You are on page 1of 41

BAB I PENDAHULUAN I.

Latar Belakang Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu ureter, batu kandung kemih dan batu uretra. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organic. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat, secara bersama dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal. Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedang di negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Di daerah Semarang, sejak tahun 1979 proporsi batu ginjal dijumpai relatif meningkat dibanding proporsi batu kandung kemih. Peningkatan kejadian batu pada saluran kemih bagian atas terjadi di abad-20, khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari Negara yang sudah berkembang. Epidemiologi batu saluran kemih bagian atas di Negara berkembang dijumpai ada hubungan yang erat dengan perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya untuk kebutuhan makanan perkapita. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock

wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).(1) Di beberapa rumah sakit di Indonesia dilaporkan ada perubahan proporsi batu ginjal di bandingkan batu saluran kemih bagian bawah. Hasil analisis jenis batu ginjal di Laboratorium Patologi Klinik Universitas Gajah Mada sekitar tahun 1964 dan 1974,menunjukkan kenaikan proporsi batu ginjal dibanding proporsi batu kandung kemih. Sekitar tahun 1964-1969 didapatkan proporsi batu ginjal sebesar 20% dan batu kandung kemih sebesar 80%, tetapi pada tahun 1970-1974 batu ginjal sebesar 70 persen (101-144 batu) dan batu kandung kemih 30 persen (43/144 batu). Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang tahun 1979 telag dirawat 166 pasien batu saluran kemih atau 52/10.000 pasien rawat inap. Hampir keseluruhan pasien (99%) datang dengan problem medis batu ginjal yang dilaporkan sebesar 35%. Pada tahun 1981-1983 dilaporkan dari 634 pasien batu saluran kemih didapatkan 337 pasien batu ginjal (53%). Pada tahun 1983 di Rumah Sakit Dr. Sardjito dilaporkan 64 pasien dirawat dengan batu saluran kemih, batu ginjal 75% dan batu kandung kemih 25%.Kejadian batu saluran kemih terdapat sebesar 57/10.000 pasien rawat inap. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi batu saluran kemih sebesar 80/10.000 pasien rawat inap. Batu ginjal ditemukan 79 dari 89 pasien batu saluran kemih tersebut. Tampaknya proporsi batu ginjal relatif stabil. Di rumah sakit di Amerika Serikat kejadian batu ginjal dilaporkan sekitar 7-10 pasien untuk setiap 1000 pasien rumah sakit dan insidens dilaporkan 7-21 pasien untuk setiap 10.000 orang dalam setahun. Pengambilan batu tanpa operasi dengan litotripsi (extra corporeal shockwave lithotripsy) atau penghancuran batu dengan gelombang kejut, telah banyak dilakukan pada beberapa pusat litotripsi. (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Batu biasanya tersangkut pada tiga tempat penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli. Selain itu batu juga dapat menyumbat di uretra. II.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem saluran kemih terdiri dari: a) Dua buah ginjal (Ren) yang menghasilkan urin, b) Dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) Satu vesika urinaria (VU), sebagai tempat pengumpulan urin, dan d) Satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria. Ginjal (Ren)

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Fungsi ginjal adalah a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Fascia renalis terdiri dari: a) b) c) Fascia (fascia renalis), Jaringan lemak peri renal, dan Kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal Struktur Ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin

yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masingmasing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius. PROSES PEMBENTUKAN URIN Tahap pembentukan urin 1. Proses Filtrasi ,Terjadi di glomerulus Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium,
5

klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus. 2. Proses Reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. 3. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar. Pendarahan Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior. Persarafan Ginjal Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Terdapat tiga tempat penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli.

Lapisan dinding ureter terdiri dari: 1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) 2. Lapisan tengah lapisan otot polos 3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Dinding kandung kemih terdiri dari: 1. Lapisan sebelah luar (peritoneum). 2. Tunika muskularis (lapisan berotot). 3. Tunika submukosa. 4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Uretra Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari: 1. Urethra pars Prostatica 2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa) 3. Urethra pars spongiosa. Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan: 1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.

