You are on page 1of 30

ASSESMENT PENDIDIKAN MATEMATIKA

OLEH: KELOMPOK I MARSAL ASHARI AGUS SALIM MARDIN SRI SATRIANI SULFIANI HASANUDDIN : 12B07052 : 12B07053 : 12B07054 : 12B07055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2013

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil Alamin puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan segala nikmatNya, salam dan salawat kepada junjungan Nabi Muhammmad SAW, Keluarga, Sahabat dan seluruh ummat muslim yang tetap istiqamah pada ajarannya. Makalah yang kami buat ini berjudul Assesment pendidikan matematika yang membahas tentang keterkaitan antara tes, pengukuran dan penilaian, Unsur-unsur yang dinilai dalam pembelajaran, proses pengolahan hasil tes, dan analisis soal objektif dan essay. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah kami ini. Makassar, 23 Maret 2013

Kelompok I

ii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................... B. Rumusan Masalah ............................................................

1 1

BAB II

PEMBAHASAN A. Tes, Pengukuran dan Penilaian ....................................... 2 B. Unsur-unsur dalam Pembelajaran ................................... 4 C. Pengolahan Hasil Penilaian ............................................. 12 D. Analisis Butir Soal .......................................................... 13 PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 26 B. Saran ................................................................................ 26

BAB III

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 27

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas bagi setiap warga negara. Terwujudnya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya yang terus-menerus selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan memerlukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran karena muara dari berbagai program pendidikan adalah terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya peningkatan kualitas pembelajaran. Pencapaian hasil belajar yang optimal merupakan perolehan dari proses belajar yang optimal pula. Tentu saja, proses maupun hasil belajar yang baik akan diperoleh bila proses pembelajaran dapat berlangsung optimal. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal, maka mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan sampai pada tahap penilaian harus dipersiapkan dan dilaksanakan secara baik pula. Assesment merupakan istilah umum yang didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai para siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan, metode atau instrumen pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau instititut resmi yang menyelenggarakan suatu aktifitas tertentu (Uno: 1). Assesment secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu. Dalam pelaksanaan assesment pembelajaran, guru dihadapkan pada 3 istilah yang sering digunakan secara bersama-sama, yaitu pengukuran, penilaian dan tes. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dirumuskan antara lain : 1. Bagaimana keterkaitan antara tes, pengkuran, dan penilaian? 2. Unsur-unsur apa yang dinilai dalam pembelajaran? 3. Bagaimana proses pengolahan hasi tes? 4. Bagaimana menganalisis soal (objektif maupun essay)? 5. Bagaimana bentuk definisi konseptual dan definisi operasional, serta kisi-kisi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran?

BAB II PEMBAHASAN

A. Tes, Pengukuran Dan Penilaian Dalam bagian ini akan diuraikan tentang pengertian, pengukuran, tes dan penilaian serta peranannya dalam pendidikan. Dalam pengertian akan dikemukakan arti umum dari masing-masing konsep serta beberapa pendapat para penulis. Membicarakan peranan pengukuran, tes dan penilaian dalam pendidikan akan dicoba juga dikemukakan beberapa isu penting dalam bidang ini, yang acapkali menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ahli pendidikan dan masyarakat umum. 1. Tes Tes merupakan salah satu bentuk instrument yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Terdiri atas sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar atau sebagian benar. (Mardapi, 20012;108). Sedangkan dalam Uno (2012:3) Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. . Dengan demikian maka setiap tes menuntut keharusan adanya respon dan subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Jaadi bila ada tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh seseorang tetapi tidak ada jawaban atau cara mengerjakan yang benar atau salah, atau suatu usaha pengukuran yang tidak mengharuskan subyek untuk menjawab atau mengerjakan suatu tugas, maka itu bukanlah tes. 2. Pengukuran Pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala, peristiwa atau benda sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka (Uno, 2012:2). Misalnya untuk mengukur tinggi atau berat seseorang dengan mudah kita memahami karena aturannya telah diketahui secara umum. Tetapi untuk mengukur pendengaran, penglihatan atau kepekaan seseorang jauh lebih kompleks dari itu dan tidak semua orang dapat memahaminya. Dalam kegiatan seperti ini mungkin saja aturan dan formulasi yang diikutitidak lagi sederhana. Dalam melakukannya harus diikuti seperangkat aturan atau formulasi yang disepakati secara umum oleh para ahli. Kegiatan pengukuran itu menjadi lebih kompleks lagi bila akan mengukur karakteristik psikologik seseorang, seperti kecerdasan,kematangan atau kepribadian. Dalam hal yang terakhir ini tidak semua orang dapat memahaminya, dan tentu saja tidak semua orang dapat melakukannya. Karena memang pengukuran itu menuntut keahlian dan latihan tertentu.

