You are on page 1of 6

MENGGAPAI BINTANG Alya Riany Ananta, semua orang pasti mengenal nama itu.

Seorang gadis dengan mata indah, wajah yang memancarkan kedamaian, senyuman yang penuh ketulusan, hati yang selalu menyayangi, dan tangan lembutnya yang dapat melukiskan segalanya dengan sempurna. Semua penggemar lukisannya menganggap hidupnya sempurna, tapi siapa sangka jika di balik senyuman tulusnnya tersimpan duka yang amat pedih. Tak ada orang yang tahu bagaimana sebenarnya hidup sang gadis yang kini telah tenang berada di bawah gundukan tanah yang masih basah dengan taburan bunga di atasnya. *** Seorang laki-laki paruh baya berjongkok di samping nisan yang bertuliskan Dendra Alvino Ananta, putra sulungnya. Diusapnya nisan tersebut dengan lembut dan air matanya menetes tepat di atas makam anaknya. Raut wajahnya memperlihatkan kesedihan dan amarah yang mendalam. Rintik-rintik air hujan tak menyurutkan niatnya untuk tetap berada di sana. Pa, ikhlaskan kepergian Kak Dendra. Biarkan Dia tenang di surga. Lebih baik kita pulang sekarang karena Papa akan sakit jika kehujanan. Ucap seorang gadis berkursi roda di samping lelaki tersebut dengan hati-hati. Semua ini kesalahanmu. Kehadiranmu hanya menjadi benalu dalam keluargaku. Dulu, istriku merelakan nyawanya demi melahirkanmu dan sekarang putraku meninggalkanku karena menyelamatkanmu. Aku tidak sudi hidup dengan anak cacat pembawa sial sepetrimu. Lebih baik kamu pergi dari kehidupanku sekarang juga. Sang Ayah berdiri dan meluapkan amarahnya di tengah guntur dan petir yang bersahutan. Alya, gadis tersebut tak dapat menyembunyikan air mata yang selalu ditahannya ketika Ayahnya berkata seperti itu. Untuk kesekian kalinya Ayahnya beranggapan bahwa Dia lah penyebab kepergian ibu dan Kakaknya. Kata benalu yang diucapkan Ayahnya terdengar lebih menyakitkan dibandingkan dengan cemohan teman-temannya karena kondisi fisiknya yang cacat. Maafkan Alya Pa, Alya sayang sama Papa, Mama, dan kak Dendra! Alya berkata dengan air mata yang terus mengalir. Diraihnya tangan sang Ayah dan terus memohon agar sang Ayah merubah keputusannya.

Jangan pernah memanggil saya Papa. Kamu bukan anak saya, dan jangan pernak menampakkan wajah busukmu itu di hadapanku lagi. Sang Ayah menepis tangan Alya dengan kasar dan berlalu meninggalkan Alya yang terjatuh karena kursi rodanya kehilangan keseimbangan. Hujan makin deras ketika dilihatnya mobil sang Ayah meninggalkan area pemakaman tersebut. Dengan sekuat tenaga Alya berusaha bangkit dan menduduki kursi rodanya. Dipandanginya nisan Ibu dan Kakaknya dengan senyuman walaupun titik-titik air mata masih ada di pipinya. Sebelum meninggalkan tempat tersebut, Alya berpamitan kepada Ibu dan Kakaknya. Ma, Kak Dendra maafkan Alya yang telah membuat Papa kehilangan kalian. Semua ini bukan kehendak Alya. Seandainya bisa memilih, Alya lebih memilih untuk tak pernah hadir dalam kehidupan kalian daripada harus melihat Papa tersiksa karena kehilangan Mama dan Kak Dendra. Alya akan tetap menyayangi dan menjaga Papa seperti amanat kalian Alya menghapus air mata yang masih membasahi pipinya kemudian tersenyum dan menarik kursi rodanya menjauhi area pemakaman tersebut. *** Malam sunyi. Hanya desahan nafas yang sesekali terdengar memecah keheningan malam. Perabotan dan lukisan yang telah terbingkai rapi dalam pigura saling terdiam membeku. Kursi roda masih setia menemani Alya melewati malam dengan kanvas yang berdiri tegak di studio lukisnya. Alya terus menyapukan kuasnya di atas kanvas yang kini telah menampilkan sesosok lelaki paruh baya yang tersenyum memandang langit bertaburan bintang. Alya menghentikan gerakan tangannya dan matanya terfokus pada objek lukisannya. Alya terpana menatap hasil lukisannya. Rindu yang mendalam menyusup ke dalam relung hatinya. Tangannya terulur membelai wajah yang baru dilukisnya, berharap Ia bisa menemukan kedamaian dalam sentuhannya. Setetes cairan bening hadir di pelupuk matanya dan mengalir melewati wajahnya yang terlihat sangat pucat. Memorinya memutar kembali kehidupannya yang penuh perjuangan untuk mewujudkan impiannya kini. FLASHBACK ON Alya terus menarik kursi rodanya menapaki jalanan ibukota yang begitu ramai. Peluh yang menetes di wajahnya tak sedikitpun menyurutkan langkahnya untuk segera sampai di taman tempatnya melukis dan menjual lukisannya. Setelah pemakaman Kakaknya beberapa