2. 3.

Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf. Lapisan mukosa.

Urin (Air Kemih): Sifat fisis air kemih, terdiri dari: 1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. 2. 3. 4. 5. 6. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. Berat jenis 1,015-1,020. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

Fisiologi Mikturisi (3) Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu: 1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2. 2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari latih. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri). .Ciri-Ciri Urin Normal 1. 2. 3. 4. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan. Baunya tajam. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

II.3 Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi : 1. Faktor Instrinsik, yaitu keadaan yang beasal dari tubuh seseorang Faktor instrinsik itu antara lain adalah : - Herediter (keturunan) - Umur - Jenis kelamin : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. : usia 30 50 tahun. : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
10

2. Faktor Ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah : - Geografi, pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit saluran kemih. - Iklim dan temperature - Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. - Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit saluran batu saluran kemih. - Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life. II.4 Patofisiologi Berikut beberapa teori tentang proses terbentuknya batu secara umum : Teori Intimatriks Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu. Teori Supersaturasi Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.

11

Teori Presipitasi-Kristalisasi Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.

Teori Berkurangnya Faktor Penghambat Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktur, dan bulibuli neurogenic merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. (5) Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahanbahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup membantu membuat buntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat meupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu
12

diatas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya Janis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. II.5 Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif. BATU KALSIUM Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor terjadinya batu kalsium adalah: 1. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain: - Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. - Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal. - Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid. 2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani
13

pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam. 3. Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850 mg/24jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen. 4. Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat dan fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipostraturi dapat terjadi pada penyakit : penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsobsi, atau pemakaian diuretic golongan thiazide dalam jangka waktu lama. 5. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. BATU STRUVIT (9) Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilakan enzim urease dan mengubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi : CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2 Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) atau (MgNH4PO4.H2O) dan
14

karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3). Karena terdiri atas 3 kation (Ca++Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. Meskipun E. coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea. BATU ASAM URAT Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit GOUT, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi kanker, dan banyak yang mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alcohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme endogen di dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat diruba menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enxim xanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada mamalia lain selain manusia dan dalmation, mempunyai enzim urikase yang dapat merubah asam urat menjadi allatoin yang larut di dalam air. Pada manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat diekskresikan ke dalam urine dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan dengan natrium membentuk natrium urat. Natrium urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan asam urat bebas, sehingga tidak mungkin mengadakan kristalisasi di dalam urine. Asam urat relatif tidak larut di dalam urine sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah 1. Urin yang terlalu asam (pH urine <6)

15

2. Volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 liter/hari) atau dehidrasi 3. Hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan IVU tampak sebagai bayangan filling defect pada seluruh saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papilla ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing). Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah terapi, adalah : minum banyak, alkalinisasi urine dengan mempertahankan pH di antara 6,5-7 dan mejaga jangan terjadi hiperurikosuria dengan mencegah terjadinya hiperurisemia harus diterapi dengan obat-obatan inhibitor xanthin oksidase, diantaranya adalah allopurinol. BATU JENIS LAIN Batu sistin, batu xanthin, baut triamterene, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolism sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjad asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat dan aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. BATU GINJAL DAN BATU URETER Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu

16

staghorn. Kelainan atau obstruksi pada system pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot pelvikaliks dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. JIka disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen.

17

Gambar : Bilateral Staghorn Calculi II.6 Gambaran Klinis Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada : 1. Posisi atau Letak Batu, 2. Besar batu 3. Penyulit yang telah terjadi.

18

Gambar : Berbagai bentuk dari batu saluran kemih Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. A. Nyeri kolik Nyeri terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. B. Nyeri non kolik Biasanya nyeri tersebut terjadi akibat adanya peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Nyeri ini biasanya sering dikaitkan dengan adanya peradangan terhadap organ-organ sekitar ginjal. Nyeri Kolik - Akibat aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ginjal atau ureter dalam usaha untuk mendorong batu keluar Nyeri Non-Kolik - Terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi

- Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah

19

pinggang (flank) - Sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan kemaluan - Mual & muntah sering menyertai keadaan ini pada batu ureter distal sering ke

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilangi vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.