Demikian halnya dengan pengukuran dalam bidang pendidikan. Kita hanya mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu,bukan peserta didik itu sendiri. Dosen dapat mengukur penguasaan peserta pendidikan dalam suatu mata kuliah tertentu atau kemampuan dalam melakukan suatu ketrampilan tertentu yang telah dilatih, tetapi tidaklah mengukur peserta didik itu sendiri. Pengukuran pendidikan aadalah salah satu pekerjaan profesional guru, instruktur atau dosen. Tanpa kemampuan pengukuran pendidikan, seorang guru atau dosen tidak akan dapat mengetahui dengan persis di mana ia berada pada suatu saat atau suatu kegiatan. Pengukuran memiliki 2 karakteristik yang utama yaitu penggunaan angka atau skala tertentu, dan menurut suatu aturan atau formulasi tertentu. 3. Penilaian Penilaian adalah kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu (Widoyoko, 2009:30). Penilaian dalam program pembelajaran merupakan salah satu kegiatan untuk menilai tingkat pencapaian kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Sedangkan penilaian dalam konteks hasil belajar diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran tentang kecakapan yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Berbagai teknik penilaian dapat dilakukan oleh guru untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Namun, tidak ada satupun teknik penilaian yang paling tepat untuk semua kompetensi untuk setiap saat. Teknik penilaian yang digunakan sangat tergantung pada kecakapan yang akan dinilai. Secara umum penilaian terhadap hasil belajar dapa dilakukan dengan tes (tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan), pemberian tugas, penilaian kinerja, dan sebagainya. 4. Hubungan Antara Tes, Pengukuran dan Penilaian Dari uraian singkat mengenai pengertian tes, pengukuran dan penilaian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga hal tersebut saling berhubungan satu sama lain. Penilaian hasil belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar bila menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Tentu saja tes hanya merupakan salah satu alat yang dapat digunakan. Dapat saja informasi yang digunakan tanpa menggunakan tes sebagai instrumen alat ukurnya. Misalnya dapat digunakan alat ukur non tes, seperti observasi, skala rating dan lain-lain. Pengukuran dan penilaian juga merupakan dua proses yang bekesinambungan. Pengukuran dilaksanakan terlebih dahulu yang menhasilkan skor dan dari hasil pengukuran kita dapat melaksanakan penilaian. Penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi pada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik, sedangkan penilaian lebih bersifat kualitatif.

TES

PENGUKURAN

PENILAIAN

Bagan Hubungan antara tes, pengukuran dan penilaian B. Unsur-Unsur yang dinilai dalam pembelajaran Terdapat tiga ranah yang dijadikan sebagai unsur-unsur dalam penilaian hasil belajar siswa yaitu:

1. Ranah kognitif
a. Tipe hasil belajar: Pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuh-nya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, namanama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi, baik bidang matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat. Menyusun item tes pengetahuan hafalan Tidaklah terlalu sukar untuk menyusun item tipe ini. Malahan para penyusun tes hasil belajar, secara tidak sengaja banyak tergelincir atau terperosok masuk ke dalam kawasan ini.

