal

tersebut terdiri atas tiga huruf, yakni: -- akar kata ini memiliki makna dasar ketakutan, kepanikan, khawatir.2 2. ) ) lafal ini adalah bentuk infinitif (masdar) yang berasal dari fiil madhi , menurut Ibn Faris lafal tersebut terdiri dari huruf -- kata tersebut memiliki makna dasar kekurangan, cela, cacat3 dan kata yang semakna dengannya. Kata ini telah terserap kedalam bahasa Indonesia sehingga kata ini biasanya direjemahkan hianat. Makna yang terakhir disebutkan memiliki korelasi yang sangat kuat dengan makna dasar yang diungkapkan oleh Ibnu Faris. Orang yang berhianat melakukan kekurangan, yakni megurangi kepercayaan, dan perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan cacat. 3. ) kata ini berasal dari fiil madhi yang terbentuk dari tiga huruf, yakni -- akar kata tersebut memiliki dua makna dasar, yaitu kelemahan dan terlambatnya sesuatu.4 Dalam Alquran ditemukan beberapa ayat yang berasal dari akar kata tersebut misalnya Q.S al-Jin ayat 12. ) ) ) ) ) ) ) )

12) ) ) ) ) ) ) )5 masing-masing dari dua kata yakni


) dan ) memiliki makna yang sama, yakni pernyataan
Lihat Abu Husain Ibn Faris Ibn Zakariyah, Mujam Maqis fi al-Lughah, Juz II (Bairut: Dar al-Fikr, t. th.), h. 230. Lihat Ibid. h. 231. Lihat Abu Husain Ibn Faris Ibn Zakariyah, Mujam Maqis fi al-Lughah, Juz IV (Bairut: Dar al-Fikr, t. th.), h. 236.
4 5 Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (daripada) Nya dengan lari. 3 2

ketidak sanggupan (kelemahan). Apabila ditelusuri lebih jauh, maka ditemukan korelasi antara kedua makna dasar seperti yang dikemukakan di atas, yakni apabila seseorang ,misalnya lemah, maka prosesnya untuk mencapai sesuatu yang diharapkannya biasanya lambat terpenuhi, sebagai contoh orang yang lemah kecerdasannya biasanya lambat memahami pelajaran. 4. ) adalah fiil mudhari yang berasal dari fiil madhi kata ini terdiri dari tiga huruf, yakni -- menurut Ibn Faris akar kata ini memiliki dua makna dasar, yaitu ketakutan dan kesembronoan.6 Huruf alif yang merupakan huruf tambahan (ziyadah) pada kata berpungsi menjadikan kata kerja tersebut membutuhkan objek (maful bih), (littadiyah). Dengan demikian kata kerja tersebut memiliki beberapa makna antara lain: menakuti, mengintimidasi, menteror. Dari kata inilah muncul istilah teroris () 5. lafal ini adalah fiil mudhari yang berasal dari fiil madhi, yang terdiri dari tiga huruf, yakni -- menurut Ibn Faris akar kata tersebut memiliki dua makna dasar, pertama berarti terputus dan hilangnya sesuatu kedua berarti tersembunyi dan kotornya sesuatu.7 Kata dengan derivasinya yang berarti mengimfakkan atau membelanjakan
6 7

Lihat Abu Husain Ibn Faris Ibn Zakariyah, op. cit. , h. 447.

Lihat Abu Husain Ibn Faris Ibn Zakariyah, Mujam Maqis fi al-Lughah, Juz V (Bairut: Dar al-Fikr, t. th.), h. 4o4.

ditemukan dalam beberapa ayat dalam Alquran antara lain Q.S al-Isra, ayat 100 ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