Gambar : Tempat-tempat penyempitan batu

20

Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika. Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, teraba ginjal pada ssi sakit akibat hidronefrosis, telihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.

Gambar : Refered Pain II.7 Diagnosis Batu Saluran Kemih a. Anamnesis Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal ginjal. Pada Riwayat Penyakit Dahulu dapat ditanyaka apakah ada riwayat penyakit batu (ditanyakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, hubungan keadaan penyakit, infeksi dan penggunaan
21

obat-obatan. Riwayat tentang keluarga yang menderita batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara pengambilan batu, analisis jenis batu, dan situasi batunya). b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tandatanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok Pemeriksan fisik khusus urologi o o o o Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh Genitalia eksterna : teraba batu di uretra Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

c. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi. 1. Darah 2. Urin : Kultur urin + sensitifitas test Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik leukosit (ISK) Sedimen - Leukosit (untuk mencari apakah ada tanda-tanda Urosepsis)

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

22

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria. d. Pemeriksaan pencitraan 1. Foto polos abdomen (BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. 2. Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: 1. 2. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis memperkirakan besarnya batu yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan filling defect pada vesica urinaria oleh batu) atau ureter di sebelah distal. Penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica urinaria 3. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. USG Untuk mengetahui besar batu atau adanya kemungkinan pembesaran prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti pembesaran prostat, tumor, dan divertikel. Selain itu USG juga dapat menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi batu, baik untuk perempuan hamil dan pasien alergi kontras, dapat diketahui adanya batu radiolusen dan dilatasi system kolektikus namun mempunyai kekurangan : kesulitan untuk menunjukkan batu ureter, dan 5. Urogram 3. Urogram
23

Dapat digunakan untuk mendeteksi batu radiolusen sebagai defek pengisian (filling) (batu asam urat, xantin, 2,8-dihidroksiadenin ammonium urat, serta dapat menunjukkan lokasi batu dalam system kolektikus dan dapat menunjukkan kelainan anatomis 6. MRI atau CT jarang dilakukan Digunakan untuk melihat batu yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan sebelumnya. II.8 Diagnosis Banding 1. Kelemahan detrusor kandung kemih a. kelainan medula spinalis b. neuropatia diabetes mellitus c. pasca bedah radikal di pelvis d. farmakologik 2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh : a. kelainan neurologik b. neuropati perifer c. diabetes mellitus d. alkoholisme e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik) 3. Obstruksi fungsional : a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter b. ketidakstabilan detrusor
24

4. Kekakuan leher kandung kemih : a. fibrosis 5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh : a. hiperplasia prostat jinak atau ganas b. kelainan yang menyumbatkan uretra c. uretritis akut atau kronik d. striktur uretra 6.. Prostatitis akut atau kronis 1,2 II.9 Komplikasi Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut : 1. Inkontinensia Paradoks 2. Hematuria 3. Sistitis 4. Pielonefritis 5. Retensi Urin Akut Atau Kronik II.10 Penatalaksanaan BATU GINJAL A. PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU GINJAL NONSTAGHORN 6. Refluks Vesiko-Ureter 7. Hidroureter 8. Hidronefrosis 9. Gagal ginjal akut 10. Gagal ginjal kronis

25

A.1. Ukuran Batu < 20 mm 1. Latar Belakang Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal < 20 mm, yaitu: 1 A. PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU GINJAL NONSTAGHORN A.1. Ukuran Batu < 20 mm 1. Latar Belakang Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal < 20 mm, yaitu: - Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) - Percutaneus nephrolithotomy (PNL) - Operasi terbuka - Kemolisis oral 2. Analisis keluaran a. Stone free rate Secara umum, yang dimaksud dengan stone free rate adalah persentase pasien tanpa sisa batu pasca prosedur. Khusus untuk ESWL, pengertian stone free rate ini bisa berupa tidak adanya sisa batu ataupun adanya sisa/ fragmen batu yang tidak signifikan secara klinis (clinically insignificant fragment = CIRF). Belum ada keseragaman dalam menentukan CIRF sampai saat ini, secara umum literatur menggunakan pada sisa/ fragmen berukuran kurang 2-5 mm, tidak ada infeksi saluran kemih dan tidak ada keluhan pada pasien yang dievaluasi tiga bulan setelah penembakan.2-4