Dilihat dari segi bentuknya, tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe isian, dan tipe benar-salah. Karena lebih mudah menyusunnya, orang banyak memilih tipe benar-salah. Karena kurang dipersiapkan dengan baik, banyak item tes yang ditulis secara tergesa-gesa sehingga terperosok ke dalam pengungkapan pengetahuan hafalan saja. Aspek yang ditanyakan biasanya fakta-fakta seperti nama orang, tempat, teori, rumus, istilah batasan, atau hukum. Siswa hanya dituntut kesanggupan mengingatnya sehingga jawabannya mudah ditebak.
b. Tipe hasil belajar: Pemahaman Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih, menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang sakelar. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan pengetahuan tentang konjugasi kata kerja, subjek, dan possessive pronoun sehingga tahu menyusun kalirnat My friend is studying, bukan My friend studying, merupakan contoh pemahaman penafsiran. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan diatas. perlu disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusun tes dapat membedakan item yang susunannya termasuk sub-kategori tsb., tetapi tidak perlu berlarut-larut mempermasalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan penyusunan soal tes hasil belajar.

Menyusun item tes pemahaman Karakteristik soal-soal pemahaman sangat mudah dikenal. Misalnya mengungkapkan tema, topik, atau masalah yang sama dengan yang pernah dipelajari atau diajarkan, tetapi materinya, berbeda. Mengungkapkan tentang sesuatu dengan bahasa sendiri dengan simbol tertentu termasuk ke dalam pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan hubungan antar-unsur dari keseluruhan pesan suatu karangan termasuk ke dalam pemahaman penafsiran. Item ekstrapolasi mengungkapkan kemampuan di balik pesan yang tertulis dalam suatu keterangan atau tulisan. Membuatkan contoh item pemahaman tidaklah mudah. Cukup banyak contoh item pemahaman yang harus diberi catatan atau perbaikan sebab terjebak ke dalam item pengetahuan. Sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah, diagram, atau grafik. Dalam tes objektif, tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah banyak mengungkapkan aspek pemahaman.
c. Tipe hasil belajar: Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dili-hat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Ke-cuali itu, ada satu unsur lagi yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi, yakni sesuatu yang umum sifat-nya untuk diterapkan pada situasi khusus. Karena situasi itu lokal sifatnya dan mungkin pula subjektif, maka tidak mustahil bahwa isi suatu item itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah dikenal bagi beberapa orang tertentu. Mengetengahkan problem baru hendaknya lebih didasarkan atas realitas yang ada di masyarakat atau realitas yang ada dalam teks bacaan. Problem baru yang diciptakan sendiri oleh penyusun tes tidak mustahil naif karena dimensi yang dicakup terlalu sederhana. Prinsip merupakan abstraksi suatu proses atau suatu hubungan mengenai kebenaran dasar atau hukum umum yang berlaku di bidang ilmu tertentu. Prinsip mungkin merupakan suatu pernyataan yang berlaku pada sejumlah besar keadaan, dan mungkin pula merupakan suatu deduksi dari suatu teori atau asumsi. Generalisasi merupakan rangkuman sejumlah informasi atau rangkuman sejumlah hal khusus yang dapat dikenakan pada hal khusus yang baru. Membedakan prinsip dengan generalisasi tidak selalu mudah, dan akan lebih mudah dijelaskan dalam konteks cabang ilmu masingmasing.

Mengetes aplikasi Bloom membedakan delapan tipe aplikasi yang akan dibahas satu per satu dalam rangka menyusun item tes tentang aplikasi. 1) Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situa-si baru yang dihadapi. Dalam hal ini yang bersangkutan belum diharapkan dapat memecahkan seluruh problem, tetapi sekadar dapat menetapkan prinsip yang sesuai. 2) Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai. 3) Dapat memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi. 4) Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalfsasi. 5) Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat hubung-tfn sebab-akibat. Bentuk lain ialah dapat menanyakan tentang proses terjadinya atau kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala. 6) Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu. Dasar untuk membuat ramalan diharapkan da-pat ditunjukkan berdasarkan perubahan kualitatif, mungkin pula berdasarkan perubahan kuantitatif. 7) Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. Kemampuan aplikasi tipe ini lebih banyak diperlukan oleh ahliahli ilmu sosial dan para pembuat keputusan. 8) Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
d. Tipe hasil belajar: Analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.