) ) ) ) ) ) ) ) ) 8. Dari derivasi kata itu juga


muncul istilah munafik ( )kalau kata ini diceramati lebih jauh, rupanya kata ini sangat relevan dengan makna dasar kedua yang dikemukakan oleh Ibn Faris di atas. Hal ini sangat dimungkinkan karena orang munafik menyembunyikan apa yang sebenarnya, atau dengan kata lain iman yang ada pada mereka seakan-akan keluar atau tersembunyi. B. Munasabah Ayat 1. Munasabah dengan Ayat Sebelumnya Korelasi (munasabah) antara satu ayat dengan ayat lainnya, baik ayat sebelumnya maupun ayat sesudahnya adalah suatu kemestian. Sebagai contoh misalnya pada ayat 54 Allah swt. menggambarkan dengan ungkapan yang sangat tegas, yakni mereka adalah orang-orang zhalim ( ) ) ) ) ) dengan ciri has mereka yaitu suka melakukan kejahatan dan keras kepala. Setelah Allah swt. menjelaskan keadaan orang-orang musyrik dalam memerangi Nabi dan orang-orang mukmin pada perang Badar, maka pada ayat 58 dan seterusnya Ia meneyebut keadaan kelompok lain, Yahudi Hijaz yang memerangi Nabi.9

Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". Dan adalah manusia itu sangat kikir. 9 Lihat Wahabh al-Zhuhailiy, al-Tafsir al-Munir fi al-Akidah wa al-Syariah wa al-Manhaj , Juz VII (Bairut: Dar al-Fikr al-Musir, t. th. ), h. 43.

2. Munasabah Integral Ayat 58-61 Pada ayat 58 Allah menegaskan akan kebencian-Nya kepada orangorang kafir yang berhianat selanjutnya pada ayar 59 Allah menegaskan bahwa kekuasaan-Nya tidak dapat dikalahkan oleh siapaun, setelah Allah menjelaskan tentang kebencian dan kekuasaanya yang universal, maka pada ayat 60 ia menyeruh kepada Muhammad dan kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri dengan segalah kemamapuan yang ada pada mereka untuk menghadapi musuh-musuh mereka dan pada ayat 61 terdapat indikasi yang sangat jelas bahwa kaum Muslimin sangat dianjurkan untuk berdamai apabila musuh-musuh mereka menghendakinya. C. Kandungan Ayat Kandungan ayat di bawah ini merupakan penyederhanaan dari terjemah ayat, hal ini dilakukan sebagai bahan acuan dan pijakan dalam analisis klausa (syarh al-jumal) selanjutnya. 1. Pada ayat ke 58 Allah menegaskan bahwa apabila kamu (Muhammad) khawatir akan penghianatan suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah swt. membenci orang-orang yang berhianat. 2. Selanjutnya pada ayat ke 59 Allah menegaskan kekuasaan-Nya dan kelemahan orang-orang kafir. 3. Kemudian pada ayat 60 berupa peringatan tentang pentingnya mempersiapkan diri sebelum berperang, termasuk dalam hal ini perlengkapan alat-alat perang (logistik).

4. Dan pada ayat 61 mengindikasikan bahwa apabila musuh-musuh yang dihadapi oleh kaum muslimin menghendaki perdamaian, maka sebaiknya kaum muslimin mengadakan perdamaian dengan mereka.

D. Asbab al-Nuzul Ayat 58 pada surah al-Anfal diatas turun berkenaan dengan peristiwa datangnya malaikat Jibril menemui Rasulullah saw. Abu al-Syaikh meriwayatkan dari Ibn Syihab ia berkata: Malaikat jibril masuk menemui Rasulullah saw. lalu berkata engkau telah meletakkan senjata (gencatan senjata) sementara engkau masih menuntut suatu kaum, maka keluarlah karena Allah swt. telah mengizinkan engkau memerangi Bani Quraizah, maka turunlah ayat.10 ) ) ) ) ) ) ) E. Analisis Klausa (Syarh al-Jumal) 1. ) ) ) ) ) ) ) menurut Jalaluudin al-Suyutiy, yang dimaksud dengan kaum yang berhianat dalam potongan ayat di atas adalah Bani Quraizah pendapat ini didasarkan pada riwayat yang bersumber dari Ibn Abiy htim dari Ibn Zaid ra. bahwa yang dimaksud oleh ayat ) ) ) )

) ) ) adalah Bani Quraizah.11 Menurut hemat penulis pendapat ini


Jalluddin al-Suyuthiy, Lubab al-Nuql fi Asbb al-Nuzl (Cet. III; Bairut: al-Maktbat al-Ashriah, 200), h. 151.
11 10

