You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi oleh anak. Pada tahun-tahun awal usia anak sangat rentan terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi, hal ini dikarenakan adanya stres akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, anak-anak memiliki mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor. Stresor utama dari hospitalisasi antara lain perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan anak, pengalaman anak sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, keterampilan koping yang dmiliki atau didapatkan, keparahan diagnosis, dan sistem pendukng yang ada.

B. TUJUAN 1. Mengetahui pengertian hospitalisasi 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit 3. Mengetahui reaksi anak terhadap stres akibat sakit dan dirawat di rumah sakit berdasarkan tahap perkembangan 4. Mengetahui efek hospitalisasi 5. Mengetahui Manfaat hospitalisasi

C. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah pengertian hospitalisasi 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit
1

3. Bagaimana reaksi anak terhadap stres akibat sakit dan dirawat di rumah sakit berdasarkan tahap perkembangan 4. Apakah efek dan manfaat dari hospitalisasi? D. MANFAAT Dengan permasalahan ini diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai berikut : 1. Bagi Anak Untuk mengurangi stressor dan dampak dari hospitalisasi 2. Bagi Orang tua Sebagai dasar orang tua untuk mengatasi dampak dari hospitalisasi pada anak 3. Bagi Keluarga Sebagai masukan dalam mengatasi permasalahan hospitalisasi. 4. Bagi Lingkungan Sosial Sebagai bahan informasi tentang pentingnya peran serta lingkungan sosial untuk ikut serta mengatasi permasalahan hospitalisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hospitalisasi Pada Anak Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000). Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak dirawat dirumah sakit, maka anak tersebutakan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanism koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian- kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam, 2005).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak terhadap Sakit dan Rawat Inap di Rumah Sakit 1. Perkembangan usia Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan anak (Supartini, 2000). Pada anak usia sekolah reaksi perpisahan adalah kecemasan karena berpisah dengan orangtua dan kelompok sosialnya. Pasien anak usia sekolah umumnya takut pada dokter dan perawat. 2. Pola asuh orang tua Pola asuh orangtua yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak juga dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit. Berbeda dengan orangtua yang memandirikan anak untuk aktivitas sehari-hari, anak akan lebih kooperatif bila di rumah sakit.
3

3. Keluarga Keluarga yang terlalu khawatir atau stres terhadap anaknya yang dirawat di rumah sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stres dan takut. 4. Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya Apabila anak pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya, apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter. 5. Support System yang tersedia Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta dukungan kepada orang terdekat dengan dirinya misalnya orangtua atau saudaranya.perilaku ini biasanya ditandai denagn permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, meminta dipeluk saat merasa takut dan cemas atau bahkan saat merasa kesakitan 6. Keterampilan koping dalam menangani stres Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima kenyataan bahwa dirinya harus dirawat di rumah sakit akan lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

C. Reaksi Anak terhadap Stres akibat Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit berdasarkan Tahap Perkembangan Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah mengalami krisis karena anak stres akibat perubahan baik pada status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005).
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh
4

dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anakmarasa kurang nyaman (Keliat, 1998). Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Beberapa perubahan lingkungan fisik yang dialami selama dirawat di rumah sakit, pada akhirnya dapat menyebabkan anak mengalami stres emosi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama serta orangorang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes ( phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial).