Mengetes kecakapan analisis Untuk membuat item tes kecakapan analisis perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yakni: 1) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pertanyaanpertanyaan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu. 2) Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan

secara jelas. 3) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya. 4) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab-akibat, dan peruntutan. 5) Dapat mengenal organisasi, prinsip-prisip organisasi, dan pola-pola materi yang dihadapinya. 6) Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan materia yang dihadapinya.
e. Tipe hasil belajar: Sintesis Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, ber-pikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unitunit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam satu kelompok besar. Mengartikan analisis sebagai memecah integritas menjadi bagianbagian dan sintesis sebagai menyatukan unsur-unsur menjadi integritas perlu secara hati-hati dan penuh telaah. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga beroperasi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraksinya atau operasionalnya.

Mengetes kecakapan sintesis Kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Kecakapan sintesis yang pertama adalah kemampuan menemukan hubungan yang unik. Artinya, menemukan hubungan antara unit-unit yang tak berarti dengan menambahkan satu unsur tertentu, unit-unit tak berharga menjadi sangat berharga. Termasuk ke dalam kecakapan ini adalah kemampuan mengomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar, simbol ilmiah, dan yang lainnya. Kecakapan sintesis yang kedua ialah kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang diketengahkan. Dalam rapat bermunculan berbagai hal. Seorang anggota rapat mengusulkan langkah-langkah urutan atau tahap-tahap pembahasan dan penyelesaiannya. Hal itu merupakan usaha sintesis tipe kedua.

Kecakapan sintesis yang ketiga ialah kemampuan mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data, dan hasil observasi menjadi terarah, propor-sional, hipotesis, skema, model, atau bentuk-bentuk lain.
f. Tipe hasil belajar: Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Dalam tes esai, standar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase menurut pendapat Saudara atau menurut teori tertentu. Frase yang pertama sukar diuji mutunya, se tidak-tidaknya sukar diperbandingkan atau lingkupan variasi kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mempermudah mengetahui tingkat kemampuan evaluasi seseorang, item tesnya hendaklah menyebutkan kriterianya secara eksplisit. Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mampu memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja, dapat mengembangkan partisipasi serta tanggung jawabnya sebagai warga negara. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya.

Mengetes kecakapan evaluasi Kecakapan evaluasi seseorang setidak-tidaknya dapat dikategorikan ke dalam enam tipe: 1) Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen. 2) Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi, dan kesimpulan, juga keajegan logika dan organisasinya. Dengan kecakapan ini diharapkan seseorang mampu mengenai bagianbagian serta keterpaduannya. 3) Dapat memahami nilai serta sudut pandang yang dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan. 4) Dapat mengevaluasi suatu karya dengan memperbandingkannya dengan karya lain yang relevan. 5) Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. 6) Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah kriteria yang eksplisit. Hasil belajar sebagai objek evaluasi tidak hanya bidang kognitif, tetapi juga hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Untuk melengkapi bahan kajian penilaian hasil belajar kognitif, berikut ini dijelaskan tipe hasil belajar afektif dan psikomotoris.

2. Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tsb. dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh sebab itu, penting dinilai hasil-hasilnya. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. a) Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalam-nya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tsb. d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll. e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

3. Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotiris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: a) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); b) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; c) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain; d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan

10

ketepatan. e) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; f) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya Carl Rogers berpendapat bahwa seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif perilakunya sudah bisa diramalkan. Dalam proses belajar-mengajar di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tak perlu dilakukan penilaian. Yang menjadi persoalan ialah bagaimana menjabarkan tipe hasil belajar tersebut sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai. Tipe hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan perasaan, minat dan perhatian, keinginan, penghargaan dll.manakala seseorang dihadapkan kepada objek tertentu. Misalnya bagaimana sikap siswa pada waktu belajar di sekolah, terutama pada waktu guru mengajar. Sikap tersebut dapat dilihat dalam hal: a) kemauannya untuk menerima pelajaran dari guru-guru, perhatianya terhadap apa yang dijelaskan oleh guru, b) keinginannya untuk mendengarkan dan mencatat uraian guru, c) penghargaannya terhadap guru itu sendiri, dan d) hasratnya untuk bertanya kepada guru. Sedangkan sikap siswa setelah pelajaran selesai dapat dilihat dalam hal: a) kemauannya mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut, b) kemauannya untuk menerapkan hasil pelajaran dalam praktek kehidupannya sesuai dengan tujuan dan isi yang terdapat dalam matapelajaran tsb., c) senang terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikannya. Kondisi dan karakteristik siswa di atas merupakan ciri dari hasil belajar ranah afektif. Tipe hasil belajar ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar .ertentu. Hasil belajar ni sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalan kecenderungan-kecenderungan berperilaku. Hasil belajar afektif dan psikomotoris ada yang tampak pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dan adapula yang baru tampak kemudian (setelah pengajaran diberikan) dalam praktek lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Itulah sebabnya hasil belajar afektif memiliki nilai