Jalluddin al-Suyutiy, al-Dur al-Manstur fi al-Tafsir al-Makstur, Juz IV (t. t. : Dar al-Fikr, t.

th. ), h. 82.

ada benarnya karena di samping didukung oleh riwayat yang bersumber dari Ibn Abiy Htim tersebut juga diperkuat oleh riwayat yang berkenaan dengan al Asbab al-Nuzul ayat tersebut seperi yang telah dikemukakan sebelumnya. Ayat ini merupakan seruan kepada Muahammad seakanakan Allah mengatakan jika engkau merasakan ada penghianatan pada kaum yang melakukan perjanjian denganmu, maka ) ) ) ) ) ) yakni kembalikanlah atau paparkanlah perjanjian itu kepada mereka dengan terang dan jelas. al-Nuhs salah seorang pakar bahsa Arab menganilis potongan ayat ini dengan pendekatan retorika ( balaghah) ia mengatakan uslub ayat tersebut termasuk mujizat yang terdapat dalam Alquran dimana ayat tersebut singkat tapi padat maknanya (jawmi alkalim). Lebih jauh ia mengatakan makna ayat tersebut adalah hai Muhammad kaum itu akan mengingkari perjanjian yang telah kamu sepakati, maka katakanlah kepada mereka saya telah mengembalikan kepada kamu perjanjian itu dan saya siap memerangi kamu, agar mereka mengetahui hal itu sehingga kamu sama-sama mengetahui, dan janganlah engkau memerangi mereka sementara antara kamu dan mereka memiliki perjanjian dan mereka masih mempercayaimu.12 Selanjunya ayat 58 tersebut ditutup dengan tabir yang sangat tegas ) ) ) dengan jelas peutup ayat ini mengimpormasikan bahwa sesunggunya Allah swt. tidak menyukai penghianat janji. 2. ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) janganlah orang-orang kafir itu, mereka yang yang berperang melawan orang-orang mukmin padang perang perang
12

Muhammad Ali al-Shabuniy, Shafwat al-Tafsir, Jilid I (Bairut: Dar al-Jail, t. th. ), h. 473.

10

Badar dan perang yang lain mengira bahwa mereka mengungguli Allah bersama orang-orang beriman dan tidak mengalahkan mereka. Akan tetapi mereka berada dalam genggaman dan kekuasaan-Nya. Pernyataan ini dikuatkan oleh QS al-Ankabut (29): 4 ) ) ) ) ) ) ) ) )

4) ) ) ) ) ) ) ) )

13

di ujung ayat 59 ini Allah swt. menegaskan

kekuasannya dengan mengatakan ) ) dari sini dapat dipahami bahwa sesunggunya orang-orang kafir tidak akan mungkin mengalahkan atau melemahkan Allah swt dan tidak akan mungkin mengugguli-Nya, akan tetapi mereka akan dilemahkan dan kikalahkan atas kekufurannya, 14 sebagaimana disinyialir dalam QS. al-Nur (24): 57, ) ) ) ) ) ) )

57) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

15

dan QS. al-Taubah

(9): 2 2 ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )16 berdasarkan


uraian di atas, menjadi jelaslah bahwa Nabi Muhammad saw. -dengan janji Allah- dapat menghancurkan orang-orang kafir dan orang-orang yang menyakitinya. 3. ) ) ) ) ) ) potongan ayat ini mengisyaratkan kepada orang-orang mukmin untuk bersiap untuk berperang melawan musuhAtaukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.
14 13

lihat Wahabh al-Zhuhailiy, al-Tafsir al-Munir fi al-Akidah wa al-Syariah wa al-Manhaj , Juz VIIII (Bairut: Dar al-Fikr al-Musir, t. th. ), h. 45-46. Janganlah kamu kira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat melemahkan (Allah dari mengazab mereka) di bumi ini, sedang tempat tinggal mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan sungguh amat jeleklah tempat kembali itu.
16 15

Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.