waktu lalu, Alya memang tak kembali ke rumah keluarganya. Alya ingin mencari kehidupan baru hingga akhirnya Alya bertemu seorang wanita paruh baya pengurus panti asuhan yang kini dianggapnya sebagai ibu. Alya haru membiasakan diri dengan kehidupan barunya yang sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya dahulu dengan keluarga. Di tempat ini Alya mulai belajar untuk bisa hidup mandiri dan membuat orang-orang disekelilingnya tersenyum karenanya. Hari-harinya Alya lalui dengan kebahagiaan bersama penghuni panti yang begitu menyanyanginya terlebih dengan Bunda Aisyah sang pengurus panti. Melihat Alya yang begitu cekatan menciptakan objek di atas kanvas membuat Bunda Aisyah terharu. Ia bangga dengan ketegaran gadis itu yang senantiasa tersenyum walau beban hidupnya cukup berat. Bunda Aisyah memberikan dukungan penuh kepada Alya untuk menggeluti dunia kanvas tersebut. Tak jarang Bunda Aisyah menemani Alya di taman untuk mendampingi gadis itu melakukan hobi sekaligus menjadi sumber penghasilannya. Walaupun penghasilannya tidak banyak, tetapi Alya tetap menjalankan pekerjaannya dengan sangat bangga. Melihat hasil sapuan kuasnya membuatnya merasa bahwa hidupnya sangat berwarna. Berawal dari pekerjaan tersebut, Alya yang didampingi Bunda Aisyah terus berjuang menggapai mimpinya hingga akhirnya menjadi kenyataan. FLASBACK OFF Kenapa belum tidur sayang? Sapaan lembut Bunda Aisyah membuat Alya menghentikan nostalgianya. Bunda Aisyah kini berdiri disamping Alya sembari matanya menyusuri hasil karya tangan Alya. Senyum tulus tersungging di bibir sang Bunda ketika di lihatnya objek lukisan yang selama ini selalu menghiasi kanvas-kanvas di ruangan tersebut. Alya belum mau tidur Bun. Alya masih ingin melukis wajah Papa selama tangan Alya masih bisa bergerak. Alya tidak ingin menyesal ketika Alya harus meninggalkan dunia ini tanpa menyisakan kenangan untuk Papa. Tutur Alya memaksakan bibirnya tersenyum. Bunda Aisyah hanya bisa menghela napas dalam seolah ikut merasakan apa yang dipendam Alya selama ini. Bunda Aisyah tahu bahwa Alya sangat mencintai sosok paruh baya di lukisan tersebut dan berharap agar takdir menyatukan mereka kelak dalam kebahagiaan. Bunda tahu perasaan kamu, tetapi kamu juga harus menjaga kondisi tubuhmu agar kamu bisa menghadiri pameran lukisanmu 2 bulan yang akan datang. Kamu jangan lupa nasihat dokter untuk terus berobat demi kesembuhan kamu. Ucap Bunda Aisyah penuh