Akibat dari hospitalisasi akan berbeda-beda pada anak bersifat individual dan sangat tergantung pada tahapan perkembangan anak. 1. Masa Kanak-Kanak Awal Stres utama dari masa bayi pertengahan sampai usia prasekolah, terutama untuk anakanak yang berusia 6 sampai 30 bulan Kecemasan akibat perpisahan ditimbulkan oleh hospitalisasi selama masa kanak-kanak awal disebut juga depresi analitik. Selama periode usia ini terlihat reaksi khas sebagai manifestasi kecemasan anak kecil pada perpisahan antara lain : a. Fase Protes, anak-anak bereaksi secara agresif terhadap perpisahan dengan orangtuanya. Mereka menangis dan berteriak memanggil orangtua mereka, menolak perhatian dari orang lain, dan kedukaan mereka tidak dapt dihilangkan. b. Fase Putus asa, tangisan terhenti dan muncul depresi. Anak menjadi kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk untuk bermain atau terhadap makanan, dan menarik diri dari orang lain. c. Fase Pelepasan (penyangkalan), pada tahap ini pada akhirnya anak mulai menyesuaikan diri dengan kehilangan. Anak menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain, dan tampak membentuk hubungan baru. Akan tetapi, perilaku ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-tanda kesenagan, 2. Masa Kanak-Kanak Akhir dan Remaja Pada anak usia sekolah biasanya telah dapat menerima keadaan masuk rumah sakit dengan sedikit ketakutan. Akan tetapi ada diantaranya yang akan menolak masuk rumah sakit secara terbuka menangis tidak mau dirawat. Reaksi yang timbul tergantung pada tingkat kecerdasan dan bagaimana kondisi penderitaan anak. Sebagian besar anak usia sekolah telah mampu untuk mengerti alasan masuk rumah sakit dan saat inilah ketulusan orangtua merupakan hal yang penting. Anak usia sekolah membayangkan dirawat di ruamh sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya (Wong, 2000).

D. Efek Hospitalisasi Pada Anak A. Reaksi anak pada hospitalisasi 1) Masa bayi (0-1 tahun)Dampak perpisahan, usia anak >6 bulan Terjadi stanger anxiety (cemas) Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan Beberapa mulai menjauh dari orang tua (dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari) Kecenderungan untuk berpegang erat dengan orng tua Menuntut perhatian orang tua Sangat menentang dengan perpisahan Timbulnya ketakutan baru Sering terbangun di malam hari Hiperaktivitas tempertantrum rewel terhadap makanan dekat dengan selimut dan mainan regresi keterampilan yang baru saja dipelajari

2) Masa todler (2-3 tahun) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan tahapnya. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain, putus asa berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis. Mulai menerima perpisahan Membina hubungan secara dangkal Anak mulai menyukai lingkungannya 3) Masa prasekolah (3-6 tahun) Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkanreaksi agresif. Menolak makan Sering bertanya
7

Menangis perlahan Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan 4) Masa sekolah (6-12 tahun) Perawatan di rumah sakit memaksakan Meninggalkan lingkungan yang dicintai Meninggalkan keluarga Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan 5) Masa remaja (12-18 tahun) Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan Tidak kooperatif dengan petugas Bertanya-tanya Menarik diri Menolak kehadiran orang lain Gangguan peran orang tua dan keluarga B. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi Reaksi orang tua pada hospitalisasi anak Denial tidak percaya akan penyakit anak Marah/merasa bersalah, merasa bersalah karena tidak bisa merawat anaknya Ketakutan, frustasi dan cemas, tingkat keseriusan penyakit, prosedur tindakanmedis, dan ketidaktahuan Depresi Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi Takut Marah Cemburu Benci Rasa bersalah
8

C. Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi Acuh tak acuh Terkesan menghindar Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi. D. Peran Perawat pada Anak Peran perawat anak dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien atau keluarga antara lain: 1. Family advocacy Kemampuan perawat untuk melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban pasien atau keluarga dapat terlaksana dengan seimbang dalam hal memperoleh pelayanan kesehatan. Contoh; Kewajiban perawat unuk memberikan suatu informasi tentang tujua dan manfaat, serta efek samping pengobatan atau tindakan keperawatan. 2. Health educator Perawat berperan mendidik individu, keluarga, masyarakat, lewat penyuluhan keksehatan. 3. Theraupethic Perawat bertanggung jawab atas pengelolaan, pengobatan, pada pasien yang menjadi tanggung jawab serta pelaksanaan askep di dalamnya. 4. Communicator/mediator Peran ini nampak dimana perawat menjadi perantara antar pasien dan tim kesehatan lain 5. Support Perawat berusaha untuk memberikan dukungan (nasihat) pada pasien/keluarga, misalnya berusaha menjadi pendengar yang baik bagi pasien atau keluarganya.