11

yang sangat tinggi bagi kehidupan siswa sebab dapat secara langsung mempengaruhi perilakunya. Ketiga hasil belajar yang dijelaskan di atas penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pengajaran dan menyusun alat-alat penilaian, baik tes maupun non tes. C. Pengolahan Data Hasil Penilaian Data hasil pengukuran melalui alat penilaian tertentu, misalnya tes, baik tes objektif maupun tes essay, berupa data kuantitatif, yakn angka-angka atau bilangan numerik. Angka atau bilangan tersebut adalah skor hasil pengukuran yang biasa disebut skor mentah. Agar skor mentah ini mempunyai makna nilai sehingga dapat ditafsirkan untuk menentukan prestasi dan kemampuan siswa, perlu diolah menjadi skor masak, melalui teknik statistika. Proses mengubah skor mentah menjadi skor masak dengan menggunakan teknik statistika disebut pengolahan data. Pengolahan data dimaksudkan untuk menentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa dibandingkan dengan kelompoknya dan menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang ditentukan. 1. Batas kelulusan Sistem penilaian yang biasa digunakan, yakni penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian Acuan Norma (PAN) yakni batas lulus aktual dan batas lulus ideal sedangkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) yakni batas lulus purposif. a. Batas lulus aktual Batas lulus aktual didasarkan atas nilai rata-rata aktual atau nilai rata-rata yang dapat dicapai oleh kelompok siswa. Unsur yang diperlukan untuk menetapkan batas lulus aktual adalah nilai rata-rata aktual dan simpangan baku aktual. Biasanya skor yang dinyatakan lulus adalah skor diatas dimana = nilai rata-rata kelas dan SD adalah simpangan baku atau standar deviasi b. Batas lulus ideal Batas lulus ideal hampir sama dengan batas lulus aktual, yakni menentukan batas lulus dengan menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku aktual. Nilai rata-rata dan simpangan baku dalam batas lulus ideal mudah dihitung yakni menggunakan aturan sebagai berikut: Nilai rata-rata ideal adalah setengah dari maksimum skor. Simpangan baku adalah sepertiga dari nilai-nilai rata-rata ideal.

12

c. Batas lulus purposif Batas lulus purposif mengacu kepada penilaian acuan patokan sehingga tidak perlu menghitung nilai rata-rata dan simpangan baku. Dalam hal ini ditentukan kriterianya, misalnya 75%. Artinya skor yang dinyatakan lulus adalah skor diatas 75% dari skor maksimum. Dalam contoh diatas maka batas lulusnya adalah 75% dari 60, yakni 45. Skor yang besarnya di atas 45 dinyatakan lulus dan yang berada di bawahnya dinyatakan gagal. Makin tinggi kriteria kelulusannya, maka makin tinggi pula kualitas hasil belajar yang dituntutnya. Sebaliknya, makin rendah kriterianya, makin rendah pula kualitas hasil belajar yang dihasilkan D. ANALISIS BUTIR SOAL Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir soal, yakni analisis tingkat kesukaran soal. Menganalisis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan siswa yang termasuk ke dalam kategori lemah atau ren-dah dan kategori kuat atau tinggi prestasinya.