26

ESWL merupakan metode yang efektif untuk penanganan batu ginjal < 20 mm.5 Batu dengan ukuran < 10 mm mempunyai stone free rate 84% (64%-92%) dan batu berukuran 10-20 mm mempunyai stone free rate 77% (59%-81%).6 Komposisi batu berpengaruh terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan komposisi asam urat dan kalsium oksalat dihidrat memiliki koefisien fragmentasi yang baik, sementara batu kalsium oksalat monohidrat dan batu sistin lebih sulit mengalami fragmentasi. Stone free rate untuk kalsium oksalat monohidrat 38-81% sedangkan untuk batu sistin 60-63%. Jika berukuran < 15 mm, stone free rate batu sistin masih 71%, sedangkan jika sudah > 20 mm, stone free rate menjadi hanya 40%. Adanya hidronefrosis dan adanya infeksi ginjal juga mempengaruhi hasil ESWL. Persentase keberhasilan ESWL pada ginjal tanpa hidronefrosis 83%, turun menjadi 50% pada hidronefrosis derajat sedang dan sangat rendah pada hidronefrosis yang berat. Karenanya, dianjurkan untuk dilakukan nefrostomi dan pemberian antibiotik selama 3-5 hari sebelum ESWL pada kasus batu ginjal dengan hidronefrosis.5-7 PNL mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan ESWL untuk batu ginjal < 20 mm. Namun, PNL merupakan prosedur yang lebih invasif dibanding ESWL. Karena itu, ESWL lebih direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm, kecuali pada kasus khusus, seperti batu pada kaliks inferior dengan infundibulum yang panjang dan sudut infundibulopelvis yang tajam ataupun pada kaliks yang obstruktif. Stone free rate pada kasus ini dengan ESWL kurang dari 50%. Pada batu berukuran 10-20 mm yang terletak di kaliks inferior, perbandingan stone free rate antara ESWL dan PNL adalah 57% : 73%.8-10 Kemolisis oral dianjurkan untuk batu dengan komposisi asam urat. Caranya adalah dengan asupan cairan yang banyak ( lebih dari 2000 ml/ 24 jam), alkalinisasi urin (kalium sitrat 3 x 6-10 mmol, natrium kalium sitrat 3 x 9-18 mmol dan natrium bikarbonat 3 x 500 mg). Jika dijumpai hiperurikosuria (>1000 mg/ hari) dengan hiperurisemia diberikan allopurinol 300 mg/ hari. Penyesuaian dosis dilakukan pada pasien dengan insufisiensi ginjal.11-13 b. Jumlah prosedur Jumlah prosedur harus dipisahkan antara prosedur sekunder dan prosedur tambahan. Prosedur sekunder merupakan prosedur yang merupakan bagian dari prosedur untuk
27