6. Research Sebagai peneliti perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk mutu pelayanan dan pendidikan kesehatan

E. Manfaat Hospitalisasi Meskipun hospitalisasi dapat dan biasanya menimbulkan stres pada anak-anak, tetapi hospitalisasi juga memiliki manfaat. Manfaat yang paling nyata adalah pulih dari sakit, memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit dapat memberikan pengalaman sosialisasi yang baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal anak. F. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian yang dapat dilakuakn pada klien dengan hospitalisasi (Wanda, 2003) : a) Cara berpikir dan persepsi: Apakah klien membuat catatan perilaku agresif? Apakah klien menderita delusi atau halusinasi yang dapat berpotensi membahayakan diri sendiri atau orang lain? (Misalnya, seorang istri menjadi yakin bahwa suaminya sedang mencoba untuk membunuh dia dan dia mendengar suara-suara dalam kepalanya menyuruhnya untuk membunuh dia) b) Aktivitas motorik dan bahasa tubuh: Apakah klien menunjukkan peningkatan agitasi psikomotor (gelisah, mondar-mandir) bersama dengan postur tegang, tinju terkepal, atau rahang menegang? c) Perasaan: Apakah mempengaruhi klien atau verbalisasi meningkat dalam intensitas, atau memiliki cara yang klien mengekspresikan keinginan dan kebutuhan berubah terasa? (Misalnya, klien berbicara menggunakan nada marah saat ia menyatakan bahwa ia ingin petugas RS untuk membiarkan dia keluar dari rumah sakit). d) Keadaan fisik: Apakah klien memiliki kondisi seperti kejang, delirium, atau lesi otak yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan tiba-tiba tanpa peringatan?
10

e) Riwayat terdahulu: Apakah klien memiliki riwayat perilaku kekerasan? Beberapa studi menunjukkan bahwa prediksi terbaik dari kekerasan adalah riwayat kekerasan. Riwayat kekerasan terhadap perilaku diri atau lainnya dapat berulang atau mencoba bunuh diri dan penggunaan alkohol, obat-obatan adiktif lainnya, atau obat halusinogen yang mengurangi kontrol atas perilaku (Littrell, 1998)

2.

Diagnosa Keperawatan Berikut diagnosa keperawatan pada klien hospitalisasi yaitu: a) Ansietas berhubungan dengan perpisahan dengan rutinitas dan sistem pendukung yang sudah dikenal; lingkungan yang tidak dikenal. Tujuan : 1. Pasien mengalami perpisahan yang minimal Intervensi : Berikan suasana yang hangat dan menerima bagi anak dan orangtua Bantu orang tua memahami perilaku akibat cemas terhadap perpisahan dan beritahu cara cara dalam mendukung anak. Beritahu anak tentang alasan anak dirawat di rumah sakit Kunjungan lebih baik singkat tetapi sering; anjurkan orang tua dan kerabat berkunjung bergantian Anjurkan orang tua dan keluarga untuk memeluk, membuai dan cara- cara lain untuk menunjukkan kasih sayang pada anak. 2. Anak mampu mengekspresikan perasaan Intervensi : Berikan suasana yang mendukung pengungkapan perasaan dengan tegas. Beri kesempatan pada anak untuk mengungkapkan secara verbal atau mengungkapkan perasaan tanpa ketakutan terhadap hukuman. Anjurkan anak untuk menggambar atau melakukan aktivitas ekspresif lainnya.
11

Terima ungkapan perasaan anak agar anak terus mengekspresikan perasaannya.