1. Analisis tingkat kesulitan


Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandangdari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ketiga kategori tersebut. Artinya, soal mudah,sedang, dan sukar jumlahnya seimbang. Misalnya tes objektif pilihan berganda dalam pelajaran matematika disusun sebanyak 60 pertanyaan. Dari ke-60 pertanyaan tersebut, soal kategori mudah sebanyak 20, kategori sedang 20, dan kategori sukar 20. Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk ketiga kategori tersebut

13

didasarkan atas kurva normal. Artinya, sebagian besar soal berada dalam kategori sedang, sebagian lagi termasuk ke dalam kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan antara soal mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3. Artinya, 30% soal kategori mudah, 40% soal kategori sedang, dan 30% lagi soal kategori sukar. Misalnya, dari 60 pertanyaan pilihan ganda terdapat 18 soal kategori mudah, 24 soal kategori sedang, dan 18 soal kategori sukar. Perbandingan lain yang termasuk sejenis dengan proporsi di atas misalnya 3-5-2. Artinya, 30% soal kategori mudah, 50% soal kategori sedang, dan 20% soal kategori sukar. Persoalan lain adalah menentukan kriteria soal, yaitu ukuran untuk menentukan apakah soal tersebut termasuk mudah, sedang, atau sukar. Dalam menentukan kriteria ini digunakan judgment dari guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut antara lain adalah: a) abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut. Misalnya untuk bidang kognitif, aspek pengetahuan atau ingatan dan pemahaman termasuk kategori mudah, aspek penerapan dan analitis termasuk kategori sedang, dan aspek sintesis dan evaluasi termasuk kategori sukar. b) sifat materi yang diujikan atau ditanyakan. Misalnya ada fakta, konsep,prinsip dan hukum,serta generalisasi. Fakta termasuk ke dalam kategori mudah, konsep dan prinsip termasuk ke dalam kategori sedang, dan generalisasi (menarik kesimpulan) termasuk ke dalam kategori sukar. c) isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang keilmuannya, baik luasnya maupun kedalamannya. Tentang persoalan isi bahan yang akan diujikan, guru sendiri harus sudah bisa menentukan mana yang termasuk mudah-sedang-sukar. Dengan kata lain, untuk menentukan kesulitan isi bahan, kewenangan ada pada guru itu sendiri. d) bentuk soal. Misalnya dalam tes objektif, tipe soal pilihan benar-salah lebih mudah daripada pilihan berganda dengan option tiga atau empat. Menjodohkan relatif lebih sulit daripada pilihan berganda jika terdapat lima atau lebih yang harus dipasangkan. Sungguhpun demikian, keempat pertimbangan di atas tidak mutlak se-bab bergantung pada isi bahan yang ditanyakan. Kadangkadang soal benar-salah untuk aspek tertentu lebih sulit daripada pilihan berganda untuk aspek lainnya. Demikian juga soal yang mengungkapkan kemampuan analisis dalam hal tertentu lebih mudah daripada soal yang mengungkapkan pemahaman. Dengan demikian, judgment ada pada guru yang bersangkutan setelah ia menentukan ruang lingkup materi yang akan diujikan, baik luas maupun kedalamannya. Hal yang sama berlaku dalam menyusun tes uraian (esai). Artinya, soal-soal jenis esai hendaknya memperhatikan pula tingkat kesukaran soal. Mengingat sifatnya, menentukan tingkat kesukaran soal tes uraian jauh lebih mudah daripada tes objektif. Melalui analisis abilitas

14

yang diukur serta isi dan sifat bahan yang ditanyakan, dalam tes uraian dapat dengan mudah menentukan tingkat kesukaran. Setelah judgment dilakukan oleh guru, kemudian soal tersebut diujicobakan dan dianalisis apakah judgment tersebut sesuai atau tidak. Misalnya soal nomor 5 termasuk ke dalam kategori mudah, soal nomor 7 kategori sedang, dan nomor 9 kategori sukar. Setelah dilakukan uji coba, hasilnya dianalisis apakah nomor-nomor soal itu sesuai dengan judgment tersebut. Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: I= dengan, I : indeks kesulitan untuk setiap butir soal B : banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal N : banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin sulit soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sbb.: 0 - 0,30 = soal kategori sukar, 0,31 - 0,70 = soal kategori sedang, 0,71 - 1,00 = soal kategori mudah. Cara lain dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan Tabel Rose dan Stanley (Sudjana, 2011:138). Kriterianya adalah Option Persentase Kategori 2 3 4 5 16 0,16n 0,213n 0,24n 0,256n Mudah 50 84 0,50n 0,84n 0,667n 0,20n 0,75n l,26n 0,80n l,344n Sedang Sukar