11

musuh dengan berbagai kekuatan. Menurut asumsi al-Syihab, peringatan ini ditujukan kepada orang-orang mukmin, karena mereka belum memiliki persiapan yang mapan pada waktu perang Badar. Selanjunya ia mengatakan inti dari peringatan yang yang dikandung oleh ayat ini adalah kemenangan tanpa dengan persiapan yang memadai tidak selamanya datang pada setiap saat.17 Hal yang cukup menarik dikemukakan disini adalah lafal ( kekuatan), pada umumnya pakar tafsir sepakat bahwa kekuatan yang dimaksud dalam ayat ini harus ditafsirkan secara kontekstual agar sejalan dengan perkembangan zaman. Dulu ketika Rasulullah masih hidup, senjata yang paporit dan dianggap mumpuni untuk mengalahkan musuh adalah panah, boleh jadi itulah sebabnya sehingga dalam suatu riwayat yang diriwayatkan Muslim mengatakan yang dimaksud dengan kekuatan adalah panah. Selengkapnya riwayat itu adalah Muslim meriwayatkan dari Uqbah Ibn Amir bahwasanya ia mendengar Rasululah saw. membaca ayat tersebut di atas mimbar, lalu Rasulullah saw. bersabda ketahuilah yang dimaksud dengan kekuatam adalah panah, ia mengulangi pernyataan ini tiga kali.18 Rupaya pendapat mufassirin yang mengatakan lafal harus ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman cukup beralasan, sebab andaikata tidak demikian , niscaya muncul pemahaman tekstual atau literal pada riwayat tesebut, sehingga sangat tidak relevan untuk zaman modern seperti sekarang, jika lafal ditafsirkan dengan panah. Senada dengan pandangan tersebut,
17 18

Lihat Ali al-Shabuniy, loc. cit.

Lihat Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, Juz X (t. t: Dar al-Fikr, t. th.), h. 61. Lihat pula Ibn Kastir, Tafsr al-Quran al-Azim, Juz II (Indonesia: Toha Putra Semarang, t. th. ), 321.

12

Muhammad Abduh berpendapat bahwa wajib bagi orang muslim sekarang memiliki atau setidaknya mampu menggunakan segala jenis senapan otomatis, tenk-tenk, pesawat-pesawat perang, segalah jenis kapal perang, kapal-kapal selam perang dan sebagainya. Sebagaimana mereka wajib belajar segalah jenis strategi perang dan industri-industri yang dapat menghasilkan peralatan-peralatan perang.19 Sebetulnya masih banyak senjata yang belum ada pada saat Abduh menulis tafsirnya sehingga ia belum memasukkannya, sebutlah misalnya senjata nuklir, pesawat pengintai tanpa awak, bom curah dan lain-lain. Rasulullah sendiri bersama dengan sahabatnya menggunakan senjata manjaniq pada perang Khaibar dan perang-perang lain.20 Sebagai lanjutan dari ayat tersebut Allah mengatakan ) ) ) dalam terjemahan Alquran kata majemuk tersebut diartikan kuda-kuada yang ditambat, Wahbah alZuhaili salah seorang pakar tafsir kontemporer kenamaan yang cukup berkompoten menafsirkan kata majemuk tersebut sebagai nama bagi sekelompok kuda yang dipergunakan untuk bejihad di jalan Allah, selanjutnya ia mengatakan pada dasarnya sekelompok kuda tersebut adalah bagian dari kekkuatan ( )akan tetapi Allah menyebutkan dalam ayat tersebut sebagai pemulian, dan penghargaan padanya sebagai sesuatu yang sangat urgen ketika itu.21 Setelah Allah swt menyebutkan jenis-jenis logistik untuk kepentingan perang, maka Ia melanjutkan dengan mengatakan ) ) ) ) tujuan kekuatan yang telah
19 20

Lihat Muhammad Abduh, ibid. , h. 62. Ahmad Musthafa al-Margiy, Tafsir al-Margiy, Juz X (t. d. ), h. 24. 21 Lihat Wahbat al-Zuhaili, op. cit. , h. 49-50.