3. Pasien tetap tenang Intervensi : Jangan melakukan apapun yang membuat anak bertambah takut, ingatlah apa yang tidak menimbulkan kecemasan pada orang dewasa dapat membuat anak sangat ketakutan. Pertahankan sikap yang tenang, rileks dan yakin. Luangkan waktu bersama anak dan keluarga untuik membina hubungan

b)

Ansietas berhubungan dengan prosedur, kejadian yang menimbulkan distress Tujuan : 1. Anak siap untuk hospitalisasi Intervensi : Siapkan anak seperlunya untuk mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan untuk meningkatkan kerja sama Pilih materi persiapan yang sesuai Libatkan orang tua agar mereka mampu bertindak sebagai sumber yang efektif bagi anak mereka Modifikasi persiapan dalam situasi khusus

2. Anak memperlihatkan penurunan ketakutan terhadap cedera tubuh Intervensi : Kenali ketakutan perkembangan yang berkaitan dengan penyakit dan prosedur untuk memastikan intervensi yang tepat. Beri penjelasan sesuai usia tentang prosedur yang mungkin dilihat atau didengar anak yang dilakukan pada anak lain untuk mengurangi ketakutan anak.
12

Yakinkan pada anak bahwa bagian tubuh tertentu dapat diangkat tanpa menimbulkan rasa sakit.

3. Anak mendapat dukungan selama prosedur Intervensi : Siapkan anak untuk menghadapi prosedur sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman. Tetaplah bersama anak untuk memberi dukungan dengan kehadiran fisik. Jawab pertanyaan dan jelaskan tujuan dari aktivitas Tetap memberikan informasi perkembangan pada anak dan keluarga

c)

Ketidakberdayaan berhubungan dengan lingkungan layanan kesehatan Tujuan : 1. Anak mengalami suasana seperti di rumah di lingkungan rumah sakit Intervensi : Pertahankan rutinitas yang serupa yang biasa dilakukan anak di rumah. Minimalkan lingkungan seperti rumah sakit seoptimal mungkin. Anjurkan sibling untuk berkunjung.

2. Anak mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kendali Intervensi : Beri kebebasan di unit dalam batasan batasan yang jelas dan kuat. Dorong kemampuan merawat diri sendiri sesuai kemampuan anak. Hormati kebutuhan anak akan privasi.

d)

Resiko cidera atau trauma berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal, terapi peralatan berbahaya
13

Tujuan : 1. Anak tidak mengalami cidera Intervensi : Laporkan bahaya yang mungkin ada. Awasi anak selama di bak mandi. Beritahu orang tua dan staf rumah sakit lainnya tentang toleransi fisik dan kebutuhan anak akan bantuan selama beraktivitas. Jaga penghalang tempat tidur agar tetap terpasang dengan aman.

BAB III A. Kesimpulan Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit adalah perkembangan usia, pola asuh orang tua, keluarga, pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya, support system yang tersedia, keterampilan koping dalam menangani stres. Reaksi dan efek anak terhadap stres akibat hospitalisasi bervariasi sesuai tahap perkembangan anak mulai dari kanak kanak awal sampai remaja. Manfaat hospitalisasi pada anak adalah pulih dari sakit, memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan koping mereka, memberikan pengalaman sosialisasi yang baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal anak. B. Saran Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga tahap perkembangan anak tidak terganggu akibat hospitalisasi
14

Perawat mengoptimalkan dukungan dari orang-orang terdekat anak (orang tua, saudara, teman) dalam hospitalisasi sehingga dampak dari hospitalisasi pada anak dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hakviasyah, Rheza. 2012. Hospitalisasi anak. Diunduh pada tanggal 25 Juli 2012 dari http://ml.scribd.com/doc/95424754/Askep-Anak-Hospitalisasi-Anak Harnawati. 2008. Reaksi hospitalisasi. Diunduh pada tanggal 25 Juli 2012 dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/reaksi-hospitalisasi/. Novianto, Dody., dkk. 2009. Hospitalisasi pada anak. Diunduh pada tanggal 25 Juli 2012 dari http://ml.scribd.com/doc/49575347/HOSPITALISASI-PADA-ANAK Nursalam. 2005. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika. Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Wong, D.L., dkk. 2009. Buku ajar keperawatan pediatric edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC.

15

You might also like