pengangkatan batu, sedangkan prosedur tambahan adalah prosedur untuk mengatasi komplikasi dan prosedur insidental untuk pengangkatan batu (seperti insersi atau pengangkatan stent). Sayangnya, pada sebagian besar penelitian tidak disebutkan/ dibedakan antara prosedur sekunder dan prosedur tambahan ini. Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran < 20 mm terjadi pada 7,4% kasus sedangkan pada PNL pada 6,9% kasus. Prosedur tambahan pada ESWL dijumpai pada 11,3% kasus dibandingkan 1,2% pada PNL.2 Jenis batu berkaitan dengan jumlah ESWL yang diperlukan. Pada batu kalsium oksalat monohidrat, perlunya penembakan tambahan terjadi pada 10,3% kasus, pada batu struvit 6,4% sedangkan batu kalsium oksalat dihidrat 2,8%. Banyaknya ESWL sebaiknya tidak lebih dari 3-5 kali (tergantung dari jenis lithotiptornya). Jika perlu dilakukan pengulangan, tidak ada standar baku lamanya interval antar penembakan. Namun biasanya hal ini disesuaikan dengan jenis lithotriptornya: pada mesin ESWL elektrohidrolik, interval waktu minimal 4-5 hari sedangkan pada piezoelektrik bisa lebih singkat (2 hari). Maksimal gelombang kejut yang diberikan setiap penembakan juga disesuaikan dengan jenis mesin ESWL, pada jenis elektrohidrolik sebaiknya tidak melebihi 3500, sedangkan pada piezoelektrik sebaiknya tidak melebihi 5000.14

3. Pedoman pilihan terapi Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah pedoman prosedur yang dianjurkan: 1. 2. 3. ESWL monoterapi PNL untuk kaliks inferior ukuran 10 20 mm Operasi terbuka
28

4.

Kemolisis oral untuk batu asam urat murni

A.2. Ukuran Batu > 20 mm 1. Latar Belakang Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal > 20 mm, yaitu: - ESWL pemasangan stent - PNL - Terapi kombinasi (PNL + ESWL) - RIRS atau laparoskopi - Operasi terbuka - Kemolisis oral 2. Analisis keluaran a. Stone free rate Secara keseluruhan, stone free rate untuk batu 20-30 mm dengan ESWL lebih rendah dibandingkan pada batu < 20 mm (rentang 33%-65%). Stone free rate PNL pada batu berukuran 20-30 mm mencapai 90%. Beberapa faktor menjadi pertimbangan dalam pemilihan ESWL untuk batu berukuran > 20 mm: - Lokasi batu Batu yang terletak di kaliks inferior mempunyai stone free rate yang rendah dibanding batu yang terdapat di lokasi lain, stone free rate paling tinggi dijumpai pada batu di pielum. PNL merupakan pilihan pada batu di kaliks inferior yang berukuran > 15 mm.2,15-17

29

- Total stone burden Tidak ada batasan yang pasti mengenai ukuran batu tetapi ukuran 40 x 30 mm dapat dipakai sebagai pedoman. Monoterapi ESWL (dengan pemasangan stent) mempunyai stone free rate 85% jika batu berukuran < 40 x 30 mm setelah 3 bulan penembakan. Angka ini turun menjadi 43% pada batu berukuran > 40 x 30 mm. Dengan terapi kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate mencapai 71%-96% pada batu > 40 x 30 mm, dengan morbiditas dan komplikasi yang kecil. Keberhasilan lebih tinggi jika ESWL dilakukan setelah PNL. - Kondisi ginjal kontralateral Jika kondisi ginjal kontralateral yang buruk atau pada ginjal soliter, ESWL monoterapi merupakan alternatif pertama karena efeknya yang lebih ringan dibanding terapi PNL atau kombinasi. - Komposisi dan kekerasan batu ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu kalsium atau struvite. Sekitar 1% batu mengandung sistin, tiga perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu sistin besar memerlukan penembakan tambahan hingga 66% kasus. Pada batu sistin, khususnya yang berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL atau kombinasi PNL dan ESWL lebih efektif ketimbang ESWL yang berulang kali.20,21 Kemolisis oral merupakan terapi lini pertama untuk batu asam urat. Pada batu yang besar, disolusi dapat dipercepat dengan ESWL. Stone free rate pada batu asam urat besar dengan ESWL dan kemolisis oral dapat mencapai hingga 85%.2 Peran laparoskopi dalam penanganan batu ginjal > 20 mm masih bersifat eksperimental. b. Jumlah prosedur Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran > 20 mm terjadi pada 33,1% kasus sedangkan pada PNL pada 26,1% kasus. Prosedur tambahan pada ESWL dijumpai pada 28,7%
30