13

disinggung di atas adalah untuk menakuti dan menggetarkan musuhmusuh Alllah dan musuh-musuh orang beriman. Setelah itu Allah mengatakan ) ) ) ) menurut Ibn Zaid yang dimaksud dengan musuh-musuh yang lain pada potongan ayat ini adalah orang-orang munafik sedangkan menurut Mujahid, yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dari Bani Quraizah, pendapat yang lain mengatakan yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah jin-jin kafir22 nampaknya pendapat yang pertama disebutkan lebih kuat, karena terdapat indikasih yang cukup kuat pada ayat selanjunya, yakni ) ) ) )

) ) disini sangat jelas bahwa kebiasaan bahkan ciri-ciri orang munafik


adalah menyembunyikan yang sebenarnya sehingga orang-orang mukmin tidak mengetahuninya yang mengetahui hanyalah Allah swt.23 ) )

) ) bahwa segalah sesuatu sedikit atau banyak yang kamu


infakkan dijalan Allah akan dibalas oleh Allah swt. dengan sesempurna munkin dan tidak berkurang sedikitpun, bahkan dilipat gandakan sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Baqarah (2): 261 ) ) ) )

) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) 261) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) 24 prase, ) mengandung


pengertian yang sangat umum sehingga dapat dipahami sebagai jihad dan

Lihat Abu Hayyn al-Andalusiy, Tafsir Al-Bahr al-Muhit, Juz VI ( Cet. I; Bairut: Dar alKutb al-Ilmiyah, 1993), h. 508. 23 Lihat Muhammad Ali al-Shabuniy, op. cit. , h. 473. 24 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

22

14

dapat dipahami sebagai segalah bentuk kebaikan.25 Potongan ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa persiapan peperangan tergantung kepada infaq harta yang banyak. Infaq yang yang yang mempunyai maksud untuk kepentingan tertentu bagi orang yang berinfaq dalam artian bukan untuk mencari keridhaan Allah swt. tidak mendapat nilai disisi Allah sebagaimana dijelaskan pada QS. al-Baqarah (2): 272 ) ) ) ) )

272) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )26 di akhit ayat 60 di


atas Allah mengatakan ) ) ) ) ) ) ) diujung ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa apa yang kamu lakukan dia atas akan dibalas-Nya dengan sempurna pada hari kiamat, dengan tidak mengurangi sedikit pun. 4. ) ) ) ) ) ) ) dan jika mereka cenderung kepada perdamaian atau gencatan senjata, maka ikutilah mereka dan responlah apa yang mereka tuntut apabilah apa yang mereka tuntut memiliki nilai maslahat,27 karena pada prinsipnya kamulah (orang-orang mukmin) yang lebih mengutamakan perdamaian. Bahkan kalau diteliti lebih mendalam, maka dapat dipahami bahwa perdamaian adalah ajaran dasar dalam Islam, kata Islam dan perdamaian itu sendiri memiliki kata dasar yang sama yaitu dari kata akan tetapi setelah mengalami derivasi, maka kedua kata tersebut masing-masing memiliki lafal yang kelihatan berbeda. Kata yang berarti Islam dapat dilihat pada QS. al-Baqarah (2): 208

Lihat Wahbta al-Zuhailiy, op. cit. , h. 51. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). 27 Lihat Muhammad Ali al-Shabuniy, op. cit., h. 476.
26

25

15

208)) 28
setelah Allah swt. menyebutkan sikap yang semestinya dilakukan orangorang mukmin dalam menyikapi musuh-musuh yang ingin genjatan senjata, maka Ia mengatakan

) ) ) ) ) potongan

ayat ini

mengisyaratkan kepada kita bahwa bila kita telah melakukan sesuatu dengan usaha yang cukup maksimal, maka serahkanlah urusan itu kepada-Nya agar Ia menjadi penolong bagi kita. Kemudian ayat 61 tersebut ditutup dengan klausa yang cukup indah, yakni ) ) penutup ayat ini menginformasikan kepada kita bahwa Ia Maha Mendengar perkataan mereka (orang-orang kafir) dan Maha Menegetahui niyat mereka.