perhatian. Alya hanya mengangguk menikmati sentuhan lembut Bunda Aisyah pada rambutnya. Jangan lupa istirahat sayang. Bunda yakin pasti lukisan ini akan menjadi lukisan yang paling bersejarah nantinya dan semoga Papamu bisa merasakan kasih sayangmu walaupun hanya dengan melihat lukisan ini. Bunda Aisyah berlalu meninggalkan Alya yang masih betah memandangi lukisannya, sesekali matanya mendongak menatap bintang dilangit yang kini terasa lebih dekat dari jarak yang sesungguhnya. Alya tersenyum cerah. Sebongkah harapan bahagia mengisi kembali jiwanya ketika dilihatnya bintang-bintang yang terus memancarkan cahayanya. Aku pasti dapat menggapainya. *** 2 Bulan Kemudian Galeri pemuda begitu ramai dengan para pengunjung yang menghadiri pameran lukisan Alya. Berbagai macam lukisan berjejer rapi memenuhi galeri tersebut. Decak kagum dari pengunjung selalu terdengar ketika mengamati objek yang ada diatas kanvas. Siapa yang menyangka bahwa seorang gadis muda bisa menciptakan kehidupan penuh makna dalam lukisannya. Di tengah keramaian yang tercipta, sesosok paruh baya berdiri menghadap sebuah lukisan yang berdiri disudut ruangan. Bola matanya terus mengamati setiap inci dari lukisan yang terpampang dihadapannya. Napasnya tercekat, dadanya sesak, dan sejurus kemudian air matanya mulai hadir di pelupuk matanya. Dipejamkan matanya, mencoba meresapi perasaan yang disampaikan oleh sang pelukis tetapi emosinya meledak. Kerinduan dan kasih sayang yang selam ini ditutupinya kini menyayat hatinya. Begitu dalam penyesalan yang Ia rasakan ketika melihat wajahnya di atas kanvas tersebut. Lelaki yang menatap bintang dalam lukisan itu berhasil membuatnya merasakan kasih sayang dari putri tunggalnya yang Ia sia-siakan. Matanya terus menikamati lukisan tersebut tanpa memperhatikan keadaan disekitarnya. Ia merasakan seorang wanita paruh baya berdiri disampingnya tetapi Ia enggan melepaskan kontak matanya dari lukisan tersebut. Alya pasti sangat bahagia melihat Anda bisa menghadiri pameran lukisannya. Alya selalu berharap Anda bisa merasakan tulusnya kasih sayangnya terhadap Papanya dan saya

yakin Alya pasti sangat bahagia ketika mimpinya terwujud dan Dia bisa menggapai bintang yang selama ini diharapkannya. Alvin, lelaki tersebut menoleh ke sumber suara dan mendapati Bunda Aisyah yang dikenalnya seminggu yang lalu ketika wanita tersebut datang ke rumahnya dengan membawa informasi yang sangat mengejutkan. Masih terkam jelas di otaknya ketika wanita tersebut menceritakan kehidupan putrinya setelah kejadian di pemakaman Dendra. Alvin tak menyangka jika putrinya begitu gigih memperjuangkan impiannya melihat sang ayah merasakan kasih sayangnya. Dari pertemuan tersebut pula Alvin mengetahui orang yang telah menyelamatkan nyawanya dengan mendonorkan ginjalnya kepada sang Ayah padahal Ia sendiri merasakan sakit yang luar biasa. Alvin meneteskan air mata mengingat wajah indah putrinya yang tak akan pernah lagi dilihatnya. Beruntung Alvin masih memiliki kesempatan melihat Alya yang saat itu tengah berbaring tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit dan ia juga bisa melepaskan kerinduan terhadap putri tunggalnya sebelum akhirnya Alya menyusul Ibu dan Kakaknya di surga. Sungguh penyesalan yang sangat dalam dirasakan Alvin mengingat dirinya menyia-nyiakan gadis yang sangat mencintainya. Untuk ke tiga kalinya Alvin menyaksikan orang yang dicintainya meninggalkan dirinya di depan mata. Alvin mengambil napas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Perasaannya telah bisa dikontrolnya dengan baik dan Ia mulai menampilkan senyuma di bibirnya. Aku yakin Alya sudah bahagia di surga dan Aku sangat bangga padanya. Meskipun terlambat mengatakannya, tetapi Aku sangat mencintainya. Ucap Alvin dengan ekspresi bahagia. Alvin menatap dalam lukisan dihadapannya dan berucap dalam hatinya seolah merasakan kehadiran Alya di sana. Maafkan Papa menyakitimu. Papa sangat men yayangi dan mencintaimu. Terima kasih telah menjadikan Papa bintang dalam kehidupanmu dan semoga kebahagiaan menyertaimu di sana.

Tidak akan ada kesulitan yang terasa ketika kita terus berjuang dan yakin dengan adanya kebahagiaan di balik derita

You might also like