kasus dibandingkan 4,3% pada PNL. Pada batu kaliks inferior berukuran > 10 mm, angka terapi ulang dan prosedur tambahan pada ESWL (16% dan 14%) lebih tinggi dibanding PNL (9% dan 2%).2 3. Pedoman pilihan terapi Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah prioritas pilihan prosedur yang dianjurkan: 1. 2. B. 1. PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ stent) Operasi terbuka PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU CETAK GINJAL/ STAGHORN Latar Belakang Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak/ staghorn ginjal. Definisi yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system.1 Komposisi tersering batu cetak ginjal adalah kombinasi magnesium amonium fosfat (struvit) dan/ atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat, sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Komposisi struvite/ kalsium karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi amonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan bercabang. Faktor-faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofilm eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik menjadi matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan di dalam batu menunjukkan bakteri tinggal di dalam batu,
31

sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada.1 Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu, sebagian besar penelitian mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang.1 Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 2. PNL monoterapi Kombinasi PNL dan ESWL ESWL monoterapi Operasi terbuka Kombinasi operasi terbuka dan ESWL Analisis Keluaran Jika tidak diterapi, batu cetak ginjal terbukti akan menyebabkan kerusakan ginjal. Pasien dapat mengalami infeksi saluran kemih berulang, sepsis dan nyeri. Selain itu, batu akan mengakibatkan kematian. Terapi nonbedah, seperti terapi antibiotik, inhibitor urease, dan terapi suportif lainnya, bukan merupakan alternatif terapi kecuali pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur tindakan pengangkatan batu. Pada analisis retrospektif 200 pasien dengan batu cetak ginjal yang menjalani terapi konservatif, 28% mengalami gangguan fungsi ginjal. a. Stone Free Rate

32

Secara keseluruhan, stone free rate setelah terapi paling tinggi pada PNL (78%) dan paling rendah pada SWL (54%). Pada terapi kombinasi (PNL dan SWL), stone free rate lebih rendah jika SWL dilakukan terakhir (66%) dan dapat menjadi 81% jika dilakukan PNL-ESWLPNL. Pada operasi terbuka, stone free rate berkisar antara 71%-82%. Angka ini lebih rendah jika batunya lebih kompleks.1,22-24 Stone free rate juga dihubungkan dengan klasifikasi batu cetak (parsial atau komplit). Pada batu cetak parsial, angka stone free rate lebih tinggi dibandingkan batu cetak komplit. Pada PNL, stone free rate batu cetak parsial 74% dibandingkan 65% pada batu cetak komplit.1,22 b. Jumlah Prosedur Pada pedoman American Urological Association (AUA) tahun 2004, PNL membutuhkan total rata-rata 1,9 prosedur, ESWL 3,6 prosedur dan terapi kombinasi membutuhkan 3,3 prosedur untuk penatalaksanaan batu cetak ginjal. Operasi terbuka membutuhkan total 1,4 prosedur. Jumlah prosedur juga berkaitan dengan klasifikasi batu cetak (parsial atau total). Pasien batu cetak parsial menjalani 2,1 prosedur dibandingkan 3,7 prosedur pada pasien batu cetak komplit.1,9,10 3. Pedoman pemilihan modalitas terapi

Pasien yang didiagnosis batu cetak ginjal dianjurkan untuk diterapi secara aktif. Terapi standar, rekomendasi dan optional pada pasien batu cetak ginjal berlaku untuk pasien dewasa dengan batu cetak ginjal (bukan batu sistin dan bukan batu asam urat) yang kedua ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif sama) atau ginjal soliter dengan fungsi normal dan kondisi kesehatan yang secara umum, habitus, dan anatomi memungkinkan untuk menjalani keempat modalitas terapi, termasuk pemberian anestesi. Pedoman pilihan terapi meliputi : 1. 2. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL) Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)

33

Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut, pilihan terapi ditentukan berdasarkan pertimbangan individual. BATU URETER Terapi konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk pilihan terapi konservatif berupa : 1. 2. 3. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari - blocker NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi. Shock Wave Lithotripsy ( SWL ) SWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kencing. Prinsip dari SWL adalah memecah batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar supaya bisa keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.