III Kesimpulan

A. Kesimpulan Berpijak pada pembahasan sederhana yang telah dikedepankan sebelumnya, maka penulis memandang perlu mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

28 Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

16

1. Allah adalah Maha segalanya, karena itu segalah sesuatu di bawa kekuasaanya, sehingga apapun yang dilakukan orang-orang kafir dengan tujuan untuk memerangi dan menghancurkan Nabi Muhammad saw. dan orang-orang mukmin niscaya akan sia-sia, karena mereka tidak berdaya di hadapan Allah swt. Allah sangat membenci orang-orang yang melakukan penghiantan (penghianat). 2. orang-oranng mukmin dituntut untuk mempersiapkan diri mereka dengan segalah kemamapuannya, baik kekuatan materil maupun non materi (ruhiyah) untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Secara tegas pada ayat yang telah diuraikan di atas Ia menyeruh orang-orang mukmin untuk mempersiapkan kekuatan. Yang dimaksud dengan kekuatan disini adalah segalah sesutau yang terkait dengan peperangan, hal yang tak kalah pentingnya dalam hal ini adalah penguasaan terhadap peralatan tempur yang canggi dan strategi perang, tentunya kekuatan tersebut harus dipahami secara tekstual, sehingga tidak kaku menghadapi penafsiran Nabi yang mengatakan yang dimaksud dengan kekuatan adalah panah. Sebagai implikasi dari pemahaman kontekstual, maka dapat dipahami bahwa makna bukan saja panah, akan tetapi senjatasenjata canggi misalnya tenk, segalah jenis bom, segalah jenis senapan, segalah jenis pesawat tempur, segalah jenis kapal tempur dan lain-lain. 3. Islam sangat mengutamakan perdamaian, oleh karena itu apabila musuh-musuh menghendaki perdamaian atau gencatan senjata,

17

maka orang-orang mukmin dituntut untuk berdamai dengan mereka. B. Implikasi Islam adalah agama yang universal, ia tidak mencakup soal ibadah saja akan tetapi ia mencakup segalah aspek kehidupan. Dalam banyak ayat, Alquran banyak berbicara tentang perang, kendatipun demikian tidaklah berarti Islam adalah agama teroris, karena perang dalam Islam hanya merupakan jalan terakhir, pernyataan ini didukung oleh sejumlah ayat-ayat Alquran yang menganjurkan perdamaian. Bahkan Islam dan perdamain tidak dapat dipisahkan, karena Islam datang dengan tujuaan rahmatan lil alamin.

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. Tafsir al-Manar, Juz X. t. t: Dar al-Fikr, t. th.

18

Ali al-Shabuniy, Muhammad. Shafwat al-Tafsir, Jilid I. Bairut: Dar alJail, t. th. al-Andalusiy, Abu Hayyn. Tafsir Al-Bahr al-Muhit, Juz VI. Cet. I; Bairut: Dar al-Kutb al-Ilmiyah, 1993. Ibn Zakariyah, Ibn Faris, Abu Husain. Mujam Maqis fi al-Lughah, Juz II. Bairut: Dar al-Fikr, t. th. -------------------------------------------. Mujam Maqis fi al-Lughah, Juz IV. Bairut: Dar al-Fikr, t. th. -------------------------------------------. Mujam Maqis fi al-Lughah, Juz V. Bairut: Dar al-Fikr, t. th. Kastir, Ibn. Tafsr al-Quran al-Azim, Juz II. Indonesia: Toha Putra Semarang, t. th. Musthafa al-Margiy, Ahmad. Tafsir al-Margiy, Juz X. t. d. al-Suyuthiy, Jalluddin. Lubab al-Nuql fi Asbb al-Nuzl. Cet. III; Bairut: al-Maktbat al-Ashriah, 200. al-Suyutiy, Jalluddin. al-Dur al-Manstur fi al-Tafsir al-Makstur , Juz IV. t. t. : Dar al-Fikr, t. th. al-Zhuhailiy, Wahabah. al-Tafsir al-Munir fi al-Akidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, Juz VII. Bairut: Dar al-Fikr al-Musir, t. th.

You might also like