Keterangan: - option 2 adalah bentuk benar-salah - option 3, 4, dan 5 adalah bentuk pilihan berganda - n adalah 27% dari banyaknya siswa yang mengikuti tes Dalam menghitung indeks kesukaran soal, rumusannya adalah sbb: SR + ST Keterangan: - SR adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah - ST adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi Mengingat n adalah 27%, maka siswa dari kelompok rendah maupun kelompok tinggi 27% dari banyaknya peserta. Penentuan siswa kelompok rendah dan tinggi dilakukan berdasarkan peringkat skor yang

15

diperoleh dari tes tersebut. Ambillah 27% dari kelompok tinggi dan 27% dari kelompok rendah.

2. Analisis daya pembeda


Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah. Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika diujikan kepada anak berpresta-si tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua kategori siswa tersebut, hasilnya sama saja. Dengan demikian, tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi anak bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh si penilai atau di luar faktor kebetulan. Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam analisis tingkat kesukaran soal. Rumusnya adalah: SR- ST cara menghitung daya pembeda adalah dengan menempuh langkah sbb.: a) Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes. b) Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya. c) Menentukan jumlah sampel sebanyak 27% dari jumlah peserta tes untuk kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa kurang (peringkat bawah). d) Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok kurang. e) Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR-ST). f) Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross & Stanley. g) Menentukan ada-tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal de ngan kriteria "memiliki daya pembeda" bila nilai selisih jumlah sis-wa yang meniawab salah antara kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR-ST) sama atau lebih besar dari nilai tabel. Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal memiliki daya pembeda dan tingkat kesu-karan.

16

STANDAR KOMPETENSI (SK) DAN KOMPETENSI DASAR (KD) STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) MATA PELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SEKOLAH DASAR (SD) /MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

17

B. Tujuan Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. C. Ruang Lingkup Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Bilangan 2. Geometri dan Pengukuran 3. Pengolahan Data D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Bilangan 5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen 5. Menggunakan pecahan dan desimal serta sebaliknya dalam pemecahan 5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan masalah berbagai bentuk pecahan 5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan 5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala

18

Standar Kompetensi Geometri dan Pengukuran 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang 6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana 6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana

19

INSTRUMEN HASIL BELAJAR MATEMATIKA 1. Definisi Konseptual Hasil belajar matematika adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur, berupa penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, interpretasi yang dicapai oleh siswa. 2. Definisi Operasional Hasil belajar matematika adalah adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur, berupa penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, interpretasi yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari penggunaan pecahan dalam pemecahan masalah, memahami sifatsifat bangun dan hubungan antar bangun, yang diukur dengan menggunakan bentuk tes objektif pilihan ganda dan essai.

20

PENYEBARAN BUTIR SOAL Jumlah soal tes tulis PG Uraian Ranah Kognitif

No

Kompetensi Dasar Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang Menentukan jaringjaring berbagai bangun ruang sederhana Menyelidiki sifatsifat kesebangunan dan simetri Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana Jumlah soal

Materi

Pecahan 1 1 C1

Pecahan

--

C1

Pecahan

--

C1

Pecahan

C1

Bangun datar dan bangun ruang Bangun datar dan bangun ruang Bangun datar dan bangun ruang Bangun datar dan bangun ruang Bangun datar dan bangun ruang

C1

C1

--

C1

--

C1

--

C1

--

21

KISI-KISI BUTIR SOAL Jenjang sekolah : Sekolah Dasar Kelas/ Semester : V / II Mata pelajaran : Matematika No. Standar Kompetensi Bilangan 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar 5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya 5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan 5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan 5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala Pecahan o Menghitung perkalian danpembagian pecahan biasa dengan pecahan campuran o Menghitung perbandingan untuk mengukur suhu dan skala Materi Pokok Jumlah soal Bentuk soal/tes :9 : Pilihan Ganda Essay Nomor Soal 1 Kunci jawaban B

Indikator soal o Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Persen

2 o Menjumlahkan dan mengurangkan pecahan biasa dengan pecahan campuran 3

22

No.