34

Berbagai tipe mesin SWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan. Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan SWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya. Ureteroskopi Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk terapi batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut. PNL PNL yang berkembang sejak dekade 1980 an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan

35

SWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan SWL dibanding PNL. Bedah Terbuka Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar. Pemasangan Stent Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).

BATU KANDUNG KEMIH Vesikolitotripsi : a. Elektrohidrolik (EHL);

36

Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan batu kandung kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P. Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama dan fragmentasinya inkomplit. EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 63-92%. Penyulit : sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%.Waktu yang dibutuhkan : 26 menit. b. Ultrasound ;

Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih, dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan biaya tidak tinggi. Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm). Penyulit : minimal (2 kasus di konversi). Waktu yang dibutuhkan : 56 menit. c. Laser ; Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan tidak ada penyulit. Angka bebas batu : 100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 57 menit. d. Pneumatik; Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 85%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 57 menit.

Vesikolitotomi perkutan : Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu mltipel. Tindakan ini indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen. Angka bebas batu : 85-100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.
37

Vesikolitotomi terbuka : Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi. Angka bebas batu : 100%. ESWL : Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan. Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan menurunkan angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu. Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali untuk terapi batu kandung kemih. Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96% pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang berhasil. Pedoman pilihan terapi :

Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia. Penggunaan istilah standar, rekomendasi dan opsional digunakan berdasarkan fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam penanganan penderita. BATU URETRA Operasi per endoskopik : Dengan berkembangnya teknologi, beberapa alat dapat digunakan untuk batu uretra.
38

Laser Holmium merupakan salah satu modalitas yang paling sering digunakan untuk menangani kasus batu uretra khususnya yang impacted diluar operasi terbuka. Angka bebas batu 100%, tanpa penyulit. Modalitas lain yang digunakan adalah litrotripsi pneumatik, angka bebas batu 100%, penyulit tidak disebutkan. Operasi terbuka : Pada kasus-kasus batu uretra impacted, adanya striktur uretra, divertikel uretra, batu di uretra anterior/fossa navikularis, merupakan indikasi untuk operasi terbuka. Angka bebas batu 100%, penyulit berupa infeksi, fistel uretrokutan.

39

BAB III KESIMPULAN Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Penanganan batu saluran kemih dilakukan dengan pengenalan sedini mungkin. Tatalaksana awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor resiko batu saluran kemih. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati gangguan akibat batu saluran kemih. Pengambilan batu dapat dilakukan dengan pembedahan / litotripsi dan yang terpenting adalah pengenalan faktor resiko sehingga diharapkan dapat memberikan hasil pengobatan dan memberikan pencegahan timbulnya batu saluran kemih yang lebih baik.

40

DAFTAR PUSTAKA 1. Rahardjo D, Hamid R. Perkembangan Penatalaksanaan Batu Ginjal di RSCM tahun 1997-2002. J I Bedah Indones 2004; 32(2):58-63. 2. Sudoyo A W, Setiyohadi B, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta : Interna Publishing 2009. p : 1025 1031 3. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC 4. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC 5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi V Revisi, Jakarta : EGC, 1997. 6. Sylvia A.Price, dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta :EGC 7. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI, Jakarta : EGC, 1997. 8. Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita Selekta Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000
9. Purnomo, Basuki B. Batu Saluran Kemih dalam: Dasar dasar urologi., Edisi III.

Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 87 101 10. Batu Saluran Kemih. Available at www.iaui.or.id/ast/file/batusalurankemih.pdf Accessed at 9th Feb 2013
11. Urolithiasis. Available at http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/2228652-

konsep-dasar-urolithiasis/#ixzz2IquKeV6N Accessed at 10th Feb 2013

41

You might also like