Standar Kompetensi Geometri dan Pengukuran 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang 6.3 Menentukan jaringjaring berbagai bangun ruang sederhana 6.4 Menyelidiki sifatsifat kesebangunan dan simetri 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana

Materi Pokok

Indikator soal o Mengidentifikasi sifat-sifat bangun segitiga dan persegi panjang o Mengidentifikasi sifat-sifat bangun balok, dan tabung o Membuat jaring-jaring bangun ruang sederhana

Nomor Soal 5

Kunci jawaban A

Bangun Datar dan Bangun Ruang

o Menunjukkan sifat-sifat kesebangun antarbangun o Menghitung masalah yang berkaitan dengan bangun datar sederhana

23

TES HASIL BELAJAR Pilihan Ganda Petunjuk : - Jawablah soal-soal berikut dengan memberi tanda silang pada nomor jawabanyang dianggap paling tepat. - Bila ingin memperbaiki jawaban, hitamkan jawaban yang salah, kemudian beri Tanda silang pada nomor jawaban yang diangggap lebih tepat.

1. Manakah Bentuk persen dari di bawah ini? ..... a. 10% b. 50% 2. Hasil dari a. 2 b.

3. Bentuk hasil perkalian dari pecahan biasa ke pecahan biasa dalah a. Pecahan biasa b. Pecahan campuran 4. Bentuk penulisan skala pada peta adalah... a. b. 4 : 7

II

III

IV

5. Pada gambar di atas yang merupakan bangun datar adalah ... a. I dan III b. I dan II 6. Pada gambar di atas yang merupakan bangun Ruang adalah ... a. I dan III b. II dan IV 7. Gambar berikut yang merupakan jaring-jaring kubus adalah... a. b.

24

8. perhatikan gambar berikut..!!

II III IV V

Pada gambar di atas, bangun datar yang memiliki 4 sisi adalah ... a. I dan V b. II dan IV 9.
10 meter 3 meter 3 meter 10 meter

3 meter

3 meter

11 meter Denah Kebun Pak Ali

10 meter Denah Kebun Pak Agus

Pada gambar denah di atas, kebun siapakah yang paling luas? a. Kebun Pak Ali b. Kebun Pak Agus

ESSAY Petunjuk : Jawablah soal berikut dengan baik dan benar ! 1. 2. 3. 4. Uraikan cara mengubah bentuk pecahan menjadi bentuk persen? Jelaskan apa maksud dari skala 1 : 100 pada peta? Tuliskan 3 bangun datar yang anda ketahui? Tuliskan 3 bangun ruang yang anda ketahui?

25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan makalah kami maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tes, pengukuran dan penilaian saling terkait, dimana penilaian didahului dengan pengukuran, sedangkan pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan tes. 2. Unsur-unsur yang dinilai dalam pembelajaran menurut Bloom ada tiga ranah yaitu, ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris. 3. Pengolahan data dimaksudkan untuk menentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa dibandingkan dengan kelompoknya dan menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang ditentukan. Sistem penilaian yang biasa digunakan, yakni penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP). 4. Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaanpertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir soal, yakni analisis tingkat kesukaran soal. B. Saran Diharapkan bagi para pembaca dapat memahami dengan jelas hubungan tes, pengukuran dan penilaian, serta mengetahui unsurunsur yang dinilai dalam pembelajaran, PAP, PAN dan analisis butir soal agar dapat melengkapi dari kekurangan isi dari makalah kami ini.

26

DAFTAR PUSTAKA

Mardapi, Djemari, 2012. Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Nuha medika: Yogyakarta Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya: Bandung Uno, Hamzah. 2012. Yogyakarta Assesmen Pembelajaran. Pustaka Pelajar:

Widoyoko, Eko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

27

You might also like